Anda di halaman 1dari 28

3.

KARAKTERISTIK MASSA BATUAN YANG MEMPENGARUHI


PENGGALIAN

3.1. LATAR BELAKANG

Setiap massa batuan terbentuk dari sekumpulan batuan utuh yang


dipisahkan satu dengan lainnya oleh bidang diskontinuiti, seperti; patahan,
rekahan, kekar, bidang perlapisan, bidang geser dan lainnya. Perilaku
massa batuan oleh karenanya sangat bergantung atas sifat-sifat bidang
diskontinuiti. Suatu metoda yang sudah sering dipakai oleh para praktisi
untuk menduga kemampugalian suatu massa batuan adalah seismik
refraksi, dimana kecepatan rambat gelombang seismik pada massa batuan
dapat diketahui.

Penyelidikan geomekanik dimaksudkan untuk membagi massa batuan


kedalam grup-grup sesuai dengan perubahan batuan berdasarkan kekuatan
batuan utuh, struktur geologi, dan klasifikasi massa batuan. Kesemuanya ini
melibatkan pekerjaan pemetaan singkapan dengan cara scan-line.

Oleh karena itu, sifat-sifat batuan utuh dan massa batuan harus diperhatikan
dalam penilaian kemampugalian suatu massa batuan. Berikut ini adalah
penjelasan singkat mengenai karakteristik diskontinuiti, kecepatan rambat
seismik, velocity index (indeks kecepatan), dan klasifikasi massa batuan.

3.2. KARAKTERISTIK DISKONTINUITI

3.2.1. Rock Qualtiy Designation (RQD)

Kehadiran bidang diskontinuiti di dalam massa batuan sering memberi


pengaruh buruk pada sifat mekaniknya, dan tentunya besaran kuantitatif dari

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 28
bidang diskontinuti perlu diketahui. Parameter yang dapat menunjukkan
kualitas massa batuan sebelum penggalian dilakukan adalah Rock Quality
Designation (RQD) yang dikembangkan oleh Deere (1964), yang datanya
diperoleh dari pemboran inti.

RQD dihitung dari persentase bor inti yang diperoleh dengan panjang
minimum 10 cm dan dihitung secara,

RQD = X 100%

Jumlah potongan bor inti yang diperoleh diukur pada rangkaian bor inti
sepanjang 2 m, dan potongan akibat penanganan pemboran harus
diabaikan dari perhitungan. Bor inti yang lembek dan tidak baik harus diberi
bobot RQD sama dengan nol (Bieniawski, 1989).

Bila bor inti tidak tersedia, RQD dapat dihitung secara tidak langsung
dengan melakukan pengukuran orientasi dan jarak antar diskontinuiti pada
singkapan batuan. Priest & Hudson (1976) mengajukan sebuah persamaan
untuk menentukan RQD dari data scan-line sebagai berikut :

RQD = 100 e-0.1l (0.1 l + 1)

l = frekuensi diskontinuiti per meter.

Walaupun RQD sudah sering dilecehkan kehadirannya sebagai paramater


massa batuan, kombinasinya dengan kekerapan bidang diskontinuiti dan
jarak pisah bidang diskontinuiti mulai sering dipakai untuk menilai
kemampugalian suatu massa batuan. Bahkan kombinasinya dengan UCS
dan Point Load Index dapat digunakan untuk menduga klasifikasi metoda
penggalian.

Beberapa peneliti lapangan telah mencoba mencari korelasi antara RQD


dengan jarak pisah bidang diskontinuiti, kekerapan bidang diskontinuiti dan
jumlah bidang diskontinuiti persatuan volume suatu massa batuan. Oleh

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 29
karena itu bila ada massa batuan tersingkap sehingga pengukuran bidang
diskontinuiti dapat dilakukan, RQD dapat diduga dengan beberapa
persamaan empirik.

3.2.2. Jarak Antar Diskontinuiti

Bidang diskontinuiti di dalam massa batuan dapat membantu mudahnya


proses penggalian. Arah kemiringan (dip direction), kemiringan (dip) dan
kekerapan (frequency) tertentu bidang diskontinuiti akan memberikan
kemudahan suatu ekskavator untuk menggali suatu massa batuan,
walaupun bila dilihat dari kuat tekan batuan utuhnya ternyata sangat tinggi.
Dalam hal ini kriteria kekerapan minimum bidang diskontinuiti harus dipenuhi
dahulu.

Di dalam massa batuan keras, suatu kondisi bidang diskontinuiti yang


menguntungkan, kadangkala, dapat meningkatkan produksi penggalian
beberapa kali lipat. Menurut beberapa peneliti, bila jarak antar diskontinuiti
pada suatu massa batuan lebih kecil atau sama dengan 100 mm, bahkan
ada yang 300 mm, maka proses penggalian pada massa batuan tsb bisa
dianggap tidak bergantung kepada sifat mekanik batuan utuhnya. Pernah
dicatat pula bahwa gaya potong menurun secara drastis dengan kenaikan
frekuensi kekar.

