Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Klasifikasi massa batuan merupakan cikal bakal dari pendekatan rancangan empeiris-
dan digunakan secara luas di dalam rekayasa batuan. Dalam kenyataannya, dibanyak proyek,
pendekatan klasiflikasi digunakan sebagai dasar praktis untuk merancang struktur di bawah
tanah yang kompleks. Klasifikasi massa batuan tidak diaunakan sebagai pengganti untuk
rancangan rekayasa. Tetapi harus digunakan bersama-sama dengan metode observasi dan
analitik untuk memformulasikan secara menyeluruh rancangan yang rasional, yang cocok
dengan tujuan rancangan dan kondisi geologi di lapangan.

Dari berbagai sistem klasifikasi massa batuan yang ada, enam yang perlu mendapat
perhatian khusus karena yang paling umum, yaitu yang diusulkan oleh Terzaghi (1946),
Lauffer (1958), Deere dan kawan-kawan (1967), Wickham dan kawan-kawan (1972),
Bieniawski (1973), Barton dan kawan-kawan (1974). Klasifikasi beban batuan Terzaghi
(1946), klasifikasi pertama yang diperkenalkan dan digunakan di Amerika Serikat lebih dari
35 tahun, telah dibuktikan dengan sukses untuk penerowongan dengan penyangga besi baja
(steel support).

Klasifikasi Lauffer (1958) didasarkan pada hasil keria dari Stini (1950) dan merupakan
langkah maju dalam seni penerowongan dengan diperkenalkannya konsep Stand-up
time dari active span di dalam terowongan, dimana dapat ditentukannya tipe dan jumlah
penyangga di dalam terowonqan secara lebih relevan. Klasifikasi dari Deere dan kawan-kawan
(1967) memperkenalkan indeks Rock Quality Designation (RQD), yang merupakan metode
yang sederhana dan praktis untuk mendeskripsikan kualitas inti batuan dari lubang bor. Konsep
dari Rock Structure Rating (RSR) dikembangkan di Amerika Serikat oleh Wickham dan
kawan-kawan (11972, 1974), yang sistem pertama yang memberikan gambaran rating
klasifikasi untuk memberikan bobot yang relatif penting dari parameter klasifikasi. Klasifikasi
geomekanika (RMR system), diusulkan oleh Bieniawski (1973), dan Q system oleh Barton dan
kawan-kawan (1974), telah dikembangkan secara terpisah dan kedua-duanya menyediakan
data kuantitatif untuk memilih penguatan terowongan yang modern seperti rock bollt dan
shoterete.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini ialah :
1. Sebagai tugas yang diberikan oleh dosen Mata Kuliah Mekanika Batuan
2. Untuk mengetahui secara umum cara mengklafikasikan massa batuan dengan
menggunakan sistem RMR (Rock Mass Rating), RQD (Rock Quality Designation) , dan
GSI (Geological strength index)
BAB II
PEMBAHASAN

1. Rock Mass Rating (RMR)


A. Pengertian, Maksud, dan Tujuan Rock Mass Rating (RMR)
Rock Mass Rating (RMR) atau juga dikenal dengan Geomechanichs
Classification dikembangkan oleh Bieniawski pada tahun 1972-1973. Metode rating
dipergunakan pada klasifikasi ini. Besaran rating tersebut didasarkan pada pengalaman
Bieniawski dalam mengerjakan proyek-proyek terowongan dangkal. Metode ini telah
dikenal luas dan banyak diaplikasikan pada keadaan dan lokasi yang berbeda-beda
seperti tambang pada batuan kuat, terowongan, tambang batubara, kestabilan lereng,
dan kestabilan pondasi. Metode ini dikembangkan selama bertahun-tahun seiring
dengan berkembangnya studi kasus yang tersedia dan disesuaikan dengan standar dan
prosedur yang berlaku secara internasional (Bieniawski, 1979).
Metode klasifikasi RMR merupakan metode yang sederhana dalam
penggunaannya, dan parameter-parameter yang digunakan dalam metode ini dapat
diperoleh baik dari data lubang bor maupun dari pemetaan struktur bawah tanah.
Metode ini dapat diaplikasikan dan disesuaikan untuk situasi yang berbeda-beda seperti
tambang batubara, tambang pada batuan kuat (hard rock) kestabilan lereng, kestabilan
pondasi, dan untuk kasus terowongan.
Dalam menerapkan sistem ini, massa batuan dibagi menjadi seksi-seksi menurut
struktur geologi dan masing-masing seksi diklasifikasikan secara terpisah. Batas-batas
seksi umumnya struktur geologi mayor seperti patahan atau perubahan jenis batuan.
Perubahan signifikan dalam spasi atau karakteristik bidang diskontinu mungkin
menyebabkan jenis massa batuan yang sama dibagi juga menjadi seksi-seksi yang
berbeda.
Tujuan dari sistem RMR adalah untuk mengklasifikasikan kualitas massa
batuan dengan menggunakan data permukaan, dalam rangka untuk memandu metode
penggalian dan juga untuk memberikan rekomendasi pertambangan mendukung serta
rentang yang tidak didukung dan stand-up time. Selain itu, menurut metode RMR, yang
tergantung pada kondisi massa batuan di daerah penelitian, penelitian ini juga mencoba
untuk mencari tahu risiko rekayasa potensi yang mungkin terjadi selama konstruksi
pertambangan dan berusaha untuk menunjukkan metode yang tepat untuk
mengendalikan dan mencegah seperti risiko-risiko potensial.

B. Klasifikasi massa batuan metode RMR (Rock Mass Rating)


Dalam mengklasifikasikan massa batuan berdasarkan sistem Klasifikasi RMR,
Bieniawski menggunakan lima parameter utama yang dijumlahkan untuk memperoleh
nilai total RMR, yaitu ;
 Uniaxial Compressive Strength (UCS)
 Rock Quality Designation (RQD)
 Jarak antar (spasi) kekar (Spacing of discontinuities)
 Kondisi kekar (Condition of discontinuities)
 Kondisi air tanah (Groundwater conditions)

Berikut ini sekilas penjelasan mengenai kelima parameter yang dipakai dalam
sistem klasifikasi RMR :

a. Uniaxial Compressive Strength (UCS)


Uniaxial Compressive Strength (UCS) adalah kekuatan dari batuan utuh
(intact rock) yang diperoleh dari hasil uji UCS. Uji UCS menggunakan mesin tekan
untuk menekan sampel batuan dari satu arah ( uniaxial). Nilai UCS merupakan besar
tekanan yang harus diberikan sehingga membuat batuan pecah. Sedangkan point load
index merupakan kekuatan batuan batuan lainnya yang didapatkan dari uji point load.
Jika UCS memberikan tekanan pada permukaan sampel, pada uji point load, sampel
ditekan pada satu titik. Untuk sampel dengan ukuran 50 mm, Bieniawski mengusulkan
hubungan antara nilai point load strength index (Is) dengan UCS adalah UCS = 23 Is.
Pada umumnya satuan yang dipakai untuk UCS dan Is adalah MPa.
Pada perhitungan nilai RMR, parameter kekuatan batuan utuh diberi bobot
berdasarkan nilai UCS atau nilai PLI-nya seperti tertera pada tabel dibawah ini.

