yang
ilmu
akan
memberi
kelapangan
untukmu.
dan
apabila
mengatakan
haram
namun
Abu
Mansyur
al
Baghdadi
itu tidak masalah. Dia sendiri pernah menciptakan sebuah lagu untuk
dinyanyikan para pelayan" (Abdurrahman Al-Baghdadi, 1991: 21)
Namun menurut Quraish Shihab dalam bukunya Lentera Hati
menyatakan bahwa seniman dan budayawan bebas melukiskan apa saja selama
karyanya tersebut dinilai sebagai bernafaskan Islam. (M. Quraish Shihab, 1999:
371)
Melihat berkembangnya seni yang ada penulis memandang pendapat
Quraish Shihab lebih araif dalam menyikapi perkembangan zaman yang mana
kebutuhan masa kini tentu saja lebih komplek sifatnya dibandingkan dengan
kebutuhan pada masa awal Islam.
3. Fakta IPTEKS dalam al-Quran
Setelah membahas ipteks dalam Islam secara global, disini akan
dipaparkan beberapa fakta ilmiah dalam Al Quran. Al Quran merupakan satusatunya mujizat yang tak lekang dimakan zaman. Al Quran ini bersifat
universal untuk seluruh umat manusia.
Salah satu sifat asli Al-Quran yang membedakannya dari bible adalah
bahwa untuk mengilustrasikan penegasan yang berulang-ulang tentang
kemahakuasaan Tuhan, kitab tersebut merujuk kepada suatu keragaman gejala
alam (Maurice Bucaille, 1998: 195).
Diantara aspek-aspek terpenting dari pemikiran ini, bahwa al-Qur'an
berisi informasi tentang fakta-fakta ilmiah yang amat sesuai dengan penemuan
manusia, yang diantaranya adalah sebagai berikut:
v Bahwa seluruh kehidupan berasal dari air
QS. Al-Anbiya [21]: 30,
Artinya:
dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan
bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan
antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka
Mengapakah mereka tiada juga beriman?
v Bahwa alam semesta terbentuk dari gumpalan gas (di dalam al-Qur'an disebut
dengan ad-Dukhan)
QS. Fushshilat [41]: 11
Artinya:
Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih
merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah
kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya
menjawab: "Kami datang dengan suka hati".
Selain fakta ilmiah yang disebutkan diatas juga tampak dari penamaan
surat-surat dalam Al Quran antara lain: An-Nahl, An-Naml, Al-Hadid, AdDukhan, An-Najm, Al-Qomar dan masih banyak lagi yang lainnya.
Dari beberapa fakta ilmiah tersebut di dalam al-Qur'an, amatlah jelas
bahwa al-Qur'an memberikan petunjuk kepada manusia tentang berbagai hal.
Untuk mengetahui secara detail dan seksama, maka manusialah yang harus
berusaha untuk memecahkan berbagai problematika keilmuan yang didapati
dalam kehidupan ini dengan berlandaskan pada ajaran al-Qur'an. Dengan
berlandaskan kepada al-Qur'an, manusia akan mengetahui hasil penelitiannya
mengenai alam melalui "pengkomparasian (pencocokan)" dengan al-Qur'an",
apakah sesuai dengan apa yang telah dijelaskan oleh al-Qur'an atau sebaliknya
(Nasim Butt, 2001: 60)
Disamping contoh fakta ilmiah tersebut di atas, terdapat pula ayat yang
mengisyaratkan tentang teknologi kepada umat manusia. Al-Qur'an tidak
menghidangkan teknologi suatu ilmu yang murni dan lengkap, tetapi hanya
oleh
empiri
maupun
yang
mencakup
permasalahan
yang
transcendental seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia, dunia dan
segenap isinya serta kehidupan di akhirat nanti (di hari kemudian). Pengetahuan
ini berdasarkan kepercayaan atau keimanan kepada Allah sebagai sumber
pengetahuan, kepada kehidupan di akhirat, kepada malaikat-malaikat (sebagai
perantara Allah menemui para nabi), kepada kitab-kitab suci (sebagai cara
penyampaian) dan kepada para nabi (sebagai perantara dan penerima wahyu
Allah). Kepercayaan inilah yang merupakan titik tolak dalam agama lewat
pengakajian selanjutnya dalam meningkatkan atau menurunkan kepercayaan itu.