Jarak pisah antar diskontinuiti atau kekar adalah jarak tegak lurus antara
dua bidang diskontinuiti yang berurutan sepanjang sebuah garis
pengamatan yang disebut scan-line dan dinyatakan sebagai "intact length".
Panjang scan-line minimum untuk pengukuran jarak diskontinuiti sekitar 50
kali jarak rata-rata diskontinuiti yang hendak diukur. Sedangkan menurut
ISRM (1981) panjang ini cukup sekitar 10 kali, tergantung kepada tujuan
pengukuruan scan-line-nya. Jarak diskontinuiti dan keterangannya menurut
Attewell (1993) dan diberikan pada Tabel 13.

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 30
Tabel 13. Klasifikasi jarak kekar menurut Attewell (Attewell, 1993)

Deskripsi Strukture Bidang Diskontinuiti Jarak - mm


Very wide spaced Very thickly bedded > 2000
Widely spaced Thickly bedded 600 - 2000
Moderately widely spaced Medium bedded 200 - 600
Closely spaced Thinly bedded 60 - 200
Very closely spaced Very thinly bedded 20 - 60
Thickly laminated (sedimentary) 6 - 20
Narrow (metamorphic and igneous) 6 - 20
Foliated, cleaved, flow-banded, etc. 6 - 20
metamorphic
Extremely closely spaced < 20
Thinly laminated (sedimentary) <6
Very closely foliated, cleaved flow- <6
banded, etc. ( metamorphic and igneous)

3.2.3. Orientasi Diskontinuiti

Istilah strike & dip yang dipakai oleh para geologist adalah arah garis
horizontal pada bidang diskontinuiti yang tegak lurus terhadap kemiringan
bidangnya, dan sudut tegak ke bawah dari garis horizontal (Gambar 16).

Orientasi diskontinuiti dapat mempengaruhi kinerja mesin gali potong.


Menurut Blindheim (1979), orientasi kekar yang paling menguntungkan
untuk penggalian dengan road header dalam pembuatan lubang bukaan
adalah tegak lurus terhadap sumbu lubang. Selanjutnya Evans & Pomeroy
(1966) menemukan bahwa orientation cleat pada batubara dan arah
penggalian potong mempengaruhi kinerja penggalian yang memakai gigi
drag picks.

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 31
ABC = Dip diskontinuiti Strike
Dip lereng

Bidang
A diskontinuiti
Arah dip lereng
Arah dip bidang
diskontinuiti

Gambar 16. Dip dan strike pada permukaan lereng

Roxborough & Phillips (1981) juga melaporkan Energi Spesifik yang


dibutuhkan pick untuk memotong batubara dengan arah paralel terhadap

cleat batubara (orientasi cleat = 0 0) lebih kecil daripada arah tegak lurus
(0.22 MJ/bcm), seperti ditunjukkan dalam Tabel 14 dan Gambar 17.

Tabel 14. Pengaruh arah potong mesin gali terhadap Energi Spesifik
(Roxborough & Phillips, 1981)

Orientasi Gaya potong maks. Gaya potong rata- Energi Spesifik


rata-rata, kN rata, kN MJ/bcm
0 degree 0.38 0.18 0.22
45 degree 0.38 0.16 0.17
90 degree 0.50 0.22 0.29
135 degree 0.42 0.20 0.26

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 32
 = 0

 = 45

 = 90
Bidang rekahan
Cleat
 = Sudut relative cleat ke arah gali pick

 = 135

Gambar 17. Tipe rekahan pada cleat batubara (Roxborough & Phillips, 1981)

3.3. KECEPATAN RAMBAT GELOMBANG SEISMIK

3.3.1. Latar Belakang

Kecepatan rambat gelombang seismik dipengaruhi oleh elastisitas, bobot isi,


dan tingkat kepadatan material dimana gelombang itu merambat. Tentunya
dapat dikatakan bahwa kecepatan rambat gelombang seismik di dalam
suatu massa batuan dapat menunjukkan tingkat kerusakan massa batuan
tersebut.

Teknik-teknik Geofisik terdiri dari seismik refraksi dan seismik refleksi,


resistivitas elektrik dan gravimetrik serta pengukuran magnetik. Di dalam
bidang mekanika batuan, metoda seismik refraksi cukup populer dan
berguna untuk karakterisasi massa batuan baik untuk tambang terbuka
maupun tambang dalam. Kegunaannya sangat bervariasi, mulai dari
penentuan kemenerusan suatu cebakan mineral, penggalian dan kestabilian
suatu struktur.

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 33
Metoda Seismik Refraksi sering dipakai untuk memperoleh kecepatan
rambat gelombang seismik di lapangan, dimana banyak orang menyatakan
bahwa kecepatan geombang ini dapat digunakan sebagai ukuran
kemampuan suatu buldoser untuk menggaru sebuah massa batuan. Metoda
ini sudah sering dipakai oleh perusahaan buldoser seperti Caterpillar dan
Komatsu. Penggunaan data gelombang seismik ini sering ditampilkan dalam
bentuk grafik batang (bar charts) seperti ditunjukkan pada Gambar 18.

