Anda di halaman 1dari 20

BAB I

KRITERIA PENGGALIAN

1.1 Pendahulan
Kegiatan pertambangan terdiri dari banyak sekali proses yang kompleks.
Berbagai masalah dapat ditemukan pada setiap kegitan pertambangan. Salah satu
masalah yang sering dijumpai adalah mengenai pembongkaran batuan (bahan
galian) yang sangat keras, dimana batuan tersebut tidak dapat dibongkar secara
manual maupun menggunakan alat mekanis. Oleh sebab itu diperlukan kegiatan
pemboran dan peledakan untuk memberai batuan yang keras. Untuk itu
diperlukan suatu pengenalan dengan mengikuti Praktikum Pengeboran dan
Peledakan ini. Pada praktikum Acara I yang dilakukan adalah mengetahui kriteria
penggalian.

Dengan adanya praktikum pengeboran dan peledakan Acara I terkait kriteria


penggalian ini, diharapkan praktikan dapat memahami bagaimana menentukan
metode penggalian yang tepat sesuai kriteria yang ada, faktor yang
mempengaruhi, serta mampu menjelaskan pembacaan grafik. Dengan begitu,
praktikan dapat mengerti aplikasi dan penentuan metode penggalian yang sesuai.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum Acara I Kriteria Penggalian ini
adalah:
1. Praktikan mampu menjelaskan macam-macam kriteria penggalian
berdasarkan metode yang ada.
2. Praktikan dapat menjelaskan pembacaan grafik.
3. Praktikan mampu menjelaskan faktor yang mempengaruhi.
4. Praktikan mampu menentukan metode penggalian.

Artati Candra Okselawati / 112200070 / BAB I


5. Praktikan dapat mengerti aplikasi dan penentuan metode penggalian.
1.3 Landasan Teori
1.3.1. Dasar Teori
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan metode penggalian
untuk suatu komoditas tambang. Berikut adalah uraian faktor-faktor yang
mempengaruhi kriteria penggalian batuan yang ada.
1.3.1.1. Sifat Batuan
Sifat batuan berpengaruh pada penetrasi dan sebagai konsekuensi pada pemilihan
metode pemboran. Dikarenakan batuan pada umumnya tidak homogen isotropik,
maka dalam suatu wilayah tentu kekuatan batuan juga berbeda. Beberapa sifat
batuan yang menjadi perhatian adalah:
a. Kekerasan
Kekerasan adalah tahanan dari suatu bidang permukaan halus terhadap abrasi,
kekerasan dipakai untuk mengukur sifat-sifat teknis dari material batuan dan
dapat juga dipakai untuk menyatakan kerusakan pada batuan. Kekerasan
batuan merupakan suatu fungsi dari kekerasan, komposisi butiran mineral,
porositas, dan derajat kejenuhan merupakan hal utama yang harus diketahui,
karena setelah mata bor menetrasi batuan, maka akan menentukan tingkat
kemudahan pemborannya. Terdapat skala mohs yang digunakan.

1. Talk 5. Apatit 9. Topaz


2. Gypsum 6. Feldspar 10. Intan
3. Kalsit 7. Kuarsa
4. Flourit 8. Korondum
b. Kekuatan (strength)
Kekuatan mekanik suatu batuan adalah suatu sifat dari kekuatan terhadap gaya
luar, baik itu kekuatan statik maupun dinamik. Pada prinsipnya kekuatan
batuan tergantung pada komposisi mineralnya. Diantara mineral-mineral yang
terkandung di dalam batuan, kuarsa adalah terkompak dengan kuat tekan
mencapai lebih dari 500 Mpa, sehingga semakin tinggi kandungan kuarsa, akan
memberikan kekuatan semakin meningkat.
c. Elastisitas