Istilah teknologi berasal dari perkataan Yunani technologia yang artinya
pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan. Teknologi yaitu usaha
manusia dalam mempergunakan segala bantuan fisik atau jasa-jasa yang dapat
memperbesar produktivitas manusia melalui pemahaman yang lebih baik,
adaptasi dan kontrol, terhadap lingkungannya. Teknologi merupakan penerapan.
Oleh karena itu, teknologi berbeda dalam dimensi ruang dan waktu (Soemitro,
1990).
Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta dari kata a berarti tidak dan
gama berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti sesuatu yang tidak
kacau. Jadi fungsi agama dalam pengertian ini memelihara integritas dari seorang
atau sekelompok orang agar hubungannya dengan Tuhan, sesamanya, dan alam
sekitarnya tidak kacau. Karena itu menurut Hinduisme, agama sebagai kata
benda berfungsi memelihara integritas dari seseorang atau sekelompok orang
agar hubungannya dengan realitas tertinggi, sesama manusia dan alam
sekitarnya. Ketidak kacauan itu disebabkan oleh penerapan peraturan agama
tentang moralitas,nilai-nilai kehidupan yang perlu dipegang, dimaknai dan
diberlakukan.
Pengertian itu jugalah yang terdapat dalam kata religion (bahasa Inggris)
yang berasal dari kata religio (bahasa Latin), yang berakar pada kata religare
yang berarti mengikat. Dalam pengertian religio termuat peraturan tentang
kebaktian bagaimana manusia mengutuhkan hubungannya dengan realitas
tertinggi (vertikal) dalam penyembahan dan hubungannya secara horizontal
(Sumardi, 1985:71)
Islam juga mengadopsi kata agama, sebagai terjemahan dari kata al-Din
seperti yang dimaksudkan dalam Al-Quran surat 3: 19 ( Zainul Arifin Abbas,
1984: 4). Agama Islam disebut Din dan Al-Din, sebagai lembaga Ilahi untuk
secara
kontinyu,
konvergen,
dan
konsentris.
Jadi
sebuah
kebudayaan
dilepaskan
dari
pengaruh
agama.
dipraktikkan. Tidak ada agama yang bebas budaya dan apa yang disebut Sang
Illahi tidak akan mendapatkan makna manusiawi yang tegas tanpa mediasi
budaya, dlam masyarakat Indonesia saling mempengarui antara agama dan
kebudayaan sangat terasa. Praktik inkulturasi dalam upacara keagamaan hamper
umum dalam semua agama.
Budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia
dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi
dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan
beberapa kondisi yang objektif.
Budaya agama tersebut akan terus tumbuh dan berkembang sejalan
dengan perkembangan kesejarahan dalam kondisi objektif dari kehidupan
penganutnya.
Hubungan kebudayaan dan agama tidak saling merusak, kuduanya justru
saling mendukung dan mempengruhi. Ada paradigma yang mengatakan bahwa
Manusia yang beragma pasti berbudaya tetapi manusia yang berbudaya belum
tentu beragama.
Jadi agama dan kebudayaan sebenarnya tidak pernah bertentangan karena
kebudayaan
bukanlah
sesuatu
yang
mati,
tapi
berkembang
terus
tarian dan seni ukiran, Maka dari agama pribumi bangsa Indonesia mewarisi
kesenian dan estetika yang tinggi dan nilai-nilai kekeluargaan yang sangat luhur.
Lapisan kedua dalah Hinduisme, yang telah meninggalkan peradapan
yang menekankan pembebasan rohani agar atman bersatu dengan Brahman maka
dengan itu ada solidaritas mencari pembebasan bersama dari penindasan sosial
untuk menuju kesejahteraan yang utuh. Solidaritas itu diungkapkan dalam
kalimat Tat Twam Asi, aku adalah engkau.
Lapisan ketiga adaalah agama Buddha, yang telah mewariskan nilai-nilai
yang menjauhi ketamakan dan keserakahan. Bersama dengan itu timbul nilai
pengendalian diri dan mawas diridengan menjalani 8 tata jalan keutamaan.
Lapisan keempat adalah agama Islam yang telah menyumbangkan
kepekaan terhadap tata tertib kehidupan melalui syariah, ketaatan melakukan
shalat dalam lima waktu,kepekaan terhadap mana yang baik dan mana yang jahat
dan melakukan yang baik dan menjauhi yang jahat (amar makruf nahi munkar)
berdampak pada pertumbuhan akhlak yang mulia. Inilah hal-hal yang
disumbangkan Islam dalam pembentukan budaya bangsa.
