Anda di halaman 1dari 30

BAB III

TEORI DASAR

3.1 Batuan Reservoir

Batuan reservoir adalah wadah di bawah permukaan yang mengandung minyak

dan gas. Batuan reservoir harus mempunyai porositas yang memberikan kemampuan

menyimpan, juga kelulusan atau permeabilitas, yaitu kemampuan untuk melepaskan

minyak bumi itu. Jadi, dapat disebutkan bahwa reservoir harus berongga-rongga atau

berpori-pori yang berhubungan (Koesoemadinata, 1980).

3.2 Deskripsi Batuan Inti (Core)

Core adalah sampel atau contoh batuan yang diambil dari bawah permukaan

dengan suatu metode tertentu. Data core merupakan data yang paling baik untuk

mengetahui kondisi bawah permukaan, tapi karena panjangnya terbatas, maka dituntut

untuk mengambil data-data yang ada secara maksimal. Data yang diambil meliputi jenis

batuan, tekstur, struktur sedimen dan sifat fisik batuan itu sendiri. Selain itu juga dapat

mengetahui harga porositas, permeabilitas, dan saturasi fluida yang terkandung dalan

batuan tersebut. Tekstur dan struktur batuan sedimen dapat menggambarkan sejarah

transportasi pengendapan, energi pembentukan batuan tersebut, genesa, arah arus,

mekanisme transportasi dan kecepatan sedimen tersebut diendapkan. Sehingga dari

faktor-faktor tersebut dapat ditentukan fasies sedimen dan lingkungan pengendapannya.

Pada deskripsi core yang dilakukan adalah mendeskripsi core setiap 5cm dengan data core

17 
 
sebanyak 17 kotak, yang setiap kotak mempunyai panjang 1m, adapun yang di deskripsi

adalah kenampakan yang ada pada core meliputi tekstur dan struktur

Adapun tujuan pengambilan data core secara primer adalah untuk mendapatkan data

antara lain:

 Data detail tentang reservoir (fasies, struktur sedimen, lingkungan pengendapan,

umur, tipe porositas, mineralogi, dll)

 Data petrofisika dan kualitas batuan, seperti porositas, permeabilitas, saturasi,

tekanan kapiler, dll

 Kalibrasi log gamma ray dan pergeseran kedalaman antara kedalaman log dan

permukaan

 Studi Fracture dan struktur sedangkan data sekunder, yaitu: Mengetahui

Formation Boundary (batas formasi), Skala besar struktur sedimen, data

paleontology, mendapatkan data sampel analisis geokimia yang tidak

terkontaminasi, pemetaan bawah permukaan zona prospek.

3.2.1 Routine core

Analisa rutin menentykan sifat-sifat fisik batuan yang umum untuk menentukan

porositas, permeabilitas terhadap udara dan permeabilitas ekuivalen terhadap cairan,

permeabilitas terhadap udara dan permeabilitas horizontal dan vertikal, berat jenis butiran.

18 
 
3.3 Komponen Batuan Sedimen

Batupasir adalah batuan sedimen klastik yang sebagian besar butiranya berukuran

pasir (0,125 – 2 mm, skala wenwort). Ada yang disebut sebagai batupasir murni dan ada

yang disebut batupasir tidak murni. Pengertian ini erat kaitanya dengan jumlah matrik

berukuran lempung dan lanau pada batupasir tersebut. Pembentukan batupasir tidak

terlepas dari keberadaan komponen – komponen yang menyusunnya. Adapun komponen

pembentukan batupasir secara umum adalah (Gambar 3.3)

a. Komponen butiran (framework grains)

b. Matriks (matrix)

c. Semen (cement)

d. Rongga/ pori (pore space)

Gambar 3.1 Komponen Batupasir (Pettijohn, dkk.,1987).

19 
 
3.4 Tekstur Batuan Sedimen

Tekstur pada batuan sedimen mereflesikan sejarah pembentukannya. Ada 2

golongan besar tekstur pada batuan sedimen yaitu bertekstur klastik dan sedimen

bertekstur non-klastik (kristalin).

