Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

HAKIKAT IPTEKS DALAM PANDANGAN ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : AIKA V

Dosen Pengampun :

Irwam M.Ag.,

Oleh : Kelompok 2

Cecep Candra (1962201185)

Faralia Abdi Pangesti (1862201115)

Jasmin Olivia (1962201138)

Musfita Devi (1962201162)

Kelas : 5 Shift 4

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an sangat menekankan pentingnya membaca (baca: mengamati) gejala alam dan
merenungkannya. Al-Qur’an mengambil contoh dari kosmologi, fisika, biologi, ilmu kedokteran
dan lainnya sebagai tanda kekuasaan Allah untuk dipikirkan oleh manusia. Kaum muslim zaman
klasik memperoleh ilham dan semangat untuk mengadakan penyelidikan ilmiah di bawah sinar
petunjuk al-Qur’an, di samping dorongan lebih lanjut dari karya-karya Yunani dan sampai batas-
batas tertentu oleh terjemahan naskah-naskah Hindu dan Persia.

Dengan semangat ajaran al-Qur’an, para ilmuwan muslim tampil dengan sangat
mengesankan dalam setiap bidang ilmu pengetahuan. Pengaruh al-Qur’an ini tidak saja diakui
oleh kalangan ilmuwan muslim zaman dahulu, seperti al-Ghazali, (1983:45-48 ) dan al-Suyuthi, (
Dhahabi, 1961: 420) bahkan sarjana Baratpun mengakuinya, seperti R. Levy (1975:400) dan
George Sarton.

Berkembangnya Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni (IPTEKS) sangatlah berpengaruh


pada cara serta pola hidup masyarakat sekarang ini, dimana hampir semua aspek dalam
kehidupan sangat dipengaruhi oleh adanya perkembangan IPTEKS. Pada dasarnya
perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni sangat bermanfaat bagi kehidupan
masyarakat untuk mempermudah pekerjaan manusia dalam kehidupan sehari-hari, namun
besarnya manfaat kemajuan IPTEKS tersebut seiringan juga dengan pengaruh negatifnya dalam
semua bidang bahkan berpengaruh pada akhlak (perilaku), pola pikir / keyakinan (aqidah) , dan
cara hidup manusia itu sendiri. Sehingga pada kenyataannya teknologi telah menimbulkan
keresahan dan ketakutan dikarenakan kekhawatiran akan adanya penyalahgunaan teknologi oleh
orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

IPTEKS adalah hasil pemikiran rasional secara holistik dan komprehensif atas realitas
alam semesta (ayat kauniyah) dan atas wahyu dan sunnah (ayat qauliyah) yang merupakan satu
kesatuan ntegral melalui kegiatan penelitian dan pengembangan yang terus menerus diperbarui
bagi kemulyaan kemanusiaan dalam alam kehidupan yang lestari. Penguasaan IPTEKS adalah
langkah awal tumbuhnya kesadaran makrifat (iman/ tauhid), sehingga pemikiran rasional adalah
awal dari kesadaran spiritual makrifat ketuhanan. Pengabdian ibadah kepada Allah meliputi
ibadah yang terangkum dalam rukun Islam, penelitian dan pengembangan IPTEKS, penataan
lingkungan hidup yang lestari berkelanjutan dalam kehidupan bersama yang beradab,
berkeadilan, dan sejahtera, serta pembebasan setiap orang dari penderitaan akibat kebodohan dan
kemiskinan.

Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam pandangan Islam serta mengkaji
tentang konsep IPTEKS dan peradaban Muslim; hubungan agama; ilmu dan budaya; serta
hukum sunnatullah atau kausalitas (sebab akibat).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian IPTEK

IPTEK Merupakan Singkatan Dari Dua Komponen Yaitu “Ilmu Pengetahuan” Dan “Teknologi”
Dan Ada Pula Yang Memasukkan Unsur Seni Di Dalamnya Sehingga Singkatannya Menjadi
Ipteks.
Dari definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa definisi Iptek Ialah :
Teknologi adalah metode ilimiah untuk mencapai tujuan praktis. Keseluruhan sarana untuk
menyediakan barang-barang yangg diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup
manusia.
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia melalui tangkapan pancaindera,
intuisi, firasat atau yang lainnya.•Ilmu pengetahuan (sains) adalah pengetahuan yang sudah
diklasifikasi, disistemisasi, diorganisasi, dan diinterpretasi sehingga menghasilkan pengatahuan
yang obyektif, general, dan verivikatif

2.1.1  Konsep IPTEKS dan peradaban muslim

Ilmu pengetahuan adalah merupakan salah satu isi pokok kandungan kitab suci Al-
Qur’an, yang memang merupakan salah satu kebutuhan agama Islam, betapa tidak setiap
kali umat Islam ingin melaksanakan ibadah selalu memerlukan penentuan waktu dan
tempat yang tepat, umpamanya melaksanakan shalat, menentukan awal bulan Ramadhan,
pelaksanaan haji, semuanya punya waktu-waktu tertentu.