Tabel kekuatan material batuan utuh (Bienawski, 1989)

Deskripsi Kualitatif UCS (MPa) PLI (MPa) Rating


Sangat kuat sekali (exceptionally strong) >250 >10 15
Sangat kuat (very strong) 100-250 4-10 12
Kuat (strong) 50-100 2-4 7
Sedang (average) 25-50 1-2 4
Lemah (weak) 5-25 Penggunaan 2
Sangat lemah (very weak) 1-5 UCS lebih 1
Sangat lemah sekali (extremely weak) <1 dilanjutkan 0

b. Rock Quality Designation (RQD)


RQD didefinisikan sebagai prosentase panjang core utuh yang lebih dari 10
cm terhadap panjang total core run. Diameter core yang dipakai dalam pengukuran
minimal 54.7 mm. Dan harus dibor dengan double-tube core barrel. Perhitungan RQD
mengabaikan mechanical fracture yaitu fracture yang dibuat secara sengaja atau
tidak selama kegiatan pengeboran atau pengukuran (Hoek, dkk. 1995).
Menurut Deere (1967) prosedur pengukuran RQD adalah sebagai berikut:

Gambar 1
Prosedur pengukuran RQD (After Deere,1989)

Jika tidak ada core yang tersedia, maka nilai RQD dapat diperkirakan dengan
menggunakan persamaan Palmstrom (1982) RQD = 115 – 3,3 Jv, dimana Jv adalah
jumlah joint per satuan volume massa batuan. Jika S adalah joint spacing dalam
1
suatu joint set, maka Jv dapat ditentukan dengan persamaan 𝐽𝑣 = ∑ . Hubungan
𝑆

antara Jv dan RQD dapat dilihat dari grafik berikut ini:


Gambar 2 Grafik hubungan RQD dan Jv (Palmstrom,1982)

Kualitas batuan dapat diklasifikasikan berdasarkan nilai RQD nya. Tabel 3.2
memperlihatkan pengelompokan kualitas batuan berdasarkan nilai RQD.

Tabel 3.2 Hubungan RQD dan kualitas massa batuan (Deere,1967)


RQD (%) ROCK

< 25 QUALITY
Very Poor
25-50 Poor
50-75 Fair
75-90 Good
90-100 Excellent

c. Jarak antar (spasi) kekar (Spacing of discontinuities)


Jarak antar (spasi) bidang diskontinu didefinisikan sebagai jarak tegak lurus
antara dua diskontinuitas berurutan sepanjang garis pengukuran yang dibuat
sembarang. Menurut ISRM, jarak antar (spasi) diskontinuitas adalah jarak tegak lurus
antara bidang diskontinu yang berdekatan dalam satu setdiskontinuitas.
Gambar 3. Discontinuitas Spacing

Untuk menentukan jarak kekar yang sebenarnya diperlukan koreksi antara


orientasi kekar terhadap orientasi scanline (Kramadibrata, 2012), yaitu dimana :

 = sudut normal kekar thd scanline.


n, n = arah dip dan dip normal kekar
s, s = arah scanline dan dip scanline.
d, d = arah dip dan dip bidang kekar.
j (im) = jarak semu bidang kekar pada scan-line.
d (im) = jarak sebenarnya bidang kekar

Pengukuran Jarak atau spasi kekar bidang diskontinuitas dapat dilakaukan


dengan metode scanline. Scanline pada permukaan lereng/ bukaan tambang minimal
50 m dengan menyesuaikan kondisi medan yang terdapat di lapangan dan ketersediaan
alat.
Pada pengukuran dilapangan kebanyakan jarak kekar yang terukur pada
scanline merupakan jarak semu.
Gambar 4. Scanline

d. Kondisi kekar (Condition of discontinuities)


Ada lima karakteristik kekar yang masuk dalam pengertian kondisi kekar,
meliputi kemenerusan ( persistence), jarak antar permukaan kekar atau celah
(separation/aperture), kekasaran kekar ( roughness), material pengisi (infilling/gouge),
dan tingkat kelapukan (weathering). karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:

 Roughness
Roughness atau kekasaran permukaan bidang diskontinu merupakan parameter
yang penting untuk menentukan kondisi bidang diskontinu. Suatu permukaan yang
kasar akan dapat mencegah terjadinya pergeseran antara kedua permukaan bidang
diskontinu.
Tabel penggolongan dan pembobotan kekasaran menurut Bienawski (1976).
Kekasaran Permukaan Deskripsi Pembobotan
Apabila diraba permukaan sangat tidak rata,
Sangat Kasar
membentuk punggungan dengan sudut terhadap 6
(very rough)
bidang datar mendekati vertical,
Bergelombang, permukaan tidak rata, butiran pada
Kasar (rough) permukaan terlihat jelas, permukaan kekar terasa 5
kasar
Sedikit Butiran permukaan terlihat jelas, dapat
3
(slightly rough) dibedakan, dan dapat dirasakan apabila diraba
Halus (smooth) Permukaan rata dan terasa halus bila diraba 1
Licin (slikensided) Berlapis 0
Gambar 5. Bidang diskontinuitas
 Separation
Merupakan jarak antara kedua permukaan bidang diskontinu. Jarak ini biasanya
diisi oleh material lainya ( filling material ) atau bisa juga diisi oleh air. Makin besar
jarak ini, semakin lemah bidang diskontinu tersebut.

Gambar 6. Jarak antar permukaan kekar atau celah

 Continuity
Panjang dari suatu kekar dapat dikuantifikasi secara kasar dengan
mengamati panjang jejak kekar pada suatu bukaan.Pengukuran ini masih sangat kasar
dan belum mencerminkan kondisi kemenerusan kekar sesungguhnya. Seringkali
panjang jejak kekar pada suatu bukaan lebih kecil dari panjang kekar sesungguhnya,
sehingga kemenerusan yang sesungguhnya hanya dapat ditebak. Jika jejak sebuah
kekar pada suatu bukaan berhenti atau terpotong kekar lain atau terpotong oleh
solid/massive rock, ini menunjukkan adanya kemenerusan.
Gambar 7. Contoh Kemenerusan Bidang Discontinuity

 Weathering
Weathering menunjukkan derajat kelapukan permukaan diskontinu.
Tabel tingkat pelapukan batuan (Bieniawski, 1976).
Klasifikasi Keterangan
Tidak terlapukkan Tidak terlihat tanda-tanda pelapukan, batuan segar, butiran
kristal terlihat jelas dan terang.
Sedikit terlapukkan Kekar terlihat berwarna atau kehitaman,biasanya terisi dengan
lapisan tipis material pengisi. Tanda kehitaman biasanya akan
nampak mulai dari permukaan sampai ke dalam batuan sejauh
20% dari spasi.
Terlapukkan Tanda kehitaman nampak pada permukaan batuan dan sebagian
material batuan terdekomposisi. Tekstur asli batuan masih utuh
namun mulai menunjukkan butiran batuan mulai
terdekomposisi menjadi tanah.
Sangat Keseluruhan batuan mengalami perubahan warna atau
terlapukkan kehitaman. Dilihat secara penampakan menyerupai tanah,
namun tekstur batuan masih utuh, namun butiran batuan telah
terdekomposisi menjadi tanah.