Artati Candra Okselawati / 112200070 / BAB I


Sifat elastisitas batuan dinyatakan dengan modulus elastisitas atau modulus
Young (), dan nisbah Poisson (υ). Modulus elastisitas merupakan factor
kesebandingan antara tegangan normal dengan regangan relatifnya, sedangkan
nisbah Poisson merupakan kesebandingan antara regangan lateral dengan
regangan aksial. Modulus elastisitas sangat tergantung pada komposisi mineral,
porositas, jenis perpindahan dan besarnya beban yang ditarapkan. Nilai
modulus elastisitas untuk batuan sedimen sangat rendah, hal ini disebabkan
komposisi mineral teksturnya, seperti modulus elastisitas pada arah sejajar
bidang perlapisan selalu lebih besar dibandingkan dengan arah pada tegak
lurus.
d. Plastisitas
Plastisitas batuan merupakan perilaku batuan yang menyebabkan deformasi
tetap setelah tegangan dikembalikan ke kondisi awal, dimana batuan tersebut
belum hancur. Sifat plastic tergantung pada komposisi mineral penyusun
batuan dan di pengaruhi oleh adanya pertambahan kuarsa, feldspar dan mineral
lain. Lempung lembab dan beberapa batuan homogen mempunyai sifat plastik.
e. Abrasivitas
Abrasivitas adalah sifat batuan untuk menggores permukaan material lain, ini
merupakan suatu parameter yang mempengaruhi keausan (umur) mata bor dan
batang bor. Semakin besar abrasivitas batuan akan semakin mudah haus mata
bor dan alat penggalian yang digunakan. Kandungan kuarsa dari batuan
biasanya dianggap sebagai petunjuk yang dapat dipercaya untuk mengukur
keausan mata bor. Faktor yang mempengaruhi abrasivitas batuan adalah:
a) Kekerasan butir batuan, batuan dengan butiran kuarsa mempunyai tingkat
abrasitas yang tinggi.
b) Bentuk butir, bila bentuk butir tersebut tidak teratur maka lebih abrasiv
dibandingkan dengan yang berbentuk bulat.
c) Ukuran butir, semakin kasar maka akan semakin besar abrasivitas batuan.
d) Ketidaksamaan, batuan polimineral akan lebih abrasif karena
meninggalkan permukaan yang kasar.
e) Porositas batuan.

Artati Candra Okselawati / 112200070 / BAB I


f. Tekstur
Tekstur suatu batuan menunjukkan hubungan antar mineral-mineral penyusun
batuan, sehingga dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat-sifat porositas batuan,
ikatan antar butir batuan, bobot isi dan ukuran butir dari batuan. Tekstur juga
mempengaruhi kecepatan pemboran. Jika butirannya mempunyai bentuk
lembaran, seperti pada batuan schist, pemboran akan lebih sulit dibanding jika
butirannya berbentuk bulat seperti batupasir. Sedangkan batuan yang
mempunyai bobot isi rendah, lebih porous, akan mempunyai tingkat pecah
rendah sehingga akan lebih mudah jika dibor.
g. Struktur geologi
Struktur geologi seperti patahan, rekahan, kekar, bidang perlapisan
berpengaruh pada penyesuaian kelurusan lubang ledak, aktifitas pemboran dan
kemantapan lubang ledak. Adanya rekahan-rekahan dan rongga-rongga dalam
batuan seperti di batugamping mempersulit kerja pemboran, karena batang bor
dapat terjepit.
h. Karakteristik Pecahan
Karakteristik pecahan (Breaking Charactereristics) dapat digambarkan seperti
perilaku batuan ketika dipukul. Tiap-tiap tipe batuan mempunyai karakteristik
pecah yang berbeda dan ini berhubungan dengan tekstur, komposisi mineral
dan struktur.
1.3.1.2. Rock Quality Designation
Rock Quality Designation (RQD) adalah sebuah ukuran kasar mengenai derajat
keretakan pada massa batuan. RQD dikembangkan pada tahun 1964 oleh Deere,
diukur sebagai persentase drill core dengan panjang 10 cm atau lebih. RQD
merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui kekuatan
batuan. RQD penting untuk digunakan dalam pembobotan massa batuan (Rock
Mass Rating, RMR) dan pembobotan massa lereng (Slope Mass Rating, SMR).
Metode ini tidak memperhitungkan faktor orientasi bidang diskontinu, material
pengisi, dll, sehingga metode ini kurang dapat menggambarkan keadaan massa
batuan yang sebenarnya.Dalam penilaian massa batuan (Rock Mass Rating,
RMR), RQD diberikan penilaian bedasarkan tabel:

Artati Candra Okselawati / 112200070 / BAB I


Tabel 1.1
Indeks Klasifikasi RQD

RQD Rock Mass Quality


< 25% Sangat Buruk
25% - 50% Buruk
50% - 75% Sedang
75% - 90% Baik
90% - 100% Sangat Baik

Gambar 1.1
Prosedur Pengukuran dan Perhitungan RQD

1.3.1.3. Point Load Index


Uji Point Load Index (PLI) merupakan uji indeks yang digunakan untuk
memprediksi nilai UCS suatu batuan secara tidak langsung di lapangan. Hal ini
disebabkan prosedur pengujian yang sederhana, preparasi contoh yang mudah,
dan dapat dilakukan di lapangan. As Hoeh (1977) menunjukkan, mekanisme dari
alat uji beban titik sebenarnya menyebabkan batuan gagal dalam ketegangan.
Akurasi alat uji beban titik dalam memprediksi UCS itu tergantung pada rasio
antara kekuatan UCS dan kekuatan tarik.
1.3.1.4. Kecepatan Seismik

Artati Candra Okselawati / 112200070 / BAB I


Gelombang seismik yang dikenal juga dengan gelombang elastis dapat dibagi
menjadi dua tipe berdasarkan medium penjalarannya, yaitu gelombang tubuh
(body wave) dan gelombang permukaan (surface wafe). Gelombang tubuh
merupakan gelombang yang energinya ditransfer melalui medium di dalam bumi,
sedangkan gelombang permukaan merupakan gelombang yang ditransfer terjadi
pada permukaan bebas. Gelombang seismic merupakan gelombang yang
menjalarkan energi menembus lapisan batuan. Kecepatan gelombang seismic
dipengaruhi oleh rigiditas (kekakuan) dan kerapatan lapisan medium penjalaran.
Sifat elastis batuan di bumi sangat bervariasi yang bisa disebabkan oleh tingkat
kekompakan dari batuan tersebut. Pengukuran di lapangan menunjukkan faktor
petrologi dan geologi sangat berpengaruh terhadap penjalaran gelombang seismic
antara lain (Priyono, 1999):
1. Sifat Elastisitas dan densitas batuan.
2. Porositas dan saturasi.
3. Tekanan.
4. Temperature.
5. Sejarah terjadinya.
1.3.1.5. Kriteria Penggalian
Pada kegiatan penggalian dibutuhkan suatu kriteria penggalian batuan yang
digunakan untuk menentukan apakah bisa dilakukan penggalian menggunakan
alat mekanis saja atau malah harus dilakukan pengeboran dan peledakan. Macam-
macam metode kriteria penggalian sebagai berikut :
a. Kriteria Penggalian metode RMR
Kemampuan untuk menaksir kemampugalian suatu massa batuan sangatlah
penting, apalagi bila akan menggunakan alat gali mekanis kontinu. Fowell &
Johnson (1982) menunjukkan hubungan yang erat antara kinerja (produksi)
Road Header kelas berat (>50 ton) dengan RMR (lihat Gambar 1.l).
Selanjutnya pada tahun 1991 mereka melaporkan bahwa hubungan tersebut di
atas dapat dibagi menjadi 3 zona penggalian :
a) Zone kerja l: Kinerja penggalian sangat ditentukan oleh sifat - sifat batuan
utuh.