D10N-SINGLE RIPPER Rippable-mpd Marginal-mpd Non-rippable-mpd

GLACIAL TILL
BATUAN BEKU
Granite
Basalt
Trap rock
BATUAN SEDIMEN
Shale
Sandstone
Siltstone
Claystone
Conglomerate
Breccia
Caliche
Limestone
BATUAN METAMORF
Schist
Slate
BIJIH & MINERAL
Coal
Iron ore

0 1000 2000 3000 4000 5000


KECEPATAN SEISMIK - m/detik

Gambar 18. Hubungan antara kemampugaruan D10N Single Shank Impact


Ripper terhadap kecepatan gelombang seismik
(Caterpillar Tractor Company, 1994)

Gambar 18 ini menampilkan hubungan kemampugaruan buldoser CAT-


D10N yang dilengkapi dengan Single Impact Ripper terhadap kecepatan
rambat gelombang seismik. Secara umum dapat dikatakan bahwa hanya
material yang memiliki kecepatan gelombang seismik lebih kecil daripada
3000 m/d dapat dikatakan sebagai mampugaru.

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 34
Walaupun penggunaan data seismik untuk menganalisa penggalian
dianggap kurang dapat dipercaya, beberapa penelitian yang dilakukan pada
massa batuan yang relatif homogen menunjukkan hasil yang cukup akurat.

Kesalahan yang sering ditimbulkan oleh pengujian seismik adalah :

1. Kehadiran bongkah sering tak dapat diduga.


2. Kondisi geologi struktur tertentu dapat menaikkan kecepatan rambat
gelombang.
3. Kecepatan rambat gelombang sendiri tidak dapat dipakai sebagai
kriteria penggalian.

Bila data kecepatan seismik lapangan tidak tersedia, sebuah persamaan


empirik yang diturunkan dari studi penelitian di sebuah tambang terbuka
batubara di Turki (Karpuz, 1990) dapat kiranya digunakan,

VF = 953 sc0.225 (r2 = 0.87)

Dimana, VF adalah kecepatan gelombang seismik lapangan (m/d) dan s c


adalah kuat tekan batuan utuh atau UCS (MPa)

3.3.2. Seismik Refraksi

Di dalam metoda seismik refraksi (Gambar 30), hanya waktu-waktu


kedatangan pulsa energi pertama (first arrival) yang masuk masing-masing
geofon saja yang diamati. Pulsa-pulsa kedatangan pertama yang direkam
oleh geofon terdekat kepada sumber energi akan merambat langsung di
permukaan tanah dan sebuah plot dari waktu pulsa kedatangan pertama (T)
dan jarak tempuh atau rambat (X) untuk setiap geofon memberikan
hubungan garis lurus. Kemiringannya adalah kebalikan kecepatan rambat
gelombang seismik dipermukaan (V1). Bila massa batuan dibawahnya V1
mempunyai kecepatan yang lebih tinggi, V2, gelombang refraksi kritis akan
selalu ada dan akan merambat sepanjang permukaan lapisan massa batuan
ke-dua dengan kecepatan V2.

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 35
Gelombang tekan refraksi kritis akhirnya akan menjadi gelombang pertama
yang datang pada detektor dengan jarak X. Kemiringan atau gradien
hubungan nilai-nilai T-X memberikan kecepatan rambat gelombang dari
refraktor horizontal. Kedalaman refraktor ini dari permukaan dapat dihitung
dengan cara :

D1 =

Dimana,

D1 = Kedalaman bidang refraktor dari permukaan.


V1 = Kecepatan rambat gelombang pada lapisan permukaan atau pertama.
V2 = Kecepatan rambat gelombang pada batuan lapisan kedua
To = Beda waktu kedatangan ke permukaan berkecepatan rendah

T
0.25

0.20

0.15
V2
0.10

0.05 To V1

0.00
0 X
100 200 300 400
Jarak - m
Sumber energi
Permukaan S Gelombang
1 2 3 4 5 6 7 8
permukaan
Gelombang refraksi
Batuan lapuk
V1 (tanahan) = 500 m/s
Muka V2 (batuan) = 2000 m/s
gelombang
Batu ubahan

Gambar 19. Diagram skematik susunan seismik refraksi

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 36
Material pengisi pada massa batuan sedimen sering sangat berbeda dan ini
sangat mempengaruhi kecepatan rambat gelombang seismik. Hal ini dapat
diterangkan deperti pada Gambar 20. Bentuk material pengisi, misalnya batu
pasir, berpotensi untuk memantulkan dan atau merefraksikan gelombang-
gelombang seismik. Karena material pengisi pada massa batuan ini
mempunyai bobot isi lebih besar daripada bobot isi massa batuannya, maka
kecepatan gelombang seismik yang melalui material pengisi akan lebih
cepat, dan akhirnya gelombang seismik ini akan tiba lebih dahulu daripada
gelombang permukaan.

Lubang bor

1 2 3

= Detonator = Jalur gelombang


= Batu pasir = Geofon
= Tanah

Gambar 20. Pengaruh material pengisi pada suatu massa batuan terhadap
kecepatan gelombang seismik.

Contoh uji seismik refraksi dapat diberikan dari pengalaman di Tambang Air
Laya yang dilaksanakan pada tahun 1994. Uji seismik ini dilakukan dengan
cara sederhana. Sumber energi dibangkitkan oleh pukulan palu 5 kg ke pelat
besi yang diletakkan di atas permukaan tanah. Waktu kedatangan
gelombang pertama pada berbagai posisi direkam oleh geofon yang ditanam
di permukaan tanah (lihat Gambar 21).

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 37
Gambar 21. Uji seismik refraksi pada Blok AL-2 di Tambang Air Laya

Alat perekam data seismik menggunakan Bison-2 Digital Instantaneous


Floating Point Signal Stacking Seismograph. Gelombang seismik yang
dibangkitkan di titik sumber direkam oleh 12 geofon berjarak 2.5 m masing-
masing dengan laju sampling 0.2 md. Jarak antara geofon pertama dengan
palu sekitar 1.5 m.