 Infilling (gouge)
Filling atau material pengisi antara dua permukaan bidang diskontinu
mempengaruhi stabilitas bidang diskontinu dipengaruhi oleh ketebalan, konsisten atau
tidaknya dan sifat material pengisi tersebut. Filling yang lebih tebal dan memiliki sifat
mengembang bila terkena air dan berbutir sangat halus akan menyebabkan bidang
diskontinu menjadi lemah.
Dalam perhitungan RMR, parameter-parameter diatas diberi bobot masing-
masing dan kemudian dijumlahkan sebagai bobot total kondisi kekar. Pemberian bobot
berdasarkan pada tabel dibawah ini.
Tabel Panduan Klasifikasi Kondisi Kekar (Bieniawski, 1989).
Parameter Rating

Panjang kekar <1m 1-3 m 3-10 m 10-20 m >20 m


Persistence/continuity
6 4 2 1 0
Jarak antar permukaan Tidak ada < 0.1 mm 0.1-1.0 mm 1-5 mm > 5 mm
kekar
6 5 4 1 0
(separation/aperture)
Kekasaran kekar Sangat kasar Kasar Sedikit kasar Halus Slickensided
(roughness) 6 5 3 1 0
Material pengisi Tidak ada Keras Lunak
< 5 mm > 5 mm < 5 mm >5 mm
(infilling/gouge)
6 4 2 2 0
Sangat
Kelapukan Tidak lapuk Sedikit lapuk Lapuk hancur
lapuk
(weathering)
6 5 3 1 0

e. Kondisi Air Tanah


Debit aliran air tanah atau tekanan air tanah akan mempengaruhi kekuatan
massa batuan. Oleh sebab itu perlu diperhitungkan dalam klasifikasi massa batuan.
Pengamatan terhadap kondisi air tanah ini dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :
 Inflow per 10 m tunnel length : menunjukkan banyak aliran air yang teramati
setiap 10 m panjang terowongan. Semakin banyak aliran air mengalir maka nilai
yang dihasilkan untuk RMR akan semakin kecil.
 Joint Water Pressure : semakin besar nilai tekanan air yang terjebak dalam kekar
(bidang diskontinu) maka nilai yang dihasilkan untuk RMR akan semakin kecil.
 General condition : mengamati atap dan dinding terowongan secara visual
sehingga secara umum dapat dinyatakan dengan keadaaan umum dari
permukaan seperti kering, lembab, menetes atau mengalir. Untuk penelitian ini,
cara ketiga ini yang digunakan.

Kondisi air tanah yang ditemukan pada pengukuran kekar diidentifikasikan


sebagai salah satu kondisi berikut : kering (completely dry), lembab (damp), basah (wet),
terdapat tetesan air (dripping), atau terdapat aliran air (flowing). Pada perhitungan nilai
RMR, parameter kondisi air tanah (groundwater conditions) diberi bobot berdasarkan
tabel dibawah ini.

Tabel Kondisi air tanah (Bieniawski, 1989).


Kondisi umum Kering Terdapat tetesan Terdapat aliran
Lembab Basah
(completely dry) air (dripping) air (flowing)
Debit air tiap 10 m
panjang terowongan Tidak ada < 10 10 – 25 25 – 125 > 125
(liter/menit)
Tekanan air pada
kekar / tegangan 0 < 0,1 0,1-0,2 0,1-0,2 > 0,5
prinsipal mayor
Rating 15 10 7 4 0

C. Orientasi Kekar (Orientation of discontinuities)


Parameter ini merupakan penambahan terhadap kelima parameter sebelumnya. Bobot
yang diberikan untuk parameter ini sangat tergantung pada hubungan antara orientasi
kekar-kekar yang ada dengan metode penggalian yang dilakukan. Oleh karena itu dalam
perhitungan, bobot parameter ini biasanya diperlakukan terpisah dari lima parameter
lainnya.
Lima parameter pertama mewakili parameter dasar dari sistem klasifikasi ini. Nilai
RMR yang dihitung dari lima parameter dasar tadi disebut RMR basic. Hubungan antara
RMRbasic dengan RMR ditunjukkan pada persamaan dibawah ini.

RMR = RMRbasic + penyesuaian terhadap orientasi kekar

dimana, RMRbasic = ∑ parameter (a+b+c+d+e)

D. Penggunaan Rock Mass Rating (RMR)


Setelah nilai bobot masing-masing parameter-parameter diatas diperoleh, maka jumlah
keseluruhan bobot tersebut menjadi nilai total RMR. Nilai RMR ini dapat dipergunakan
untuk mengetahui kelas dari massa batuan, memperkirakan kohesi dan sudut geser dalam
untuk tiap kelas massa batuan seperti terlihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel Kelas massa batuan, kohesi dan sudut geser dalam berdasarkan nilai RMR
(Bieniawski, 1989).
Profil massa batuan Deskripsi

Rating 100-81 80-61 60-41 40-21 20-0

Kelas massa batuan Sangat baik Baik Sedang Jelek Sangat jelek

Kohesi > 400 kPa 300-400 kPa 200-300 kPa 100-200 kPa < 100 kPa

Sudut geser dalam > 45º 35 º-45 º 25 º-35 º 15 º-25 º < 15 º

Kondisi massa batuan dievaluasi untuk setiap setiap bidang diskontinu yang ada
(Bieniawski,1989). Dengan menjumlahkan semua rating dari lima parameter akan
diperoleh nilai RMR dasar yang belum memperhitungkan orientasi bidang diskontinu.
Adjusment terhadap orientasi bidang diskontinu ini dipisahkan dalam perhitungan nilai
RMR karena pengaruh dari bidang diskontinu tersebut tergantung pada aplikasi
engineering-nya, seperti terowongan, chamber, lereng atau fondasi (Edelbro, 2003). Arah
umum dari bidang diskontinu berupa strike dan dip, akan mempengaruhi kestabilan lubang
bukaan. Hal ini ditentukan oleh sumbu dari lubang bukaan tersebut, apakah tegak lurus
strike atau sejajar strike, penggalian lubang bukaan tersebut, apakah searah dip atau
berlawanan arah dengan dip dari bidang diskontinu.
RMR dapat digunakan sebagai panduan memilih penyangga terowongan. Panduan ini
tergantung pada beberapa faktor seperti kedalaman lubang bukaan dari permukaan, ukuran
dan bentuk terowongan serta metode penggalian yang dipakai (Bieniawski,1989)
Sedangkan untuk menentukan kestabilan lubang bukaan dapat ditentukan melalui
stand-up time dari nilai RMR menggunakan grafik span terhadap stand-up time.
Keakuratan dari stand-up time ini menjadi diragukan karena nilai stand-up time sangat
dipengaruhi oleh metode penggalian, ketahanan terhadap pelapukan (durability), dan
kondisi tegangan in situ yang merupakan parameter-parameter penting yang tidak tercakup
dalam metode klasifikasi RMR. Oleh karena itu, sebaiknya grafik ini digunakan hanya
untuk tujuan perbandingan semata.
Tabel 3. Rock Mass Rating System
Gambar 6. Grafik Hubungan Antara Span, Stand-Up Time, Dan RMR (after
Bieniawski, 1989 & 1993)

Tabel 3.6 Kelebihan Dan Kelemahan Metode RMR Bieniawski (Swart, A. H., 2004)
Kelebihan Kelemahan
Telah dikenal dan digunakan secara luas. Sangat bergantung terhadap metode penggalian
yang digunakan. Rekomendasi penyangga yang
diberikan hanya berlaku untuk bentuk terowongan
tapal kuda dengan span maksimum 10 m dan
kedalaman maksimum 900 m.
Adanya faktor koreksi terhadap orientasi Faktor koreksi terhadap orientasi kekar merupakan
kekar. kategori yang kasar dan sulit ditentukan tanpa
pengalaman yang luas. Pada kondisi terburuk,
orientasi kekar tidak dipertimbangkan untuk
mendapatkan pengaruh yang dominan pada
perilaku massa batuan.
Adanya faktor koreksi terhadap pengaruh Dalam praktiknya, beberapa kondisi kekar tidak
air tanah. dapat digambarkan secara akurat

Kondisi kekar yang digambarkan meliputi Nilai RQD ditentukan melalui persamaan yang
kontinuitas, separasi, kekasaran, isian, dan diberikan oleh Palmström. Nilai RQD yang
alterasi kekar. diberikan oleh persamaan ini bisa menghasilkan nilai
yang lebih besar daripada nilai RQD yang
dihitung secara aktual.