Artati Candra Okselawati / 112200070 / BAB I


b) Zone kerja 2: Keberhasilan kerja penggalian dibantu oleh kehadiran struktur
massa batuan. Pengaruh sifarsi batuan utuh menurun dengan memburuknya
kualitas massa batuan.
c) Zone kerja 3: Kinerja penggalian semata-mata dipengaruhi oleh struktur
massa batuan.
Dari ketiga zona tersebut dapat disimpulkan bahwa jika batuan tersebut keras
maka akan mempengaruhi kinerja alat penggalian. Zona kerja 3 merupakan
zona kerja dengan batuan yang cenderung lunak, sedangkan zona kerja 1
cenderung batuan yang keras. Nilai-nilai UCS, Energi Spesifik, Koefisien
Abrasivity secara keseluruhan menyimpulkan bahwa batuan utuh tersebut tidak
dapat digali dengan baik oleh roadheader. Namun seperti dilaporkan oleh
Fowell & Johnson (1991) bahwa pada kenyataannya massa batuan itu dapat
digali.
b. Kriteria Penggalian metode RMR &Q-System
Hubungan antara RMR dan Q-System untuk berbagai kondisi penggalian dapat
dilihat pada gambar l.3. jelas tampak bahwa hubungan antara RMR &Q-system
adalah linier. Titik-titik yang menunjukkan harga RMR &Q-system yang tinggi
mencerminkan kondisi material keras yang penggaliannya perlu peledakan.
Sedangkan kehadiran alat gali seperti Surface Miner yang menggunakan
mekanisme potong, rupanya dapat menggantikan operasi peledakan.
c. Kriteria Penggalian Metode Kecepatan Seismik
Seperti sudah disebutkan bahwa kecepatan seismik sudah banyak dipakai untuk
menduga kemampugaruan suatu massa batuan. Berbagai kemungkinan cara
penggalian untuk berbagai macam massa batuan menurut kecepatan seismik
diberikan oleh Atkinson (1971, lihat gambar 1.1). Penggalian disini meliputi
dari cara manual hingga mekanis penuh.

Artati Candra Okselawati / 112200070 / BAB I


Gambar 1.2
Metode Kecepatan Seismik untuk Penentuan Penggalian
(Atkinson,1971)

d. Kriteria Penggalian menurut indeks kekuatan batuan


Drilabilitas Franklin dkk (1971) mengusulkan klasifikasi massa batuan
menurut dua parameter, yaitu Fracture Indexdan Point Load Index(PLI).
Fracture Index dipakai sebagai ukuran karakteristik diskontinuiti dan
didefinisikan sebagai jarak rata-rata fraktur dalam sepanjang bor inti atau
massa batuan. Kedua parameter ini diplot dalam satu diagram untuk menduga
kemampugalian suatu massa batuan, masing-masing menyatakan Fracfure
Index dan PLI.
Diagram klasifikasi dibagi kedalarn tiga zona umum yaitu penggalian bebas
(free digging), penggaruan (ripping) dan peledakan (blasting). Massa batuan
yang terkekarkan dan lemah masuk kedalam kategori bagian bawah kiri
diagram, sedangkan massa batuan massif dan kuat diplot dibagian atas kanan.
Yang pertama tentunya sangat mudah untuk digali dan yang terakhir sangat
sulit digali dengan alat mekanis.

Artati Candra Okselawati / 112200070 / BAB I


Gambar 1.3
Kriteria Indeks Kekuatan Batu (Franklin, dkk., 1971)

Pettifer & Fookes di UK mencoba untuk melakukan modifikasi terhadap


kriteriapenggaruan sebelumnya seperti ditujukkan gambar 1.3 jika
menggunakan peralatan Exavator CAT 245 BH. Kriteria ini sejenis dengan
kriterianya Franklin. Selanjutnya, mereka mendugabahwa jarak kekar rata-tata
dengan kuat tekan batu merupakan parameter penting dalammenilai
kemampugaruan, yang percontoh batuannya dapat diperoleh dari singkapan
atau bor inti. Grafik ini bukanlah petunjuk mutlak yang rnampu memberikan
jawaban sebenarnya, karena biaya dan faktor lainnya juga ikut menentukan
kemampugaruan suatu massa batuan oleh sebuah bulldozer.

Artati Candra Okselawati / 112200070 / BAB I


Gambar 1.4
Grafik Kriteria Kemampugaruan (Pettifer & Fookes, 1994)

Rumus :

( )
0 ,45
D
F=
5

P
I s=F 2
D

Keterangan : P = Beban Maksimum (kN)


D = Jarak antara dua conus (cm)
Is = Poin load strength indek (Mpa)
F = Faktor Koreksi Ukuran
e. Kriteria Penggalian menurut kuat tekan uniaksial (UCS)
Kolleth (1990) telah membuat suatu pendekatan untuk menganalisis suatu
batuan dapat digali dengan menngunakan peralatan tertentu berdasarkan pada
nilai UCS. Terdapat empat macam kelompok peralatan yang telah diamati,
Empat macam alat itu yaitu:
a) Dragline, shovel, backhoe,
b) Scraper

