Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu geologi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai bumi
termasuk mengetahui batuan batuan yang terbentuk di permukaan bumi. Jenis
jenis diantaranya adalah batuan sedimen. Batuan sedimen merupakan batuan
endapan yang berasal dari bahan rombakan batuan asal atau material - material
lepas dari proses - proses secara fisis, secara biologi atau pun secara kimia.
Batuan yang terbentuk dari proses litifikasi atau pembatuan disebut
dengan batuan sedimen. Batuan ini adalah hasil dari proses erosi dan
pelapukan yang terbawa arus dan kemudian di endapkan. Proses
pembentukan batuan sedimen di awali dari pengikisian pada batuan beku.
Gerakan tersebut bisa di sebabkan oleh pengaruh dari air, es dan angin
serta dari aktivitas manusia, hewan dan juga dari aktivitas tumbuhan itu
sendiri.
Ada beberapa proses pembentukan batuan sedimen yaitu proses
sedimentasi kimiawi, proses sedimentasi mekanik, proses sedimentasi
biologis (organik). Batuan sedimen juga mengalami proses pengompakan
dan pemadatan dari endapan hingga menjadi batuan sedimen yang utuh.
Batuan sedimen yang terakumulasi mengalami proses litifikasi atau
pembentukan batuan, proses yang berlangsung adalah kompaksasi dan
sementasi. Pemakaian batuan pada dasarnya tergantung pada khususnya.
Tekstur batuan mengacu pada kenampakan butir butir mineral yang ada
di dalamnya yang meliputi tingkat kristalisasi, ukursn butir, bentuk butir,
granularitas, dan hubungan antar butir. Jika warna batuan berhubungan erat
dengan komposisi kimia dan mineralogi, maka tekstur berhubungan dengan
sejarah pembentukan dan keterdapatannya.
Oleh karena itu, praktikum ini di laksanakan agar praktikan dapat
mengetahui tekstur komposisi, klasifikasi, penggolongan dan mengetahui
macam - macam batuannya, dan proses yang berlangsung dalam kompaksi
dan sementasi pada batuan yang diamati.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, Selanjutnya, rumusan masalah akan
dijabarkan lebih detail melalui poin-poin berikut:
1. Apa yang dimaksud batuan sedimen silisiklastik?
2. Apa saja petro fisik dari batuan sedimen silisiklastik?
3. Bagaimana proses pembentukan batuan sedimen silisiklastik?
4. Bagaimana klasifikasi dari batuan sedimen silisiklastik?

1.3 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui segala
sesuatu tentang batuan sedimen.
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk,
1. Mengetahui apa itu batuan sedimen silisiklastik
2. Mengetahui petro fisik dari batuan sedimen silisiklastik
3. Mengetahui proses pembentukan batuan sedimen silisiklastik
4. Mengetahui klasifikasi dari batuan sedimen silisiklastik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Batuan Sedimen Silisklastik


Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari lapukan batuan
sebelumnya yang mengalami diagenesa, sedangkan menurut peetijohn, 1975
batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil
perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia
maupun organisme, yang di endapkan lapis demi lapis pada permukaan bumi
yang kemudian mengalami pembatuan. Batuan sendimen terbentuk dari
lapukan batuan lain yang mengalami proses fisika maupun proses kimia,
selain dari lapukan batuan lain, batuan sedimen juga dapat terbentuk dari
lapukan cangkang binatang dan sisa tumbuhan.
Batuan sedimen silisklastik adalah jenis batuan sedimen yang terbentuk
melalui akumulasi dan pengompakan fragmen-fragmen mineral, batuan, dan
organisme yang telah hancur atau terkelupas. Batuan ini terdiri dari partikel-
partikel berukuran kasar yang disebut klastik, yang dapat berupa kerikil,
pasir, lumpur, dan tanah liat. Proses pembentukan batuan sedimen klastik
melibatkan beberapa langkah, seperti erosi, transportasi, pengendapan dan
pengompakan.

2.2 Petro Fisik Batuan Sedimen Silisklastik


Dalam mendefinisikan batuan tidak terlepas dari sifat-sifat fisik atau
karakteristik batuan sedimen yang meliputi:

2.2.1 Tekstur
Tekstur batuan sedimen adalah segala kenampakan atau ciri fisik
yang menyangkut butir sedimen, seperti ukuran butir, bentuk butir dan
orientasi Tekstur ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1). Ukuran Butir
Batuan sedimen dapat memiliki ukuran butir yang bervariasi, mulai
dari yang sangat halus hingga sangat besar. Ukuran butir ini dapat
memberikan informasi tentang proses transportasi dan pengendapan
batuan sedimen tersebut.

Tabel 2.1 Ukuran Butir Batuan Sedimen


2). Permeabilitas
Permeabilitas batuan sedimen adalah kemampuan suatu batuan
sedimen untuk meloloskan fluida, seperti air atau minyak.
3). Porositas
Porositas adalah rasio antara volume ruang kosong (pori) dalam
batuan dengan volume total batuan. Pada umumnya, semakin tinggi
tingkat porositas suatu batuan, semakin tinggi pula
permeabilitasnya. Namun, anggapan ini tidak selalu benar, terutama
jika porositas batuan diisi dengan bahan yang tidak dapat dilalui
oleh fluida, seperti lempung.