Mudah menggabungkan parameter- Metode RMR memperhitungkan frekuensi kekar


parameter yang diukur yaitu RQD dan jarak dua kali, yaitu melalui RQD dan jarak antar kekar.
antar kekar untuk menjelaskan frekuensi Oleh karena itu, metode ini sangat sensitif terhadap
kekar ataupun ukuran blok. perubahan dari spasi fraktur yang ada.
Kuat tekan uniaksial digunakan untuk Tidak memperhitungkan pengaruh dari tegangan
menentukan kekuatan batuan intak. Nilai ini terinduksi dalam perkiraan kestabilan lubang
dapat dengan mudah ditentukan uji point load bukaan.
secara langsung dilapangan.

Parameter-parameter penting dari massa Metode RMR dikembangkan dari latar belakang
batuan dapat ditentukan dari nilai RMR. teknik sipil yang berbeda dengan penggalian
berbentuk lombong-lombong.

Metode RMR sangat tidak sensitif terhadap kuat


tekan batuan intak yang merupakan parameter
penting dalam perilaku teknik dari massa batuan
tertentu (Pells, 2000).

Metode RMR tidak dapat membedakan perbedaan


grade dari material batuan yang dihadapi dengan
baik (Pells, 2000).

Keakuratan dari nilai stand-up time yang diberikan


oleh Bieniawski diragukan sejak nilai ini sangat
bergantung terhadap metode penggalian yang
digunakan, durability dan tegangan in situ yang
merupakan parameter penting yang tidak tercakup
dalam metode RMR. Oleh karena itu, grafik
tersebut hanya digunakan
Tidak memperhitungkan untuk saat
laju pada kepentingan
batuan
perbandingan
segar melapuksemata.
ketika tersingkap ke permukaan.
2. Rock Mass Quality (Q) System
Rock Mass Quality (Q) System atau disebut juga sebagai Tunneling Quality
Index pertama kali diusulkan oleh Barton, Lien dan Lunde pada tahun 1974 di
Norwegian Geotechnical Institute (NGI) sehingga disebut juga NGI Classification System.
Q-System sebagai salah satu dari klasifikasi massa batuan dibuat berdasarkan studi kasus
dilebih dari 200 kasus tunneling dan caverns.
Q-system merupakan fungsi dari enam parameter yang dinyatakan dengan persamaan
berikut:
Menurut Barton, dkk parameter Jn, Jr dan Ja memiliki peranan yang lebih penting
dibandingkan pengaruh orientasi bidang diskontinu. Oleh karena itu dalam Q-system
tidak terdapat parameter adjustment terhadap orientasi bidang diskontinu.
Nilai Q yang didapat dihubungkan dengan kebutuhan penyanggan terowongan dengan
menetapkan dimensi ekivalen (equivalent dimension) dari galian. Dimensi ekivalen
merupakan fungsi dari ukuran dan kegunaan dari galian, didapat dengan membagi span,
diameter atau tinggi dinding galian dengan harga yang disebut Excavation Support Ratio
(ESR).

𝑹𝑸𝑫 𝑱𝒓 𝑱𝒘
𝑸= 𝒙 𝒙
𝑱𝒏 𝑱𝒂 𝑺𝑹𝑭
dimana,
RQD : Rock Quality Designation
Jn : Joint set number
Jr : Joint roughness number
Ja : Joint alteration number
Jw : Joint water reduction factor
SRF : Stress Reduction Factor

Dalam menjelaskan keenam parameter yang dipakai untuk menghitung Q, Barton


(1974) membagi enam parameter tersebut menjadi tiga bagian:
 RQD/Jn merepresentasikan struktur dari massa batuan, menunjukkan ukuran blok
batuan.
 Jr/Ja menunjukkan kekasaran (roughness) dan karakteristik geser dari permukaan
bidang diskontinu atau filling material dari bidang diskontinu tersebut. Suatu
bidang diskontinu dengan permukaan yang kasar dan tidak mengalami alterasi dan
mengalami kontak dengan permukaan bidang lainnya, akan mempunyai kuat
geser yang tinggi dan menguntungkan untuk kestabilan lubang bukaan. Adanya
lapisan mineral clay pada permukaan kontak antara kedua bidang diskontinu
tersebut, akan mengurangi kuat geser secara signifikan. Selanjutnya kontak antar
permukaan bidang diskontinu yang mengalami pergeseran juga akan mempertinggi
potensi failure pada lubang bukaan. Dengan kata lain Jr/Ja menunjukkan shear
strength atau kuat geser antar blok batuan.
 Jw/SRF terdiri dari dua parameter stress. Parameter Jw adalah ukuran tekanan air
yang dapat mempengaruhi kuat geser dari bidang diskontinu.Sedangkan parameter
SRF dapat dianggap sebagai parameter total stress yang dipengaruhi oleh letak
dari lubang bukaan yang dapat mereduksi kekuatan massa batuan. Secara empiris
Jw/SRF mewakili active stress yang dialami batuan.

Menurut Barton, dkk parameter Jn, Jr dan Ja memiliki peranan yang lebih penting
dibandingkan pengaruh orientasi bidang diskontinu. Oleh karena itu dalam Q-system
tidak terdapat parameter adjustment terhadap orientasi bidang diskontinu.
Nilai Q yang didapat dihubungkan dengan kebutuhan penyanggan terowongan dengan
menetapkan dimensi ekivalen (equivalent dimension) dari galian. Dimensi ekivalen
merupakan fungsi dari ukuran dan kegunaan dari galian, didapat dengan membagi span,
diameter atau tinggi dinding galian dengan harga yang disebut Excavation Support Ratio
(ESR).

𝑆𝑝𝑎𝑛 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 (𝑚)


𝐷𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐸𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 =
𝐸𝑆𝑅

Tabel Nilai ESR Untuk Berbagai Lubang Bukaan


Excavation Category ESR
A Temporary mine openings 3–5
Permanent mine openings, water tunnels for hydropower
B (Excluding high pressure penstocks), pilot tunnels, drifts, and 1.6
headings for large excavations
Storage rooms, water treatment plants, minor road and railway
C 1.3
tunnels, surge chambers, access tunnels
Power stations, major road and railway tunnels, civil defence
D 1
chambers, portal intersections
Underground nuclear power stations, railway stations, sports and
E 0.8
public facilities, factories

Hutchinson dan Diederichs (1996) memperkenalkan grafik hubungan antara nilai Q dan
span maksimum untuk berbagai macam nilai ESR

Gambar Grafik Hubungan Antara Nilai Q, Maksimum Span, Dan Nilai ESR

Barton et al. (1980) memberikan informasi tambahan terhadap panjang rockbolt, span
maksimum, dan tekanan penyangga atap untuk melengkapi rekomendasi penyangga pada
publikasi yang diterbitkan tahun 1974.
Panjang L dari rockbolt ditentukan dari lebar penggalian (B) dan dari nilai ESR
melalui persamaan:

𝟐 + 𝟎. 𝟏𝟓𝑩
𝑳=
𝑬𝑺𝑹
Span maksimum yang tidak disangga dapat dihitung dengan persamaan:

Span maksimum (Tidak disangga) = 2 ESR Q0,4

Grimstad dan Barton (1993) memberikan hubungan antara nilai Q dengan tekanan
penyangga atap permanen Proof melalui persamaan:
1
2 (√𝐽𝑛) 𝑥 𝑄 −3
𝑃𝑟𝑜𝑜𝑓 =
3 𝑥 𝐽𝑟

Rekomendasi penyangga ditentukan melalui grafik yang di berikan oleh Grimstad dan
Barton (1993) seperti yang ditunjukkan oleh gambar.