Salah satu jabatan termulia manusia selain sebagai hamba Allah („abdullah)
sebagaimana diamanatkan oleh Allah ialah pengutusan manusia sebagai khalifatullah.
Dalam al-Qur‟an surat Al-Baqarah [2]: 30 disebutkan:

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku


hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui”

Dari ayat di atas dapatlah dipahami bahwa khalifah berarti wakil, pengganti,
pengemban tugas dan kewajiban, tim sukses. Manusia sebagai khalifah Allah diberikan
amanah dalam dua hal penting. Pertama, tugas manusia untuk selalu memelihara bumi dari
pengerusakan secara sengaja dan kerusakan yang disebabkan oleh alam sehingga bumi
diwariskan kepada generasi penerus dalam keadaan tetap lestari. Kedua, kewajiban
manusia untuk selalu menciptakan perdamaian dengan penuh cinta kasih dan menghindari
pertumpahan darah. Hal ini sejalan dengan visi Risalah Islamiyyah untuk selalu menebar
rahmat kepada alam (wa maa arsalnaaka illa rahmatan lil aalamiiin).

Kedua tugas dan kewajiban manusia di atas sejalan dan terkait erat dengan konsep
pemikiran IPTEKS dan Peradaban. Tugas manusia untuk menjaga, merawat, dan
memelihara bumi dari berbagai macam pengerusakan yang dilakukan oleh ulah manusia
yang tak bertanggungjawab dengan melakukan eksploitasi berlebihan dapat mengancam
keselamatan umat manusia, dan atas dasar kreatifitas, akalnya, manusia mengembangkan
iptek dalam rangka untuk mengolah SDA yang di berikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) adalah lapangan kegiatan terus-
menerus dikembangkan dalam peradaban Muslim. Hal ini dikarenakan penemuan-
penemuan IPTEKS seperti telekominikasi, transportasi, informasi dan lainnya telah
memudahkan kehidupan, memberikan kesengan dan kenikmatan, sehingga kebutuhan-
kebutuhan jasmani tidak sukar lagi pemenuhanannya.

Di sisi lain penguasaan dan pengembangan IPTEKS, tanpa mengaitkan dengan


nilai-nilai agama, hanya akan menciptakan intelektual-intelektual yang miskin eksistensi
diri dan moralitas (akhlak) yang mulia. Hal ini terbukti dari pemanfaatan sains dan
teknologi yang cenderung tak terkontrol, sehingga menimbulkan eksploitasi yang luar
biasa, baik dari sisi fisis-biologis maupun dari sisi sosial budaya terhadap kehidupan
manusia. Alhasil, eksploitasi dan eksplorasi berlebihan tersebut melahirkan berbagai
bencana, baik bencana material maupun moral. Hal ini semata-mata merupakan kelalaian
dari manusia itu sendiri. Allah SWT selalu mengingatkan kepada manusia dalam
firmanNya:

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-
kesalahanmu).” (Q.S. As-Syuura [42]: 30)

Tragedi tersebut di atas, menurut Daradjat (1979), disebabkan oleh beberapa faktor
yang mempengaruhi cara pandang dan berpikir masyarakat modern, antara lain:

(1) Kebutuhan hidup yang semakin meningkat dan konsumtif;


(2) Rasa individualistis dan egoistis;
(3) Persaingan dalam kehidupan;
(4) Keadaan yang tidak stabil; dan
(5) Terlepasnya ipteks dari agama.

2.1.2.      Syarat-syarat ilmu
Dari sudut pandang filsafat, ilmu lebih khusus dari pengetahuan. Suatu pengetahuan dapat
dikatagorikan sebagai ilmu apabila memenuhi tiga unsur pokok, yaitu:
·         Ontologi, yaitu suatu bidang study yang memiliki objek study yang jelas. Subjek studi tersebut
harus dapat diindentifikasikan, diberi batasan, diuraikan, dan sifat-sifatnya essensial. Objek studi
sebuah ilmu ada dua, yaitu objek material dan objek formal.
·         Askiologi, yaitu suatu bidang studi yang memiliki nilai guna atau kemanfaatan. Ia dapat
menunjukkan nilai-nilai teoritis, hukum-hukum, generalisasi, kecenderungan umum, konsep-
konsep, dan kesimpulan-kesimpulan logis, sistematis dan koheren. Dalam teori dan konsep
tersebut tidak terdapat kerancuan dan kesemerawutan pikiran atau kopntradiksi antara yang satu
dengan yang lain.
·         Epistimologi, yaitu uatu bidang studi yang memiliki metode kerja yang jelas. Ada dua metode
kerja suatu bidang studi, yaitu deduksi dan induksi.
Dalam pemikiran sekuler, sains memiliki tiga karakteristik, yaitu objektif, netral, dan bebas nilai.
Sedangkan dalam pemikiran islam, sains tidak boleh bebas dari nilai-nilai, baik nilai local
maupun nilai universal. Ia harus dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kebahagiaan manusia dan kelestariamn ekologis untuk tujuan rahmatan lil ‘alamin (Q.S al
Anbiya 107).
2.1.3.      Sumber Ilmu Pengetahuan
Dalam pemikiran islam ada dua sumber ilmu, yaitu wahyu dan akal. Islam sendiri menegaskan
bahwa, ad-dinu huwa al-‘alq wa laa diina liman laa ‘ aqla lahu (agama adalah akal dan tidak ada
agama bagi yang tidak berakal)