 Tekstur Klastik

Tekstur klastik adalah tekstur yang terbentuk dari hasil rombakan batuan yang

sudah ada sebelumnya. Komponen batuan sedimen klastik terdiri dari butiran, massa dasar

dan semen. Beberapa parameter dasar yang digunakan untuk mendeterminasi karakteristik

batuan klastik dan pengaruhnya terhadap pembentukan pori-pori adalah :

a. Besar Butir

Besar butir adalah ukuran/diameter butiran, yang merupakan unsur utama dari

batuan sedimen klastik, yang berhubungan dengan tingkat energi pada saat transportasi

dan pengendapan. Klasifikasi besar butir menggunakan skala Wentworth (Tabel dibawah

ini). Diktat Praktikum Petrologi – Arif Susanto. Besar butir ditentukan oleh :

 Jenis pelapukan : pelapukan kimiawi (butiran halus)

 Pelapukan mekanis (butiran kasar)

 Jenis transportasi

 Waktu/jarak transportasi

 Resistensi

20 
 
Gambar 3.2 Klasifikasi besar butir (Skala Wentworth)

b. Pemilahan (sortasi)

Pemilahan adalah cara penyebaran bebagai macam besar butir. Pemilahan yang

baik adalah apabila batuan terdiri dari besar butir yang hampir seragam. Jika pemilah

sangat buruk, batuan akan terdiri dari butir-butir dengan berbagai ukuran. Dengan

demikian rongga yang terdapat diantara butiran besar akan terisi oleh butiran yang lebih

kecil sehingga akan mengurangi porositas batuan tersebut.

Gambar 3.3 Pemilahan dan tingkat keseragaman butir (Pettijohn, dkk.,1987).

21 
 
c. Kebundaran (roundness)

Kebundaran adalah tingkat kebundaran atau ketajaman sudut butir, dimana tingkat

kebundaran tersebut mencerminkan tingkat abrasi selama transportasi dan dapat juga

menceritakan laju tranportasi butiran tersebut. Kebundaran dipengaruhi oleh beberapa

faktor, diantaranya komposisi butir, besar butir, jenis transportasi, jarak transportasi dan

resistensi butir. Istilah-istilah yang dipakai dalam kebundaran adalah sebagai berikut: very

angular (sangat menyudut), angular (menyudut), sub angular (menyudut tanggung), sub

rounded (membundar tanggung), rounded (membundar) dan well rounded (sangat

membundar). Untuk lebih jelasnya silahkan lihat gambar di bawah ini.

Gambar 3.4 Tingkat kebundaran butir (Pettijohn, dkk.1987).

d. Penyusunan ( packing )

Penyusunan adalah pengaturan kepadatan dari butiran satu terhadap yang lainnya.

Untuk besar butir yang seragam maka porositas hanya tergantung pada cara penyusunan

butir ditentukan oleh kompaksi setelah sedimentasi.

22 
 
e. Kemas

Kemas adalah sifat hubungan antar butir di dalam suatu masa dasar atau diantara

semennya, dimana berfungsi sebagai orientasi butir dan packing. Istilah yang dipakai ialah

grain supported (bila butiran tidak saling bersentuhan) dan mud supported (bila butiran

saling bersentuhan). Kemas secara umum dapat menceritakan tentang arah aliran dalam

sedimentasi serta keadaan porositas dan permeabilitas batuan. Berikut ini adalah gambar

jenis-jenis kontak antar butir.

Gambar 3.5 Grain Supported dan Mud Supported (Pettijohn, dkk.,1987).

f. Hubungan Antar Butiran

Kontak antar butiran secara umum akan menggambarkan tingkat kompaksi batuan

setelah diendapkan. Pettijohn, dkk, 1987 membagi tingkat persinggungan butir

mulai dari kontak titik (point contact), cekung-cembung (concave-convex) dan

bergerigi (suture).

23 
 
Gambar 3.6 Jenis-jenis kontak antar butir (Pettijohn, dkk.,1987).

g. Porositas

Definisi porositas sendiri adalah perbandingan antara volume rongga dengan

volume total batuan yang dinyatakan dalam persen. Porositas dapat diketahui dengan

meneteskan air ke permukaan batuan. Istilah - istilah yang dipakai ialah porositas baik

(batuan menyerap air), porositas sedang (di antara baik-buruk), dan porositas buruk

(batuan tidak menyerap air).

24 
 
Gambar 3.7 Jenis-jenis porositas (Choquette & Pray, 1970)

h. Warna

Warna pada batuan sedimen mempunyai arti yang penting karena mencerminkan

komposisi butiran penyusun batuan sedimen dan dapat digunakan untuk

menginterpretasikan lingkungan pengendapan.

i. Kekompakan

Kekompakan adalah sifat fisik dari batuan. Beberapa istilah yang dipakai dalam

kekompakan batuan adalah :

 Dense : sangat padat

 Hard : keras dan padat

25 
 
 Medium hard : agak keras tetapi masih dapat digores dengan jarum baja

 Soft : lunak, mudah tergores dan dipecahkan

 Friable : keras tetapi dapat diremas dengan tangan

 Spongy : berongga

3.5 Klasifikasi Batuan

Ada banyak klasfikasi batuan menurut beberapa ahli peneliti sebelumnya namun

penulis pada penelitian ini menggunakan 3 klasifikasi yaitu klasifikasi Dott (1964) dan

Shepard, (1954). klasifikasi batupasir menurut Folk, (1974) menggunakan pola plot QRF

atau QFL, dimana kuarsa ( Q ), feldspar ( F ) dan fragmen batuan ( R/L ) diplot pada

masing – masing kutub pada klasifikasi segitiga ( Gambar 3.7 ). Namun pada klasifikasi

Shepard, (1954) menggunakan plot berdasarkan presentase ukuran butirnya, biasanya

klasifikasi ini digunakan pada sedimen yang berbutir halus.