Selesai setiap uji, Seismograph menghasilkan cetakan yang berisi informasi


berikut :

1. Header data (judul data) .


2. Seismic waveforms from forward and reverse measurements
(gelombang seismik hasil pengukuran maju dan mundur).

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 38
3. Values of first arrival time from forward and reverse measurements
(waktu kedatangan pertama dari pengukuran maju dan mundur).
4. Time-distance plot (grafik waktu - jarak).
5. Seismic wave velocities of layers detected (kecepatan gelombang
seismik lapisan yang dilalui).
6. Geological layer profile (profil lapisan geologi).

Waktu kedatangan pertama direkam secara otomatis oleh seismograph


pada saat kejutan pertama dari energi seismik direkam oleh geofon yang
bersangkutan. Tipikal gelombang seismik yang dihasilkan oleh Bison-2
Seismograph menurut uji seismik di Blok Al-2 ditunjukkan pada Gambar 22.

PTBA1007 SEISMIC WAVEFORMS Forward


1

10

11

12

0.00 40.00 80.00 120.00 160.00 200.00

WAKTU - milidetik

Gambar 22. Gelombang-gelombang seismik hasil perekaman oleh Bison


seismograph

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 39
Cetakan seismograph memberikan kecepatan seismik dari lapisan yang
dideteksi hasil pengukuran maju dan mundur. Metoda "q/2 Velocity" dipakai
untuk menghitung kecepatan rata-rata setiap lapisan. Metoda ini yang
memakai angka rata-rata waktu kedatangan pertama pada setiap geofon
hasil pengukuran maju dan mundur, cenderung untuk meng-smooth-out
ketidakaturan pada gelombang refraktor, yang kalau tidak, akan
mempengaruhi angka duga kecepatan.

Menurut contoh data di Blok Al-2 hasil pengukuran maju dan mundur (lihat
Tabel 15) lapisan ke-dua ditemukan pada kedalaman sekitar 0.6 hingga
0.8 m dibawah permukaan yang tampaknya merupakan lapisan tanah atau
lapisan lapuk.

Karena Metoda q/2 Velocity merata-ratakan angka masing-masing dari


waktu kedatangan pertama, maka angka sebesar 1351 m/d dipandang
sebagai nilai yang paling representatif bagi kecepatan seismik pada
Blok Al-2. Perlu diketahui di sini bahwa lapisan batu pasir tipis yang
kenyataannya ada di Blok Al-2 tidak dapat dideteksi oleh uji seismik .

Table 15. Data kecepatan seismik pada sebuah Blok AL-2

Parameter Pengukuran maju Pengukuran mundur q/2 Velocity


V1 - m/s 319 319
V2 - m/s 1312 1410 1351
D1 - m 0.6 0.8 -

3.3.3. Uji Uphole Seismik

Uji seismik lainnya yang lebih teliti daripada uji refraksi, adalah uji uphole
(Church, 1981). Sebuah lubang bor diperlukan untuk uji ini dan kecepatan
gelombang seismik ditentukan dengan cara mengukur waktu kedatangan
gelombang-gelombang P (primary or longitudinal) yang merambat ke atas,
paralel dengan dinding lubang bor, ke arah geofon di permukaan (lihat
Gambar 23).

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 40
Teknik yang disebut check shot dalam Gambar 36A dipakai untuk
menentukan kecepatan interval rata-rata dan hubungan waktu-kedalaman.
Hubungan waktu-kedalaman sering dipakai untuk perbandingan dengan
data dari uji seismik cara lainnya, seperti routine refraction dan metoda
refleksi. Sebaliknya, metoda vertical seismic profiling technique (VSP)
seperti pada Gambar 36B, kadang-kadang disebut juga sebagai Reverse
Seismic Profiling (RSP), yang membutuhkan banyak sumber energi dan
geofon memberikan peluang untuk melakukan teknik "VSP-Stack" dan teknik
penampakkan seksi geologi struktur dapat dibuat.

Gambar 23. Metode uji uphole seismic test

Uji uphole seismik dapat dilakukan dengan menyalakan detonator di dalam


lubang bor pada berbagai kedalaman. Dengan menggunakan perbedaan-
perbedaan waktu kedatangan, dan dengan mengetahui jarak antara sumber
energi dengan geofon, kecepatan rambat gelombang seismik rata-rata dapat
dihitung. Selanjutnya, kecepatan seismik pada perbedaan kedalaman
sumber energi juga dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut :

IV =

dimana :

IV = Kecepatan Interval, m/s

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 41
Dd = Perbedaan jarak, m
Dt = Perbedaan waktu kedatangan, s

Bila geofon diletakkan pada jarak yang cukup berjauhan, gelombang seismik
dimungkinkan untuk merambat dengan jarak tempuh yang lebih jauh
sehingga berkemungkinan untuk menemukan bidang diskontinuiti dimana
gelombang akan dipantulkan atau dan direfraksikan (lihat Gambar 24).
Dalam upaya mengoptimalkan uji seismik lapangan, uji up-hole seismik
dapat dilakukan dengan memakai sejumlah banyak geofon (± 12) yang
diletakkan dengan jarak antara sekitar 20 - 40 cm.