2.1.4.      Keutamaan Orang Berilmu


Manusia adalah satu-satunya mahluk Allah yang diberi anugrah akal oleh Allah. Oleh
karena itu sudah sepantasnya jika manusia berkewajiban untukmengagungkan dan
mengoptimalkan potensi dengan sebaik-baiknya.
Al-Qur’an bahkan membedakan orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu
(QS. 39:9). Ayat tersebut mengatakan: katakanlah, adakah sama orang yang mengetahui dengan
orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah orang yang dapat menerima
pelajaran. Demikian juga Al-Qur’an yang menegaskan bahwa Allah akan mengangkat derajat
orang yang berilmu apabila orang orang tersebut beriman. (QS 58:11)
Di samping itu, Rasulullah SAW banyak memberikan perumpamaan tentang keutamaan
orang yang berilmu dengan sabdanya, bahwa: mereka adalah pewaris para nabi, pada hari kiamat
darah mereka ditimbang dengan darah syuhada, dan darah orang yang berilmu dilebihkan Darah
darah syuhada. Nabi juga menyarankan umatnya untuk tidak berhenti mencari ilmu kapan dan
dimanapun mereka berada, lewat sabdanya : Carilah ilmu walaupun di negeri China, mencari
ilmu wajib bagi muslim laki-laki dan perempuan sejak dari ayunan sampai ke liang lahat. Bagi
orang berilmu, yang melandaskan keilmuannya dengan keimanan , pengembangan, dan
pemanfaatan IPTEK dan seni tidaklah ditunjukan sebagai tuntunan hidup semata, tetapi juga
merupakan refleksi dari ibadah kepada Allah. Oleh karena itu, hasil-hasil kemajuan IPTEK akan
dikembangkan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk tujuan Rahmatan lil alamin. (QS.21:107)
2.1.5.      Tanggung Jawab Ilmuwan terhadap Alam dan Lingkungan
Proses dehumanisasi dan terancamnya keseimbangan ekologi dan kelestarian
alam,merupakan imbas negatif dari kemajuan IPTEKS. Dalam QS. Ar-Rum 45 disebutkan : telah
timbul kerusakan di daratan dan dilautan karena ulah tangan manusia.
Oleh karena itu, ilmuwan tidak cukup hanya dengan ilmu saja,tetapi harus dibekal
dengan iman dan takwa. Ilmuwan yang beriman dan bertakwa akan memanfaatkan kemajuan
IPTEK untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan kelangsungan hidup manusia dan
keseimbangan ekologi dan bukan untuk fasad fil ardhi.
2.2.  Hubungan antara ilmu, agama, dan budaya
2.2.1.      Hubungan Agama dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi memang berdampak
positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri,
komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Dahulu Ratu Isabella (Italia)
di abad XVI perlu waktu 5 bulan dengan sarana komunikasi tradisional untuk memperoleh kabar
penemuan benua Amerika oleh Columbus. Tapi di sisi lain, tidak jarang iptek berdampak negatif
karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah
menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Lingkungan
hidup seperti laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak sedikit mengalami kerusakan dan
pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Beberapa varian tanaman pangan hasil rekayasa
genetika juga diindikasikan berbahaya bagi kesehatan manusia. Tak sedikit yang memanfaatkan
teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime) dan
untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian (Ahmed, 1999 )
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok
kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif
saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin (Ahmed, 1999).
Ada beberapa kemungkinan hubungan antara agama dan iptek:
a)      berseberangan atau bertentangan,
b)      bertentangan tapi dapat hidup berdampingan secara damai,
c)      tidak bertentangan satu sama lain,
d)     saling mendukung satu sama lain, agama mendasari pengembangan iptek atau iptek mendasari
penghayatan agama.
Pola hubungan pertama adalah pola hubungan yang negatif, saling tolak. Apa yang
dianggap benar oleh agama dianggap tidak benar oleh ilmu pengetahuan dan teknologi.
Demikian pula sebaliknya. Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek akan
menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran agama dan pendalaman agama dapat
menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran ilmu pengetahuan. Orang yang ingin
menekuni ajaran agama akan cenderung untuk menjauhi ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dikembangkan oleh manusia. Pola hubungan pertama ini pernah terjadi di zaman Galileio-
Galilei. Ketika Galileo berpendapat bahwa bumi mengitari matahari sedangkan gereja
berpendapat bahwa matahari lah yang mengitari bumi, maka Galileo dipersalahkan dan