Gambar 3.8 Klasifikasi batupasir menurut Dott, ( 1964 ).

26 
 
Gambar 3.9 Klasifikasi batupasir menurut Shepard, ( 1954 ).

Klasifikasi batupasir ini dilakukan dengan cara mengamati sifat-sifat yang dimiliki

batupasir dengan menggunakan mikroskop polarisasi kemudian dihitung persentase

masing- masing mineral dan fragmen batuan, dan baru kemudian diplotkan pada diagram

tadi sehingga nama dan golongan batuan batupairnya dapat diketahui. Perlu diketahui

bahwa persentase kehadiran material penyusun yang dihitung adalah komponen butiranya

saja.

3.6 Fasies

Fasies adalah suatu kenampakan lapisan atau kumpulan dari suatu lapisan batuan

yang memperlihatkan karakteristik, geometri, dan sedimentologi tertentu yang berbeda

dengan sekitarnya (Boggs, 1987). Selley (1985) juga menyebutkan bahwa fasies adalah

istilah yang digunakan apabila batuan yang sama diendapkan di tempat yang berbeda, atau

apabila batuan yang berbeda diendapkan di tempat yang sama pada waktu berbeda, atau

apabila batuan yang berbeda diendapkan ditempat yang berbeda pada waktu yang sama.

27 
 
Penentuan fasies dapat ditinjau dari beberapa karakteristik yang berbeda seperti litologi,

kandungan biogenic atau berdasarkan metode tertentu yang dipakai sebagai cara

pengamatan fasies, contohnya fasies seismic atau fasies log.

Lingkungan pengendapan adalah bagian dari permukaan bumi dimana proses fisik, kimia

dan biologi berbeda dengan daerah yang berbatasan dengannya (Selley, 1988). Sedangkan

menurut Boggs (1995) lingkungan pengendapan adalah karakteristik dari suatu tatanan

geomorfik dimana proses fisik, kimia dan biologi berlangsung yang menghasilkan suatu

jenis endapan sedimen tertentu. Nichols (1999) menambahkan yang dimaksud dengan

proses tersebut adalah proses yang berlangsung selama proses pembentukan, transportasi

dan pengendapan sedimen. Perbedaan fisik dapat berupa elemen statis ataupun dinamis.

Elemen statis antara lain geometri cekungan, material endapan, kedalaman air dan suhu,

sedangkan elemen dinamis adalah energi, kecepatan dan arah pengendapan serta variasi

angin, ombak dan air. Termasuk dalam perbedaan kimia adalah komposisi dari cairan

pembawa sedimen, geokimia dari batuan asal di daerah tangkapan air (oksidasi dan

reduksi (Eh), keasaman (Ph), kadar garam, kandungan karbon dioksida dan oksigen dari

air, presipitasi dan solusi mineral). Sedangkan perbedaan biologi tentu saja perbedaan

pada fauna dan flora di tempat sedimen diendapkan maupun daerah sepanjang

perjalanannya sebelum diendapkan.

Permukaan bumi mempunyai morfologi yang sangat beragam, mulai dari pegunungan,

lembah sungai, pedataran, padang pasir, delta sampai ke laut. Dengan analogi pembagian

ini, lingkungan pengendapan secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yakni

darat (misalnya sungai, danau dan gurun), peralihan (atau daerah transisi antara darat dan

28 
 
laut; seperti delta, lagun dan daerah pasang surut) dan laut. Banyak pengarang membagi

lingkungan pengendapan berdasarkan versi masing-masing. Selley (1988) misalnya,

membagi lingkungan pengendapan menjadi 3 bagian besar: darat, peralihan dan laut.

Gambar 3.10 Klasifikasi lingkungan pengendapan (Selley, 1988)

Kondisi lingkungan pengendapan akan mengontrol proses dan menjadi penyebab

karakteristik sedimen yagn terendapkan, digambarkan sebagai suatu proses ( cause ).