Geofon

Detonator
Gelombang bias
Batuan lunak Gelombang pantul

Batuan keras

Lubang bor

Gambar 24. Gelombang-gelombang refraksi dan refleksi dari uji uphole


seismic

3.3.4. Indeks Kecepatan

Gabungan antara sifat dinamik batuan utuh dan sifat dinamik massa batuan
akan memberikan beberapa indeks yang berguna untuk menganalisa
kemampugalian.

Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kecepatan rambat gelombang


seismik sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kondisi alamiah
batuan utuh dan kehadiran bidang-bidang diskontinuiti. Agar faktor bidang

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 42
diskontinuiti ini dapat diperhitungkan, Knill (1970) mengusulkan penggunaan
sebuah nisbah antara kecepatan gelombang seismik longitudinal, yang
diukur di lapangan, (VF atau V2) dengan kecepatan gelombang sonik yang
diukur di laboratorium (VLab) sebagai indeks kualitas massa batuan
(F = VF/VLab) dan Fraktur Indeks.

King & McConnel (diambil dari Braybrooke, 1988) menggunakan sebuah


indeks yang diturunkan dari Fraktur Indeks dan disebut dengan Indeks

Kecepatan (F2).

F2 = []2

Hubungan antara Indeks Kecepatan dengan RQD, Fraktur Frekuensi dan


kualitas massa batuan diberikan dalam Tabel 16.

Tabel 16. Indeks Kecepatan dan kualitas massa batuan (Attewell, 1993)

Kualitas RQD (%) FF (m-1) Indeks Kecepatan


massa batuan
(VF/VLab)2
Very poor 0 - 25 > 15 < 0.2
Poor 25 - 50 15 - 8 0.2 - 0.4
Fair 50 - 75 8-5 0.4 - 0.6
Good 75 - 90 5-1 0.6 - 0.8
Very good 90 - 100 <1 0 - 1.0

Sedangkan hubungan antara Indeks Kecapetan dengan jarak antara bidang


diskontinuiti diberikan oleh Braybrooke dan dapat dilihat pada Tabel 17.

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 43
Tabel 17. Indeks Fraktur dan jarak kekar (Braybrooke, 1988)

Indeks Fraktur (VF/VLab) 0.0 - 0.2 0.2 - 0.4 0.4 - 0.6 0.6 - 0.8 0.8 - 1.0
Frequensi diskontinuiti/m > 15 15 - 8 8-5 5-1 <1
Spasi diskontinuiti, m (Bell, 1983) 0.07 0.07 - 0.125 0.125 - 0.2 0.2 - 1 >1

Table 18 menampilkan data kecepatan seismik laboratorium dan lapangan,


Indeks Kecepatan, RQD dan jarak kekar semu dari tambang Air Laya untuk
blok-blok Al-2, AL-3, AL-4 dan AL-5. Angka-angka yang direkomen-dasikan
oleh Attewell (1993) untuk setiap parameter juga diberikan sebagai bahan
perbandingan .

Tabel 18. Kecepatan seismik laboratorium dan lapangan, Indeks Kecepatan,


RQD dan Fraktur Frekuensi Blok AL-2, AL-3, AL-4 dan AL-5
Tambang Air Laya

Lokasi VLab. VField Indeks Kecepatan RQD1 RQD2 FF1 FF2


m/s m/s (VLab./ VField)2 % % m-1 m-1
AL-2 1515 1351 0.79 99.0 75-90 1.02 5-1
AL-3 1339 1224 0.83 94.6 90-100 1.37 <1
AL-4 1380 888 0.41 97.0 75-90 1.11 8-5
AL-5 1615 1200 0.74 99.0 75-90 0.90 5-1

RQD1 = RQD lubang bor. FF1 = Fracture frekuensi lubang bor.


RQD2 = RQD menurut Attewell, 1993 FF2 = Fracture frekuensi menurut Attewell, 1993

3.4. KLASIFIKASI MASSA BATUAN

Sistem klasifikasi massa batuan sering menggunakan lebih dari dua


parameter dan ini tergantung dari kepentingannya masing-masing. Semakin
banyak parameter yang dipakai tentunya semakin baik analisisnya. Namun
perlu diingat bahwa klasifikasi massa batuan harus dibuat sedemikian rupa
hingga penggunaanya tidak menyulitkan. Oleh karenanya akan ada batas
jumlah parameter yang dipakai dan akhirnya perlu kompromi.

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 44
Pada hakekatnya suatu klasifikasi massa batuan dibuat untuk memenuhi
hal-hal berikut ini (Bieniawski, 1989) :

1. Untuk mengidentifikasi parameter yang paling mempengaruhi perilaku


massa batuan.
2. Untuk membagi massa batuan kepada kelompok grup yang berperilaku
sama, yaitu kelas massa batuan dengan kualitas berbeda.
3. Untuk melengkapi suatu dasar pengertian karakteristik masing-masing
kelas.
4. Untuk menghubungkan pengalaman atas pengamatan suatu kondisi
massa batuan di satu tempat dengan lainnya.
5. Untuk menghasilkan data kuantitatif untuk desain rekayasa.
6. Untuk melengkapi suatu dasar umum komunikasi.

