Anda di halaman 1dari 7

Hubungan antara nilai RQD dan kualitas dari suatu massa batuan diperkenalkan oleh

Deere (1967) seperti Tabel 3.1 berikut ini:


Tabel 3.1
Hubungan RQD dan kualitas massa batuan (Deere, 1967)

RQD (%) Kualitas Batuan


< 25 Sangat jelek (very poor)
25 - 50 Jelek (poor)
50 - 75 Sedang (fair)
75 - 90 Baik (good)
Dalam 90 - 100 Sangat baik (excellent)
menghitung nilai RQD, metode tidak langsung digunakan apabila core logs tidak tersedia.
Beberapa metode perhitungan RQD metode tidak langsung
Menurut Priest and Hudson (1979)
RQD = 100e-0.1 λ (0.1 λ +1) ………………………....………………….......……(3.2)
dimana, λ = jumlah total kekar per meter.
Menurut Palmstrom (1982)
RQD = 115 – 3,3 Jv………………....………………………………………........ (3.3)
dimana, Jv = jumlah total kekar per meter3
(Hubungan antara RQD dan Jv dapat dilihat pada Grafik 3.1.)

Grafik 3.1
Hubungan RQD dan Jv (Palmstrom,1982)
Tata cara untuk menghitung RQD menurut Deere diilustrasikan pada Gambar 3.2.
Selama pengukuran panjang core pieces, pengukuran harus dilakukan sepanjang garis
tengahnya. Inti bor (core) yang pecah/retak akibat aktivitas pengeboran harus digabungkan
kembali dan dihitung sebagai satu bagian yang utuh. Ketika ada keraguan apakah
pecahan/retakan diakibatkan oleh ektivitas pengeboran atau terjadi secara alami, pecahan itu
bisa dimasukkan kedalam bagian yang terjadi secara alami. Semua pecahan/retakan yang
bukan terjadi secara alami tidak diperhitungkan pada perhitungan panjang inti bor (core)
untuk RQD (Deere, 1967).
Berdasarkan pengalaman Deere, semua ukuran inti bor (core) dan teknik pengeboran dapat
digunakan dalam perhitungan RQD selama tidak menyebabkan inti bor (core) pecah (Deere,
1988).

