PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Klasifikasi massa batuan merupakan cikal bakal dari pendekatan rancangan empeiris-
dan digunakan secara luas di dalam rekayasa batuan. Dalam kenyataannya, dibanyak proyek,
pendekatan klasiflikasi digunakan sebagai dasar praktis untuk merancang struktur di bawah
tanah yang kompleks. Klasifikasi massa batuan tidak diaunakan sebagai pengganti untuk
rancangan rekayasa. Tetapi harus digunakan bersama-sama dengan metode observasi dan
analitik untuk memformulasikan secara menyeluruh rancangan yang rasional, yang cocok
dengan tujuan rancangan dan kondisi geologi di lapangan.
Dari berbagai sistem klasifikasi massa batuan yang ada, enam yang perlu mendapat
perhatian khusus karena yang paling umum, yaitu yang diusulkan oleh Terzaghi (1946),
Lauffer (1958), Deere dan kawan-kawan (1967), Wickham dan kawan-kawan (1972),
Bieniawski (1973), Barton dan kawan-kawan (1974). Klasifikasi beban batuan Terzaghi
(1946), klasifikasi pertama yang diperkenalkan dan digunakan di Amerika Serikat lebih dari
35 tahun, telah dibuktikan dengan sukses untuk penerowongan dengan penyangga besi baja
(steel support).
Klasifikasi Lauffer (1958) didasarkan pada hasil keria dari Stini (1950) dan merupakan
langkah maju dalam seni penerowongan dengan diperkenalkannya konsep Stand-up
time dari active span di dalam terowongan, dimana dapat ditentukannya tipe dan jumlah
penyangga di dalam terowonqan secara lebih relevan. Klasifikasi dari Deere dan kawan-kawan
(1967) memperkenalkan indeks Rock Quality Designation (RQD), yang merupakan metode
yang sederhana dan praktis untuk mendeskripsikan kualitas inti batuan dari lubang bor. Konsep
dari Rock Structure Rating (RSR) dikembangkan di Amerika Serikat oleh Wickham dan
kawan-kawan (11972, 1974), yang sistem pertama yang memberikan gambaran rating
klasifikasi untuk memberikan bobot yang relatif penting dari parameter klasifikasi. Klasifikasi
geomekanika (RMR system), diusulkan oleh Bieniawski (1973), dan Q system oleh Barton dan
kawan-kawan (1974), telah dikembangkan secara terpisah dan kedua-duanya menyediakan
data kuantitatif untuk memilih penguatan terowongan yang modern seperti rock bollt dan
shoterete.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini ialah :
1. Sebagai tugas yang diberikan oleh dosen Mata Kuliah Mekanika Batuan
2. Untuk mengetahui secara umum cara mengklafikasikan massa batuan dengan
menggunakan sistem RMR (Rock Mass Rating), RQD (Rock Quality Designation) , dan
GSI (Geological strength index)
BAB II
PEMBAHASAN
Berikut ini sekilas penjelasan mengenai kelima parameter yang dipakai dalam
sistem klasifikasi RMR :
Gambar 1
Prosedur pengukuran RQD (After Deere,1989)
Jika tidak ada core yang tersedia, maka nilai RQD dapat diperkirakan dengan
menggunakan persamaan Palmstrom (1982) RQD = 115 – 3,3 Jv, dimana Jv adalah
jumlah joint per satuan volume massa batuan. Jika S adalah joint spacing dalam
1
suatu joint set, maka Jv dapat ditentukan dengan persamaan 𝐽𝑣 = ∑ . Hubungan
𝑆
Kualitas batuan dapat diklasifikasikan berdasarkan nilai RQD nya. Tabel 3.2
memperlihatkan pengelompokan kualitas batuan berdasarkan nilai RQD.
< 25 QUALITY
Very Poor
25-50 Poor
50-75 Fair
75-90 Good
90-100 Excellent
Roughness
Roughness atau kekasaran permukaan bidang diskontinu merupakan parameter
yang penting untuk menentukan kondisi bidang diskontinu. Suatu permukaan yang
kasar akan dapat mencegah terjadinya pergeseran antara kedua permukaan bidang
diskontinu.
Tabel penggolongan dan pembobotan kekasaran menurut Bienawski (1976).
Kekasaran Permukaan Deskripsi Pembobotan
Apabila diraba permukaan sangat tidak rata,
Sangat Kasar
membentuk punggungan dengan sudut terhadap 6
(very rough)
bidang datar mendekati vertical,
Bergelombang, permukaan tidak rata, butiran pada
Kasar (rough) permukaan terlihat jelas, permukaan kekar terasa 5
kasar
Sedikit Butiran permukaan terlihat jelas, dapat
3
(slightly rough) dibedakan, dan dapat dirasakan apabila diraba
Halus (smooth) Permukaan rata dan terasa halus bila diraba 1
Licin (slikensided) Berlapis 0
Gambar 5. Bidang diskontinuitas
Separation
Merupakan jarak antara kedua permukaan bidang diskontinu. Jarak ini biasanya
diisi oleh material lainya ( filling material ) atau bisa juga diisi oleh air. Makin besar
jarak ini, semakin lemah bidang diskontinu tersebut.