3.4.1. Rock Mass Rating - Bieniawski

Sistem Rock Mass Rating (RMR), atau sering juga dikenal sebagai
Geomechanics Classification, dibuat oleh Bieniawski (1973). Klasifikasi ini
telah dimodifikasi berulang kali begitu informasi baru dari studi-studi kasus
diperoleh dan menjadikannya sesuai dengan International Standard dan
prosedur. RMR terdiri dari 6 parameter utama untuk membagi massa batuan
(lihat Tabel 19) :

Kuat Tekan Batuan utuh (UCS)


RQD
Jarak diskontinuiti/kekar
Kondisi diskontinuiti/kekar
Kondisi air tanah
Orientasi diskontinuiti/kekar

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 45
Tabel 19. Rock Mass Rating (Bieniawski, 1989)

A. Klasifikasi parameter dan pembobotan


Parameter Selang nilai
1 Kuat PLI (MPa) > 10 4 - 10 2-4 1-2 Untuk kuat
tekan tekan
batuan rendah
utuh perlu UCS
UCS (MPa) > 250 100 - 250 50 - 100 25 - 50 5- 1- <1
25 5
Bobot 15 12 7 4 2 1 0
2 RQD (%) 90 - 100 75 - 90 50 - 75 25 - 50 < 25
Bobot 20 17 13 8 3
3 Jarak diskontinuiti >2m 0.6-2 m 0.2-0.6 m 0.06-0.2 m < 0.06 m
Bobot 20 15 10 8 5
4 Kondisi diskontinuiti sangat agak kasar. agak kasar. Slicken-sided Gouge
kasar, tdk pemisahan pemisahan /tebal gouge lunak tebal
menerus, < 1 mm, < 1 mm, < 5 mm, atau > 5 mm,
tdk ada dinding dinding pemisahan atau
pemisahan, agak lapuk sangat 1-5 mm, pemisahan
dinding batu lapuk menerus > 5 mm,
tdk lapuk menerus
Bobot 30 25 20 10 0
Aliran/10 m None < 10 10 - 25 25 - 125 > 125
panjang
terowongan
(Lt/min)
5 Air tanah Tekanan air 0 < 0.1 0.1 - 0.2 0.2 - 0.5 > 0.5
kekar/Maks
Tegangan
utama
Kondiisi Kering Lembab Basah Menetes Mengalir
umum
Bobot 15 10 7 4 0

B. Peubah bobot orientasi diskontinuiti


Jurus & kemiringan Sangat Mengun- Sedang Tidak Sangat tidak
orientasi diskontinuitimengun- tungkan menguntungkan menguntungkan
tungkan
Terowongan 0 -2 -5 - 10 - 12
Bobot Fondasi 0 -2 -7 - 15 - 25
Lereng 0 -5 - 25 - 50 - 60

C. Kelas massa batuan menurut bobot total


Bobot 100 - 81 80 - 61 60 - 41 40 - 21 < 20
No. Kelas I II III IV V
Description Batuan Batuan Batuan Batuan Batuan sangat buruk
sangat baik sedang buruk
baik

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 46
D. Arti kelas massa batuan
No. Kelas I II III IV V
Stand up time rata-rata 20 th. utk 1 th. utk 1 mgg utk 10 jam utk 30 min utk
15 m span 10 m span 5 m span 2.5 m span 1 m span

Kohesi massa batuan > 400 300 - 400 200 - 300 100 - 200 < 100
(kPa)
Sudut gesek dalam > 450 35 0- 450 25 0- 350 150 - 250 < 15

Parameter-parameter ini selanjutnya dibagi kedalam 5 grup pembobotan


dan karena parameter-parameter tersebut tidak sama nilai kepentingannya
maka pembobotan dialokasikan secara berbeda untuk berbagai selang dari
setiap parameter. Semakin besar bobotnya semakin baik massa batuan itu
untuk masalah kestabilan tetapi semakin sulit dia digali.

Untuk menggunakan sistem ini, massa batuan dibagi kedalam sejumlah


zone struktur atau karakteristik tertentu yang cocok dengan klasifikasi yang
ada di dalam RMR. Selanjutnya persyaratan setiap parameter yang cocok
dengan kelasnya diidentifikasi di lapangan dan dimasukkan kedalam lembar
pengamatan. Panduan untuk mengisi kolom kondisi diskontinuiti diberikan
oleh ISRM (1981) dan ditunjukkan pada Gambar 25.

Pengaruh orientasi diskontinuiti relatif terhadap arah pemotongan atau


penggalian ditentukan dengan pertama-tama melakukan plot orientasi
diskontinuiti yang ada ke dalam Steronet-equal area projection.
Pembobotannya ditentukan dengan memperhatikan bobot yang diberikan
oleh RMR dan alternatifnya juga diberikan oleh Fowell & Johnson (1991,
lihat Tabel 20, butir 2, Revised orientation for excavation using the Rock
Mass Classification System).

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 47
Stepped
rough
I
smooth

II

slickensided
III

rough Undulating
IV

smooth
V

slickensided
VI

rough Planar
VII

smooth
VIII

slickensided
IX

Gambar 25. Profil kekasaran (roughness) dan pemeriannya (ISRM, 1981).


Panjang profile dalam selang 1 - 10 m; skala vertikal dan
horizontal sama.