dikalahkan. Ia dihukum karena dianggap menyesatkan masyarakat (Furchan, 2009).
Pola hubungan ke dua adalah perkembangan dari pola hubungan pertama. Ketika
kebenaran iptek yang bertentangan dengan kebenaran agama makin tidak dapat disangkal
sementara keyakinan akan kebenaran agama masih kuat di hati, jalan satu-satunya adalah
menerima kebenaran keduanya dengan anggapan bahwa masing-masing mempunyai wilayah
kebenaran yang berbeda. Kebenaran agama dipisahkan sama sekali dari kebenaran ilmu
pengetahuan. Konflik antara agama dan ilmu, apabila terjadi, akan diselesaikan dengan
menganggapnya berada pada wilayah yang berbeda. Dalam pola hubungan seperti ini,
pengembangan iptek tidak dikaitkan dengan penghayatan dan pengamalan agama seseorang
karena keduanya berada pada wilayah yang berbeda. Baik secara individu maupun komunal,
pengembangan yang satu tidak mempengaruhi pengembangan yang lain. Pola hubungan seperti
ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler yang sudah terbiasa untuk memisahkan urusan agama
dari urusan negara/masyarakat (Furchan, 2009).
Pola ke tiga adalah pola hubungan netral. Dalam pola hubungan ini, kebenaran ajaran
agama tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu pengetahuan tetapi juga tidak saling
mempengaruhi. Kendati ajaran agama tidak bertentangan dengan iptek, ajaran agama tidak
dikaitkan dengan iptek sama sekali. Dalam masyarakat di mana pola hubungan seperti ini terjadi,
penghayatan agama tidak mendorong orang untuk mengembangkan iptek dan pengembangan
iptek tidak mendorong orang untuk mendalami dan menghayati ajaran agama. Keadaan seperti
ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler. Karena masyarakatnya sudah terbiasa dengan
pemisahan agama dan negara/masyarakat, maka. ketika agama bersinggungan dengan ilmu,
persinggungan itu tidak banyak mempunyai dampak karena tampak terasa aneh apabila dikaitkan
(Furchan, 2009).
Pola hubungan yang ke empat adalah pola hubungan yang positif. Terjadinya pola
hubungan seperti ini mensyaratkan tidak adanya pertentangan antara ajaran agama dan ilmu
pengetahuan serta kehidupan masyarakat yang tidak sekuler. Secara teori, pola hubungan ini
dapat terjadi dalam tiga wujud: ajaran agama mendukung pengembangan iptek tapi
pengembangan iptek tidak mendukung ajaran agama, pengembangan iptek mendukung ajaran
agama tapi ajaran agama tidak mendukung pengembangan iptek, dan ajaran agama mendukung
pengembangan iptek dan demikian pula sebaliknya (Furchan, 2009).
Hubungan Agama dan Pengembangan Iptek Dewasa Ini
Pola hubungan antara agama dan iptek di Indonesia saat ini baru pada taraf tidak saling
mengganggu. Pengembangan agama diharapkan tidak menghambat pengembangan iptek sedang
pengembangan iptek diharapkan tidak mengganggu pengembangan kehidupan beragama.
Konflik yang timbul antara keduanya diselesaikan dengan kebijaksanaan (Furchan, 2009).
Dewasa ini iptek menempati posisi yang amat penting dalam pembangunan nasional
jangka panjang ke dua di Indonesia ini. Penguasaan iptek bahkan dikaitkan dengan keberhasilan
pembangunan nasional. Namun, bangsa Indonesia juga menyadari bahwa pengembangan iptek,
di samping membawa dampak positif, juga dapat membawa dampak negatif bagi nilai agama dan
budaya yang sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia. Sebagai bangsa yang telah memilih untuk
tidak menganut faham sekuler, agama mempunyai kedudukan yang penting juga dalam
masyarakat Indonesia. Oleh karena itulah diharapkan agar pengembangan iptek di Indonesia
tidak akan bertabrakan dengan nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa (Furchan, 2009).
Kendati pola hubungan yang diharapkan terjadi antara agama dan iptek secara eksplisit
adalah pola hubungan netral yang saling tidak mengganggu, secara implisit diharapkan bahwa
pengembangan iptek itu dijiwai, digerakkan, dan dikendalikan oleh nilai-nilai agama. Ini
merupakan tugas yang tidak mudah karena, untuk itu, kita harus menguasai prinsip dan pola pikir
keduanya (iptek dan agama) (Furchan, 2009).
2.2.2.      Hubungan Agama dengan Kebudayaan
Sistem religi merupakan salah satu unsur kebudayaan universal yang mengandung
kepercayaan dan perilaku yang berkaitan dengan kekuatan serta kekuasaan supernatural. Sistem
religi ada pada setiap masyarakat sebagai pemeliharaan kontrol sosial (Sutardi, 2007).
Sebagai salah satu unsur kebudayaan yang universal, religi dan kepercayaan terdapat di
hamper semua kebudayaan masyarakat. Religi meliputi kepercayaan terhadap kekuatan gaib