Gambar Grafik Penentuan Rekomendasi Penyangga Berdasarkan Q-System


(After Grimstad & Barton, 1993)

Tabel Kelebihan Dan Kelemahan Metode Q-System (Swart, A. H., 2004)


Kelebihan Kelemah
Telah dikenal dan digunakan secara luas. an dari Afrika
Berdasarkan persepsi
Selatan,
metode ini hanya berlaku untuk
klasifikasi massa batuan untuk terowongan
semata.
Telah terbukti konsisten selama lebih dari 20 Sulit untuk menggunakannya karena
tahun dimana sistem dasarnya tidak berubah banyaknya
tabel klasifikasi. Namun sistem ini
sangat mudah digunakan jika sudah terbiasa
menggunakannya.
Deskripsi terhadap indeks untuk setiap Pengaruh dari arah kekar tidak
parameter yang berbeda sangat terinci. Dalam dipertimbangkan. Dalam kasus lombong-
penerapannya, Q-System berfokus pada lombong dengan span yang lebih besar dari
parameter-parameter yang seringkali dilupakan terowongan, arah dari kekar sangat
pada saat tahap penyelidikan lapangan. mempengaruhi kestabilan dari panel. Pada
beberapa kasus, arah penggalian diubah
karena pengaruh dari arah set kekar
mayornya.
Kelebihan Kelemah
Mempertimbangkan pengaruh dari tegangan Karena adanya an pertimbangan akan
induksi yang diakibatkan oleh penggalian pengaruh
terhadap kestabilan galian. tegangan terinduksi pada metode ini, maka
harus dipastikan bahwa tidak ada koreksi
lanjut terhadap parameter ini.
Joint roughness dan joint alteration dianalisis Meskipun memberikan deskripsi yang
secara terpisah. rinci
untuk joint roughness dan isian kekar, Q-
System tidak memperhitungkan kemenerusan
kekar dan separasi dari kekar. Parameter-
parameter ini dapat memberikan pengaruh
yang besar terhadap kekuatan dari kekar-
kekar.
Memperhitungkan pengaruh dari air tanah Q-System mempertimbangkan kondisi
dari
permukaan kekar sebagai parameter penting,
akibatnya massa batuan yang memiliki kekar
dengan kekuatan yang rendah
diklasifikasikan sebagai massa batuan yang
lemah. Pada kenyataannya, permukaan kekar
hanya akan mempengaruhi kekuatan massa
batuan jika arah dari kekar sangat tidak
menguntungkan terhadap arah penggalian.
Karena Q-System tidak mempertimbangkan
arah dari bidang diskontinu, maka metode ini
tidak memberikan indikasi yang tepat
terhadap perilaku massa batuan disekeliling
tambang.
Dapat memperkirakan deformability dari massa Q-System memperkirakan desain
batuan dengan mengkonversikan nilai Q ke penyangga
RMR. untuk terowongan pada kedalaman
dangkal secara non-konservatif (Pells, 2000).

Q-System dikembangkan dari latar


belakang
teknik sipil sehingga konservatif untuk
kasus lombong.

3. Q System dan hubungannya dengan RMR System


Beberapa ahli telah melakukan penelitian untuk mengetahui korelasi antara dua sistem
klasifikasi RMR dan Q system. Korelasi ini dikembangkan di lokasi yang bermacam-macam
dengan karakteristik batuan yang berbeda-beda. Oleh karena itu hasil yang didapat juga
berbeda-beda.
Pada tabel dibawah ini terdapat beberapa korelasi antara RMR dan Q serta ahli yang
mengusulkannya dan daerah tempat korelasi tersebut diturunkan.
Tabel Korelasi antara Geomechanics Classification (RMR) dengan Q Classification System
(Choquet and Hadjigeorgiou,1993)
CORRELATION AUTHOR, YEAR ORIGIN COMMENTS
RMR = 13.5 log Q + 43 - New Zealand Tunnels
RMR = 9 ln Q + 44 Bieniawski, 1976 Diverse origin Tunnels
RMR = 12.5 log Q + 55.2 - Spain Tunnels
RMR = 5 ln Q + 60.8 Cameron, 1981 S. Africa Tunnels
Rutledge & Preston,
RMR = 5.9 ln Q + 43 - -
1978
RMR = 43.89 - 9.19 ln Q - Spain Mining soft rock
RMR = 10.5 ln Q + 41.8 Abad, 1984 Spain Mining soft rock

RMR = 12.11 log Q + 50.81 - Canada Mining hard rock

RMR = 5.4 ln Q + 55.2 Moreno, 1980 - -

Tunnels,
RMR = 8.7 ln Q + 38 - Canada
sedimentary rock

RMR = 10 ln Q + 39 - Canada Mining hard rock

Perbandingan nilai Q system dengan klasifikasi RMR dapat diinterpretasikan sebagai


grafik seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

Gambar Grafik hubungan klasifikasi RMR dan Q system (Bienawski, 1993)