Lapisan kelima adalah agama Kristen, baik Katholik maupun Protestan.
Agama ini menekankan nilai kasih dalam hubungan antar manusia. Tuntutan
kasih yang dikemukakan melebihi arti kasih dalam kebudayaan sebab kasih ini
tidak menuntut balasan yaitu kasih tanpa syarat. Kasih bukan suatu cetusan
emosional tapi sebagai tindakan konkrit yaitu memperlakukan sesama seperti diri
sendiri. Atas dasar kasih maka gereja-gereja telah mempelopori pendirian Panti
Asuhan, rumah sakit, sekolah-sekolah dan pelayanan terhadap orang miskin.
Apakah gunanya menggunakan pendekatan kebudayaan terhadap agama.
Yang terutama adalah kegunaannya sebagai alat metodologi untuk memahami
corak keagamaan yang dipunyai oleh sebuah masyarakat dan para warganya.
Kegunaan kedua, sebagai hasil lanjutan dari kegunaan utama tersebut, adalah
untuk dapat mengarahkan dan menambah keyakinan agama yang dipunyai oleh
para warga masyarakat tersebut sesuai dengan ajaran yang benar menurut agama
tersebut, maka menjadi susunan idhafah (
) , yaitu susunan kata yang
terdiri dari kata yang disandari (mudhaf) dan kata yang disandarkan (mudhaf
ilaihi). Kata sunnat berkedudukan sebagai mudhaf (
) dan kata Allah
berkedudukan sebagai mudhaf ilaihi (
) nya.
Di dalam bahasa Arab, kata sunnah dengan fi'il madhi (kata kerja untuk
masa lampau)-nya sanna (
) ini mempunyai beberapa arti. Di antaranya
adalah, thariqah (jalan, cara, metode), sirah (peri kehidupan, perilaku), thabiah
(tabiat, watak), syariah (syariat, peraturan, hukum) atau dapat juga berarti suatu
pekerjaan yang sudah menjadi tradisi (kebiasaan)(Ahmad Warson Munawwir,
1993: 1135).
Menurut Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyyah, sunnah adalah kebiasaan yang
dilakukan kedua kalinya seperti apa yang dilakukan pertama kalinya. Sedangkan
menurut Ar Razi, sunnah adalah jalan yang lurus dan tauladan yang diikuti. Di
antara pendapat kedua tokoh Islam dan beberapa pendapat lain tentang arti kata
sunnah, makna sunnah berkisar pada jalan yang diikuti (Abdul Karim Zaidan:
25). Dan secara umum, kata sunnat digunakan oleh al-Qurn sebagai cara atau
aturan (Rahmat Taufiq Hidayat, 1996: 135).
Sedangkan kata Allah adalah nama bagi Dzat Tuhan Yang Maha Esa, Kata
Allah telah dikenal sejak masa pra Islam oleh orang-orang Arab. Ia adalah salah
satu tuhan (dewa) orang Mekkah, tuhan yang menempati posisi tertinggi dan
tentu saja tuhan (yang dianggap) sebagai pencipta (A. Abel, 1960: 406).
Jadi, sunnatullh dapat diartikan sebagai cara Allah memperlakukan
manusia, yang dalam arti luasnya bermakna ketetapan-keteapan atau hukumhukum Allah yang berlaku untuk alam semesta (Rahmat Taufiq Hidayat, 1996:
135).
Sedangkan, di antara beberapa pengertian secara terminologis adalah
bahwa Sunnatullh adalah sebagai jalan yang dilalui dalam perlakuan Allah
terhadap manusia sesuai dengan tingkah laku, perbuatan dan sikapnya terhadap
syariat Allah dan Nabi-Nya dengan segala implikasi nilai akhir di di dunia dan
akhirat (Abdul Karim Zaidan: 25).
2. Pandangan Dasar tentang Sunatullah
Terma Sunnatullah yang banyak disebutkan di dalam al-Quran merupakan
terma bagi aturan global yang berlaku dan ditetapkan oleh Allah terhadap seluruh
komponen alam semesta. Mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar, dari
yang bersifat materi maupun yang immateri, seluruhnya berjalan di atas aturanaturan ini. Dan secara umum, aturan tersebut berdiri diatas hukum sebab-akibat
(kausal) atau premis dan hasil akhir (conclution)(Abdul Karim Zaidan: 33).