yang lebih tinggi kedudukannya daripada manusia dan mencangkup kegiatan- kegiatan yang
dilakukan manusia untuk berkomunikasi dan mencari hubungan dengan kekuatan- kekuatan gaib
tersebut. Kepercayaan yang lahir dalam bentuk religi kuno yang dianut oleh manusia sampai
masa munculnya agama- agama. Istilah agama maupun religi menunjukkan adanya hubungan
antara manusia dan kekuatan gaib di luar kekuasaan manusia, berdasarkan keyakinan dan
kepercayaan menurut paham atau ajaran agama (Sutardi, 2007).
Agama sukar dipisahkan dari budaya karena agama tidak akan dianut oleh umatnya
tanpa budaya. Agama tidak tersebar tanpa budaya, begitupun sebaliknya, budaya akan tersesat
tanpa agama (Sutardi, 2007).
Sebelum ilmu antropologi berkembang, aspek religi telah menjadi pokok perhatian para
penulis etnografi. Selanjutnya, ketika himpunan tulisan mengenai adat istiadat suku bangsa di
luar eropa berkembang denganluas dan cepat melalui dunia ilmiah, timbul perhatian terhadap
upacara keagamaan. Perhatian tersebut disebabkan hal-hal berikut: upacara keagamaan dalam
kebudayaan suatu suku bangsa biasanya merupakan unsur kebudayaan yang tampak secara
lahiriah, dan bahan etnografi mengenai upacara keagamaan yang diperlukan dalam menyusun
teori-teori tentang asal-usul suatu kepercayaan (Sutardi, 2007).
Mengenai soal agama, Pater Jan Bakker menyatakan bahwa filsafat kebudayaan tidak
menanggapi agama sebagai kategori insane semata-mata, karena bagi filsafat ini agama
merupakan keyakinan hidup rohani pemeluknya; merupakan jawab manusia kepada panggilan
ilahi dan di sini terkandung apa yang disebut iman. Iman tidak berasal dari suatu tempat ataupun
pemberian makhluk lain. Iman ini asalnya dari Tuhan, sehingga nilai-nilai yang mincul dari daya
iman ini tidak dapat disamakan dengan karya-karya kebudayaan yang lain, sebab karya tersebut
berasal dari Tuhan. Agama sebagai sistem objektif terkandung unsur-unsur kebudayaan (Bakker,
1984).
Yang jelas dalam ilmu antropologi memang agama menjadi salah satu unsur
kebudayaan. Dalam hal ini para ahli antropologi tidak berbicara soal iman, sebab secara empiris
iman tidak dapat dilihat (Bakker, 1984).
Perilaku Religi dalam Masyarakat
Agama memiliki posisi yang cukup signifikan dalam kehidupan bermasyarakat. Negara
mengakui keberadaan agama dan melindungi kebebasan masyarakat dalam melaksanakan ajaran
agamanya (Sutardi, 2007).
Pada saat ini, adanya kebebasan dan keterbukaan memberikan ruang yang besar bagi
masyarakat untuk mengamalkan ajarana agama sebaik mungkin. Semangat otonomi daerah yang
memberikan keleluasan dan berpartisipasi dalam mengurus daerahnya masing- masing memberi
peluang untuk mengangkat ajaran agama sebagai ruh pengelolaan pemerintahan. Ajaran agama
dikemas sebagai dasar pengaturan pemerintahan yang mengatur kehidupan bermasyarakat. Nilai-
nilai yang diangkat merupakan nilai-nilai kebaikan universal yang juga diakui oleh agama lain
(Sutardi, 2007).
Ajaran agama ketika disandingkan dengan nilai-nilai budaya lokal di era desentralisasi
dapat diserap untuk dijadikan pengangan kehidupan bermasyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan
diberikannya otonomi khusus kepada Aceh yang dikenal dengan Nanggroe Aceh Daussalam.
Agama dan budaya di NAD sudah melebur dan tidak bisa dipisahkan sejak dahulu, ketika
kerajaan Islam masih ada di wilayah tersebut. Dengan otonomi khusus ini hokum pidana Islam
kembali dihidupkan sehingga masyarakat merasakan keadilan sesuai dengan keyakinannya. Hal
ini menjadi awal yang baik dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat dengan mengangkat
agama dan budaya yang ada di masyarakat tersebut (Sutardi, 2007).
Pada masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi leluhurnya, perilaku
keagamaan juga memberikan dampak yang cukup berarti. Hal ini dapat dilihat pada masyarakat
Suku Toraja di Sulawesi Selatan. Masyarakat Suku Toraja mempercayai bahwa kematian
merupakan awal menuju kehidupan yang kekal. Itu sebabnya dalam budaya Toraja dikenal
pemeo ‘hidup manusia adalah untuk mati’. Artinya, setelah mati, manusia akan menuju
kehidupan yang kekal di nirwana. Untuk mencapai nirwana, seseorang yang meninggal harus
membawa bekal harta sebanyak-banyaknya. Nyawa orang yang meninggal juga akan diantar ke
surge dengan pesta yang semarak. Semakin banyak benda yang dibawa si mayat, semakin
bahagia hidupnya di alam baka (Sutardi, 2007).
Dari ilustrasi tersebut dapat dikatakan bahwa perilaku keagamaan dapat memberikan
