4
Tabel I.1. Klasifikasi kekuatan batuan (Bieniawski, 1989)
5
3. Jarak Diskontinuitas
Jarak diskontinuitas merupakan suatu ketidakmenerusan pada suatu massa batuan
yang mempengaruhi kualitas dari batuan tersebut. Dalam hal ini kemenerusan
tersebut berupa kekar, sesar, dan bidang diskontinuitas lainya. Kemenerusan
diskontinuitas mempunyai panjang lebih besar dari bukaan atau lebih panjang dari
3 meter. Bisa juga dikatakan menerus jika kurang dari 3 meter tetapi dipisah oleh
bidang diskontinuitas. Tabel I.3. menunjukkan penentuan bobot berdasarkan jarak
antar kekar yang paling dominan (Bieniawski, 1989).
Batas terbesar dari jarak antar kekar yang dipakai dalam RMR yaitu > 2 m dengan
bobot 20, sedangkan batas terendah < 60 mm dengan bobot 5. Menurut ISMR dalam
(Ulusay, 2015) jarak atau spasi kekar adalah jarak tegak lurus antara bidang kekar
yang berdekatan dalam satu kekar. Pada perhitungan nilai RMR parameter antara
jarak atau spasi kekar ditentukan pada pengamatan lapangan.
4. Kondisi Diskontinuitas
Pengamatan kondisi diskontinuitas dilakukan dengan mengukur dan menghitung
beberapa sub parameter yang ada di dalamnya. Sub parameter tersebut yakni
panjang bidang diskontinuitas (persistence), bukaan bidang diskontinuitas
(aperture), kekasaran dari permukaan bidang diskontinuitas (roughness), jenis
material pengisi bidang diskontinuitas (infilling), dan kondisi pelapukan yang ada
pada setiap bidang diskontinuitas (weathered). Pengamatan tersebut di lakukan
secara langsung pada batuan di lereng yang diukur, kemudian diklasifikasikan
berdasarkan tabel I.4.
6
Tabel I.4. Klasifikasi kondisi diskontinuitas (Bieniawski, 1989)
7
Tabel I.5. Kondisi Air Tanah (Bieniawski, 1989)
8
Tabel I.7. Kelas Massa Batuan (Bieniawski, 1989)
9
Metode ini digunakan untuk menganalisis prediksi runtuhan yang nantinya setelah
diketahui bentuk longsoranya dilakukan perhitungan dan pemodelan yang sesuai
dengan bentuk longsoran yang terjadi. Analisis potensi longsoran ini dapat
menggunakan stereonet atau bantuan perangkat lunak Dips 7.0. Potensi bentuk
longsoran di bagi menjadi 4 bentuk menurut (Hoek & Bray, 1981) yaitu :
1. Longsoran bidang (planar failure), longsoran ini terjadi ketika terdapat bidang
diskontinuitas yang memiliki arah kemiringan yang sama dengan arah kemiringan
lereng. Longsoran ini akan terbentuk ketika sudut geser dalam lebih besar dari pada
sudut kemiringan diskontinuitas dan sudut diskontinuitas lebih landai dibanding
sudut kemiringan lereng.
2. Longsoran baji (wedge failure), bentuk longsoran baji terjadi ketika terdapatnya
dua bidang diskontinuitas yang berpotongan dengan arah yang sama dengan arah
lereng. Longsoran akan terbentuk ketika sudut titik potong antara dua diskontinuitas
lebih kecil dibanding sudut geser dalam dan sudut kemiringan lereng.
3. Longsoran guling (toppling failure), longsoran guling merupakan longsoran
batuan dengan bentuk runtuhan atau jatuhan dari material yang ada. Longsoran ini
terbentuk ketika terdapatnya bidang diskontinuitas yang berlawanan arah dengan
arah kemiringan lereng.
4. Longsoran busur (circular failure), longsoran terjadi ketika terdapat banyak
sekali bidang lemah atau bidang diskontinuitas, biasanya longsoran ini terjadi pada
material lepas seperti material tanah.
II.3. Faktor Keamanan
Faktor keamanan didefinisikan sebagai rasio gaya mobilisasi maksimum yang
menahan geser dan gaya yang ada yang cenderung menginduksi pergeseran
(Wesseloo dalam Read & Stacey, 2011). Penentuan nilai faktor keamanan
dilakukan dengan perhitungan deterministik dari rasio antara gaya penahan
(resisting force) dan gaya penggerak (driving force) (Giani, 1988). Sketsa mengenai
gaya yang bekerja pada satu potongan dapat di lihat pada gambar II.2.
10
Gambar II.2. Sketsa menunjukan gaya yang bekerja pada satu potongan (Goodman & Bray 1989)
Faktor keamanan digunakan dalam berbagai bidang yaitu teknik sipil pada
rekomendasi konstruksi bangunan seperti pembuatan bendungan, struktur penahan,
lereng jalan dan sebagainya. Pada bidang tambang, faktor keamanan digunakan
dalam menentukan kestabilan lereng galian bahan tambang. Faktor keamanan
tersebut nantinya sebagai dasar pembuatan desain pit yang baik dan
memperhatikan keamanan dan keselamatan. Aplikasi pada lereng tambang batuan
memiliki rekomendasi nilai faktor keamanan >1,2 (Gambar II.3). Nilai tersebut
berarti stabil dan sebagai dasar dalam pengaplikasian desain lereng tambang batuan
(Priest & Brown, 1983 dalam Read & Stacey, 2011).
11
Gambar II.3. Nilai Faktor keamanan yang dapat ditetapkan pada beberapa aplikasi (Priest &
Brown,1983)
12
Gambar II.4. Pemodelan longsoran guling berdasarkan Goodman dan Bray (1976)
Berdasarkan (Read & Stacey, 2011), alur pembuatan desain tambang dapat
menggunakan nilai klasifikasi massa batuan dan analisis bentuk potensi longsoran.
Berdasarkan hal tersebut pemodelan ini menggunakan hasil klasifikasi RMR
(Bieniawski, 1989) serta analisis potensi longsoran (Hoek & Bray, 1981).
Parameter yang diperoleh dari hasil klasifikasi massa batuan RMR meliputi nilai
kohesi, sudut geser dalam, dan rata-rata jarak diskontinuitas. Parameter geometri
lereng di peroleh berdasarkan analisis kinematik potensi bentuk longsoran yang
memerlukan sudut kemiringan diskontinuitas, tinggi lereng, dan sudut kemiringan
lereng serta bentuk dari longsoran itu sendiri.
13