LANDASAN TEORI
3.1 Umum
Pembuatan lereng tambang dilakukan pada massa batuan yang memiliki struktur
geologi yang kompleks didalamnya. Oleh karena itu perlu suatu perencanaan yang
dalam keadaan setimbang terhadap gaya-gaya yang timbul dari dalam (tekanan
vertikal, tekanan horizontal, dan tekanan pori air). Kesetimbangan massa batuan akan
konstruksi lereng tambang. Dengan terjadinya hal tersebut, maka massa batuan akan
berusaha mencapai keadaan kesetimbangan yang baru secara alamiah. Cara ini
biasanya berupa proses degradasi atau pelepasan beban (release stress), terutama
dalam bentuk longsoran sampai akhirnya tercapai keadaan kesetimbangan yang baru.
geologi, bidang diskontinu, kondisi air tanah dan beban dinamik, merupakan faktor-
faktor yang harus diperhatikan untuk dapat menganalisis kemantapan lereng secara
23
24
Massa batuan merupakan volume batuan yang terdiri dari material batuan
berupa mineral, tekstur, dan komposisi serta terdiri dari bidang-bidang diskontinu,
membentuk suatu material dan saling berhubungan dengan semua elemen sebagai
suatu kesatuan. Kekuatan massa batuan sangat dipengaruhi oleh frekuensi dan
kerapatan bidang-bidang diskontinu yang terbentuk, oleh sebab itu massa batuan
akan mempuyai kemampuan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan batuan utuh
(intact rock). Menurut Hoek dan Bray (1981), massa batuan adalah batuan insitu
yang dijadikan diskontinu oleh sistem struktur batuan seperti kekar, sesar, lipatan dan
bidang perlapisan. Konsep pembentukkan massa batuan (lihat Gambar 3.1) dituliskan
oleh Palmstrom (2001) dalam sebuah tulisan yang berjudul “Measurements and
Mineral
Tekstur MATERIAL
MATERIAL BATUAN
BATUAN
Komposisi
MASSA
BATUAN
Sifat fisik kekar
Pola kekar KEKAR
KEKAR
Bobot isi kekar
a. Struktur primer, yaitu struktur yang terjadi pada saat proses pembentukkan
batuan. Misalnya :
yang tidak diketahui batasnya. Sedangkan yang agak kecil ukuran nya
disebut stok.
sekunder.
26
batuan menjadi bagian yang terpisah. Menurut Priest (1993), pengertian bidang
diskontinu merupakan setiap bidang lemah yang terjadi pada bagian yang memiliki
kuat tarik paling lemah dalam batuan. Menurut Gabrielsen (1990), keterjadian bidang
mineralisasi, dan rekristalisasi yang terjadi pada massa batuan dalam waktu yang
panjang.
terbentuk karena tekanan tarik yang terjadi pada batuan. Hal ini yang membedakan
disebut sebagai struktur batuan, sedangkan batuan yang tidak pecah disebut sebagai
a. Kekar (joint), adalah rekahan/patahan pada lapisan batuan yang terjadi akibat
perpindahan tempat.
b. Sesar (fault), adalah rekahan/patahan pada lapisan batuan yang terjadi akibat
perpindahan tempat/dislokasi/pergeseran.
27
c. Lipatan (fold), adalah struktur lapisan batuan sedimen berbentuk lipatan atau
tekanan.
Dari semua bidang diskontinu yang ada, kekar adalah yang paling sering
diskontinu yang telah pecah dan terbuka, sehingga bidang kekar disebut bidang
lemah. Selain itu kekar sering atau bahkan hampir selalu ada pada suatu massa
batuan. Oleh sebab itu, dalam pertimbangan geoteknik, seringkali kekar lebih
digunakan secara umum. Berikut ini akan dibahas beberapa poin yang berkaitan
Set kekar (joint set) adalah sejumlah kekar yang memiliki orientasi relatif
diskontinu, yaitu :
28
a) Spasi total (total spacing) adalah jarak total antar bidang diskontinu
permukaan.
b) Spasi set kekar (joint set spacing) adalah jarak antara bidang
diskontinu dalam satu joint set. Jarak diukur di sepanjang lubang bor
c) Spasi set normal (normal set spacing) merupakan jarak yang diukur
Orientasi bidang diskontinu (lihat Gambar 3.2) yaitu kedudukan dari bidang
diskontinu yang meliputi arah dan kemiringan bidang. Arah dan kemiringan
direction/dip azimuth).
a) Jurus (strike)
diskontinu yang miring. Arah ini diukur dari utara (U) searah jarum
b) Kemiringan (dip)
(DDR) di ukur dari utara (U) searah jarum jam ke arah penunjaman
29
bidang diskontinu atau sama dengan 90O dari strike searah jarum jam
gaya beratnya.