Sedangkan fasies pengendapan yang merupakan kenampakan suatu tubuh batuan sedimen

yang memiliki kekhasan sifat fisik, kimia dan biologi sebagai suatu hasil atau produk dari

suatu lingkungan pengendapn tertentu, dinyatakan sebagai suatu respon atau effect

(Selley, 1985). Dalam konsep analisis fasies, dinayatakan bahwa suatu hasil pengukuran

penampang stratigrafi dapat dipisahkan menjadi unit-unit fasies yang berbeda, dimana

masing-masing unit tersebut dapat berbeda karakteristik maupun tebalnya. Perbedaan

karakteristik bersifat deskriptif, meliputi jenis litologi, struktur sedimen ataupun aspek

biologinya (Walker dan James, 1992). Kombinasi fasies yang memiliki hubungan satu

29 
 
sama lain, kemudian membentuk asosiasi fasies. Dengan mengindentifikasi fasies dan

asosiasi fasiesnya makan dapat diinterpretasikan lingkungan pengendapannya.

3.7 Lingkungan Sungai

Berdasarkan morfologinya sistem sungai dikelompokan menjadi 4 tipe sungai,

sungai lurus (straight),sungai teranyam (braided), sungai anastomasing, dan sungai

kekelok (meandering).

Gambar 3.11 Gambar Tipe Sungai (Walker, 1992)

1. Sungai Lurus (Straight)

Sungai lurus umumnya berada pada daerah bertopografi terjal mempunyai energi

aliran kuat atau deras. Energi yang kuat ini berdampak pada intensitas erosi vertikal yang

tinggi, jauh lebih besar dibandingkan erosi mendatarnya. Kondisi seperti itu membuat

sungai jenis ini mempunyai kemampuan pengendapan sedimen kecil, sehingga alirannya

lurusnya tidak berbelok-belok atau low sinuosity. Karena kemampuan sedimentasi yang

kecil inilah maka sungai tipe ini jarang yang meninggalakan endapan tebal. Sungai tipe

ini biasanya dijumpai pada daerah pegunungan, yang mempunyai topografi tajam.

30 
 
Sedimen sungai lurus ini sangat jarang dijumpai dan biasanya dijumpai pada jarak yang

sangat pendek.

2. Sungai Kekelok (meandering)

Sungai kekelok adalah sungai yang alirannya berkelok-kelok atau berbelok-belok.

Pada sungai tipe ini erosi secara umum lemah sehingga pengendapan sedimen kuat. Erosi

horisontalnya lebih besar dibandingkan erosi vertikal, perbedaan ini semakin besar pada

waktu banjir. Hal ini menyebabkan aliran sungai sering berpindah tempat secara

mendatar. Ini terjadi karena adanya pengikisan horisontal pada tepi sungai oleh aliran air

utama yang pada daerah kelokan sungai pinggir luar dan pengendapan pada kelokan tepi

dalam. Kalau proses ini berlangsung lama akan mengakibatkan aliran sungai semakin

bengkok. Pada kondisi tertentu bengkokan ini terputus, sehingga terjadinya danau bekas

aliran sungai yang berbentuk tapal kuda atau oxbow lake. Pada tipe sungai kekelok proses

pengendapan terakumulasi pada 5 (lima) bagian yang berbeda, yaitu : saluran utama (Main

Channel dan channel fills), gosong (point bar), tanggul alam (natural levee), dataran banjir

(flood-plain), danau oxbow (oxbow lake).

Sedimen yang diendapkan pada saluran utama terdiri dari material yang umumnya

berbutiran lebih kasar yang dapat berpindah hanya oleh aliran sungai dengan kecepatan

maximum pada saat puncak banjir (peak flood). Butiran suspensi seperti lempung dan

lanau terbawa lebih cepat dan diendapkan pada daerah floodplain. Endapan pada saluran

utama terdiri dari reruntuhan dinding sungai yang roboh akibat pengikisan oleh aliran arus

(Walker dan Cant, 1979 dalam Walker, 1992), yang lebih dikenal dengan lag

31 
 
deposits. Karena saluran utama ini selalu bergerak (berpindah) dan pada dasar sungai

selalu diendapkan butiran yang lebih kasar maka endapan ini merupakan dasar dari suatu

gosong.

Gambar 3.12 Morfologi Tipe Sungai Kekelok (Einsele,1992)

Gosong (point bar) terakumulasi pada sisi dalam kelokan sungai, umumnya terjadi

ketika material di sisi luar bank tererosi. Pada bagian gosong, endapan yang terbentuk

umumnya menghalus ke atas, dengan struktur silang siur dan “dunes” yang berkembang

baik. Pada sungai kekelok tua kadang-kadang gosong yang telah terbentuk terpotong

kembali oleh aliran akibat lekukan aliran yang sangat besar yang terjadi saat banjir. Hal

ini bisa terjasi pada gosong yang mempunyai kemiringan lereng rendah dan mempunyai

tingkat kelokan yang tinggi.