Artati Candra Okselawati / 112200070 / BAB I


c) Surface miner
d) Bucket Wheel Excavator
UCS = 23 IS

Gambar 1.5
Kriteria Penggalian Menurut Kolleth (1990)

1.3.1.6. Longsoran
Berdasarkan proses longsorannya, longsoran batuan dibedakan menjadi
empat, yaitu:
a) Longsoran Busur
Longsoran batuan yang terjadi sepanjang bidang luncur yang berbentuk busur
disebut longsoran busur. Longsoran busur paling umum terjadi di alam,
terutama pada batuan yang lunak (tanah). Pada batuan yang keras longsoran
busur hanya dapat terjadi jika batuan tersebut sudah mengalami pelapukan dan
mempunyai bidang – bidang lemah (rekahan) yang sangat rapat dan tidak dapat
dikenal lagi kedudukannya. Longsoran busur akan terjadi jika partikel individu
pada suatu tanah atau massa batuan sangat kecil dan tidak saling mengikat.
Oleh karena itu batuan yang telah lapuk cendrung mempunyai sifat seperti
tanah. Tanda pertama suatu longsoran busur biasanya berupa suatu rekahan
tarik permukaan atas atau muka lereng, kadang – kadang disertai dengan
menurunnya sebagian permukaan atas lereng yang berada disamping rekahan.
Penurunan ini menandakan adanya gerakan lereng yang pada akhirnya akan

Artati Candra Okselawati / 112200070 / BAB I


terjadi kelongsoran lereng, hanya dapat dilakukan apabila belum terjadi
gerakan lereng tersebut. Syarat – syarat terjadinya Longsoran Busur adalah:
 Adanya bidang bebas sehingga tidak adanya gaya penahan
 Kemiringan bidang luncur lebih kecil dibandingkan kemiringan lereng

Gambar 1.6
Bentuk Longsoran Busur

b) Longsoran Bidang
Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi disepanjang
bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat berupa
rekahan, sesar maupun bidang perlapisan batuan. Syarat-syarat terjadinya
longsoran bidang yaitu:
 Bidang luncur mempunyai arah sejajar atau hampir sejajar (maksimum
200) dengan arah lereng.
 Jejak bagian bawah bidang lemah yang menjadi bidang luncur harus
muncul di muka lereng, dengan kata lain kemiringan bidang gelincir lebih
kecil dari kemiringan lereng.
 Kemiringan bidang luncur lebih besar dari pada sudut geser dalamnya

Artati Candra Okselawati / 112200070 / BAB I


Gambar 1.7
Bentuk Longsoran Bidang
c) Longsoran Baji
Longsoran ini sering dijumpai pada garis perpotongan dua bidang kekar yang
memmpunyai kemiringan ke arah kemiringan lereng. Longsoran baji terjadi
pada batuan yang mempunyai lebih dari satu bidang lemah atau bidang
diskontinu yang bebas, dengan sudut antara kedua bidang tersebut membentuk
sudut yang lebih besar dari sudut geser dalamnya.

Gambar 1.8
Bentuk Longsoran Baji

d) Longsoran Guling (Topling)


Longsoran jenis ini terjadi pada lereng yang terjal pada batuan keras dengan
bidang-bidang diskontinu hampir tegak atau tegak, longsoran ini dapat
berbentuk blok atau bertingkat. Longsoran guling akan terjadi pada suatu

Artati Candra Okselawati / 112200070 / BAB I


lereng batuan yang arah kemiringannya berlawanan dengan kemiringan
bidang-bidang lemahnya.

Gambar 1.9
Bentuk Longsoran Guling (Topling)
1.3.2. Faktor yang Mempengaruhi
Faktor yang mempengaruhi pada praktikum Acara I Kriteria Penggalian ini,
antara lain ialah:
 Sifat Batuan
1. Kekerasan adalah tahanan dari suatu bidang permukaan halus terhadap
abrasi, kekerasan dipakai untuk mengukur sifat-sifat teknis dari material
batuan dan dapat juga dipakai untuk menyatakan kerusakan pada batuan.
Semakin keras batuan maka semakin dibutuhkan pengeboran dan
peledakan untuk mengurainya.
2. Kekuatan adalah suatu sifat dari kekuatan terhadap gaya luar, baik itu
kekuatan statik maupun dinamik. Semakin kuat batuan, semakin
diperlukan peledakan.
3. Elastisitas, semakin elastis batuan maka semakin dibutuhkan peledakan
karena saat diberi gaya batuan akan kembali seperti semula/ sulit terurai.
4. Plastisitas ialah, kondisi batuan jika diberi gaya tidak akan kembali
seperti semula. Semakin plastis batuan maka peledakan belum perlu
dilakukan.
5. Abrasivitas adalah sifat batuan untuk menggores permukaan material
lain.