Perlu diketahui bahwa penggunaan RMR memerlukan minimum 3 set


diskontinuiti atau kekar. Karena itu bila hanya ada dua grup diskontinuiti,
maka analisis RMR akan menjadi konservatif dan koreksi positif sebesar
30% diperlukan.

3.4.2. Rock Mass Quality - Q System

Klasifikasi Massa Batuan menurut Q-System dibuat di Norwegia pada tahun


1974 oleh Barton, Lien dan Lunde, semuanya dari Norwegian Geotechnical
Institute.

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 48
Tabel 20. Pengaruh orientasi strike dan dip diskontinuiti dalam pembuatan
terowongan dan penggalian
(Bieniawski, 1989 dan Fowell & Johnson, 1991)

1 Pengaruh jurus & kemiringan kekar untuk penerowongan


Jurus tegak lurus sumbu terowongan Jurus paralel Dip 0 - 20o
Galian searah Galian melawan sumbu terowongan tidk tergan-
kemiringan kemiringan tung jurus
kemiringan kemiringan kemiringan kemiringan kemiringan kemiringan
45-90o 20-450 45-900 20-450 45-900 20-450
Sangat Mengun- Sedang Tidak Sangat Sedang Tidak
mengun- tungkan mengun- tidak mengun-
tungkan tungkan mengun- tungkan
tungkan

2 Koreksi orientasi untuk penggalian dengan RMR (Fowell & Johnson, 1991)
Kelas Batuan I II III IV V
Orientasi jurus & Sangat mengun- Tidak mengun- Sedang Mengun- Sangat mengun-
kemiringan tungkan tungkan tungkan tungkan
Bobot untuk -12 -10 -5 -2 0
penggalian

Pembobotan Q-System didasarkan atas penaksiran numerik kualitas massa


batuan dengan menggunakan 6 parameter berikut ini :

RQD
Jumlah set kekar
Kekasaran kekar atau diskontinuiti utama
Derajat alterasi atau pengisian sepanjang kekar yang paling lemah
Aliran air
Faktor reduksi tegangan

dan pembobotan total dari kualitas massa batuan ini ditulis menurut,

Q=

dimana :

RQD = Rock quality designation Jn = Jumlah set kekar


Jr = Angka kekasaran kekar Ja = Angka alterasi kekar
Jw = Angka reduksi kondisi air SRF = Faktor reduksi tegangan

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 49
Keenam parameter tersebut di kelompokkan ke dalam 3 (tiga) kelompok
nisbah dalam upaya untuk menyatakan kualitas total massa batuan :

a. Ukuran blok (RQD/Jn)


b. Kuat geser blok utuh (Jr/Jn)
c. Tegangan aktif (Jw/SRF)

Deskripsi massa batuan dan bobotnya untuk setiap parameter diberikan


pada Tabel 21. Bobot kualitas massa batuan bervariasi mulai dari Q = 0.001
hingga Q = 1000 yang kenyataannya merupakan fungsi skala logaritmik.
Dan ini meliputi kondisi kualitas massa batuan mulai dari heavy squeezing-
ground right hingga sound unjointed rock dan semuanya ini berdasarkan 200
studi kasus terowongan. Klasifikasi ini dibuat untuk penentuan dimensi
optimum lubang bukaan dan kebutuhan penyangga permanen untuk
penggalian terowongan.

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 50
Tabel 21. Deskripsi dan nilai Q-Sistem (Barton et al, 1974)

1. Rock Quality Designation RQD (%)

A. Very poor 0 - 25
B. Poor 25 - 50
C. Fair 50 - 75
D. Good 75 - 90
E. Excellent 90 -100

2. Modified Joint Set Number (Kirsten, 1982) Jn

A. Massive, none or few joints 1.0


B. One joint set / fissure set 1.22
C. One joint set / fissure set / plus random 1.5
D. Two joint sets / fissure set 1.83
E. Two joint sets / fissure set / plus random 2.24
F. Three joint sets / fissure set 2.73
G. Three joint sets / fissure set / plus random 3.34
H. Four joint sets / fissure set 4.09
J. Multiple joint / fissure set 5.0

3. Joint Roughness Number Jr


(a) Rock wall contact and
(b) Rock wall contact before 10-cm shear Note :
1. Add 1.0 if the mean
A. Discontinuous joint 4.0 spacing of the relevant
B. Rough or irregular, undulating 3.0 joint set is greater than 3 m.
C. Smooth, undulating 2.0
D. Slickensided, undulating 1.5 2. Jr = 0.5 can be used for
E. Rough or irregular, planar 1.5 planar slickensided joints
F. Smooth, planar 1.0 the lineations are fa-
G. Slickensided planar 0.5 vorable oriented.