Gambar 2.1 Porositas dan Permeabilitas

Secara sederhana dapat kita katakan bahwa porositas adalah


kemampuan untuk menyimpan, sedangkan permeabilitas yaitu
kemampuan untuk melepaskan fluida tanpa merusak partikel.
Coba perhatikan ilustrasi diatas ada 3 kondisi, yang pertama
(1) paling kiri tidak ada porositas, dan tidak mengalirkan fluida
(nonpermeable/impermeable), pada kondisi tengah (2) terdapat pori,
tetapi porositasnya saling tidak terhubung dan juga tidak
mengalirkan fluida (nonpermeable/impermeable), yang terakhir
paling kanan (3) terdapat pori, porositasnya saling terhubung dan
dapat mengalirkan air (permeable). Tentu pada batuan tidak harus
hanya masing masing kondisi diatas, bisa saja dalam satu tubuh
batuan terdapat kombinasi antara ketiganya. jadi porositas dan
permeabilitas erat hubungannya sehingga dapat dikatakan bahwa
permeabilitas tidak mungkin ada tanpa adanya porositas, walaupun
sebaliknya belum tentu demikian. Penentuan porositas dapat
langsung dilakukan dilapangan maupun di laboratorium, sedangkan
penentuan nilai permeabilitas hanya dapat dilakukan di
laboratorium. Kondisi ini menyebabkan perlunya diketahui
hubungan antara porositas dan permeabilitas melalui pengukuran di
laboratorium sehingga dapat diperkirakan nilai permeabilitas dari
nilai porositas.
4). Kemas
Kemas atau fabrik pada batuan sedimen mengacu pada
hubungan antara matriks, butir, dan semen. Kemas ini dapat
memberikan informasi tentang proses pembentukan dan sifat
mekanik batuan sedimen tersebut. Didalam batuan sedimen klastik
dikenal dua macam kemas, yaitu :
a. Kemas terbuka yaitu bila butiran tidak saling bersentuhan
(mengambang dalam matrik).
b. Kemas tertutup yaitu butiran saling bersentuhan satu sama lain

Gambar 2.2 Kemas terbuka dan Kemas tertutup


5). Sortasi
Sortasi (Pemilahan) Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran
besar butir penyusun batuan sediment, artinya bila semakin seragam
ukurannya dan besar butirnya maka, pemilahan semakin baik.
Pemilahan yaitu keseragaman butir di dalam batuan sedimen klastik.
beberapa istilah yang biasa dipergunakan dalam pemilahan batuan,
yaitu :
a. Sortasi baik : bila besar butir merata atau sama besar.
b. Sortasi sedang : bila ukuran butirnya relatif seragam.
c. Sortasi buruk : bila besar butir tidak merata, terdapat matrik
.............................dan fragmen.

Gambar 2.3 Sortasi


6). Bentuk Butir
Tingkat kebundaran butir dipengaruhi oleh komposisi butir, ukuran
butir, jenis proses transportasi dan jarak transport (Boggs,1987).
Butiran dari mineral yang resisten seperti kwarsa dan zircon akan
berbentuk kurang bundar dibandingkan butiran dari mineral kurang
resisten seperti feldspar dan pyroxen. Butiran berukuran lebih besar
daripada yang berukuran pasir. Jarak transport akan mempengaruhi
tingkat kebundaran butir dari jenis butir yang sama, makin jauh
jarak transport butiran akan makin bundar. Pembagian kebundaran
sebagai berikut.
a. Well rounded (membundar baik) Semua permukaan konveks,
hamper equidimensional, sferoidal.
b. Rounded (membundar) Pada umumnya permukaan-permukaan
bundar, ujung-ujung dan tepi butiran bundar.
c. Sub rounded (membundar tanggung) Permukaan umumnya
datar dengan ujung-ujung yang membundar.
d. Sub angular (menyudut tanggung) Permukaan pada umumnya
datar dengan ujung-ujung tajam.
e. Angular (menyudut) Permukaan konkaf dengan ujungnya yang
tajam.
f. Very angular (sangat menyudut) Permukaan konkaf dengan
ujungnya yang sangat tajam

Gambar 2.4 Bentuk Butir

2.2.2 Struktur
Struktur batuan sedimen klastik meliputi tekstur, struktur, dan
komposisi mineral. Tekstur batuan sedimen klastik terkait dengan
ukuran, bentuk butir, dan susunannya. Struktur batuan sedimen klastik
terbentuk karena proses sedimentasi dan dapat dikelompokkan menjadi
tiga macam berdasarkan asalnya yaitu :
a. Struktur sedimen primer
Terbentuk karena proses sedimentasi dan dapat merefleksikan
mekanisasi pengendapannya. Contohnya adalah perlapisan,
gelembur gelombang, perlapisan silang siur, konvolut dan perlapisan
bersusun.
b. Struktur sedimen sekunder
Terbentuk setelah pengendapan dan dapat menjadi indikator
untuk keadaan lingkungan setelah deposisi. Contohnya adalah
struktur kimia, nodule, konkresi, fault, fold dan jointing.

c. Struktur sedimen tersier


Terbentuk setelah proses diagenesis dan dapat menjadi indikator
untuk perubahan yang terjadi pada batuan sedimen. Contohnya
adalah struktur stylolit, struktur pelapukan dan struktur mineralisasi.
Dari klasifikasi tersebut, beberapa struktur yang pada batuan
sedimen antara lain :

1. Bedding
Struktur ini merupakan ciri khas batuan sedimen yang
memperlihatkan susunan lapisan-lapisan (beds) pada batuan
sedimen dengan ketebalan setiap lapisan ≥ 1 cm.

Gambar 2.5 Struktur Bedding

2. Cross-Bedding
Perlapisan Silang-Siur (Cross-Bedding), batuan sedimen
berstruktur ini memperlihatkan struktur perlapisan yang saling
potong memotong. Terbentuk karena pengaruh perubahan energi
ataupun arah arus pada saat sedimentasi berlangsung.
Gambar 2.6 Struktur Cross-Bedding

3. Graded-Bedding
Perlapisan Bergradasi (Graded-Bedding), memiliki ciri-ciri
ukuran butir penyusun batuan sedimen yang berubah secara
gradual, yaitu makin ke atas ukuran butir yang semakin halus,
dimana pada proses pembentukkannya butiran yang lebih besar
terendapkan terlebih dahulu sedangkan yang lebih halus
terendapkan di atasnya.

Gambar 2.7 Struktur Graded-Bedding

4. Lamination/Laminasi
Merupakan Struktur Perlapisan (Bedding) dengan ketebalan
masing-masing lapisan (bed thickness) yang kurang dari 1 cm.
Gambar 2.8 Struktur Lamination/Laminasi

5. Inverted Graded-Bedding
Normalnya, struktur graded-bedding memperlihatkan
perubahan gradual butiran yang semakin ke atas semakin halus.
Akan tetapi karena suatu pengaruh tertentu, perubahan gradual
butiran yang terbalik (makin ke bawah semakin halus) dapat
terbentuk pada suatu batuan sedimen dan menyebabkan suatu
kenampakan struktur Bergradasi Terbalik (Inverted Graded-
Bedding).

