Anda di halaman 1dari 12

PENAMPANG

STRATIGRAFI DETIL
(MS = MEASURED SECTION)

TUJUAN YG MENDASAR
Meramalkan kedalaman formasi/
satuan batuan di bawah permukaan
TUJUAN UMUM :

 Mendapatkan data litologi terperinci dari urut-


urutan perlapisan  dapat menentukan satuan
stratigrafinya (satuan batuan, kelompok,
formasi, anggota).
 Mendapatkan ketebalan yang teliti dari satuan
stratigrafi
 Mempelajari hubungan stratigrafi antar satuan
dan urut-urutan sedimentasinya secara vertikal
 dapat menafsirkan lingkungan
pengendapannya.
PERENCANAAN LINTASAN

 Perhatikan kedudukan bidang perlapisan, curam, landai,


vertikal atau horizontal  usahakan lintasan tegak lurus
jurus, untuk menghindari koreksi-koreksi yang rumit.
 Perhatikan kedudukan bidang perlapisan menerus tetap
atau berubah-ubah akibat perlipatan/sesar  penting
untuk menentukan urutan stratigrafi yang benar.
 Penerapan hukum superposisi, perhatikan struktur
sedimennya.
 Catat tentang keberadaan ‘key-bed’  untuk titik ikat (to
tie in) stratigrafi secara regional yang resmi.
 Sebaiknya tidak dilakukan interpretasi, terutama pada
macam batuannya dan struktur sedimennya  harus
sesuai dengan kenyataan di lapangan. Jika lapuk/soil,
dianggap tidak terdeterminasi (‘blank’).
CARA PENGUKURAN
Banyak cara/metoda yang dapat dilakukan, tergantung
pada perlengkapan yang tersedia. Salah satu yang
sering dilakukan dengan peralatan pita ukur dan kompas
 dilakukan oleh sedikitnya 2 orang.
1. Mulai pengukuran pada dasar penampang (satuan yang
tua ke arah yang muda).
2. Tetapkan satuan batuan yang akan diukur, beri tanda
patok/tanda lainnya pada batas tsb.
3. Jika kedudukan bidang perlapisan berubah-ubah, dapat
dilakukan rata-rata kedudukan bidang perlapisan alas
dan atap perlapisannya.
4. Atau diambil pengukuran pada alas perlapisan, untuk
menghitung perlapisan/satuan yang ada di atas bidang
yang diukur.
5. Azimut/arah lintasannya, kemiringan lereng / slope
(perhatikan +/-).
6. Baca jarak terukur, hitung jarak  jurus (tebal semunya).
7. Determinasi/berikan litologinya, keadaan perlapisan,
struktur sedimennya.
8. Jika ada sisipan, tentukan jarak dari alas satuan.
9. Titik pengamatan, lokasi pengambilan contoh batuan
harus terukur secara pasti, tidak dibenarkan untuk
diperkirakan.
10.Jika satuan litologi tebal 5 m atau lebih, maka
pengukuran pada tiap satuan, dari alas satuan hingga
atap satuan. Tapi jika < 5 m, atau berupa perulangan
yang menerus, akan lebih praktis jika pita dibentangkan
sepanjang-panjangnya.
PENGHITUNGAN TEBAL
 Tebal adalah jarak terpendek antar bidang alas
(bottom) dengan bidang atap (top)  harus 
bidang perlapisan. Jika pengukuran tidak 
penghitungan menggunakan dalil Phitagoras.

d = D (jarak terukur) x cos 

d = Jarak  jurus bidang perlapisan


D = Jarak terukur di lapangan
 = Sudut yang dibentuk antara jurus
dengan arah lintasan (azimuth).
Ingat-ingat kembali, rumus
penghitungan untuk :

1. daerah yang datar, slope = 0o


2. daerah miring, kemiringan lereng searah
maupun berlawanan dengan kemiringan
bidang perlapisan
3. slope > atau < dari besarnya kemiringan
bidang perlapisan
4. dan lain-lain.
PENGAMATAN UNTUK MS

 Setiap litologi harus diperikan secara detil dan


terperinci.
 Satuan stratigrafi/satuan sedimentasi dapat terdiri
atas satu macam litologi atau dapat perselang-
selingan beberapa lapisan batuan. Atau dapat
berupa satu litologi utama dengan beberapa sisipan.
 Sedapat mungkin kondisi litologi/satuan stratigrafi di
lapangan dapat tergambar meskipun tidak
memenuhi skala.
 Pertanyaan yang harus muncul adalah :
Pertanyaan yang harus muncul adalah :
 Apakah terdiri atas satu macam litologi atau
lebih.
 Jika lebih, apakah :
1. Ada batuan yang dominan dan ada batuan lain yang
berupa sisipan, berapa tebal rata-rata sisipannya.
2. Atau berupa perulangan beberapa macam batuan
yang menerus
 Bagaimanakah sifat perselingannya, atau sifat
sisipannya dari bawah ke atas (dari tua ke
muda), menebal ke atas (‘thickening upward
sequence’) atau sebaliknya (‘thinning upward
sequence’) terutama pada batupasirnya.
SIFAT DARI LAPISAN MAUPUN BATUAN
UTAMANYA
 Jika batuan utama atau sisipannya berupa klastika kasar,
atau batuan karbonat maka perhatikan :
 Apakah lapisannya bersifat masif, tebal/ tipis atau
laminasi
 Bagaimanakah batasnya,
a.Batas berangsur,
b.Batas tegas,
c.Batas erosi
 Sifat teksturnya, terutama besar butir, terutama dalam
urutan vertikalnya, apakah :
a.Seragam (tanpa perubahan),
b.Menghalus ke atas (finning upward sequence)
c.Mengkasar ke atas (coarsening upward sequence)
PEMERIAN LITOLOGI
1. Fragmen pembentuk, untuk tiap batuan berlainan, contoh
 Konglomerat, breksi, aglomerat : sebutkan macam batuannya
(andesit, basalt, batupasir, blp, kuarsa dsb)
 Batupasir, sebut susunan mineral utama yang menyolok, seperti
kuarsa, felspar, fragmen batuan, gloukonit dan lainnya.
 Tufa, keadaan butir/kristal/gelas atau fragmen batuan atau
batuapung. Petrologi/ mineraloginya (andesit, basalt, hornblende
dsb)
 Karbonat, batugamping dan dolomit. Kerangka (skeletal), fragmental,
cocquina, oolit, kristalin atau sebutkan macam kerangka fosilnya :
koral, foram, ganggang dsb.)
2. Semen atau masa dasar (matriks)
3. Warna, baik warna segar maupun warna lapuk. Ingat kondisi
basah atau kering sering memberikan warna yang berlainan.
4. Besar butir, gunakan skala Wenworth, untuk batupasir yang
umum adalah :
– Berbutir sangat kasar (bsk) (2-1mm)
– Berbutir kasar (bk) (1-1/2mm)
– Berbutir sedang (bs) (1/2-1/4mm)
– Berbutir halus (bh) (1/4-1/8mm)
– Berbutir sangat halus (bsh) (1/8-1/16mm)

Anda mungkin juga menyukai