Continuity
Panjang dari suatu kekar dapat dikuantifikasi secara kasar dengan
mengamati panjang jejak kekar pada suatu bukaan.Pengukuran ini masih sangat kasar
dan belum mencerminkan kondisi kemenerusan kekar sesungguhnya. Seringkali
panjang jejak kekar pada suatu bukaan lebih kecil dari panjang kekar sesungguhnya,
sehingga kemenerusan yang sesungguhnya hanya dapat ditebak. Jika jejak sebuah
kekar pada suatu bukaan berhenti atau terpotong kekar lain atau terpotong oleh
solid/massive rock, ini menunjukkan adanya kemenerusan.
Gambar 7. Contoh Kemenerusan Bidang Discontinuity
Weathering
Weathering menunjukkan derajat kelapukan permukaan diskontinu.
Tabel tingkat pelapukan batuan (Bieniawski, 1976).
Klasifikasi Keterangan
Tidak terlapukkan Tidak terlihat tanda-tanda pelapukan, batuan segar, butiran
kristal terlihat jelas dan terang.
Sedikit terlapukkan Kekar terlihat berwarna atau kehitaman,biasanya terisi dengan
lapisan tipis material pengisi. Tanda kehitaman biasanya akan
nampak mulai dari permukaan sampai ke dalam batuan sejauh
20% dari spasi.
Terlapukkan Tanda kehitaman nampak pada permukaan batuan dan sebagian
material batuan terdekomposisi. Tekstur asli batuan masih utuh
namun mulai menunjukkan butiran batuan mulai
terdekomposisi menjadi tanah.
Sangat Keseluruhan batuan mengalami perubahan warna atau
terlapukkan kehitaman. Dilihat secara penampakan menyerupai tanah,
namun tekstur batuan masih utuh, namun butiran batuan telah
terdekomposisi menjadi tanah.
Infilling (gouge)
Filling atau material pengisi antara dua permukaan bidang diskontinu
mempengaruhi stabilitas bidang diskontinu dipengaruhi oleh ketebalan, konsisten atau
tidaknya dan sifat material pengisi tersebut. Filling yang lebih tebal dan memiliki sifat
mengembang bila terkena air dan berbutir sangat halus akan menyebabkan bidang
diskontinu menjadi lemah.
Dalam perhitungan RMR, parameter-parameter diatas diberi bobot masing-
masing dan kemudian dijumlahkan sebagai bobot total kondisi kekar. Pemberian bobot
berdasarkan pada tabel dibawah ini.
Tabel Panduan Klasifikasi Kondisi Kekar (Bieniawski, 1989).
Parameter Rating
Kelas massa batuan Sangat baik Baik Sedang Jelek Sangat jelek
Kohesi > 400 kPa 300-400 kPa 200-300 kPa 100-200 kPa < 100 kPa
Kondisi massa batuan dievaluasi untuk setiap setiap bidang diskontinu yang ada
(Bieniawski,1989). Dengan menjumlahkan semua rating dari lima parameter akan
diperoleh nilai RMR dasar yang belum memperhitungkan orientasi bidang diskontinu.
Adjusment terhadap orientasi bidang diskontinu ini dipisahkan dalam perhitungan nilai
RMR karena pengaruh dari bidang diskontinu tersebut tergantung pada aplikasi
engineering-nya, seperti terowongan, chamber, lereng atau fondasi (Edelbro, 2003). Arah
umum dari bidang diskontinu berupa strike dan dip, akan mempengaruhi kestabilan lubang
bukaan. Hal ini ditentukan oleh sumbu dari lubang bukaan tersebut, apakah tegak lurus
strike atau sejajar strike, penggalian lubang bukaan tersebut, apakah searah dip atau
berlawanan arah dengan dip dari bidang diskontinu.
RMR dapat digunakan sebagai panduan memilih penyangga terowongan. Panduan ini
tergantung pada beberapa faktor seperti kedalaman lubang bukaan dari permukaan, ukuran
dan bentuk terowongan serta metode penggalian yang dipakai (Bieniawski,1989)
Sedangkan untuk menentukan kestabilan lubang bukaan dapat ditentukan melalui
stand-up time dari nilai RMR menggunakan grafik span terhadap stand-up time.
Keakuratan dari stand-up time ini menjadi diragukan karena nilai stand-up time sangat
dipengaruhi oleh metode penggalian, ketahanan terhadap pelapukan (durability), dan
kondisi tegangan in situ yang merupakan parameter-parameter penting yang tidak tercakup
dalam metode klasifikasi RMR. Oleh karena itu, sebaiknya grafik ini digunakan hanya
untuk tujuan perbandingan semata.
Tabel 3. Rock Mass Rating System
Gambar 6. Grafik Hubungan Antara Span, Stand-Up Time, Dan RMR (after
Bieniawski, 1989 & 1993)
Tabel 3.6 Kelebihan Dan Kelemahan Metode RMR Bieniawski (Swart, A. H., 2004)
Kelebihan Kelemahan
Telah dikenal dan digunakan secara luas. Sangat bergantung terhadap metode penggalian
yang digunakan. Rekomendasi penyangga yang
diberikan hanya berlaku untuk bentuk terowongan
tapal kuda dengan span maksimum 10 m dan
kedalaman maksimum 900 m.