Panjang total pengeboran (core run) = 100 cm


Diameter inti bor (core) = 61,11 mm

Gambar 3.1
Metode pengukuran RQD menurut Deere

3.1.1. Rock Mass Rating (RMR)


Rock Mass Rating System atau juga dikenal dengan Geomechanichs Classification
dikembangkan oleh Bieniawski pada tahun 1972-1973. Metode ini dikembangkan selama
bertahun-tahun seiring dengan berkembangnya studi kasus yang tersedia dan disesuaikan
dengan standar dan prosedur yang berlaku secara internasional (Bieniawski, 1979).
Metode klasifikasi RMR merupakan metode yang sederhana dalam penggunaannya,
dan parameter-parameter yang digunakan dalam metode ini dapat diperoleh baik dari data
lubang bor maupun dari pemetaan struktur bawah tanah. Metode ini dapat diaplikasikan dan
disesuaikan untuk situasi yang berbeda-beda seperti tambang batubara, tambang pada batuan
kuat (hard rock), kestabilan lereng, kestabilan pondasi, dan untuk kasus terowongan. Dalam
menerapkan sistem ini, massa batuan dibagi menjadi seksi-seksi menurut struktur geologi dan
masing-masing seksi diklasifikasikan secara terpisah. Batas-batas seksi umumnya struktur
geologi mayor seperti patahan atau perubahan jenis batuan. Perubahan signifikan dalam spasi
atau karakteristik bidang diskontinu mungkin menyebabkan jenis massa batuan yang sama
dibagi juga menjadi seksi-seksi yang berbeda. Dalam mengklasifikasikan massa batuan
berdasarkan sistem Klasifikasi RMR, Bieniawski menggunakan enam parameter, yaitu
1. Uniaxial Compressive Strength (UCS) batuan
2. Rock Quality Designation (RQD)
3. Joint spacing atau spasi bidang
4. Kondisi bidang
5. Kondisi dari ground water
6. Orientasi kekar
Berikut ini sekilas penjelasan mengenai kelima parameter yang dipakai dalam sistem
klasifikasi RMR:
1. Uniaxial Compressive Strength (UCS)
Uniaxial Compressive Strength (UCS) adalah kekuatan dari batuan utuh (intact rock)
yang diperoleh dari hasil uji UCS. Uji UCS menggunakan mesin tekan untuk menekan
sampel batuan dari satu arah (uniaxial). Nilai UCS merupakan besar tekanan yang harus
diberikan sehingga membuat batuan pecah. Sedangkan point load index merupakan
kekuatan batuan batuan lainnya yang didapatkan dari
uji point load. Jika UCS memberikan tekanan pada permukaan sampel, pada uji point
load, sampel ditekan pada satu titik. Untuk sampel dengan ukuran 50 mm, Bieniawski
mengusulkan hubungan antara nilai point load strength index (Is) dengan UCS adalah
UCS = 23 Is. Pada umumnya satuan yang dipakai untuk UCS adalah MPa.
2. Jarak antar (spasi) kekar (Spacing of discontinuities)
Jarak antar (spasi) kekar didefinisikan sebagai jarak tegak lurus antara dua kekar
berurutan sepanjang garis pengukuran yang dibuat sembarang. Sementara Sen dan Eissa
(1991) mendefinisikan spasi kekar sebagai suatu panjang utuh pada suatu selang
pengamatan. Menurut ISRM, jarak antar (spasi) kekar adalah jarak tegak lurus antara
bidang kekar yang berdekatan dalam satu set kekar.
3. Kondisi kekar (Condition of discontinuities)
Ada lima karakteristik kekar yang masuk dalam pengertian kondisi kekar, meliputi
kemenerusan (persistence), jarak antar permukaan kekar atau celah (separation/aperture),
kekasaran kekar (roughness), material pengisi (infilling/gouge), dan tingkat kelapukan
(weathering).
a. Kemenerusan (persistence/continuity)
Panjang dari suatu kekar dapat dikuantifikasi secara kasar dengan mengamati
panjang jejak kekar pada suatu bukaan. Pengukuran ini masih sangat kasar dan
belum mencerminkan kondisi kemenerusan kekar sesungguhnya. Seringkali panjang
jejak kekar pada suatu bukaan lebih kecil dari panjang kekar sesungguhnya, sehingga
kemenerusan yang sesungguhnya hanya dapat ditebak. Jika jejak sebuah kekar pada
suatu bukaan berhenti atau terpotong kekar lain atau terpotong oleh solid/massive
rock, ini menunjukkan adanya kemenerusan.
b. Jarak antar permukaan kekar atau celah (separation/aperture)
Merupakan jarak tegak lurus antar dinding batuan yang berdekatan pada bidang
diskontinu. Celah tersebut dapat berisi material pengisi (infilling) atau tidak.
Kekasaran kekar (roughness) Tingkat kekasaran permukaan kekar dapat dilihat dari
bentuk gelombang permukaannya. Gelombang ini diukur relatif dari permukaan
datar dari kekar. Semakin besar kekasaran dapat menambah kuat geser kekar dan
dapat juga mengubah kemiringan pada bagian tertentu dari kekar tersebut.
c. Tingkat kekasaran
Roughness atau kekasaran permukaan bidang diskontinu merupakan parameter yang
penting untuk menentukan kondisi bidang diskontinu. Suatu permukaan yang kasar
akan dapat mencegah terjadinya pergeseran antara kedua permukaan bidang
diskontinu.

Tabel 3.2
Penggolongan dan pembobotan kekasaran menurut Bienawski (1976)
Kekasaran
Deskripsi Pembobotan
Permukaan
Apabila diraba permukaan sangat tidak rata,
Sangat kasar
membentuk punggungan dengan sudut 6
(very rough)
terhadap bidang datar mendekati vertikal,
Bergelombang, permukaan tidak rata,
Sedikit kasar
butiran pada permukaan terlihat jelas, 5
(slightly rough)
permukaan kekar terasa kasar.
Butiran permukaan terlihat jelas, dapat
Sedikit kasar
dibedakan, dan dapat dirasakan apabila 3
(slightly rough)
diraba
Halus
Permukaan rata dan terasa halus bila diraba 1
(smooth)
Licin berlapis
Permukaan terlihat mengkilap 0
(slikensided)

d. Tingkat pelapukan (weathering)


Weathering menunjukkan derajat kelapukan permukaan diskontinu.
Tabel 3.3
Tingkat pelapukan batuan (Bieniawski, 1976)
Klasifikasi Keterangan

Tidak Tidak terlihat tanda-tanda pelapukan, batuan segar, butiran


terlapukkan kristal terlihat jelas dan terang
Kekar terlihat berwarna atau kehitaman, biasanya terisi dengan
lapisan tipis material pengisi. Tanda kehitaman biasanya akan
Terlapukkan
nampak mulai dari permukaan sampai ke dalam batuan sejauh
20% dari spas
Tanda kehitaman nampak pada permukaan batuan dan sebagian
material batuan terdekomposisi. Tekstur asli batuan masih utuh
Terlapukkan
namun mulai menujukkan butiran batuan mulai terdekomposisi
menjadi tanah
Keseluruhan batuan mengalami perubahan warna atau
Sangat kehitaman. Dilihat secara penampakan menyerupai tanah
Terlapukkan namun tekstur batuan masih utuh, namun butiran batuan telah
terdekomposisi menjadi tanah

e. Material pengisi (infilling/gouge)