4. GSI System
A. Sejarah dan Pengertian GSI System
Indeks kekuatan geologi (GSI) adalah sistem batu-massa karakterisasi yang telah
dikembangkan di batu rekayasa mekanik untuk memenuhi kebutuhan terpercaya input data,
terutama yang terkait dengan sifat batu-massa diperlukan sebagai masukan ke dalam
numerik analisis atau bentuk tertutup solusi untuk merancang terowongan, lereng atau
yayasan dalam batuan. Karakter geologi bahan rock, bersama-sama dengan penilaian visual
massa itu bentuk, digunakan sebagai masukan langsung ke pemilihan parameter yang
relevan untuk prediksi kekuatan batuan-massa dan deformabilitas.
Beberapa dekade lalu, alat untuk merancang terowongan mulai berubah. Meski masih
mentah, metode numerik sedang dikembangkan yang ditawarkan janji untuk analisis lebih
rinci dari masalah penggalian bawah tanah yang sulit yang, dalam sejumlah kasus, berada
di luar kisaran ideal penerapan klasifikasi penguatan terowongan seperti sistem RMR
diperkenalkan oleh Bieniawski (1973) dan sistem Q diterbitkan oleh Barton et al. (1974)
baik selanjutnya diperluas di tahun-tahun berikutnya. Sama sekali tidak ada masalah
dengan konsep klasifikasi ini dan ada ratusan kilometer dari terowongan yang telah berhasil
dibangun atas dasar aplikasi mereka. Namun, pendekatan ini cocok untuk situasi di mana
perilaku massa batuan relatif sederhana, misalnya untuk nilai RMR antara sekitar 30- 70
dan tingkat stres yang moderat. Dengan kata lain, geser dan rotasi potongan batu utuh
dasarnya mengontrol proses kegagalan. Pendekatan ini kurang dapat diandalkan untuk
meremas, bengkak, jelas kegagalan struktural atau spalling, slabbing dan batu-meledak di
bawah kondisi stres yang sangat tinggi. Lebih penting lagi, sistem klasifikasi ini sedikit
membantu dalam memberikan informasi untuk desain berurutan diinstal penguatan
sementara dan dukungan yang diperlukan untuk mengontrol kegagalan progresif dalam
kondisi tunneling sulit. alat numerik yang tersedia saat ini memungkinkan desainer
terowongan untuk menganalisis proses-proses kegagalan yang progresif dan berurutan
diinstal penguatan dan dukungan yang diperlukan untuk menjaga stabilitas terowongan
memajukan sampai memperkuat atau mendukung struktur akhir dapat diinstal. Namun,
alat-alat numerik membutuhkan informasi masukan diandalkan pada kekuatan dan
deformasi karakteristik massa batuan sekitarnya terowongan. Karena praktis tidak mungkin
untuk menentukan informasi ini dengan langsung dalam pengujian situ (kecuali untuk
backanalysis terowongan yang sudah dibangun) ada kebutuhan untuk beberapa metode
untuk memperkirakan sifat batuan-massa dari sifat batuan utuh dan karakteristik
diskontinuitas dalam massa batuan. Hal ini mengakibatkan pengembangan kriteria
kegagalan batu-massa oleh Hoek dan Brown (1980).
Hoek dan Brown mengakui bahwa kriteria kegagalan batu-massa akan memiliki nilai
praktis kecuali itu bisa terkait dengan pengamatan geologi yang dapat dibuat dengan cepat
dan mudah oleh ahli geologi teknik atau geologi di lapangan. Mereka dianggap
mengembangkan sistem klasifikasi baru selama evolusi kriteria di akhir 1970-an tetapi
mereka segera menyerah ide dan menetap untuk sistem RMR sudah diterbitkan. Itu dihargai
bahwa sistem RMR (dan sistem Q) dikembangkan untuk estimasi penggalian bawah tanah
dan dukungan, dan bahwa mereka termasuk parameter yang tidak diperlukan untuk
estimasi sifat massa batuan. Air tanah dan orientasi struktural parameter dalam RMR dan
air tanah dan stres parameter dalam Q ditangani dengan secara eksplisit dalam analisis
numerik stres yang efektif dan penggabungan parameter ini ke dalam hasil estimasi properti
batu-massa yang tidak pantas. Oleh karena itu, direkomendasikan bahwa hanya empat
parameter pertama dari sistem RMR (kekuatan utuh rock, wisatawan RQD, jarak sendi dan
kondisi sendi) harus digunakan untuk estimasi sifat batuan-massa, jika sistem ini harus
digunakan. Pada hari-hari awal penggunaan klasifikasi RMR (dimodifikasi seperti
dijelaskan di atas) bekerja dengan baik karena sebagian besar masalah berada di massa
kualitas batu wajar (30 <RMR <70) di bawah kondisi stres moderat. Namun, segera
menjadi jelas bahwa sistem RMR sulit untuk diterapkan pada massa batuan yang
berkualitas sangat miskin. Hubungan antara RMR dan konstanta m dan s dari kriteria
kegagalan Hoek-Brown mulai rusak untuk massa batuan parah retak dan lemah.
Baik RMR dan klasifikasi Q termasuk dan sangat bergantung pada klasifikasi RQD
diperkenalkan oleh Deere (1964). Sejak RQD di sebagian besar massa batuan yang lemah
pada dasarnya adalah nol atau tidak berarti, menjadi perlu untuk mempertimbangkan sistem
klasifikasi alternatif. Sistem yang dibutuhkan tidak akan mencakup RQD, akan
menempatkan penekanan lebih besar pada pengamatan geologi dasar karakteristik batu-
massa, mencerminkan materi, struktur dan sejarah geologi dan akan dikembangkan secara
khusus untuk estimasi sifat massa batuan daripada untuk penguatan terowongan dan
mendukung. klasifikasi ini baru, sekarang disebut GSI, memulai kehidupan di Toronto
dengan masukan teknik geologi dari David Wood (Hoek et al. 1992). Indeks dan
penggunaannya untuk kriteria kegagalan Hoek dan Brown dikembangkan lebih lanjut oleh
Hoek (1994), Hoek et al. (1995) dan Hoek dan Brown (1997) tapi itu masih sistem hard
rock kasar setara dengan RMR. Sejak tahun 1998, Evert Hoek dan Paul Marinos, berurusan
dengan bahan sangat sulit ditemui di tunneling di Yunani, mengembangkan sistem GSI ke
bentuk hadir untuk menyertakan massa kualitas batu miskin (Gambar 1). (Hoek et al 1998;.
Marinos dan Hoek 2000 2001). Mereka juga diperpanjang aplikasi untuk massa batuan
heterogen seperti ditunjukkan pada Gambar. 2 (Marinos dan Hoek 2001).