Gambar 2.9 Struktur Lamination/Laminasi

6. Slump
Struktur Slump (luncuran), salah satu struktur batuan sedimen
yang berbentuk lipatan kecil meluncur ke bawah karena adanya
suatu pengangkatan pada suatu lapisan yang belum terkonsolidasi
sempurna.
7. Load Cast
Merupakan struktur batuan sedimen yang berupa lekukan di
permukaan ataupun bentukan tak beraturan karena pengaruh suatu
beban di atas batuan tersebut.
Gambar 2.10 Load Cast

8. Flute Cast
Suatu struktur batuan sedimen yang berupa gerusan di
permukaan lapisan batuan karena pengaruh suatu arus.

Gambar 2.11 Flute Cast

9. Wash Out
Wash out adalah kenampakan struktur batuan sedimen sebagai
hasil dari erosi tiba-tiba karena pengaruh suatu arus kuat pada
permukaannya.
10. Stromatolite
Stromatolite adalah struktur lapisan batuan sedimen dengan
susunan berbentuk lembaran mirip terumbu yang terbentuk sebagai
hasil dari aktivitas cyanobacteria.
Gambar 2.12 Stromalite

11. Tool Marks


Struktur ini hampir sama dengan flute cast, namun bentuk
gerusan pada permukaan/lapisan batuan sedimen diakibatkan oleh
gesekan benda/suatu objek yang terpengaruh arus.

Gambar 2.13 Tool Marks

12. Rain Print


Rain print atau rain marks merupakan suatu
kenampakan/struktur pada batuan sedimen akibat dari tetesan air
hujan.
Gambar 2.14 Rain Print

13. Burrow
Struktur kenampakan pada lapisan batuan sedimen berupa
lubang atau galian hasil dari suatu aktivitas organisme.

Gambar 2.15 Burrow

14. Trail
Kenampakan jejak pada batuan sedimen berupa seretan bagian
tubuh suatu makhluk hidup/organisme.

Gambar 2.16 Tool Marks

15. Track
Seperti struktur trail, track merupakan kenampakan jejak
berupa tapak kaki suatu organisme.
Gambar 2.17 Track

16. Mud Cracks


Bentuk retakan-retakan (cracks) pada lapisan lumpur (mud)
yang umumnya berbentuk polygonal.

Gambar 2.18 Mud Cracks

17. Flame Structure


Flame structure, kenampakan struktur yang seperti
lidah/kobaran api. Struktur ini dapat terbentuk ketika suatu
sedimen yang belum terlitifikasi sempurna terbebani oleh suatu
lapisan sedimen yang lebih berat di atasnya.
Gambar 2.19 Flame Structure

2.2.3 Komposisi Mineral


Komposisi mineral dalam batuan sedimen dapat bervariasi
tergantung pada sumber material, proses pengangkutan, dan lingkungan
pengendapan. Berikut adalah beberapa mineral umum yang terdapat
dalam batuan sedimen:
a. Mineral Silikat
Batuan sedimen klastik sebagian besar terdiri dari mineral
silikat, termasuk kuarsa, feldspar, mineral lempung, dan mika.
Kuarsa dan feldspar adalah mineral utama dalam batuan sedimen
klastik, sementara mineral lempung dan mika dapat hadir sebagai
mineral aksesoris.
b. Mineral Karbonat
Batuan sedimen karbonat dominan terdiri dari mineral karbonat
seperti kalsit dan aragonit. Beberapa contoh batuan sedimen
karbonat adalah batugamping, kalsirudit, kalkarenit dan kalsilutit.
c. Mineral Evaporit
Batuan sedimen evaporit terdiri dari mineral yang terpresipitasi
dari larutan jenuh, seperti halit (batuan garam), silvit, barit dan
gypsum.
d. Mineral Biogeni
Batuan sedimen biogenik terbentuk dari akumulasi kerangka
atau fragmen organisme, dan dapat mengandung mineral seperti
kalsit, aragonit dan silika.
e. Mineral Aksesoris
Selain mineral utama, batuan sedimen juga dapat mengandung
mineral aksesoris yang mungkin penting secara lokal. Beberapa
contoh mineral aksesoris adalah bijih besi, fosfat, dan mineral kaya
besi.
Komposisi mineral dalam batuan sedimen dapat memberikan
informasi tentang sumber material, lingkungan pengendapan, dan
sejarah geologis batuan tersebut. Oleh karena itu, analisis mineralogi
sering digunakan dalam studi petrologi dan geologi.

2.2.4 Komposisi Material


Batuan sedimen terdiri dari berbagai jenis material yang terendapkan
dan terkompaksi menjadi batuan. Berikut adalah komposisi material
batuan sedimen yaitu :
a. Fragmen
Fragmen batuan sedimen adalah butiran atau pecahan batuan
yang menjadi penyusun utama dari batuan sedimen klastik. Rentang
ukurannya dapat bervariasi, mulai dari lanau, pasir, sampai kerikil,
kerakal, berangkal, dan bongkah. Batuan sedimen klastik terdiri dari
fragmen batuan (litik), kuarsa, feldspar, mineral lempung dan mika,
serta dapat mengandung banyak mineral lainnya. Fragmen batuan
sedimen biasanya terbentuk melalui proses pelapukan, erosi,
transportasi dan pengendapan material-material sedimen di dalam
cekungan pengendapan. Setelah mengalami diagenesis, fragmen
batuan ini akan mengeras dan membentuk batuan sedimen klastik
yang berlapis-lapis.
b. Semen
Semen batuan sedimen adalah bahan pengisi antara fragmen
batuan atau butiran mineral dalam suatu batuan sedimen. Komposisi
dan sifat semen dapat bervariasi tergantung pada jenis batuan
sedimen dan proses diagenesis yang terlibat dalam pembentukannya.
c. Matriks
Matriks adalah butiran-butiran kecil yang mengisi ruang antara
fragmen batuan atau butiran mineral dalam suatu batuan sedimen.
Matriks ini dapat terdiri dari bahan-bahan seperti tanah lempung,
lanau, kuarsa, kalsit, dolomit, hematit, dan bahan-bahan organik.
Matriks dapat memberikan petunjuk tentang sumber material dan
lingkungan pengendapan batuan sedimen. Misalnya, matriks yang
terdiri dari tanah lempung dapat menunjukkan bahwa batuan
sedimen tersebut terbentuk di lingkungan perairan yang tenang,
sementara matriks yang terdiri dari kuarsa dapat menunjukkan
bahwa batuan sedimen tersebut terbentuk di lingkungan perairan
yang lebih kasar.
Matriks batuan sedimen dapat terbentuk melalui proses
diagenesis yang sama dengan fragmen batuan atau butiran mineral
dalam suatu batuan sedimen. Proses diagenesis ini dapat meliputi
pengendapan mineral-mineral baru antara fragmen batuan atau
butiran mineral, pengisian ruang pori dengan bahan-bahan yang
terlarut, dan perubahan mineralogi dan tekstur.