32 
 
Tanggul alam (natural levee) adalah tanggul di kanan kiri sungai yang membatasi

aliran sungai. Tanggul alam ini terbentuk bersamaan dengan terbentuknya aliran itu

sendiri. Tanggul terbentuk selama banjir sedang yang hanya mencapai ketinggian sama

dengan tebing sungai (channel bank). Dengan menurunnya kecepatan arus,

terendapkanlah sedimen di sepanjang tebing sungai tersebut. Pada saat banjir berikutnya

endapan baru akan terus terbentuk di atas tebing ini dan membentuk tanggul alam

sehingga tanggul ini semakin lama semakin tinggi. Tinggi maksimum yang dibentuk oleh

tanggul alam mengindikasikan permukaan air maksimum yang terjadi pada saat banjir.

Pada umumnya endapan berbutir halus. Arus sewaktu banjir, juga akan menyebabkan

terkikisnya endapan yang telah terbentuk pada gosong atau bahkan mengerosi tanggul

alam dan memutuskannya. Sehingga air akan melimpah ke dataran bajir di kiri-kanan

aliran sungai dan akan membentuk crevasse splays deposites. Crevasse ini akan

membentuk pola dan sistem saluran tersendiri. Struktur sedimen yang berkembang antara

lain grading, lapisan horisontal ripple cross bedding.

Dataran banjir (floodbasin) merupakan bagian terendah dari floodplain. Ukuran

dan bentuk dari dataran banjir ini sangat tergantung dari sejarah perkembangan banji,

tetapi umumnya berbentuk memanjang (elongate). Endapan dataran banjir (floodplain)

biasanya terbentuk selama proses penggenangan (inundations). Umumnya Endapan

dataran banjir ini didominasi oleh endapan suspensi seperti lanau dan lumpur, meskipun

kadang-kadang muncul batupasir halus yang terendapkan oleh arus yang lebih kuat pada

saat puncak banjir. Kecepatan pengendapannya pada umumnya sangat rendah, berkisar

antara 1 dan 2 cm lapisan lanau-lempung per periode banjir (Reineck dan Singh, 1980).

33 
 
Endapannya mengisi daerah relatif datar pada sisi luar sungai dan kadang-kadang

mengandung sisa tumbuhan serta terbioturbasikan oleh organisme-organisme.

Akibat proses pengikisan mendatar pada belokan sungai dan pengendapan yang

terjadi di sisi lain mengakibatkan suatu saat dua buah kelokan aliran meander saling

bertemu. Akibat dari peristiwa ini menyebabkan terjadinya aliran yang terputus yang

menyerupai danau yang disebut oxbow lake .

Gambar 3.13 Penampang Vertikal Dari Endapan Sungai Meandering (Boggs, 1995)

Penampang vertikal dari endapan sungai kekelok dicirikan oleh runtunan batuan

sedimen dalam setiap sekuen mempunyai besar butir menghalus ke arah atas. Dasar atau

alas setiap sekuen merupakan bidang erosi yang kemudian ditindih oleh lapisan yang

berbutir kasar-sangat kasar. Pada bagian bawahnya (di atas bidang erosi) sangat umum

dijumpai lag deposits tadi. Fragmen dari lag deposits ini umumnya terdiri atas

batulempung atau batuserpih yang merupakan hasil runtuhan tebing sungai. Pada bagian

34 
 
bawah sekuen ini sering terbentuk silang siur mangkok dan kemudian berubah jadi planar

ke arah atas. Bagian atasnya terdiri atas batuan berbutir halus (batuserpih, batulanau atau

batulempung) dengan sisipan tipis batupasir. Struktur sedimen yang dijumpai umumnya

berukuran kecil seperti laminasi, silang siur dan ripple mark. Bagian bawah dari sekuen

yang berupa endapan berbutir kasar-sangat kasar merupakan hasil endapkan pada alur

sungai, sedangkan endapan halus umumnya merupakan hasil endapan di daerah dataran

banjir. Sisipan tipis batupasir pada bagian atas sekuen merupakan endapan limpahan

banjir yang memotong tanggul alam.

3. Sungai Teranyam (braided)

Sungai teranyam umumnya terdapat pada daerah datar dengan energi arus

alirannya lemah dan batuan di sekitarnya lunak. Sungai tipe ini bercirikan debit air dan

pengendapan sedimen tinggi. Daerah yang rata menyebabkan aliran dengan mudah belok

karena adanya benda yang merintangi aliran sungai utama.

Tipe sungai teranyam dapat dibedakan dari sungai kekelok dengan sedikitnya

jumlah lengkungan sungai, dan banyaknya pulau-pulau kecil di tengah sungai yang

disebut gosong. Sungai teranyam akan terbentuk dalam kondisi dimana sungai

mempunyai fluktuasi dischard besar dan cepat, kecepatan pasokan sedimen yang tinggi

yang umumnya berbutir kasar, tebing mudah tererosi dan tidak kohesif (Cant, 1982).