B. Fungsi dari Indeks Kekuatan Geological


Jantung klasifikasi GSI adalah deskripsi geologi teknik-hati dari massa batuan yang
pada dasarnya kualitatif, karena dirasakan bahwa angka-angka yang terkait dengan RMR
dan Q-sistem sebagian besar berarti untuk massa batuan yang lemah dan heterogen.
Perhatikan bahwa sistem GSI tidak pernah dimaksudkan sebagai pengganti RMR atau Q
karena tidak memiliki penguatan atau dukungan desain kemampuan-nya fungsi hanya batu-
massa adalah estimasi sifat batuan-massa. Indeks ini didasarkan pada penilaian terhadap
litologi, struktur dan kondisi permukaan diskontinuitas dalam massa batuan dan
diperkirakan dari pemeriksaan visual dari massa batuan terpapar dalam singkapan, dalam
penggalian permukaan seperti pemotongan jalan dan di wajah terowongan dan core lubang
bor . GSI, dengan menggabungkan dua parameter fundamental dari proses geologi,
blockiness massa dan kondisi diskontinuitas, menghormati kendala geologi utama yang
mengatur pembentukan dan dengan demikian indeks geologis suara yang sederhana untuk
diterapkan di lapangan. Setelah GSI '' sejumlah '' telah diputuskan, nomor ini dimasukkan
ke dalam satu set persamaan yang dikembangkan secara empiris untuk memperkirakan sifat
batuan massa yang kemudian dapat digunakan sebagai masukan ke dalam beberapa bentuk
analisis numerik atau solusi bentuk tertutup. Indeks yang digunakan dalam hubungannya
dengan nilai-nilai yang sesuai untuk kuat tekan bebas dari rci batu utuh dan mi konstan
petrografi, untuk menghitung sifat mekanik dari massa batuan, khususnya kekuatan tekan
massa batuan (RCM) dan deformasi yang modulus (E). nilai diperbarui dari mi, dapat
ditemukan di Marinos dan Hoek (2000) atau dalam program RocLab. prosedur dasar
dijelaskan di Hoek dan Brown (1997) tapi lebih penyempurnaan terbaru dari persamaan
empiris dan hubungan antara Hoek-Brown dan kriteria Mohr-Coulomb telah ditangani oleh
Hoek et al. (2002) untuk rentang yang tepat dari stressencountered di terowongan dan
lereng.
Catatan yang mencoba untuk '' mengukur '' klasifikasi GSI untuk memenuhi persepsi
bahwa '' insinyur lebih bahagia dengan nomor '' (Cai et al 2004;. Sonmez dan Ulusoy 1999)
yang menarik tetapi harus diterapkan dengan hati-hati. Proses kuantifikasi yang digunakan
adalah terkait dengan frekuensi dan orientasi diskontinuitas dan terbatas pada massa batuan
di mana angka-angka ini dapat dengan mudah diukur. The quantifications tidak bekerja
dengan baik dalam massa batuan tektonik terganggu di mana kain struktural telah
dihancurkan. Dalam massa batuan seperti penulis merekomendasikan penggunaan
pendekatan kualitatif asli berdasarkan pengamatan visual yang cermat.
Sistem klasifikasi GSI didasarkan pada asumsi bahwa massa batuan mengandung
jumlah yang cukup '' acak '' berorientasi diskontinuitas sehingga berperilaku sebagai massa
isotropik. Dengan kata lain, perilaku massa batuan adalah independen dari arah beban
diterapkan. Oleh karena itu, jelas bahwa sistem GSI tidak harus diterapkan kepada mereka
massa batuan yang ada orientasi struktural yang dominan jelas. slate terganggu adalah
contoh dari massa batuan di mana perilaku mekanik sangat anisotropik dan yang
seharusnya tidak diberi nilai GSI berdasarkan grafik. Namun, kriteria Hoek-Brown dan
grafik GSI dapat diterapkan dengan hati-hati jika kegagalan massa batuan tersebut tidak
dikendalikan oleh anisotropi (misalnya dalam kasus lereng ketika dominan struktural
diskontinuitas set dips ke kemiringan dan kegagalan dapat terjadi melalui massa batuan).
Untuk massa batuan dengan struktur seperti yang ditunjukkan di keenam (terakhir) baris
dari grafik GSI, anisotropi bukan masalah besar karena perbedaan dalam kekuatan batu dan
bahwa dari diskontinuitas dalam hal ini kecil. Hal ini juga pantas untuk menetapkan nilai
GSI untuk wajah digali di hard rock yang kuat dengan beberapa diskontinuitas spasi pada
jarak besarnya mirip dengan dimensi terowongan atau kemiringan sedang
dipertimbangkan. Dalam kasus seperti stabilitas terowongan atau kemiringan akan
dikendalikan oleh geometri tiga dimensi diskontinuitas memotong dan wajah bebas yang
diciptakan oleh penggalian. Jelas, klasifikasi GSI tidak berlaku untuk kasus tersebut.
deskripsi geologi di chart GSI. Dalam menangani massa batuan tertentu disarankan bahwa
pemilihan kasus yang tepat dalam grafik GSI tidak harus terbatas pada kesamaan visual
dengan sketsa struktur massa batuan seperti yang ditampilkan dalam grafik. deskripsi
terkait juga harus membaca dengan seksama, sehingga struktur yang paling cocok dipilih.
Kasus yang paling tepat mungkin berbohong di beberapa titik peralihan antara jumlah
terbatas sketsa atau deskripsi termasuk dalam grafik. Proyeksi nilai GSI ke dalam
Singkapan tanah, digali lereng wajah terowongan dan core lubang bor merupakan sumber
yang paling umum dari informasi untuk estimasi nilai GSI dari massa batuan. Howshould
angka estimasi dari sumber-sumber diproyeksikan atau diekstrapolasi ke dalam massa
batuan balik lereng atau di depan terowongan? Singkapan merupakan sumber yang sangat
berharga data pada tahap awal proyek tetapi mereka menderita kerugian yang muncul
relaksasi, pelapukan dan / atau perubahan mungkin memiliki signifikan mempengaruhi
penampilan komponen batu-massa. Kerugian ini dapat diatasi (di mana diperbolehkan)
oleh trenchesbut percobaan, kecuali ini mesin digali untuk kedalaman yang cukup, tidak
ada jaminan bahwa efek dari deepweathering akan telah dieliminasi. Penghakiman karena
itu diperlukan untuk memungkinkan untuk pelapukan dan perubahan efek ini dalam menilai
nilai GSI yang paling mungkin pada kedalaman penggalian diusulkan. Digali lereng dan
terowongan wajah mungkin sumber yang paling dapat diandalkan informasi untuk
perkiraan GSI asalkan wajah ini cukup dekat dengan dan dalam massa batuan sama dengan
struktur diselidiki. Dalam massa hard rock yang kuat adalah penting bahwa uang saku yang
tepat dibuat untuk kerusakan karena penggalian mekanis atau peledakan. Sebagai tujuan
mengestimasi GSI adalah untuk menetapkan properti untuk massa batuan terganggu di
mana sebuah terowongan atau kemiringan harus digali,
Kegagalan untuk memungkinkan efek kerusakan ledakan ketika menilai GSI akan
menghasilkan penugasan nilai yang terlalu konservatif. Oleh karena itu, jika data lubang
bor tidak hadir, adalah penting bahwa teknik geologi atau ahli geologi mencoba untuk ''
melihat ke belakang '' kerusakan permukaan dan mencoba untuk menetapkan nilai GSI atas
dasar struktur yang melekat dalam massa batuan. Masalah ini menjadi kurang signifikan
dalam massa batuan lemah dan tektonik terganggu sebagai penggalian umumnya dilakukan
oleh '' Lembut '' cara mekanis dan jumlah kerusakan permukaan diabaikan dibandingkan
dengan yang sudah ada di massa batuan. core lubang bor adalah sumber terbaik dari data
pada kedalaman, tapi itu harus diakui bahwa perlu untuk meramalkan informasi satu
dimensi yang disediakan oleh inti ke tiga dimensi massa in situ batu. Namun, ini adalah
masalah umum untuk semua investigasi lubang bor, dan sebagian besar ahli geologi teknik
berpengalaman merasa nyaman dengan proses ekstrapolasi ini. Beberapa lubang bor dan
lubang bor cenderung dapat sangat membantu dalam interpretasi karakteristik batu-massa
di kedalaman. Untuk analisis stabilitas lereng, evaluasi didasarkan pada massa batuan di
mana diantisipasi bahwa pesawat kegagalan potensial bisa lulus. Estimasi nilai GSI dalam
kasus ini memerlukan pertimbangan yang cukup, terutama ketika pesawat gagal dapat
melewati beberapa zona kualitas yang berbeda. nilai rata-rata mungkin tidak tepat dalam
kasus ini. Untuk terowongan, indeks harus dinilai untuk volume batu yang terlibat dalam
membawa beban, misalnya selama sekitar satu diameter sekitar terowongan dalam kasus
perilaku terowongan atau lebih secara lokal dalam kasus struktur seperti kaki gajah. Untuk
struktur yang sangat sensitif atau kritis, seperti gua-gua pembangkit tenaga listrik bawah
tanah, informasi yang diperoleh dari sumber-sumber yang dibahas di atas mungkin tidak
dianggap memadai, terutama karena desain kemajuan luar tahap awal. Dalam kasus ini,
penggunaan terowongan eksplorasi kecil dapat dipertimbangkan dan metode pengumpulan
data akan sering ditemukan sangat efektif biaya. Gambar 3 memberikan ringkasan visual
beberapa penyesuaian dibahas pada paragraf sebelumnya. Ketika penilaian langsung dari
kondisi kedalaman tidak tersedia, penyesuaian atas nilai GSI untuk memungkinkan efek
gangguan permukaan, pelapukan dan perubahan yang ditunjukkan dalam (putih) bagian
atas grafik GSI. Jelas, besarnya pergeseran akan bervariasi dari kasus ke kasus dan akan
tergantung pada pemahaman dan pengalaman dari pengamat. Di bawah (berbayang) bagian
dari grafik, penyesuaian biasanya tidak diperlukan sebagai massa batuan yang sudah hancur
atau dicukur dan kerusakan ini terus berlanjut dengan kedalaman.
C. Indeks Kekuatan geologi di kedalaman besar
Di hard rock, kedalaman besar (mis 1.000 m atau lebih) struktur batu-massa yang begitu
ketat bahwa perilaku massa mendekati bahwa dari batu utuh. Dalam hal ini, nilai GSI
mendekati 100 dan penerapan sistem GSI tidak lagi bermakna. Kegagalan proses yang
mengontrol stabilitas penggalian bawah tanah di bawah kondisi ini didominasi oleh inisiasi
patah getas dan propagasi, yang mengarah ke spalling, slabbing dan, dalam kasus yang
ekstrim, batu-semburan. upaya penelitian yang cukup besar telah dikhususkan untuk
mempelajari proses-proses patah getas dan makalah terbaru oleh Diederichs et al. (2004)
memberikan ringkasan yang berguna dari pekerjaan ini. Cundall et al. (2003) telah
memperkenalkan seperangkat aturan aliran post-kegagalan untuk pemodelan numerik yang
meliputi transisi dari tarik geser fraktur yang terjadi selama proses propagasi patah getas
sekitar penggalian yang sangat ditekankan dalam massa hard rock. Ketika gangguan
tektonik penting dan berlanjut dengan kedalaman, komentar ini tidak berlaku dan grafik
GSI mungkin berlaku, tetapi harus digunakan dengan hati-hati.
D. Diskontinuitas dengan bahan mengisi
GSI grafik dapat digunakan untuk memperkirakan karakteristik batu-massa dengan
diskontinuitas dengan mengisi bahan menggunakan deskripsi dalam kolom kondisi buruk
atau sangat buruk diskontinuitas. Jika bahan pengisi sistematis dan tebal (mis lebih dari
beberapa cm) atau zona geser yang hadir dengan bahan liat maka penggunaan grafik GSI
untuk massa batuan heterogen (Gambar. 2) dianjurkan.
E. Pengaruh air
Kekuatan geser dari massa batuan dikurangi dengan adanya air di diskontinuitas atau
bahan mengisi saat ini rentan terhadap kerusakan akibat perubahan kadar air. Hal ini
terutama berlaku di adil untuk kategori sangat miskin diskontinuitas mana pergeseran ke
kanan dapat dilakukan untuk kondisi basah.
Tekanan air ditangani oleh analisis tegangan efektif dalam desain dan independen dari
karakterisasi GSI dari massa batuan.
F. massa batuan lapuk
Nilai-nilai GSI untuk massa batuan lapuk dialihkan ke kanan orang-orang dari massa
batuan yang sama ketika ini unweathered. Jika pelapukan yang telah merambah ke
potongan-potongan batu utuh yang membentuk massa (misalnya di granit lapuk) maka
konstan mi dan kekuatan unconfined dari rci dari kriteria Hoek dan Brown juga harus
dikurangi. Jika pelapukan telah menembus batu sejauh bahwa diskontinuitas dan struktur
telah hilang, maka massa batuan harus dinilai sebagai tanah dan sistem GSI tidak lagi
berlaku.
G. Rocks kekuatan rendah
Ketika batu seperti napal, batulempung, siltstones dan batupasir lemah dikembangkan
dalam kondisi stabil atau lingkungan pasca tektonik, mereka menghadirkan struktur
sederhana dengan beberapa diskontinuitas. Bahkan ketika pesawat seperai ada mereka
tidak selalu muncul permukaan diskontinuitas seperti yang didefinisikan dengan jelas.
Dalam kasus tersebut, penggunaan bagan GSI untuk massa '' kuning '' atau '' besar '' batu
berlaku. Diskontinuitas, meskipun mereka terbatas jumlahnya, tidak bisa lebih baik
daripada adil biasanya adil atau miskin) dan karenanya nilai-nilai GSI cenderung berada di
kisaran 40-60. Dalam kasus ini, kekuatan rendah dari hasil massa batuan dari nilai-nilai
rendah dari rci kekuatan utuh dan mi konstan. Ketika batu-batu ini membentuk massa terus
menerus tanpa diskontinuitas, massa batuan dapat diperlakukan sebagai utuh dengan
parameter teknik yang diberikan langsung oleh pengujian laboratorium. Dalam kasus
seperti klasifikasi GSI tidak berlaku.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rock-massa karakterisasi memiliki peran penting di masa geologi rekayasa dalam
memperluas kegunaannya, tidak hanya untuk mendefinisikan model konseptual dari situs
geologi, tetapi juga untuk kuantifikasi yang diperlukan untuk analisis '' untuk memastikan
bahwa idealisasi (untuk modeling) tidak salah menafsirkan aktualitas '' (Knill 2003). Jika itu
dilakukan bersamaan dengan pemodelan numerik, karakterisasi batu-massa menyajikan
prospek pemahaman yang jauh lebih baik dari alasan untuk perilaku batu-massa (Chandler et
al. 2004). GSI memiliki potensi yang cukup besar untuk digunakan dalam rekayasa batu karena
memungkinkan aspek berjenis batu untuk dikuantifikasi sehingga meningkatkan logika geologi
dan mengurangi ketidakpastian rekayasa. Penggunaannya memungkinkan pengaruh variabel,
yang membuat massa batuan, yang akan dinilai dan karenanya perilaku massa batuan yang
akan dijelaskan lebih jelas. Salah satu keuntungan dari indeks adalah bahwa penalaran geologi
itu mencakup memungkinkan penyesuaian dari penilaian untuk menutupi berbagai massa dan
kondisi batuan tetapi juga memungkinkan kita untuk memahami batas-batas penerapannya.
Rock Mass Rating (RMR), Q-System adalah salah satu metode klasifikasi massa batuan
yang hasilnya digunakan sebagai bahan perbandingan maupun acuan dalam meningkatkan
kualitas hasil penyelidikan lapangan, memberikan informasi/data kuantitatif untuk tujuan
rancangan, serta dapat membantu dalam memberikan data untuk keperluan pada suatu proyek
tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