2.3 Proses Pembentukan Batuan Sedimen Silisklastik


Batuan sedimen adalah jenis batuan yang terbentuk di permukaan Bumi
pada kondisi temperatur dan tekanan yang rendah. Batuan ini berasal dari
batuan yang lebih dahulu terbentuk, yang mengalami pelapukan, erosi dan
terangkut oleh air, angin atau es. Proses pembentukan batuan sedimen
meliputi beberapa tahapan, yaitu pelapukan, erosi, transportasi, pengendapan,
kompaksi, dan penyemenan.
Batuan sedimen siliklastik terbentuk dari fragmen batuan yang telah
tererosi dan tertransportasi menuju suatu cekungan pengendapan. Berikut
adalah urutan proses pembentukan batuan sedimen siliklastik:
a. Pelapukan (weathering): Penghancuran massa batuan, baik secara fisika,
kimia, maupun secara biologis.
b. Erosi: Pengikisan padatan akibat angin, air, atau es serta material lain
dibawah pengaruh gravitasi atau oleh aktivitas makhluk hidup.
c. Transportasi: Pengangkutan fragmen batuan oleh air, angin, atau es
menuju suatu cekungan pengendapan.
d. Pengendapan (deposition): Fragmen batuan terendapkan di dasar
cekungan pengendapan.
e. Kompaksi: Fragmen batuan yang terendapkan mengalami pemadatan
akibat tekanan dari lapisan di atasnya.
f. Penyemenan (cementation): Material yang sangat halus (cement) mengisi
celah-celah antar fragmen batuan dan mengikatnya menjadi satu kesatuan.
Batuan sedimen memiliki nilai penting dalam studi geologi, karena
dapat memberikan informasi tentang sejarah Bumi, lingkungan pengendapan,
dan sumber daya alam. Batuan sedimen juga memiliki banyak manfaat,
terutama untuk bahan bangunan atau sebagai medium penghias rumah dan
gedung-gedung.

2.4 Klasifikasi Batuan Sedimen Silisklastik


2.4.1 Klasifikasi Batuan Sedimen Menurut Wenworth, 1922
Klasifikasi batuan sedimen Wenworth, yang diperkenalkan oleh
J.C. Wentworth pada tahun 1922, adalah suatu sistem yang digunakan
untuk menggolongkan ukuran partikel dalam batuan sedimen
berdasarkan diameter partikelnya. Klasifikasi ini berguna dalam bidang
geologi dan ilmu sedimen untuk memahami karakteristik dan sifat-sifat
batuan sedimen.
Tabel 2.2 Klasifikasi Batuan Sedimen (Wenworth,1922)
Klasifikasi Wenworth ini terdiri dari beberapa kategori ukuran
partikel yang berbeda, yang disusun dari yang terbesar hingga yang
terkecil, yaitu sebagai berikut:

a. Batu Besar (Boulder): Partikel dengan diameter lebih dari 256 mm.
b. Kerikil (Cobble): Partikel dengan diameter antara 64 mm hingga 256
mm.
c. Kerikil Kecil (Pebble): Partikel dengan diameter antara 4 mm hingga
64 mm.
d. Kerikil Pasir (Granule): Partikel dengan diameter antara 2 mm
hingga 4 mm.
e. Pasir (Sand): Partikel dengan diameter antara 1/16 mm hingga 2 mm.
f. Lumpur (Silt): Partikel dengan diameter antara 1/256 mm hingga
1/16 mm.
g. Lumpur Halus (Clay): Partikel dengan diameter kurang dari 1/256
mm.
Klasifikasi Wenworth ini membantu geologis dan ahli ilmu sedimen
untuk menggolongkan dan memahami karakteristik fisik batuan
sedimen berdasarkan ukuran butirannya. Ukuran butiran ini juga dapat
memberikan petunjuk tentang bagaimana dan di mana batuan sedimen
ini terbentuk, serta bagaimana mereka berinteraksi dalam lingkungan
geologi.

2.4.2 Klasifikasi Batuan Sedimen Menurut Pettijohn, 1955

Gambar 2.20 Klasifikasi Pettijohn

Pettijohn adalah seorang ahli geologi yang mengembangkan skema


klasifikasi batuan sedimen. Karyanya diterbitkan pada tahun 1955 dan
masih digunakan sampai sekarang sebagai dasar klasifikasi batuan
sedimen. Skema klasifikasi didasarkan pada tiga komponen utama:
tekstur, komposisi, dan struktur.
Komponen tekstur didasarkan pada ukuran, bentuk, dan pemilahan
butiran sedimen, sedangkan komponen komposisi didasarkan pada
mineralogi butiran sedimen. Komponen struktur didasarkan pada
susunan butiran sedimen di dalam batuan. Skema klasifikasi digunakan
untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan batuan sedimen
berdasarkan ciri fisiknya

BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


Dalam praktikum kali ini adapun Alat dan bahan yang harus disiapkan
diantarnya adalah sebagai berikut :
1. Penuntun praktikum/Referensi Petrologi
2. Lembar Pengerjaan Deskripsi Batuan Beku
3. Komperator
4. HCL
5. Lup
6. Sampel batuan
7. Klasifikasi Wentworth 1922 dan Pettijohn 1987
3.2 Langkah Kerja
Adapun Langkah kerja yang dilakukan dalam praktikum kali ini adalah
sebagai berikut :
1. Menyiapkan seluruh alat dan bahan praktikum.
2. Setelah itu, menyimak arahan dari Asisten Dosen yang bertugas.
3. Kemudian mendeskripsi sampel batuan yang diberikan asisten.
4. Dalam mendeskripsi sampel batuan yang paling pertama di lakukan adalah
menentukan Warna Lapuk dan Segar setelah itu menentukan Tekstur
(Ukuran Butir, Permeabilitas, Porositas, Kebundaran, Sorotasi serta
Kemas), dan Struktur pada sampel pengamatan.
5. Kemudian menentukan Komposisi Mineral (Fragmen, Matriks, serta
Semen), dan Komposisi Kimia.
6. Setelah selesai mendeskripsi sampel batuan yang dijelaskan pada poin 4
dan 5, selanjutnya ialah menetukan nama batuan menggunakan klasifikasi
Wentworth (1922).
7. Setelah selesai menentukan nama batuan, kemudian menjelaskan genesa
proses terbentuknya dan kegunaan sampel batuan yang diamati.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Batuan Sedimen Klastik


A. Batupasir Halus (Sampel 5A)

Gambar 4.1 Batupasir Halus (Wentworth, 1922)

Pada sampel 5A, dijumpai batuan sedimen klastik dengan warna


segar Abu-abu dan warna lapuk Abu-abu kehitaman. Tekstur batuan ini
mencakup Ukuran butir 1/4 -1/8 mm. Permeabilitas atau kemampuan batuan
untuk dapat meloloskan suatu fluida ialah Buruk. Kebundaran dari batuan
ini mencakup bentuk Sub – Rounded yaitu memiliki permukaan yang
umumnya datar dengan ujung-ujung yang membundar. Sortasi Terpilah
Baik yang menunjukkan ukuran besar butir yang seragam, Kemas
Tertutup karena memiliki sedikit ruang antar butir dan Porositas atau
kemampuan batuan untuk menampung fluida ialah Baik, memiliki
struktur tidak berlapis karena tidak menunjukkan adanya perlapisan pada
batuan tersebut. Komposisi mineral dalam batuan ini tidak adanya
fragmen karena tidak dijumpai butiran yang berukuran lebih besar,
matriks pasir halus serta semen atau pengisi rongga dan pengikat antar
butir sedimen berupa Silika dengan komposisi material SiO2. Nama
batuan ini ialah Batupasir Halus (Wenworth 1922)
Proses terbentuknya Batu pasir halus, dimulai dengan pelapukan,
di mana batuan asal mengalami penghancuran fisik dan kimia oleh faktor-
faktor seperti perubahan suhu, air, angin, dan tekanan. Selama pelapukan,
batuan tersebut terurai menjadi partikel-partikel yang lebih kecil. Partikel
hasil pelapukan, termasuk butiran pasir, dapat mengalami pengikisan saat
diangkut oleh air sungai, angin, atau gelombang laut. Selama proses erosi,
butiran pasir bisa menjadi lebih halus karena tererosi dan terikis. Butiran
pasir yang terangkut kemudian mengendap di lingkungan yang stabil
seperti dasar sungai, atau danau. Selama pengendapan, butiran pasir
menumpuk dan membentuk lapisan. Lapisan tersebut kemudian
mengalami pengkompakan akibat tekanan dari lapisan di atasnya,
membuat butiran pasir menjadi lebih padat. Hasil akhirnya adalah batuan
pasir halus dengan butiran-butiran yang telah terendapkan, mengalami
kompaksi. Proses ini berlangsung dalam skala waktu geologis yang
panjang. Batuan ini biasanya digunakan sebagai Material dalam
pembuatan kaca dan perabotan rumah.
B. Batu Lanau ( Sampel 5B)

Gambar 4.2 Batu Lanau (Wenworth, 1922)

Pada sampel 5B, dijumpai batuan sedimen klastik dengan warna


segar Abu-abu Putih dan warna lapuk Abu-abu kekuningan. Tekstur
batuan ini mencakup Ukuran butir 1/16−1/256mm. Permeabilitas atau
kemampuan batuan untuk dapat meloloskan suatu fluida ialah Baik.
Kebundaran dari batuan ini mencakup bentuk Rounded yaitu memiliki
permukaan yang bundar,Sortasi Terpilah Baik yang menunjukkan ukuran
besar butir yang seragam, Kemas Tertutup karena memiliki sedikit ruang
antar butir dan Porositas atau kemampuan batuan untuk menampung
fluida ialah Buruk, memiliki struktur tidak berlapis karena tidak
menunjukkan adanya perlapisan pada batuan tersebut. Komposisi mineral
dalam batuan ini tidak adanya fragmen karena tidak dijumpai butiran
yang berukuran lebih besar, matriks pasir sangat halus serta semen atau
pengisi rongga dan pengikat antar butir sedimen berupa Silika dengan
komposisi material SiO2. Nama batuan ini ialah Lanau (Wenwort 1922).
Batu Lanau terbentuk melalui serangkaian proses yang dimulai
dengan pelapukan batuan asal. Selama pelapukan, batuan asal mengalami
penghancuran fisik dan kimia oleh faktor-faktor seperti perubahan suhu,
air, angin, dan tekanan. Partikel-partikel hasil pelapukan, termasuk
fragmen halus dan butiran mineral, kemudian mengalami erosi dan
pengikisan. Proses erosi menyebabkan partikel-partikel tersebut menjadi
lebih halus, sedangkan butiran kasar cenderung lebih cepat tererosi
daripada yang lebih halus. Partikel-partikel halus yang telah tererosi
diangkut oleh air sungai atau angin dan selama perjalanan mereka
mengendap di dasar lingkungan air yang stabil, seperti sungai, danau, atau
laut. Di sana, butiran halus terus mengendap dan membentuk lapisan
sedimen yang semakin bertambah tebal. Lapisan sedimen yang telah
terendapkan kemudian mengalami kompaksi akibat tekanan dari lapisan
di atasnya, membuat partikel-partikel sedimen lebih padat. Seiring waktu,
proses kompaksi mengubah lapisan sedimen menjadi batuan keras yang
dikenal sebagai batu lanau. Proses terbentuknya batu lanau ini memakan
waktu berjuta-juta tahun. Batu lanau memiliki beragam kegunaan penting
berdasarkan sifat-sifatnya yang unik. Pertama, batu lanau, terutama dalam
bentuk batu bara, menjadi sumber energi utama dalam industri dan
pembangkit listrik, memberikan kontribusi yang signifikan dalam
memenuhi kebutuhan energi global. Selain itu, sifat adsorpsi batu lanau
memungkinkannya digunakan dalam proses pemurnian air, membantu
menghilangkan kontaminan organik dan anorganik, serta meningkatkan
kualitas air untuk konsumsi manusia dan keperluan industri. Di sektor
pertanian, batu lanau sering digunakan sebagai bahan pencampur tanah,
memperbaiki tekstur tanah dan meningkatkan ketersediaan nutrisi bagi
tanaman, yang pada gilirannya meningkatkan hasil pertanian. Industri
kimia juga menggunakan beberapa jenis batu lanau sebagai bahan baku,
terutama dalam produksi pupuk dan bahan kimia organik. Selain itu,
dalam industri konstruksi, batu lanau digunakan sebagai bahan baku
dalam pembuatan bata, genteng, dan bahan bangunan lainnya karena
kekuatan dan ketahanannya yang dapat diandalkan.