FK =
∑ MomenGaya Penahan
∑ MomenGaya Meluncur
Faktor-faktor momen gaya penahan dan momen gaya meluncur akan
dijabarkan pada tabel dibawah (lihat Tabel 3.1 dan Tabel 3.2).
Tabel 3.1
30
2 Kekuatan batuan utuh (intact rock), Adanya bidang diskontinu, yaitu kekar, sesar,
semakin kompak dan berbutir halus. lipatan, dan perlapisan.
biasanya relatif lebih kuat dan stabil
terhadap longsoran.
3 Kohesi dan sudut geser dalam, Kehadiran air (aliran air), akan memperlemah
semakin besar kohesi dan sudut kohesi karena dapat berfungsi seperti
geser dalam, maka kekuatan geser pelumas pada bidang geser, meningkatkan
batuan akan semakin kuat. Dengan beban, dan menambah tekanan hidraulik.
demikian akan lebih mantap
Tabel 3.2
adalah :
32
Kurang Kurang
Teliti Teliti
Teliti Teliti
Dengan gempa 1,5 1,75 1,35 1,5
Tinggi
Tanpa gempa 1,8 2 1,6 1,8
Keterangan :
1) - Risiko Tinggi apabila ada konsekuensi terhadap manusia cukup besar
(ada pemukiman), dan atau bangunan sangat mahal, dan atau sangat
penting.
- Risiko Menengah apabila ada konsekuensi terhadap manusia tetapi sedikit
(bukan pemukiman), dan atau bangunan tidak begitu mahal, dan atau tidak
begitu penting.
- Risiko Rendah apabila tidak ada konsekuensi terhadap manusia dan
bangunan (sangat murah).
2) - Kuat Geser Maksimum adalah harga puncak dan dipakai bila massa
tanah/batuan yang potensial longsor tidak mempunyai bidang
diskontinuitas dan belum pernah mengalami gerakan.
- Kuat Geser Sisa digunakan bila massa tanah/batuan yang potensial
longsor mempunyai bidang diskontinuitas, dan atau pernah bergerak
(walaupun tidak mempunyai bidang diskontinuitas).
kemantapan lereng, yaitu topografi, geologi, sifat fisik dan mekanik batuan, geometri
lereng, tinggi muka air tanah, iklim, dan beban luar/dinamik. Berikut akan dijelaskan
a. Topografi
33
erosi dan pengendapan serta menentukan arah aliran air permukaan dan air
tanah. Hal ini disebabkan karena untuk daerah yang curam, kecepatan aliran
dibandingkan pada daerah yang landai. Karena erosi yang intensif, akan
lebih cepat. Batuan yang lapuk mempunyai kekuatan yang rendah sehingga
b. Geologi
Dari aspek geologi perlu digambarkan jenis batuan yang membentuk lereng
yang notabene sebagai tempat merembesnya air, sehingga massa batuan lebih
mudah longsor.
Untuk sifat fisik, parameter yang diperlukan adalah bobot isi (γ ¿. Sedangkan
untuk sifat mekanik batuan adalah nilai kuat tekan(σ), kuat geser ( τ), kohesi
d. Geometri Lereng
Lereng yang terlalu tinggi akan cenderung untuk lebih mudah longsor
dibanding dengan lereng yang tidak terlalu tinggi dan dengan jenis batuan
semakin tidak stabil.
e. Air Tanah
Pengaruh air tanah terhadap kemantapan lereng terletak pada adanya tekanan
air pori pada bidang gelincir yang secara efektif akan mengurangi kekuatan
geser batuan.
f. Iklim
dengan daerah dingin, oleh karena itu singkapan batuan pada lereng di daerah
tropis akan lebih cepat lapuk dan ini akan mengakibatkan lereng
g. Beban Luar/Dinamik
Ada beberapa faktor luar yang juga mempengaruhi kemantapan lereng, yaitu :
penambangan.
c) Gempa bumi.