 http://junaidawally.blogspot.com/2013/09/terowongan-pada-batuan.html
 http://lagaevhanchekel.blogspot.com/2010/02/masa-batuan.html
 http://jogja-net01.blogspot.com/2011/02/klasifikasi-massa-batuan.html
 http://lagaevhanchekel.blogspot.com/2010/02/masa-batuan.html
 http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-angguningd-30994-3-2008ta-2.pdf
 http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/560/jbptitbpp-gdl-jimmyginti-27967-4-2007ta-3.pdf
 http://jogja-net01.blogspot.com/2011/02/klasifikasi-massa-batuan.html
 http://dekabopass2.blogspot.com/2014/05/makalah-geologi-tentang-sifat-mekanik.html
 Das, B. M. (2001) “Principle of Geotechnical Engineering”, 5th Edition, PWS Publishing,
Boston, USA
 Holtz, R. D. and Kovacs, W. D. “An Introduction to Geotechnical Engineering, Prentice
Hall, 1981
 http://gilangsinggih.blogspot.co.id/
 http://jendelapertambangan.blogspot.co.id/
 http://lagaevhanchekel.blogspot.co.id/2010/02/masa-batuan.html
 http://matakuliahteknikpertambangan.blogspot.co.id/2015/09/v-behaviorurldefaultvmlo.html

Anda mungkin juga menyukai