dampak dalam kehidupan bermasyarakat. Orang-orang Toraja sampai saat ini dikenal memiliki
kebiasaan menabung dan bersikap hidup hemat agar nantinya dapat menyelenggarakan upacara
kematian yang meriah. Mereka menganggap anak keturunan berkewajiban memperlakukan
leluhurnya dengan baik sebab dengan begitu, sang leluhur juga akan melimpahkan rejeki dan
menjaga keturunannya dengan baik pula (Sutardi, 2007).
2.3.  Hukum sunnatullah
Sunatullah Dari Segi Bahasa Terdiri Dari Kata Sunnah Dan Allah. Kata Sunah Antara
Lain Berarti “Kebiasaan”
Ada Beberapa Perkara Yang Amat Perlu Diperhatikan Untuk Sama Sama Kita
Renungkan, Setidak Tidaknya Ada Tiga Persepsi Tentang Sunatullah Dari Golongan Manusia
- Pertama Patuh Secara Tepkasa
- Kedua Patuh Sebagian Dan Kufur Kepada Sebagian Yang Lain
- Ketiga Patuh Secara Sukarela
Sunnatullah, di dunia moden yang sekular dipanggil law of nature bermacam-macam
persepsi dari kalangan  manusia,  muslim atau non muslim terhadap hukum yang berlaku kepada
alam dan isi kandunganya, ini menggambarkan begitu dangkal akal  yang tidak  mendapat
petunjuk Ilahy mengenal pencipta alam ini dan undang-undang yang berlaku didalamnya. Al-
Qur'an memberikan mesej yang jelas, bahawa hukum yang berlaku di alam ini diatur oleh Allah
s.w.t yang dipanggil sunnatullah dan ia bukan dari anggapan sebahagian manusia  sebagai
hukum semula jadi yang tiada penghujungnya itu.
Persepsi yang terkeluar dari menda yang  dicetak oleh hukum sekular (keduniaan)
yang  menyembah mindanya sendiri. Maka beberapa perkara yang amat perlu diperhatikan untuk
sama-sama kita renungkan, setidak-tidaknya ada tiga persepsi tentang sunnatullah dari golongan
manusia. Pertama patuh secara terpaksa, kedua, patuh sebahagian dan kufur kepada sebahagian
yang lain, ketiga  patuh secara sukarela.
Golongan  pertama adalah mereka yang kufur dan tidak segan silu mengenkari undang-
undang Allah dan buta mata hatinya terhadap hukum pertumbuhan jasadnya dan apa yang
berlaku kepada dirinya, mereka ini kufur dari ketentuan Allah terhadap hukum yang berlaku
kepada dirinya dan pertumbuhan jasadnya. Golongan ke dua, mereka secara sedar atau tidak atau
disebabkan kejahilan tidak memperhatikan hukum pertumbuhan yang berlaku kepada jasadnya,
lantas dengan segala kekeliruanya engkar tehadap hukum Allah s.w.t. Golongan ketiga mereka
yang patuh dengan penuh keimanan dan ketaqwaan, selalu memperhatikan apa yang berlaku
kepada alam ini, mereka sesungguhnya meyakini sepenuhnya pada dirinya dan hukum
pertumbuhan serta perubahan pada jasadnya, kesemuanya dari sunnatullah.
 Hukum-hukum yang serba tetap yang mengatur alam ini, maka sesungguhnya itulah
hukum Allah s.w.t. apa yang diistilahkan  Sunnatullah.
Kenyataaan ini diperkukuhkan oleh Al Qur'an. Firman Allah yang bermaksud
" Dan Allah mencipta tiap-tiap sesuatu, lalu ditetapkan padanya hukum- hukumnya" (Q.S Al
Furqan:2)
Dalam ayat yang lain ada dinyatakan. Firman Allah yang bermaksud :
" Sesungguhnya kami (Allah) telah mencipta segala sesuatu dengan ketentuan yang pasti"
(AlQamar:49)
Hukum-hukum Allah pada makhluknya ada dua jenis yang bertulis dan tidak tertulis.
Hukum Allah yang tertulis itu yang diwahyukannya kepada para Nabi dan Rasul terhimpun
dalam kitab -kitab suci yang empat dan yang terakhir ialah Al Qur'an. Ciri-ciri khas hukum Allah
tertulis ini reaksi waktunya ( time response) lebih panjang, mungkin lebih panjang dari usia
manusia dan tidak dapat diketahui secara ekperimen menurut persayaratan ilmu. Umpamanya
orang yang beriman, beribadah dan yang bertaqwa dijanjikan kehidupan yang baik, sejahtera dan
kebahagiaan, disebaliknya orang yang zalim, munafiq, fasiq dan kufur (kafir) diancam dengan
hukuman kehinaan dan kebinasaan (azab dan seksa yang amat pedih). Hukum Tuhan pasti
berlaku terhadap kebaikan seseorang yang taat kepada Tuhan dan kehinaan keatas mereka yang
durhaka kepada Tuhan. Maka yang dimaksudkan reaksi waktunya lebih  panjang dari umur
manusia kerana tidak dapat dibuktikan oleh pengamatan akal yang bersifat manusiawi dan
dengan ekperimen.
Hukum Tuhan yang tidak tertulis ciri-ciri khasnya ialah reaksi waktu (time response)
pendek dari usia manusia, ia boleh dilakukan penelitian dan  ekperimen selain itu ia tidak
melibatkan manusia. Contoh air yang mendidih 100°C. Jika satu liter air dimasak memerlukan
waktu 10 menit untuk mendidih, maka yang 10 minit itulah disebut reaksi waktu yang jauh lebih
pendek dari umur manusia, sehingga  didih air dapat diketahui dengan mengukur suhu air itu
mendidih, begitu juga  hukum gaya berat gravitasi, dan semuanya ini tidak diwahyukan Allah