C. Batupasir Sedang (Sampel 5C)

Gambar 4.3 Batupasir Sedang (Wenworth, 1922)


Pada sampel 5C, dijumpai batuan sedimen klastik dengan warna
segar Abu-abu dan warna lapuk Abu-abu kecoklatan. Tekstur batuan ini
mencakup Ukuran butir 1/2 -1/4 mm. Permeabilitas atau kemampuan batuan
untuk dapat meloloskan suatu fluida ialah Buruk, Kebundaran dari batuan
ini mencakup bentuk Sub – Angular yaitu memiliki permukaan yang datar
dengan ujung-ujung yang tajam, Sortasi Terpilah Buruk yang
menunjukkan ukuran besar butir yang beragam, Kemas Tertutup karena
memiliki sedikit ruang antar butir dan Porositas atau kemampuan batuan
untuk menampung likuida ialah Buruk, memiliki berlapis yang berarti
meunjukkan adanya perlapisan dalam batuan. Komposisi mineral dalam
batuan ini tidak adanya fragmen karena tidak dijumpai butiran yang
berukuran lebih besar, matriks pasir halus serta semen atau pengisi rongga
dan pengikat antar butir sedimen berupa Silika dengan komposisi
material SiO2. Nama batuan ini ialah Batu pasir Sedang (Wenwort 1922).
Proses terbentuknya batu pasir sedang, dimulai dengan pelapukan
batuan asal, di mana batuan mengalami penghancuran fisik dan kimia
akibat pengaruh faktor seperti perubahan suhu, air, angin, dan tekanan.
Selama pelapukan, batuan asal terurai menjadi partikel-partikel yang lebih
kecil. Partikel hasil pelapukan, termasuk butiran pasir, dapat mengalami
erosi atau pengikisan saat diangkut oleh berbagai agen seperti air sungai,
angin, atau gelombang laut. Selama proses erosi ini, butiran pasir dapat
mengalami pengikisan, yang menyebabkan mereka menjadi lebih halus
seiring berjalannya waktu. Butiran pasir yang lebih kasar atau tajam
memiliki kecenderungan untuk lebih cepat tererosi dibandingkan yang
lebih halus. Setelah erosi, butiran pasir diangkut oleh agen transportasi
seperti air sungai dan kemudian mengendap saat energi transportasi
menurun. Pengendapan terjadi di lingkungan yang stabil, seperti dasar
sungai, laut, atau danau. Selama proses pengendapan, butiran pasir
menumpuk dan membentuk lapisan. Lapisan ini kemudian mengalami
pengkompakan akibat tekanan dari lapisan di atasnya, membuat butiran
pasir menjadi lebih padat. Hasil akhirnya adalah batuan pasir sedang yang
terdiri dari butiran-butiran pasir yang telah terendapkan, mengalami
kompaksi. Proses ini memakan waktu yang lama. Batu pasir sedang
digunakan dalam berbagai industri konstruksi dan bahan bangunan karena
kemampuannya yang dapat diolah dan dimanfaatkan dalam proyek-
proyek konstruksi. Batu pasir sedang memiliki peran yang penting dalam
berbagai bidang. Pertama, dalam industri konstruksi, batu pasir sedang
digunakan secara luas untuk menciptakan beton, mortar, dan bahan
bangunan lainnya. Kekasaran dan kekokohan partikel-partikel pasir
sedang membuatnya menjadi bahan yang ideal untuk menciptakan
struktur bangunan yang kuat dan tahan lama. Selain itu, pasir sedang juga
digunakan sebagai media penyaring, baik untuk penyaringan air maupun
pemurnian air, karena partikel-partikel kasarnya yang dapat menangkap
partikel yang lebih besar dan meningkatkan kualitas air. Dalam industri
pengerjaan logam, pasir sedang berfungsi sebagai bahan cetak yang
membentuk bentuk produk logam ketika logam cair dituangkan ke dalam
cetakan. Selain itu, pasir sedang merupakan bahan baku penting dalam
industri pembuatan kaca, yang digunakan untuk menciptakan campuran
kaca yang kuat dan tahan lama.