Adanya faktor koreksi terhadap orientasi Faktor koreksi terhadap orientasi kekar merupakan
kekar. kategori yang kasar dan sulit ditentukan tanpa
pengalaman yang luas. Pada kondisi terburuk,
orientasi kekar tidak dipertimbangkan untuk
mendapatkan pengaruh yang dominan pada
perilaku massa batuan.
Adanya faktor koreksi terhadap pengaruh Dalam praktiknya, beberapa kondisi kekar tidak
air tanah. dapat digambarkan secara akurat
Kondisi kekar yang digambarkan meliputi Nilai RQD ditentukan melalui persamaan yang
kontinuitas, separasi, kekasaran, isian, dan diberikan oleh Palmström. Nilai RQD yang
alterasi kekar. diberikan oleh persamaan ini bisa menghasilkan nilai
yang lebih besar daripada nilai RQD yang
dihitung secara aktual.
Parameter-parameter penting dari massa Metode RMR dikembangkan dari latar belakang
batuan dapat ditentukan dari nilai RMR. teknik sipil yang berbeda dengan penggalian
berbentuk lombong-lombong.
𝑹𝑸𝑫 𝑱𝒓 𝑱𝒘
𝑸= 𝒙 𝒙
𝑱𝒏 𝑱𝒂 𝑺𝑹𝑭
dimana,
RQD : Rock Quality Designation
Jn : Joint set number
Jr : Joint roughness number
Ja : Joint alteration number
Jw : Joint water reduction factor
SRF : Stress Reduction Factor
Menurut Barton, dkk parameter Jn, Jr dan Ja memiliki peranan yang lebih penting
dibandingkan pengaruh orientasi bidang diskontinu. Oleh karena itu dalam Q-system
tidak terdapat parameter adjustment terhadap orientasi bidang diskontinu.
Nilai Q yang didapat dihubungkan dengan kebutuhan penyanggan terowongan dengan
menetapkan dimensi ekivalen (equivalent dimension) dari galian. Dimensi ekivalen
merupakan fungsi dari ukuran dan kegunaan dari galian, didapat dengan membagi span,
diameter atau tinggi dinding galian dengan harga yang disebut Excavation Support Ratio
(ESR).
Hutchinson dan Diederichs (1996) memperkenalkan grafik hubungan antara nilai Q dan
span maksimum untuk berbagai macam nilai ESR
Gambar Grafik Hubungan Antara Nilai Q, Maksimum Span, Dan Nilai ESR
Barton et al. (1980) memberikan informasi tambahan terhadap panjang rockbolt, span
maksimum, dan tekanan penyangga atap untuk melengkapi rekomendasi penyangga pada
publikasi yang diterbitkan tahun 1974.
Panjang L dari rockbolt ditentukan dari lebar penggalian (B) dan dari nilai ESR
melalui persamaan:
𝟐 + 𝟎. 𝟏𝟓𝑩
𝑳=
𝑬𝑺𝑹
Span maksimum yang tidak disangga dapat dihitung dengan persamaan:
Grimstad dan Barton (1993) memberikan hubungan antara nilai Q dengan tekanan
penyangga atap permanen Proof melalui persamaan:
1
2 (√𝐽𝑛) 𝑥 𝑄 −3
𝑃𝑟𝑜𝑜𝑓 =
3 𝑥 𝐽𝑟
Rekomendasi penyangga ditentukan melalui grafik yang di berikan oleh Grimstad dan
Barton (1993) seperti yang ditunjukkan oleh gambar.
Tunnels,
RMR = 8.7 ln Q + 38 - Canada
sedimentary rock
http://junaidawally.blogspot.com/2013/09/terowongan-pada-batuan.html
http://lagaevhanchekel.blogspot.com/2010/02/masa-batuan.html
http://jogja-net01.blogspot.com/2011/02/klasifikasi-massa-batuan.html
http://lagaevhanchekel.blogspot.com/2010/02/masa-batuan.html
http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-angguningd-30994-3-2008ta-2.pdf
http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/560/jbptitbpp-gdl-jimmyginti-27967-4-2007ta-3.pdf
http://jogja-net01.blogspot.com/2011/02/klasifikasi-massa-batuan.html
http://dekabopass2.blogspot.com/2014/05/makalah-geologi-tentang-sifat-mekanik.html
Das, B. M. (2001) “Principle of Geotechnical Engineering”, 5th Edition, PWS Publishing,
Boston, USA
Holtz, R. D. and Kovacs, W. D. “An Introduction to Geotechnical Engineering, Prentice
Hall, 1981
http://gilangsinggih.blogspot.co.id/
http://jendelapertambangan.blogspot.co.id/
http://lagaevhanchekel.blogspot.co.id/2010/02/masa-batuan.html
http://matakuliahteknikpertambangan.blogspot.co.id/2015/09/v-behaviorurldefaultvmlo.html