dalam Al Qur'an. Hikmahnya supaya manusia menggunakan anugerah Tuhan amat istimewa
yang bernama akal itu akan perlu adanya  ekperimen atau pengembangan ilmu dan teknologi.
Sekiranya Allah itu mewahyukan semua hukum-hukumnya, maka tentulah manusia itu
diciptakan serupa dengan robot dan tidak dinamik lagi.
Maka inilah dinamakan hukum Allah itu pasti (exact), objektif dan tetap. Hukum-
hukum Allah itu tidak pernah berubah sejak diciptakan alam semesta ini, dan tidak akan berubah
sampai hancurnya alam ini (kiamat besar). Sejak diciptakan, misalnya air mengalir tentunya dari
tempat tinggi ke tempat rendah, tetapi tidak pula disebaliknya. Demikian juga dalam keadaan
biasa tidak pernah air itu mendidih dalam keadaan suhu 10°C tapi selalu dalam suhu 100°C.
Sebelum Newton  lahir, setiap batu yang diangkat kemudian dilepaskan tidak pernah melayang-
layang,  tetapi ia jatuh dengan mudah. Hukum gravitasi adalah hukam Allah s.w.t. yang pertama
kali dipopulerkan oleh Newton(1642-1727) seorang filosuf dan Ilmuan Barat (Inggeris.)
Firman Allah s.w.t yang bermaksud :
" Yang demikian adalah Sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu dan kamu sekali-kali tidak
akan menemukan perubahan bagi Sunnatullah itu."(Q.S Al Fath :23)
Dalam ayat yang lain. Allah berfirman yang bermaksud  :
" Anda tidak akan menjumpai dalam ciptaan Allah itu sebuah kekacauan, maka lihatlah sekali
lagi adakah kamu temui padanya  kecacatan." ( Q. S Al Mulk: 3)
Oleh itu Allah selalu mengingatkan manusia supaya memperhatikan alam, juga
memerintahkan manusia supaya membuat penelitian terhadap alam semesta dengan segala isi
kandungannya dengan segala rendah hati bukan secara yang sombong angkuh dengan ilmu dan
teknologi yang dimiliki, betapa Allah telah menciptanya segala benda-benda tersebut berlaku
secara teratur, sedikitpun tidak terdapat sesuatu yang kacau dan cacat kecuali yang merosakkan
adalah terdiri makhluk yang bernama manusia samada kecacatan itu berlaku didarat atau
dilautan, semuanya hasil dari perbuatan jahat manusia.
Maka oleh kerana alam semesta dengan seluruh isi kandungannya taat atau patuh dan
tunduk kepada Allah, maka menurut tata bahasa dan secara literal Al Qur'an samada kepatuhan
itu secara terpaksa dalam bentuk kekufuran (ingkar) yang cuba mempertikaikan kekuasaan Allah
s.w.t atau patuh dengan penuh rasa keimanan dan ketakwaan, maka seluruh alam ini adalah
muslim adanya.
Sunnatullah dari segi bahasa terdiri dari kata sunnah dan Allah. Kata sunnah antara lain
berarti "kebiasaan". Jadi sunnatullah adalah kebiasaan-kebiasaan Allah dalam memperlakukan
masyarakat. Dalam Al-Qur'an kata sunnatullah dan yang semakna dengannya seperti sunnatuna,
dan sunnatul Awwalin, kesemuanya berbicara dalam konteks kemasyarakatan. Perlu diingat
bahwa apa yang dinamai hukum-hukum alam pun adalah kebiasaan-kebiasaan yang dialami
manusia, dan dari ikhtisar pukul rata statistik tentang kebiasaan-kebiasaan itu, para pakar
merumuskan hukum-hukum alam. Kebiasaan itu dinyatakan Allah sebagai tidak beralih (al-Isra,
17:77) dan tidak pula berubah (al-Fath, 48:23), dan berganti juga tidak (al-Ahzab, 33:62). Karena
sifatnya demikian, maka ia dapat dinamai "hukum-hukum kemasyarakatan" atau ketetapan-
ketetapan Allah menyangkut situasi masyarakat.
Menurut beberapa ayat Al-Qur'an, seperti al-Isra, 17:77; al-Fath, 48:23; al-Ahzab,
33:62; ada keniscayaan bagi sunnatullah (hukum-hukum kemasyarakatan) itu, tidak ubahnya
dengan hukum-hukum alam atau yang berkaitan dengan materi. Hukum-hukum alam
sebagaimana hukum kemasyarakatan bersifat umum dan pasti, tidak satupun di negeri manapun
orang dapat terbebaskan dari sanksi bila melanggarnya. Hukum-hukum itu tidak
memperingatkan siapa yang melanggarnya dan sanksinya pun membisu sebagaimana
membisunya hukum itu sendiri. Masyarakat dan jenis manusia yang tidak membedakan antara
yang haram dan yang halal akan terbentur oleh malapetaka, ketercabikan, dan kematian. Ini
semata-mata adalah sanksi otomatis, karena kepunahan adalah akhir dari semua mereka yang
melanggar hukum alam/ kemasyarakatan.
Al-Qur'an berbicara tentang sunnatullah dalam konteks perubahan sosial, yaitu al-Anfal,
8:53; dan al-Ra'd, 13:11. kedua ayat diatas berbicara tentang perubahan, ayat pertama berbicara
tentang perubahan nikmat, sedang ayat kedua yang menggunakan kata "ma" (apa) berbicara
tentang perubahan apapun, baik dari nikmat (positif) menuju niqmah (negatif, murka Ilahi)
maupun dari negatif ke positif.
BAB III