Biasanya tipe sungai teranyam ini diapit oleh bukit di kiri dan kanannya. Endapannya

selain berasal dari material sungai juga berasal dari hasil erosi pada bukit-bukit yang

mengapitnya yang kemudian terbawa masuk ke dalam sungai. Runtunan endapan sungai

35 
 
teranyam ini biasanya dengan pemilahan dan kelulusan yang baik, sehingga bagus sekali

untuk batuan waduk (reservoir).

Umumnya tipe sungai teranyam didominasi oleh pulau-pulau kecil (gosong)

berbagai ukuran yang dibentuk oleh pasir dan krikil. Pola aliran sungai teranyam

terkonsentrasi pada zona aliran utama. Jika sedang banjir sungai ini banyak material yang

terbawa terhambat pada tengah sungai baik berupa batang pepohonan ataupun ranting-

ranting pepohonan. Akibat sering terjadinya banjir maka di sepanjang bantaran sungai

terdapat lumpur yang mengusai hampir di sepanjang bantaran sungai.

Struktur sedimen yang umum terbentuk adalah silang siur, gelembur gelombang

dan ripple cross-lamination. Pada saat air surut terjadi silang siur dengan perkembangan

pada gelembur gelombang dan perarian sejajar. Hal ini terjadi pula pada permukaan bar.

Pola pengendapan pada sungai teranyam pada skala kecil tidak terlihat pada beberapa

pembacaan well log, karena saluran dan bar dapat berubah-ubah, pengendapan akan

terlihat dengan secara acak dalam ukuran yang besar dan distribusi lateral isi dari fragmen

bar dan salluran tersebut.

Jika sungai sedang tidak dalam keadaan banjir maka yang terendapkan adalah

butiran halus dengan laminasi di bagian atas dari kerikil. Sedangkan lempung banyak

terbentuk pada bagian tanggul dari sungai. Diagram dari sungai teranyam, yang

memperlihatkan jika semakin rendah energi arus aliran, maka terbentuklah gelembur

gelombang (ripple) halus pada batuan pasir yang melaminasi di bagian atas.

Pada umumnya sungai teranyam dicirikan bar yang banyak dan besar pada sungai

dengan ukuran yang sangat bervariasi.

36 
 
Gambar 3.14 Struktur Bar Sungai Teranyam (Boggs, 2001)

Bar longitudinal atau di Indonesia disebut gosong adalah pulau ditengah sungai

yang mempunyai sumbu panjang sejajar dengan arah aliran sungai. Endapan yang berbutir

kasar biasanya tersebar di sekitar sumbu dan bagian bawah dari gosong. Besar butir

endapan ini mengecil ke arah atas dan bawah dari gosong. Struktur sedimen yang

umumnya terdapat pada gosong adalah lapisan mendatar yang tebal yang diendapkan

dalam kondisi upper-flow regim.

Linguiod dan tranverse bars berada pada sudut garis potong ke arah alur sungai,

keistimewaan karakteristik pasir pada aliran teranyam. Bentuk lobate atau rhombic

Linguoid bars, dengan penurunan ketinggian paras muka sungai. Untuk transverse

bars muncul akibat adanya riak air sungai yang besar sehingga dapat mengakibatkan

banjir. Lateral bars, terdapat pada beberapa panjang tepi sungai, karena proses

pengendapan dan erosi dan banjir pada setiap kali musim banjir yang ditimbulkan

37 
 
Gambar 3.15 Penampang Tegak Sungai Teranyam (Selley, 1976)

Pada sungai teranyam cenderung membentuk variasi kedalaman dari lebar sungai

dan karena arah aliran dan energi sungai membentuk lag deposit pada lantai dasar sungai,

pasir teralirkan padabedload system. Kedalaman sungai teranyam berkisar 3 meter atau

lebih dengan membentuk adanya crossbedding. Pengendapan sungai dengan

adanya Flood stage dapat gosong membentuk channels beds, preserving flood stage

sedimentary structure. Pada muka arus penampang sungai terjadi ripple lapisan pasir

dengan gradasi mendatar pada lapisan atas sungai. Karena kaya akan mineral makanan

maka pada sebagian bantaran sungai dan juga bekas luapan-luapan banjir maka akan

tumbuh-tumbuhan akibat biji-bijian tumbuhan itu terbawa banjir oleh sungai

dan mengendap pada bantaran sungai.