D. Batu Lempung (Sampel 5D)

Gambar 4.4 Batu Lempung (Wenworth, 1922)


Pada sampel 5D, dijumpai batuan sedimen klastik dengan warna
segar Abu-abu dan warna lapuk Hitam kecoklatan. Tekstur batuan ini
mencakup Ukuran butir 1/256 mm. Permeabilitas atau kemampuan batuan
untuk dapat meloloskan suatu fluida ialah Buruk, Kebundaran dari batuan
ini mencakup bentuk Rounded yaitu memiliki permukaan yang bundar
dengan ujung-ujung dan tepi butiran cekung, Sortasi Terpilah Baik yang
menunjukkan ukuran besar butir yang seragam, Kemas Tertutup karena
memiliki sedikit ruang antar butir dan Porositas atau kemampuan batuan
untuk menampung likuida ialah Baik, memiliki struktur Tidak berlapis
yang berarti tidak menunjukkan adanya perlapisan pada batuan tersebut.
Komposisi mineral dalam batuan ini tidak adanya fragmen karena tidak
dijumpai butiran yang berukuran lebih besar, matriks pasir sangat halus
serta semen atau pengisi rongga dan pengikat antar butir sedimen berupa
Silika dengan komposisi material SiO2. Nama batuan ini ialah Lempung.
Proses terbentuknya batu lempung, dimulai dengan pelapukan,
yaitu penghancuran fisik dan kimia batuan asal oleh berbagai faktor
seperti perubahan suhu, air, angin, dan tekanan. Selama pelapukan, batuan
asal terurai menjadi partikel-partikel yang sangat halus, yang merupakan
ciri khas lempung. Partikel lempung yang terbentuk dapat mengalami
erosi atau pengikisan ketika diangkut oleh agen transportasi seperti air
sungai, angin, atau gelombang laut, meskipun mereka sangat halus. Proses
transportasi ini memungkinkan partikel lempung untuk mengendap di
lingkungan dengan energi yang sangat rendah atau stabil, seperti perairan
yang tenang atau lingkungan rawa. Selama pengendapan, partikel
lempung sangat halus lambat laun menumpuk dan membentuk lapisan
yang kemudian mengalami pengkompakan akibat tekanan dari lapisan di
atasnya. Tekanan ini membuat partikel lempung menjadi padat seiring
berjalannya waktu. Hasil akhirnya adalah batuan lempung yang memiliki
tekstur halus. Proses ini memakan waktu sangat lama. Lempung memiliki
sejumlah kegunaan penting dalam berbagai industri dan kegiatan manusia.
Pertama, dalam industri keramik dan porselen, batu lempung berperan
sebagai bahan utama yang mampu membentuk produk akhir yang kuat
dan tahan lama setelah proses pemanasan pada suhu tinggi. Selain itu,
dalam industri konstruksi, batu lempung digunakan dalam pembuatan
bata, genteng, dan berbagai bahan bangunan lainnya karena
kemampuannya untuk mengikat material bersama-sama dan membentuk
struktur yang kokoh. Di industri kertas, lempung berfungsi sebagai bahan
pengisi dan penutup permukaan, memberikan tekstur halus dan kualitas
yang baik pada kertas. Selain itu, dalam industri cat, lempung berperan
sebagai bahan pengisi dan penstabil, menyerap pigmen dan bahan
pengikat, sementara memberikan tekstur yang halus pada permukaan yang
dicat.
E. Batupasir Kasar (Sampel 5E)

Gambar 4.5 Batupasir Kasar (Wentworth, 1922)


Pada sampel 5E, dijumpai batuan sedimen klastik dengan warna
segar Abu-abu kecoklatan dan warna lapuk Abu-abu kehitaman. Tekstur
batuan ini mencakup Ukuran butir 1−1 /2 mm . Permeabilitas atau
kemampuan batuan untuk dapat meloloskan suatu fluida ialah Buruk,
Kebundaran dari batuan ini mencakup bentuk Sub-Rounded yaitu
memiliki permukaan yang umumnya datar dengan ujung-ujung yang
membundar, Sortasi Terpilah Baik yang menunjukkan ukuran besar butir
yang seragam, Kemas Tertutup karena memiliki sedikit ruang antar butir
dan Porositas atau kemampuan batuan untuk menampung likuida ialah
Baik, Memiliki struktur Tidak berlapis yang berarti tidak menunjukkan
adanya perlapisan pada batuan tersebut. Komposisi mineral dalam batuan
ini tidak adanya fragmen karena tidak dijumpai butiran yang berukuran
lebih besar, matriks pasir sedang serta semen atau pengisi rongga dan
pengikat antar butir sedimen berupa Silika dengan komposisi material
SiO2. Nama batuan ini ialah Batu pasir Kasar.
Proses terbentuknya batu pasir kasar, dimulai dengan pelapukan,
yaitu penghancuran fisik dan kimia batuan asal oleh berbagai faktor
seperti perubahan suhu, air, angindan tekanan. Selama pelapukan, batuan
asal terurai menjadi fragmen yang lebih kecil, termasuk butiran pasir
kasar. Kemudian, partikel-partikel kasar ini mengalami erosi atau
pengikisan saat diangkut oleh agen-agen seperti air sungai, es, angin, atau
gelombang laut. Namun, butiran pasir kasar mungkin mempertahankan
sifat kasarnya karena struktur resistensinya yang kuat, sehingga tidak
mengalami penghalusan yang signifikan selama erosi. Selanjutnya,
partikel pasir kasar yang telah tererosi diangkut oleh agen transportasi dan
mengendap di lingkungan yang stabil, seperti dasar sungai, laut, atau
danau. Saat terendap, butiran pasir kasar membentuk lapisan yang
kemudian mengalami pengkompakan akibat tekanan dari lapisan di
atasnya. Proses ini membuat butiran pasir kasar menjadi lebih padat. Hasil
akhirnya adalah batuan pasir kasar yang terdiri dari butiran-butiran pasir
yang telah terendapkan, mengalami kompaksi. Butiran kasar ini
mempertahankan tekstur kasarnya karena sifat struktural yang kuat dan
ketahanan terhadap erosi. Proses ini memakan waktu yang cukup lama.
Batu pasir kasar ini memiliki beragam aplikasi dalam industri konstruksi
dan bahan bangunan karena sifatnya yang kokoh dan kuat, sehingga
sering digunakan dalam berbagai proyek konstruksi yang membutuhkan
bahan bangunan yang tahan lama dan bertahan lama.
F. Batu Breksi kerakal (Sampel 5F)

Gambar 4.6 Batu Breksi Kerakal (Wenworth, 1922)