(c) No rock wall contact when sheared


H. Zone containing clay minerals thick enough to prevent 3. Descriptions B - G
rock wall contact 1.0b refer to small - scale
J. Sandy, gravelly, or crushed zone thick enough features & intermediate- to
prevent rock wall contact 1.0b scale features in that
order. b - nominal

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 51
4. Joint Alteration Number

(a) Rock wall contact Ja fr(approx)

A. Tightly healed, hard, nonsoftening, impermeable


filling, i.e., quartz or epidote 0.75
B. Unaltered joint walls, surface staining only 1.0 25 - 35o
C. Slightly altered joint walls. Non-softening mineral
coatings, sandy particles, clay-free disintegrated
rock, etc. 2.0 25 - 30o
D. Silty or sandy clay coatings, small clay fraction
(non-softening) 3.0 20 - 25o
E. Softening or low-friction clay mineral coatings, i.e.,
kaolinite, mica. Also chlorite, talc, gypsum, and
graphite, etc., and small quantities of swelling clays
(discontinuous coatings, 1-2 mm or less in thickness) 4.0 8 - 16o

(b) Rock wall contact before 10-cm shear

F. Sandy particles, clay-free disintegrate rock etc. 4.0 25 - 30o


G. Strongly over-consolidated, non-softening clay
mineral fillings (continuous, < 5 mm in thickness) 6.0 16 - 24o
H. Medium or low over-consolidation, softening,
clay mineral fillings (continuous, < 5 mm in thickness) 8.0 12 - 16o
J. Swelling clay fillings, i.e., monmorilonite (continuous,
< 5 mm in thickness). Value of Ja depends on
percentage of swelling clay sized particles, and acces
to water, etc. 8.0 -12.0 6 - 12o

(c) No rock wall contact when sheared

K. Zones or bands of disintegrated or crushed rock and 6.0 - 8.0 or


clay (see G., H., J., for description of clay condition) 8.0 - 12.0 16 - 24o
L. Zones or bands of silty or sandy clay, small clay
fraction (nonsoftening) 5.0
M. Thick, continuous zones or bands of clay
(see G., H., J., for description of clay condition) 10.0 - 13.0 or
13.0 - 20.0 6 - 24o
Note : Values of fr are intended as an approximate guide
to the mineralogcal properties of the alteration
products.

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 52
5. Stress Reduction Factor `SRF

(a) Weakness zones intersecting excavation,


which may cause loosening of rock mass
when tunnel is excavated
A. Multiple occurences of weakness zones
containing clay or chemically disintegrated rock,
very loose surrounding rock (any depth) 10.0
B. Single-weakness zones containing clay or chemically
disintegrated rock (depth of excavation < 50 m) 5.0
C. Single-weakness zones containing clay or chemically
disintegrated rock (depth > 50 m) 2.5
D. Multiple-shear zones in competent rock (clay-free),
loose surrounding rock (any depth) 7.5
E. Single-shear zones in competent rock (clay-free)
(depth of excavation < 50 m) 5.0
F. Single-shear zones in competent rock (clay-free)
(depth of excavation > 50 m) 2.5
G. Loose open joints, heavily jointed or "sugar cube",
etc. (any depth) 5.0

(b) Competent rock, rock stress problems

H. Low stress, near surface c/1 t/1 2.5


>200 >13
J. Medium stress 200-10 13-0.66 1.0
K. High-stress, very tight
structure (usually favorable
to stability, may be un-
favorable to wall stability 10-5 0.66-0.33 0.5-2.0
L. Mild rock burst (massive rock) < 25 < 0.16 10-20

(c) Squeezing rock; plastic flow of incompetent rock


under the influence of high rock pressures

N. Mild squeezing rock pressure 5-10


O. Heavy squeezing rock pressure 10-20

(d) Swelling rock : chemical swelling activity depending on presence of water

P. Mild swelling rock pressure 5-10


R. Heavy swelling rock pressure 10-15

Note :
(i) Reduce these SRF values by 25-50% if the relevant shear zones only influence but do
not intersect the excavation
(ii) For strongly anisotropic stress field (if measured ) : when 5 < 1/3 < 10, reduce c and
t to 0.8 sc and 0.8 t; when 1/3 > 10, reduce c and t to 0.6 c and 0.6 t (where
c = UCS and t = tensile strength (point load), 1 and 3 = major and minor principal
stresses)

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 53
6. Joint Water Reduction Factor

Jw Approximate water
pressure (kg/cm2)

A. Dry excavations or minor inflow, i.e.,


B. 5 litre/min locally 1.0 <1
Medium inflow or pressure occasional
outwash of joint fillings 0.66 1.0-2.5
C. Large inflow or high pressure in
competent rock with unfilled joints 0.5 2.5-10.0
D. Large inflow or high pressure,
considerable outwash of joint fillings 0.33 2.5-10.0
E. Exceptionally high inflow or water pressure
at blasting, decaying with time 0.2-0.1 > 10.0
F. Exceptionally high inflow or water pressure
continuing without noticeable decay 0.1-0.05 > 10.0

Note :
(i) Factors C-F are crude estimates. Increase Jw if drainage measures are installed.
(ii) Special problems caused by ice formation are not considered.

_________________________________________________________________
____
a After Barton et.al (1974)
b Nominal

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 54
DAFTAR PUSTAKA

1. Bieniawski, Z. T., “Estimating the Strength of Rock Materials”, Journal of


South African Institute of Mining and Metallurgy, 1974.

2. Bieniawski, Z. T., “Engineering Rock Mass Classifications”, John Willey


and Sons Inc., New York.

3. Braybrooke, J.C., “The State of the Art of Rock Cuttability and Rippability
Prediction”, Proceedings of 5th ANZ Geomechanics Conference,
Sydney, 1988.

4. Suseno Kramadibrata, “Pemindahan Tanah Mekanis”, Jurusan Teknik


Pertambangan, FTM-ITB, 1997.

Karakteristik Material Utuh dan Massa Batuan yang Mempengaruhi Kinerja Penggalian - 55

Anda mungkin juga menyukai