38 
 
4. Sungai Anastomasing

Sungai anastomasing terjadi karena adanya dua aliran sungai yang bercabang-

cabang, dimana cabang yang satu dengan cabang yang lain bertemu kembali pada titik

dan kemudian bersatu kembali pada titik yang lain membentuk satu aliran. Energi alir

sungai tipe ini rendah. Ada perbedaan yang jelas antara sungai teranyam dan sungai

anastomosing. Pada sungai teranyam, aliran sungai menyebar dan kemudian bersatu

kembali menyatu masih dalam lembah sungai tersebut yang lebar. Sedangkan untuk

sungai anastomasing adalah beberapa sungai yang terbagi menjadi beberapa cabang

sungai kecil dan bertemu kembali pada induk sungai pada jarak tertentu. Pada daerah

onggokan sungai sering diendapkan material halus dan biasanya ditutupi oleh vegetasi.

Gambar 3.16 Penampang Tegak Sungai Anastomy (Selley, 1976)

39 
 
3.8 Diagenesa

Diagenesa merupakan proses-proses yang berlangsung pada temperatur rendah di

dalam suatu sedimen, selama dan sesudah litifikasi. Hal ini merupakan proses yang

mengubah suatu sedimen menjadi batuan keras (Pettjohn, 1975). Perubahan ini secara

nyata terlihat dengan adanya perubahan tekstur dan komposisi sedimen. Umumnya

perubahan- perubahan diagenesa terjadi pada temperature kurang dari 3000 C dan tekanan

antara 1-2 kb. Sebagian besar diagenesa terjadi setelah sedimen mengalami pengendapan.

Namun demikian, pada saat batuan sediemen terangkat dan tersingkap kembali ke

permukaan, diagenesa masih tetap berlangsung. Oleh sebab itu diagenesa dibagi menjasi

3 bagian besar (Choquette & Pray, 1970) yaitu :

 Penecontemporancous (syndepositional) adalah proses diagenesa yang terjadi

pada lingkungan pengendapan.

 Eodiagenetic (dekat permukaan) adalah proses diagenesa yang terjadi pada daerah

dekat permukaan.

 Mesodiagenetik (burial) adalah proses diagenesa yang terjadi selama burial jauh

di bawah permukaan

 Telodiagenetic (pengangkatan atau ketidakselarasan) adalah proses diagenesa

yang berhubungan dengan pengangatan dan umumnya dihasilkan dari fluida dekat

permukaan.

40 
 
Gambar 3.17 Diagenesa (Choquette & Pray, 1970)

3.9 Kualitas Reservoar

Analisa kualitas reservoir dalam fasies reservoir mencakup analisa hubungan

antara pengaruh diagenesa dengan variasi porositas dan permeabilitas.

Kualitas reservoar batuan sedimen silisiklastik dalam hal ini adalah batupasir, merupakan

fungsi dari porositas dan permeabilitas awal yang sangat dikontrol oleh tekstur

pengendapan ditambah modifikasi oleh proses diagenesa yang terjadi. Reservoar

batupasir pada kedalam lebih dari besar dari 200 m, kualitas lebih banyak dipengaruhi

oleh proses diagenesa dibandingkan dengan pengaruh tekstur pengendapan (McBride

1996 dalam Selley 1984)

Sangatlah penting untuk mengetahui geometri pori batuan reservoar seperti bentuk,

ukuran dan penyebaran pori karena hal ini berpengaruh terhadap tipe, jumlah, dan tingkat

produksi hidrokarbon.

41 
 
3.10 Analisis Petrografi

Meskipun teknologi semakin berkembang dan berbagai peralatan telah diciptakan

untuk mnyelidiki dan menjawab segala persoalan mengenai batuan sedimen, namun

analisis petrografi masih diakui sebagai teknik utama yang dapat menghasilkan informasi

yang bernilai. Melalui studi petrografi dapat dievaluasi hubungan antara fasies

pengendapan, komposisi dan geometri sistem pori batuan, diagenesis serta kualitas

reservoir sehingga dihasilkan pemahaman yang baik dan dapat dijadikan suatu model pada

batuan reservoir lainnya dengan karakter yang relatif sama (Hadi Prasetyo, 2009).

Manfaat penggunaan analisis petrografi dari sayatan tipis antara lain :

 Dapat mengidentifikasi komposisi mineralogi batuan dari butiran, semen, dan

matriksnya.

 Mengetahui tekstur dan hubungan antar mineral-mineralnya.

 Mengetahui besar porositas batuan.

 Dapat mengetahui diagenesa batuan.

3.11 Analisis SEM

Analisis Scanning Electron Microscope (SEM) adalah suatu analisis dengan sebuah

mikroskop elektron yang didesain untuk menyelidiki permukaan dari objek solid secara

langsung. SEM memiliki perbesaran 10 – 3000000x, depth of field 4 – 0.4 mm dan

resolusi sebesar 1 – 10 nm. Kombinasi dari perbesaran yang tinggi, depth of field yang

besar, resolusi yang baik, kemampuan untuk mengetahui komposisi dan informasi

42 
 
kristalografi membuat SEM banyak digunakan untuk keperluan penelitian dan industri.