Pada sampel 5F, dijumpai batuan sedimen klastik dengan warna


segar Coklat dan warna lapuk Coklat kehitaman. Tekstur batuan ini
mencakup Ukuran butir 2 – 4 mm. Permeabilitas atau kemampuan batuan
untuk dapat meloloskan suatu fluida ialah Buruk, Kebundaran dari batuan
ini mencakup bentuk Angular yaitu memiliki permukaan yang kasar
dengan ujung-ujung butir yang runcing, Sortasi Terpilah Buruk yang
menunjukkan ukuran besar butir yang beragam, Kemas Terbuka karena
memiliki banyak ruang antar butir dan Porositas atau kemampuan batuan
untuk menampung likuida ialah Baik, memiliki struktur tidak berlapis
yang berarti tidak menunjukkan struktur perlapisan. Komposisi mineral
dalam batuan ini terdapat fragmen berupa andesit, matriks pasir kasar
serta semen atau pengisi rongga dan pengikat antar butir sedimen berupa
Silika dengan komposisi material SiO2. Nama batuan ini ialah Breksi
Kerakal.
Batu breksi kerakal adalah jenis batuan sedimen dengan ciri khas
butiran kasar yang terperangkap dalam matriks yang lebih halus. Proses
terbentuknya batu breksi kerakal dimulai dengan pelapukan batuan asal,
di mana batuan mengalami penghancuran fisik dan kimia oleh faktor-
faktor seperti perubahan suhu, air, angin, dan tekanan. Selama pelapukan,
batuan asal terurai menjadi fragmen yang lebih kecil, termasuk butiran
kasar. Kemudian, partikel-partikel hasil pelapukan, terutama butiran
kasar, mengalami erosi saat diangkut oleh agen transportasi seperti air
sungai, angin, atau gelombang laut. Erosi menyebabkan butiran kasar
menjadi lebih kasar dan tajam. Butiran kasar tersebut kemudian diangkut
ke lingkungan yang stabil dan mengendap di dasar sungai, laut, atau
danau. Proses pengendapan ini memungkinkan butiran kasar untuk
mengendap dan membentuk lapisan. Terkadang, butiran kasar ini
terperangkap dalam matriks yang lebih halus, seperti tanah liat atau
butiran pasir halus, yang mengisi rongga-rongga antara butiran kasar dan
menjaga agar butiran kasar tetap bersatu. Setelah pengendapan, lapisan
batuan breksi kerakal mengalami pengkompakan akibat tekanan dari
lapisan di atasnya, menghasilkan batuan yang padat dengan butiran kasar
yang terjebak dalam matriks yang lebih halus. Akhirnya, terbentuklah
batu breksi kerakal. Proses ini memerlukan waktu yang panjang dan
berbagai tahap untuk menciptakan batuan breksi kerakal. Batu breksi
kerakal memiliki beragam penggunaan dalam industri konstruksi dan
sebagai bahan hiasan karena keunikannya dalam tekstur dan kekuatan
yang tahan lama.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Batuan Sedimen Silisiklastik: Batuan sedimen silisiklastik merujuk pada
jenis batuan sedimen yang terbentuk dari endapan fragmen mineral silikat
yang berasal dari pelapukan batuan induk yang mengandung mineral
silikat, seperti kuarsa, feldspar, dan mineral lainnya. Proses pembentukan
batuan ini melibatkan pengikisan, transportasi, dan pengendapan fragmen-
framen tersebut di tempat lain.
2. Petrofisik dari batuan sedimen silisiklastik mencakup sifat-sifat seperti
porositas, permeabilitas, kepadatan, dan kekuatan. Porositas mengacu pada
jumlah ruang kosong di dalam batuan yang dapat menampung fluida,
sementara permeabilitas menggambarkan kemampuan batuan untuk
mengalirkan fluida. Kepadatan dan kekuatan menunjukkan kepadatan dan
ketahanan batuan terhadap tekanan dan gaya eksternal.
3. Proses pembentukan batuan sedimen silisiklastik dimulai dengan
pelapukan batuan silikat yang kemudian diangkut oleh air, angin, atau es,
sebelum akhirnya terendapkan di tempat lain. Di sana, fragmen mineral
mengalami proses litifikasi, termasuk proses pengendapan, kompaksi, dan
cementasi, yang mengubah fragmen tersebut menjadi batuan sedimen yang
padat.
4. Klasifikasi batuan sedimen silisiklastik dapat didasarkan pada ukuran
butiran, dengan kategori seperti batu lempung, batu pasir, atau batu breksi,
tergantung pada ukuran butiran yang dominan. Selain itu, batuan sedimen
silisiklastik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan komposisi
mineraloginya, seperti batu kuarsa yang dominan, batu arkosa yang
mengandung feldspar, atau batu litharenit yang mengandung fragmen
mineralik yang beragam.
5. Batuan Sedimen Silisiklastik yang dideskripsikan pada praktikum ini yaitu
batuan Batupasir halus, Batu Lanau ,Batupasir Sedang, Batu Lempung,
Batupasir Kasar, dan Batu Breksi
5.2 Saran
Praktikan sangat mengharapkan agar di praktikum selanjutnya agar bisa
berjalan dengan baik. Hal ini harus ditunjang dengan perlengkapan dan
peralatan laboratorium yang memadai, semua jenis batuan dan mineral harus
tersedia. Selain itu, diharapkan agar semua praktikan yang melakukan
praktikum agar bisa menjaga dan memelihara semua perlengkapan dan
peralatan laboratorium yang ada beserta semua jenis batuan dan mineral.
DAFTAR PUSTAKA

Boggs, S. (2006). Petrology of Sedimentary Rocks. Cambridge University Press.


Blatt, H., Middleton, G., & Murray, R. (1980). Origin of Sedimentary Rocks.
Prentice-Hall.
Prothero, D. R., & Schwab, F. (2004). Sedimentary Geology: An Introduction to
Sedimentary Rocks and Stratigraphy. W. H. Freeman.
Nichols, G. (2009). Sedimentology and Stratigraphy. John Wiley & Sons.
Leeder, M. (1999). Sedimentology and Sedimentary Basins: From Turbulence to
Tectonics. Wiley-Blackwell.
Geohazard. (2015). “Struktur-struktur Batuan Sedimen”

Anda mungkin juga menyukai