PENUTUP

3.1.  Kesimpulan
Ilmu Ipteks Adalah Ilmu Pengeetahuan Dan Teknologi Yang Sudah Di Klasifikasikan, Sehingga
Menghasilkan Kebenaran Yang Objektif Sudah Di Uji Kebneranannya Dan Dapat Di Uji Ulang
Secara Ilmiah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Telnologi (Iptek) Di Satu Sisi Memang Berdampak Positif,
Yakni Dapat Memperbaiki Kualitas Hidup Manusia.
Ada Beberapa Kemungkinan Hubungan Anatara Agama Dan Iptek : System Religi Merupakan Salah
Satu Unsur Kebudayaan Universal Yang Mengandung Kepercayaan Dan Prilaku Yang Berkaitan
Dengan Kekuatan Serta Kekuasaan Supernatul

A.    Konsep IPTEKS dan peradaban muslim


·         Integrasi Amal, Ilmu, dan Definisi IPTEKS
·         Syarat – syarat ilmu
·         Sumber ilmu pengetahuan
·         Keutamaan orang berilmu
·         Tanggung jawab ilmuwan terhadap alam dan lingkungan
B.     Hubungan ilmu, agama, dan budaya
·         Hubungan Agama dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi memang berdampak
positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri,
komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Dahulu Ratu Isabella (Italia)
di abad XVI perlu waktu 5 bulan dengan sarana komunikasi tradisional untuk memperoleh kabar
penemuan benua Amerika oleh Columbus. Tapi di sisi lain, tidak jarang iptek berdampak negatif
karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah
menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Lingkungan
hidup seperti laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak sedikit mengalami kerusakan dan
pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Beberapa varian tanaman pangan hasil rekayasa
genetika juga diindikasikan berbahaya bagi kesehatan manusia. Tak sedikit yang memanfaatkan
teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime) dan
untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian (Ahmed, 1999 )
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok
kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif
saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin (Ahmed, 1999).
Ada beberapa kemungkinan hubungan antara agama dan iptek:
a)      berseberangan atau bertentangan,
b)      bertentangan tapi dapat hidup berdampingan secara damai,
c)      tidak bertentangan satu sama lain,
d)     saling mendukung satu sama lain, agama mendasari
·         Hubungan Agama dengan Kebudayaan
Sistem religi merupakan salah satu unsur kebudayaan universal yang mengandung
kepercayaan dan perilaku yang berkaitan dengan kekuatan serta kekuasaan supernatural. Sistem
religi ada pada setiap masyarakat sebagai pemeliharaan kontrol sosial (Sutardi, 2007).
Sebagai salah satu unsur kebudayaan yang universal, religi dan kepercayaan terdapat di
hamper semua kebudayaan masyarakat. Religi meliputi kepercayaan terhadap kekuatan gaib
yang lebih tinggi kedudukannya daripada manusia dan mencangkup kegiatan- kegiatan yang
dilakukan manusia untuk berkomunikasi dan mencari hubungan dengan kekuatan- kekuatan gaib
tersebut. Kepercayaan yang lahir dalam bentuk religi kuno yang dianut oleh manusia sampai
masa munculnya agama- agama. Istilah agama maupun religi menunjukkan adanya hubungan
antara manusia dan kekuatan gaib di luar kekuasaan manusia, berdasarkan keyakinan dan
kepercayaan menurut paham atau ajaran agama (Sutardi, 2007).
Agama sukar dipisahkan dari budaya karena agama tidak akan dianut oleh umatnya
tanpa budaya. Agama tidak tersebar tanpa budaya, begitupun sebaliknya, budaya akan tersesat
tanpa agama

C.    Hukum sunnatullah
Sunnatullah, di dunia moden yang sekular dipanggil law of nature bermacam-macam
persepsi dari kalangan  manusia,  muslim atau non muslim terhadap hukum yang berlaku kepada
alam dan isi kandunganya, ini menggambarkan begitu dangkal akal  yang tidak  mendapat
petunjuk Ilahy mengenal pencipta alam ini dan undang-undang yang berlaku didalamnya. Al-
Qur'an memberikan mesej yang jelas, bahawa hukum yang berlaku di alam ini diatur oleh Allah
s.w.t yang dipanggil sunnatullah dan ia bukan dari anggapan sebahagian manusia  sebagai
hukum semula jadi yang tiada penghujungnya itu.
Hukum-hukum Allah pada makhluknya ada dua jenis yang bertulis dan tidak tertulis.
Hukum Allah yang tertulis itu yang diwahyukannya kepada para Nabi dan Rasul terhimpun
dalam kitab -kitab suci yang empat dan yang terakhir ialah Al Qur'an. Ciri-ciri khas hukum Allah
tertulis ini reaksi waktunya ( time response) lebih panjang, mungkin lebih panjang dari usia
manusia dan tidak dapat diketahui secara ekperimen menurut persayaratan ilmu. Umpamanya
orang yang beriman, beribadah dan yang bertaqwa dijanjikan kehidupan yang baik, sejahtera dan
kebahagiaan, disebaliknya orang yang zalim, munafiq, fasiq dan kufur (kafir) diancam dengan
hukuman kehinaan dan kebinasaan (azab dan seksa yang amat pedih). Hukum Tuhan pasti
berlaku terhadap kebaikan seseorang yang taat kepada Tuhan dan kehinaan keatas mereka yang
durhaka kepada Tuhan. Maka yang dimaksudkan reaksi waktunya lebih  panjang dari umur
manusia kerana tidak dapat dibuktikan oleh pengamatan akal yang bersifat manusiawi dan
dengan ekperimen.
3.2.  Saran
Dalam makalah ini penulis memiliki harapan agar pembaca memberikan kritik dan
saran yang membangun. Karena penulis sadar dalam penulisan makalah ini terdapat begitu
banyak kekurangan.
Selain itu, penulis juga menyarankan setelah membaca makalah ini  kita semua dapat
lebih memahami tentang hakikat IPTEKS dalam pandangan islam.

Anda mungkin juga menyukai