Material pengisi berada pada celah antara dua dinding bidang kekar yang
berdekatan. Sifat material pengisi biasanya lebih lemah dari sifat batuan induknya.
Beberapa material yang dapat mengisi celah diantaranya breccia, clay, silt, mylonite,
gouge, sand, quartz dan calcite. Penentuan tingkat kelapukan kekar didasarkan pada
perubahan warna pada batuannya dan terdekomposisinya batuan atau tidak.
Dalam perhitungan RMR, parameter-parameter diatas diberi bobot masing-masing dan
kemudian dijumlahkan sebagai bobot total kondisi kekar.
4. Kondisi air tanah (Groundwater conditions)
Kondisi air tanah (Groundwater conditions) Kondisi air tanah yang ditemukan pada
pengukuran kekar diidentifikasikan sebagai salah satu kondisi berikut :
a. Inflow per 10 m tunnel length : menunjukkan banyak aliran air yang teramati setiap 10
m panjang terowongan. Semakin banyak aliran air mengalir maka nilai yang
dihasilkan untuk RMR akan semakin kecil
b. Joint Water Pressure : semakin besar nilai tekanan air yang terjebak dalam kekar
(bidang diskontinu) maka nilai yang dihasilkan untuk RMR akan semakin kecil.
c. General condition : mengamati atap dan dinding terowongan secara visual sehingga
secara umum dapat dinyatakan dengan keadaaan umum dari opermukaan seperti
kering, lembab, menetes atau mengalir.
5. Orientasi Kekar (Orientation of discontinuities)
Parameter ini merupakan penambahan terhadap kelima parameter sebelumnya. Bobot
yang diberikan untuk parameter ini sangat tergantung pada hubungan antara orientasi
kekar-kekar yang ada dengan metode penggalian yang dilakukan. Oleh karena itu dalam
perhitungan, bobot parameter ini biasanya diperlakukan terpisah dari lima parameter
lainnya.
Lima parameter pertama mewakili parameter dasar dari sistem klasifikasi ini.. Nilai
RMR yang dihitung dari lima parameter dasar tadi disebut RMR Basic . Hubungan antara
RMRBasic dengan RMR ditunjukkan pada persamaan dibawah ini
RMR = RMRbasic + Penyesuaian terhadap orientasi kekar
Dimana, RMRbasic = ∑ parameter (a + b+ c + d + e)

Tabel 3.4
Rock Mass Rating

Parameter Range of Values


1 Strength Point Load Strength >10 Mpa 4-10 Mpa 2-4 Mpa 1-2 Mpa For this low range - uniaxial
Of Index compressive test is
Intact Rock Material preferred
Uniaxial >250 Mpa 100-250 Mpa 50-100 Mpa 25-50 Mpa 5-25 1-5 <1 Mpa
Comp. Strength Mpa Mpa
Rating 15 12 7 4 2 1 6
2 Drill core Quality RQD 90% - 100% 75%-90% 50%-75% 25%-50% <25%
Rating 20 15 10 8 3
3 Spacing of discontinuities >2m 0.6-2 m 200-600 mm 60-200 mm <60 mm
Rating 20 15 10 8 5
4 Condition of Slickensided Slickensided
Very rough surfaces surfaces Slightly rough surfaces
Discontinuitties surfaces
Not continuous or Gouge < 5 or Gouge < 5 mm Soft gouge >5 mm thick
(see E) mm thick Separation < 1 mm thick or Separation > 5 mm
No separation or Separation Highly weathered or Separation 1-5 Continuous
Unweathered wall rock 1-5 mm walls mm
Continuous Continuous
Rating 30 25 20 10 0
5 Inflow per 10 m
tunnel length (l/m) None <10 10-25 25-125 >125
Ground
Water (Joint water press)/
0 <0.1 0.1-0.2 0.2-0.5 >0.5
(Major principal)
General conditions Completely dry Damp Wet Dripping Flowing
Rating 15 10 7 4 0
B. RATING ADJUSTMENT FOR DISCONTINUITY ORIENTATIONS (See F)
Strike and dip orientations Very Favourable Favourable Fair Unfavourable Very Unfavourable
Rating Tunels & Mines 0 -2 -5 -10 -12
Foundation 0 -2 -7 -15 -25
Slopes 0 -5 -25 -50
C. ROCK MASS CLASSES DETERMINED FROM TOTAL RATINGS
Rating 100 - 81 80 - 61 60 - 41 40 - 21 < 21
Class number I II III IV V
Description Very good rock Good rock Fair rock Poor rock Very Poor rock
D. MEANING OF ROCK CLASSES
Class number I II III IV V
20 yrs for 15 m
Average stand-up time 1 year for 10 m span 1 week for 5 m span 10 hrs for 2.5 m span 30 min for 1 m span
span
Cohesion of rock mass (kPa) > 400 300 - 400 200 - 300 100 - 200 < 100
Friction angle of rock mass (deg) > 45 35 - 45 25 - 35 15 - 25 < 15
E. GUIDELINES FOR CLASSIFICATION OF DISCONTINUITY conditions
Discontinuity length (persistence) <1m 1-3m 3 - 10 m 10 - 20 m > 20
Rating 6 4 2 1 0
Separation (aperture) None < 0.1 mm 0.1 - 1.0 mm 1 - 5 mm > 5 mm
Rating 6 5 4 1 0
Roughness Very rough Rough Slightly rough Smooth Slickensided
Rating 6 5 3 1 0
Infilling (gouge) None Hard filling < 5 mm Hard filling > 5 mm Soft filling < 5 mm Soft filling > 5 mm
Rating 6 5 3 2 0
Weathering Unweathered Slightly weathered Moderately weathered Highly weathered Decomposed
Ratings 6 5 3 1 0