Ada beberapa jenis longsoran yang umum dijumpai dalam massa batuan di
yang terjadi disepanjang bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut
c) Kemiringan bidang luncur lebih besar dari sudut geser dalam (ψp > ∅).
36
Keterangan :
Gambar
ψf =3.3 Longsoran
Kemiringan lereng Bidang (Plane Failure)
ψp = Kemiringan bidang luncur
= Sudut geser dalam
ψf ψp
For Sliding
Longsoran baji terjadi bila terdapat dua bidang lemah atau lebih berpotongan
3.4). longsoran baji ini dapat dibedakan menjadi 2 tipe longsoran, yaitu :
Untuk longsoran tunggal, luncuran terjadi pada salah satu bidang, sedangkan
Longsoran guling umumnya terjadi pada lereng yang terjal dan pada massa
b) Jika ψp < dan ∆ x / y < tan ψp, balok akan langsung mengguling.
d) Jika ψp > dan ∆ x / y < tan ψp, balok akan menggelincir kemudian
mengguling.
39
alam, terutama pada material tanah dan batuan yang telah mengalami
yang keras, longsoran busur hanya dapat terjadi jika batuan sudah
Dalam open pit coal mining, dimana batu bara yang di tambang merupakan
batuan sedimen yang berlapis-lapis, kasus kelongsoran terjadi pada lereng high wall
dan low wall. Pada lereng highwall, bidang perlapisan batuan mempunyai arah
kemiringan yang berlawanan dengan lereng. Maka tipe longsoran akan dipengaruhi
41
oleh hadirnya struktur geologi selain bidang perlapisan dan tingkat pelapukan batuan,
sehingga potensi kelongsoran akan berbentuk bidang, baji, guling dan busur (Hoek
dan Bray, 1981). Sedangkan dalam lereng low wall, bidang perlapisan batuan
kelongsoran pada lereng low wall adalah tebal perlapisan batuan, adanya kekar/sesar,
dan infiltrasi air. Tipe kelongsoran yang berpotensi terjadi di lereng low wall adalah :
a) Longsoran Buckling
perlapisan yang tipis dan memiliki kemiringan yang curam. Semakin dalam
Longsoran ini terjadi bilamana bidang perlapisan penyusun lereng low wall
berupa bidang perlapisan yang relatif tebal dan agak lapuk. Longsoran terjadi
disepanjang bidang perlapisan batuan yang semi busur dengan bidang gelincir
sampai muka lereng atau melewati bidang lemah yang lain (lihat Gambar 3.8)
42
43
Buckling
batuan (Rock Mass Classification) yang terdiri dari beberapa parameter sangat cocok
diskontinu dan kondisi bidang diskontinu, serta indeks nilai kekuatan batuan. Pada
massa batuan.
massa batuan.
Beberapa klasifikasi massa batuan yang banyak dipakai atau dimodifikasi untuk
oleh Bieniawski (1973). RMR terdiri dari enam parameter dan pembobotan untuk
mengklasifikasi massa batuan, yaitu kuat tekan batuan utuh (Uniaxial Compressive
Strength dan Point Load Index), Rock Quality Designation (RQD), jarak/spasi kekar,
Kuat tekan batuan utuh adalah kemampuan dari material batuan untuk dapat
bertahan terhadap gaya yang bekerja padanya. Nilai kuat tekan batuan utuh
dapat diperoleh dari uji kuat tekan uniaksial (Uniaxial Compressive Strength)
dan uji Point Load Index (PLI). Pengujian kuat tekan uniaksial (UCS)
batuan yang berbentuk silinder, balok atau prisma dari satu arah (uniaxial)
P π X D²
Kuat tekan (σc) = ; A=
A 4
π = Konstanta (3,14)
P
2
Is = D
pembobotan berdasarkan nilai UCS dan PLI-nya seperti tertera pada Tabel
3.4 berikut :
b. Rock
Quality
Designation (RQD)
didefinisikan sebagai persentase dari inti bor yang diperoleh dengan panjang
lebih dari 10 cm (lihat Gambar 3.7) dan jumlah inti bor tersebut umumnya
RQD=
∑ xi x 100 %
L
Keterangan :
Apabila inti bor tidak tersedia, RQD dapat dihitung secara tidak langsung
persamaan untuk menentukan RQD dari data scan line sebagai berikut :
Dimana λ merupakan rasio antara jumlah kekar dengan panjang scan line
(kekar/meter).