Artati Candra Okselawati / 112200070 / BAB I


6. Tekstur suatu batuan menunjukkan hubungan antar mineral penyusun
batuan. Semakin kompak batuan maka semakin perlu untuk peledakan.
7. Struktur geologi seperti patahan, rekahan, kekar, bidang perlapisan
mampu mempengaruhi penentuan kriteria peledakan. Semakin banyak
bidang diskontinu, maka peledakan tidak perlu dilakukan karena dapat
digali manual ataupun menggunakan alat mekanis.
8. Karakteristik pecahan dapat digambarkan seperti perilaku batuan ketika
dipukul. Jika karakteristik pecahan langsung terurai maka peledakan
belum perlu dilakukan.

1.4 Pelaksanaan Praktikum


1. Pelaksanaan
Hari, tanggal : Rabu, 31Agustus 2022
Sesi / jam : III / (13.00 – 15.00) WIB
Acara : I (Kriteria Penggalian)
2. Peralatan yang digunakan di dalam praktikum ini yaitu:
a. Kompas geologi
b. Meteran / mistar
c. Clipboard
d. Tali
3. Prosedur praktikum meliputi:
Dilakukan pengukuran kekar menggunakan kompas geologi pada sebuah
lereng, langkah kerjanya adalah sebagai beikut:
a. Mengukur panjang scanline yang membentang di lereng dengan
meteran.
b. Mengukur Arah kemiringan dan kemiringan scanline menggunakan
kompas geologi.
c. Mengukur Arah kemiringan dan kemiringan lereng yang akan
dianalisis kekarnya.
d. Menentukan famili kekar.

Artati Candra Okselawati / 112200070 / BAB I


e. Mengukur arah kemiringan dan kemiringan kekar dengan kompas
geologi.
f. Mengukur jarak antar kekar pada masing-masing famili.
g. Memasukan data yang diperoleh pada tabel dan melakukan
pengolahan data.
4. Gambar Peralatan

Gambar 1.10 Gambar 1.11


Kompas Geologi Meteran

Gambar 1.12 Gambar 1.13


Clipboard Tali

1.5 Pembahasan
1. Analisa RQD Secara Empiris

Artati Candra Okselawati / 112200070 / BAB I


Pengukuran kekar di lapangan dengan scanline akan menghasilkan data
arah kekar dan jarak antar kekar di lapangan. Untuk mengetahui jarak
sebenarnya atau jarak yang sudah terkoreksi dengan arah kekar maka perlu
diperhitungan dengan menggunakan tabel yang sudah ada. Dari perhitungan ini
akan didapatkan jarak rata-rata tiap famili kekar yang ada. Dari jarak rata-rata
ini akan didapatkan spasi kekar di lapangan atau dapat disebut sebagai fracture
index. Dari perhitungan spasi kekar sebesar 0,184 meter dan λ=3 , 982atau
dapat diartikan bahwa pada tiap 1 meter terdapat kurang lebih 3 – 4 kekar. Dari
hasil perhitungan spasi kekar didapatkan nilai RQD secara empiris yaitu
93,893% yang masuk ke klasifikasi sangat baik.
2. Analisa Kriteria Penggalian
Analisa metode penggalian yang dapat dikakukan sesuai kriteria yang ada
sangatlah penting untuk mengefisienkan proses penggalian yang tentunya
berpengaruh ke kegiatan-kegiatan pertambangan lainnya. Dari data yang ada
dilakukan analisa metode penggalian yang dapat dilakukan dengan kriteria-
kriteria yang ada. Analisis dilakukan dengan melakukan pengeplotan nilai
parameter yang diketahui pada grafik, kemudian dilihat tempat jatuhnya
pengeplotan pada grafik. Dengan nilai UCS sebesar 102,4 MPa, PLI sebesar
4,53 MPa kecepatan seismik sebesar 2709,772 m/s, Fracture Index (FI) sebesar
0.184 meter, dan RQD sebesar 93,893% maka didapat hasil yaitu:
a. Kriteria UCS (Kolleth) : Tidak ada alat mekanik yang bisa digunakan
b. Kriteria Atkinson (1971) : Tidak ada metode yang dapat digunakan
c. Kriteria Pettifier dan Fookes (1994): Keras untuk digaru
d. Kriteria Franklin (1971) : Peledakan retakan
Dari hasil analisis kriteria penggalian diatas didapatkan bahwa massa
batuan yang diuji merupakan batuan yang keras untuk digali sehingga akan
sangat tidak memungkinkan untuk digali dengan menggunakan alat mekanik.
Dari analisis Kriteria Franklin juga disarankan untuk melakukan peledakan
retakan untuk membongkar batuan.