Adapun fungsi utama dari SEM antara lain dapat digunakan untuk mengetahui informasi-

informasi mengenai:

 Validasi mendetail dan akurat jenis mineralogi, porositas, dan permeabilitas dari

batuan di daerah penelitian.

 Penentuan pola distribusi mineral penyusun batupasir di daerah penelitian.

Scanning Elctron Microscope (SEM) terdiri dari kolom optik electron dan perangkat

elektronik. Sampel SEM yang telah dilapisi ditempatkan pada ruang sampel, di dalam

kolom optik elektron dan dsimpan pada kondisi hampa (sekitar 2 x 10-6 torr). Prinsip kerja

atau skematik sistem SEM (Gambar 3.11) yaitu bermula dari electron beam yang

dihasilkan oleh sebuah filamen pada electron gun. Pada umumnya electron gun yang

digunakan adalah tungsten hairpin gun dengan filamen berupa lilitan tungsten yang

berfungsi sebagai katoda. Tegangan diberikan kepada lilitan yang mengakibatkan

terjadinya pemanasan. Anoda kemudian akan membentuk gaya yang dapat menarik

elektron melaju menuju ke anda.

43 
 
Gambar 3.18 Skematik yang menggambarkan sistem SEM / EDX (modifikasi Beck,

1977, dalam SEM Petrology Atlas, 2003)

Kemudian electron beam difokuskan ke suatu titik pada permukaan sampel dengan

menggunakan dua buah condenser lens. Condenser lens kedua (atau biasa disebut dengan

lensa objektif) memfokuskan beam dengan diameter yang sangat kecil, yaitu sekitar 10-

20 nm. Hamburan elektron, baik Secondary Electron (SE) atau Back Scattered Electron

(BSE) dari permukaan sampel akan dideteksi oleh detektor dan

dimunculkan dalam bentuk gambar pada layar CRT. SEM memiliki beberapa detektor

yang berfungsi untuk menangkap hamburan elektron dan memberikan informasi yang

berbeda-beda. Pada SEM, terdapat sistem vakum pada electron-optical column dan

sample chamber yang bertujuan antara lain:

44 
 
 Menghilangkan efek pergerakan elektron yang tidak beraturan karena adanya

molekul gas pada lingkungan tersebut, yang dapat mengakibatkan penurunan

intensitas dan stabilitas.

 Meminimalisasi gas yang dapat bereaksi dengan sampel atau mengendap pada

sampel, baik gas yang berasal dari sampel atau pun mikroskop. Karena apabila hal

tersebut terjadi, maka akan menurunkan kontras dan membuat gelap detail pada

gambar.

3.12 Analisis XRD

Difraksi sinar X atau X-ray diffraction (XRD) adalah suatu metode analisa yang

digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan

parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel. Profil XRD juga dapat

memberikan data kualitatif dan semi kuantitatif pada padatan atau sampel. Difraksi sinar

X ini digunakan untuk beberapa hal, diantaranya:

 Menganalisis jenis mineral pada batuan

 Penentuan struktur kristal dari material yang tidak diketahui.

Difraksi sinar-X terjadi karena pada hamburan elastis foton-foton sinar- X oleh

atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa tersebut

memberikan interferensi yang konstruktif. Penggunaan difraksi sinar-X untuk

mempelajari kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg berikut ini.

45 
 
Alat XRD terdiri dari tabung sinar X, tempat sampel dan detektor. Tabung sinar X

berfungsi untuk menghasilkan sinar X. Detektor terletak bersebelahan dengan tabung

sinar X dan dapat digerakkan dengan arah dari nilai 0-90°.

Sebuah sampel yang berbentuk serbuk ditaruh ditempat sampel. Sampel dikenakan

sinar X dari sudut ᾱ sebesar 0-90°. Setiap sinar yang mengenai sampel akan didifraksi dan

ditangkap oleh detektor. Oleh detektor sinar-sinar diubah menjadi hasil dalam bentuk

gelombang-gelombang.

Intensitas sinar X dari scan sampel diplotkan dengan sudut ᾱ (biasanya dinyatakan

dalam 2ᾱ). Selain untuk menunjukkan tingkat kristalitas suatu padatan, difraksi sinar x

juga dapat digunakan untuk mengetahui diameter kristal. Ukuran kristal yang mungkin

diukur adalah 3-50nm. Ukuran kristal yang diperoleh merupakan diameter rata-rata volum

berat. (Nelson, 2010 dalam Analisa Pola-Pola Difraksi Sinar-X Pada Material Serbuk

Nd6Fe13Sn, Nd6Fe13Ge dan Nd6Fe13Si Menggunakan Metode Rietveld Gas).

46 
 

Anda mungkin juga menyukai