F. EFFECT OF DISCONTINUITY STRIKE AND DIP ORIENTATION IN TUNNELLING**

Strike perpendicular to tunnel axis Strike parallel to tunnel axis

Drive with dip - Dip 45 - 900 Drive with dip - Dip 20 - 450 Dip 45 – 900 Dip 20 - 450

Very favourable Favourable Very Unfavourable Fair

Drive against dip - Dip 45-900 Drive against dip - Dip 20-450 Dip 0-20 - Irrespective of strikeq

Fair Unfavourable Fair

Pada Tabel RMR rating yang lebih tinggi menunjukkan kondisi massa batuan yang
lebih baik. Adjusment terhadap orientasi bidang diskontinu ini dipisahkan dalam perhitungan
nilai RMR karena pengaruh dari bidang diskontinu tersebut tergantung pada aplikasi
engineering-nya, seperti terowongan, lereng atau fondasi. Arah umum dari bidang diskontinu
berupa strike dan dip, akan mempengaruhi kestabilan lubang bukaan. Hal ini ditentukan oleh
sumbu dari lubang bukaan tersebut, apakah tegak lurus strike atau sejajar strike, penggalian
lubang bukaan tersebut, apakah searah dip atau berlawanan arah dengan dip dari bidang
diskontinu.
RMR dapat digunakan sebagai panduan memilih penyangga terowongan, seperti
terlihat pada tabel. Panduan ini tergantung pada beberapa faktor seperti kedalaman lubang
bukaan dari permukaan, ukuran dan bentuk terowongan serta metode penggalian yang
dipakai (Bieniawski,1989) Sedangkan untuk menentukan kestabilan lubang bukaan dapat
ditentukan melalui stand-up time dari nilai RMR menggunakan grafik span terhadap stand-
up time pada gambar 3.2 (Bieniawski 1989).
Tabel 3.5
Rekomendasi Penyangga (Bieniawski, 1989)

Rock Support
Ground class Excavation (drill & blast)
Rock Bolt Shotcrete Steelsets
Very good rock Full face:
No support
81-100 3m advance
Locally bolts in
Full face: crown, 3m long,
Good rock 50mm in crown
1.0-1.5m advance; Complete spaced 2.5m None
61-80 where required
support 20 m from face with occasional
wire mesh
Systematic bolts
Top heading and bench: 4m long, spaced
50 - 100mm in
Fair rock 1.5 - 3m advance in top heading; 1.5 - 2m in
crown, and None
41-60 Commence support after each blast; crown and walls
30mm in sides
Commence support 10 m from face with wire mesh
in crown
Systematic bolts
Top heading and bench: 4 - 5m long,
100 - 150mm in Light ribs spaced
Poor rock 1.0 - 1.5m advance in top heading; spaced 1 - 1.5m
crown and 1.5m where
21-40 Install support concurrently with in crown and
100mm in sides required
excavation - 10 m from face walls with wire
mesh
Systematic bolts
Medium to heavy
Multiple drifts: 5 - 6m long,
150 - 200mm in ribs spaced 0.75m
0.5 - 1.5m advance in top heading; spaced 1 - 1.5m
Very poor rock crown, 150mm with steel lagging
Install support concurrently with in crown and
< 21 in sides, and and forepoling if
excavation; shotcrete as soon as walls with wire
50mm on face required. Close
possible after blasting mesh. Bolt
invert
invert

Anda mungkin juga menyukai