persentase recovery pada inti bor seperti tertera pada Tabel 3.5 berikut :
25 – 50 Buruk 8
50 – 75 Sedang 13
75 – 90 Baik 17
90 – 100 Sangat baik 20
Jarak kekar adalah jarak tegak lurus antara dua bidang kekar yang saling
berdasarkan nilai jarak antar kekar-nya seperti tertera pada Tabel 3.6 berikut :
b) Kekasaran (roughness)
c) Pemisahan (separation/aperture)
Material pengisi berada pada celah yang terbuka antara dua dinding
filling (kuarsa, kalsit, pasir, dll) dan soft filling (lempung, lanau, mika,
Tabel 3.10.
e) Pelapukan (weathering)
Rendah 1–3 4
Sedang 3 – 10 2
Tinggi 10 – 20 1
Sangat tinggi > 20 0
Tidak ada 6
Air tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kemantapan lereng,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, berat air tanah
dalam hal ini dinyatakan sebagai bobot isi air (gw) dapat memberikan
Sedangkan secara tidak langsung, terdapatnya air tanah dalam jangka waktu
pelapukan.
sebagai salah satu kondisi berikut : kering (completely dry), lembab (damp),
(Lt/men)
Tekanan 0 < 0.1 0.1 - 0.2 0.2 - 0.5 > 0.5
air/tekanan
utama major
Kondisi Kering Lembab Basah Menetes Mengalir
umum
Bobot 15 10 7 4 0
53
penggalian yang dilakukan (Lihat Tabel 3.13 dan Tabel 3.14). Oleh karena itu
dalam perhitungan RMR, bobot parameter ini dilakukan secara terpisah dari
Bobot Fondasi 0 -2 -7 - 15 - 25
Lereng 0 -5 - 25 - 50 - 60
keseluruhan bobot tersebut menjadi nilai total RMR. Nilai RMR ini kemudian
54
kohesi, dan sudut geser dalam (lihat Tabel 3.15 dan Tabel 3.16) untuk setiap
Tabel 3.15 Kelas Massa Batuan menurut Bobot Total (Bieniawski, 1989)
kemantapan lereng dengan sistem klasifikasi Slope Mass Rating (SMR). Sistem SMR
lereng, dan metode ekskavasi lereng. Faktor penyesuain untuk orientasi bidang
terhadap orientasi lereng, aspek tersebut tidak dijelaskan secara komprehensif pada
sistem klasifikasi RMR yang dibuat oleh Bieniawski (1984). Pendekatan ini sangat
55
cocok untuk penilaian awal kemantapan lereng batuan, termasuk batuan lunak
ataupun massa batuan yang sangat terkekarkan (heavily jointed rock mass).
Dimana :
F1 = [ 1 – sin (α s– α j) ]2
F1 = tg2 x β j
(β s)
SMR = RMR – (F1 x F2 x F3) + F4
F4 : Merupakan penyesuaian untuk metode ekskavasi/peledakan.
Pembobotan dari masing-masing parameter nilai F1, F2, F3, dan F4, dapat
Tabel 3.17
Kriteria
Sangat me- Menguntung- Tak mengun- Sangat tak
Kasus faktor Sedang
nguntungkan kan tungkan menguntungkan
koreksi
T |aj - as - 180|
T F2 1 1 1 1 1
P/T F3 0 -6 - 25 - 50 - 60
Keterangan:
aj = dip.dir kekar as = dip.dir lereng β j = dip kekar
β s = dip lereng P = longsoran planar T = longsoran toppling
Tabel 3.18
Tabel 3.19
Deskripsi Kelas SMR
Kelas SMR Deskripsi Stabilitas Kelongsoran Penyangga
I 81-100 Sangat baik Sangat stabil Tidak ada Tidak ada
Sedikit di beberapa
II 61-80 Baik Stabil Beberapa blok
tempat tertentu
Beberapa
III 41-60 Normal Sebagian stabil bidang atau Sistematis
banyak baji
Bidang atau
IV 21-40 Buruk Tidak stabil Penting
baji besar
57
Dari beberapa riset dan penelitian para ahli geoteknik, diperoleh beberapa
1. Hall (1985, dalam Djakamihadja & Soebowo, 1996), memberikan nilai SMR
sebagai berikut :
SMR = 35 ln x RMR – 71