1.6 Kesimpulan

Artati Candra Okselawati / 112200070 / BAB I


Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum Acara 1 Peledakan mengenai
kriteria penggalian ini yaitu:
1. Penentuan kriteria penggalian dan metode penggalian suatu massa batuan
dilakukan berdasarkan data yang dimiliki dan disesuaikan dengan grafik
kriteria yang digunakan. Terdapat beberapa kriteria penggalian yang dapat
dilakukan yaitu:
a. Kriteria Penggalian berdasarkan metode RMR.
b. Kriteria Penggalian berdsarkan metode RMR dan Q-system.
c. Kriteria penggalian berdasarkan kecepatan seismic yang diaplikasikan
pada
grafik Atkinson.
d. Kriteria penggalian bedasarkan metode indeks kekuatan batuan yang
diaplikasikan pada grafik Kolleth, grafik Franklin dan grafik Pettifier &
Fookes.
2. Metode penggalian ditentukan dengan memasukkan data yang sesuai dengan
kriteria ke dalam grafik. Dilakukan pengeplotan data pada grafik dan akan
didapatkan metode penggalian yang mungkin atau bisa dilakukan terhadap
massa batuan.
3. Analisa kekar meliputi penentuan arah umum dari kekar dengan menggunakan
stereonet dan dengan menggunakan software Dips 7.0. Selain itu dari data
kekar juga dilakukan perhitungan nilai RQD secara empiris. Dari analisa kekar
didapatkan hasil:
a. Spasi kekar = 0.184 m
b. Jumlah kekar per meter ( λ ) = 3.982
c. RQD = 93,893% (Sangat baik)
4. Dari analisa kriteria penggalian sesuai nilai UCS, PLI, kecepatan seismik, dan
RQD didapatkan hasil sebagai berikut:
a. Kriteria UCS (Kolleth) : Tidak ada alat mekanik yang bisa digunakan
b. Kriteria Atkinson (1971) : Tidak ada metode yang dapat digunakan
c. Kriteria Pettifier dan Fookes (1994) : Keras untuk digaru
d. Kriteria Franklin (1971) : Peledakan retakan

Artati Candra Okselawati / 112200070 / BAB I


Hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa massa batuan tidak dapat digali
secara mekanik oleh alat sehingga diperlukan peledakan untuk
membongkarnya, peledakan yang digunakan dapat berupa peledakan retakan.

Artati Candra Okselawati / 112200070 / BAB I


DAFTAR PUSTAKA

[1] Astawa Rai, Made. 2014. Mekanika Batuan. Bandung: Penerbit ITB.
[2] Dwinagara, Barlian. 2017. Buku Panduan Praktikum Teknik Peledakan.
Yogyakarta: Laboratorium Pemboran & Peledakan Jurusan Teknik
Pertambangan. UPN “Veteran” Yogyakarta.
[3] Riyadi, Praditiyo. 2021. Analisa Kecepatan Data Seismik Refleksi 2D Zona
Darat Menggunakan Metode Semblance. Jakarta: Program Studi Fisika,
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.

Artati Candra Okselawati / 112200070 / BAB I

Anda mungkin juga menyukai