Di dalam al-Quran dijelaskan:
Artinya:
Kami datangkan bagi setiap sesuatu dengan adanya sebab. (QS. al-Kahfi
[18]: 84)
Artinya:
Tidak ada suatu keberatan pun atas nabi tentang apa yang telah ditetapkan
Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya
pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu
suatu ketetapan yang pasti berlaku.
b. Ayat-ayat yang menunjukan bahwa baik penciptaan ataupun sebab-sebab
kejadian di dalam alam mengikuti ukuran tertentu, dan setiap wujud alam
memiliki rentang kehidupan yang terbatas dan pasti.
Surat Ar-Rahman [55]: 5
Artinya:
Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitunan.
Surat Al-Hijr [15]: 21
Artinya:
Dan tidak ada sesesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanah
(sumber)-nya dan Kami tidak menurunkannya kecuali dengan ukuranukuran yang tertentu.
3.
Ketentuan Sunatullah
Sunnatullah adalah hubungan ilmiah, dan dapat diterangkan secara
ilmiah dan logika
Sunnatullah adalah hukum kausal, hubungan sebab akibat yang
terjadi di alam, yang dapat diterangkan secara ilmiah. Misalnya seseorang
sakit, kemudian dia (si sakit) memakan obat, lantas sembuh. Ini adalah
sunnatullah, hubungan sebab akibat, jika makan obat maka bakteri penyebab
sakit akan mati dan, penyakit yang disebabkan oleh bakteria tersebut akan
hilang atau sembuh. Jika tidak makan obat kemungkinan sembuh dengan
segera itu kecil.
Dengan mengetahui hubungan sunnatullah di alam di alam maka kita
harus tidak meyakini bahwa obatlah yang menyembuhkan si sakit, tetapi
tetap Allah swt karena dengan sunnatullah yang berlaku dialamlah yang
menyebabkan si sakit sembuh setelah makan obat. Obat disini hanyalah
usaha manusia. Dengan makan obat maka hubungan sebab akibat berlaku,
dan menyembuhkan si sakit.
Sunnatullah sesuatu yang dapat diukur, diperhitungkan dan diramalkan
Dengan mengetahui adanya sunnatullah di alam kita dapat
membedakan mana ramalan atau prediksi ilmiah dengan ramalan yang
menyebabkan syirik. Ramalan Cuaca, Ramalan akan terjadi Gerhana
matahari, adalah contoh-contoh ramalan prediksi ilmiah yang didapat
melalui penelitian dan perhitungan ilmiah. Tetapi jika ramalan nasib
memakai kartu, ramalan nasib dengan bintang berdasarkan tanggal lahir,
astrologi adalah contoh-contoh ramalan yang dapat jatuh kepada
kemusyrikan.
DAFTAR PUSTAKA
Al Baghdadi, Abdurrahman. Seni Dalam Pandangan Islam: Seni Vocal, Musik &
Tari. Gema Insani Press. Jakarta. 1991
Bucaille, Maurice. Asal Usul Manusia: Menurut Bibel AL-Quran Sain. Mizan
Bandung. 1998.
Ghulsyani, Mahdi. Filsafat-Sains Menurut AL-Quran. Mizan. Bandung. 1998.
Komaruddin. Kamus Riset. Angkasa. Bandung. 1987.
Shihab, M. Quraish. Lentera Hati: kisah Hikmah Dan Kehidupan. Mizan.
Bandung. 1999.
Soejoeti, Zalbawi, et.al.. Al-Islam & Iptek, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
1998.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa Dep Dik Bud.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka .Jalarta 1999.
Tim Penyusun Ensiklopedia Indonesia. Ensiklopedia Indonesia. PT. Ikhtiar BaruVan Hoeve. Jakarta. jilid V
Ahmad Warson Munawwir. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, Pustaka
Progressif. Surabaya, 2002.
Rahmat Taufiq Hidayat. Khazanah Istilah Al Quran, Mizan, Bandung, 1996.
Endang Saifuddin Anshari. Ilmu Filsafat dan Agama, PT. Bina Ilmu, Surabaya,
1981.
M. Dawam Rahardjo. Ensiklopedi al-Quran Tafsir Sosial Berdasarkan Konsepkonsep Kunci, Paramadina, Jakarta, 2002.
Achmad Baiquni. Al-Quran; Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Dana Bhakti
Prima Yasa, Yogyakarta, 1995.