Anda di halaman 1dari 16

BAB I

KRITERIA PENGGALIAN

1.1. Pendahuluan
Pada kegiatan penambangan, pembongkaran merupakan salah satu kegiatan
utamanya. Dalam pembongkaran, komoditas sendiri dibagi menjadi dua yaitu
komoditas bahan kuat dan lunak. Pada bahan lunak digunakan alat mekanis dalam
pembongkarannya sementara pada bahan kuat/keras menggunakan alat mekanis
jika memungkinkan dan apabila tidak memungkinkan menggunakan alat mekanis
maka dilakukan pengeboran/peledakan. Untuk itu maka diperlukan pengenalan
mengenai pengeboran/peledakan dengan mengikuti praktikum pengeboran dan
peledakan ini. Dan pada praktikum acara I ini akan membahas tentang kriteria
penggalian. Kriteria penggalian adalah suatu cara atau metode yang digunakan
untuk menentukan bahan galian tersebut bisa dilakukan pembongkaran dengan
cara penggaruan atau peledakan.

Industri pertambangan merupakan industri yang kompleks. Ada banyak cara


dan teknik yang dipakai untuk mendapatkan solusi terhadap suatu permasalahan.
Salah satunya adalah mengenai pembongkaran batuan (komoditas) yang sangat
keras, dimana batuan tersebut tidak dapat dibongkar secara manual maupun
mekanis. Maka dipilih teknik pemboran dan peledakan. Untuk itu diperlukan
suatu pengenalan dengan mengikuti Praktikum Pengeboran dan Peledakan ini.
Pada praktikum acara I yang dilakukan adalah mengetahui kriteria penggalian.

Dengan adanya praktikum pengeboran dan peledakan ini, diharapkan


praktikan dapat memahami secara jelas, kriteria penggalian pada proses
pemboran, serta tata cara pemilihan alat bor dan kompresor. Dengan begitu,
praktikan dapat menerapkan prinsip – prinsip pemilihan alat, serta mekanisme
kerja dari alat bor dan kompresor di kemudian hari.

1.2. Tujuan Praktikum

Yudi Arditya Wicaksana / 112200090 / BAB I 1


Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum Kriteria Penggalian ini adalah:
1. Praktikan dapat melakukan pendiskripsian tentang bagaimana cara
menentukan kriteria penggalian.
2. Praktikan dapat mengerti bagaimana menentukan metode penggalian.
3. Praktikan mampu menjelaskan pembacaan grafik untuk menentukan
metode penggalian
4. Praktikan mengetahui prosedur praktikum
5. Praktikan mengetahui aplikasi dari kriteria penggalian

1.3. Landasan Teori


1.3.1. Dasar Teori
Dalam suatu operasi peledakan mengetahui kriteria penggalian pada suatu
batuan sangatlah diperlukan, apakah harus dengan pemboran dan peledakan atau
tidak. Batuan umumnya tidak homogen isotropik, dengan demikian koefisien
kekuatan untuk setiap jenis batuan juga berbeda. Pada kegiatan penggalian batuan
terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan suatu metode
penggalian.
1.3.1.1. Sifat batuan
Sifat batuan berpengaruh pada penetrasi dan sebagai konsekuensi pada
pemilihan metode pemboran. Dikarenakan batuan pada umumnya tidak homogen
isotropik, maka dalam suatu wilayah tentu kekuatan batuan juga berbeda.
Beberapa sifat batuan yang menjadi perhatian adalah:
a. Kekerasan
Kekerasan merupakan ketahanan material terhadap suatu deformasi yang
terjadi di daerah lokal, kekerasan dipakai untuk mengukur sifat-sifat teknis dari
material batuan dan dapat juga dipakai untuk menyatakan kerusakan pada batuan.
Kekerasan batuan merupakan suatu fungsi dari kekerasan, komposisi butiran
mineral, porositas, dan derajat kejenuhan merupakan hal utama yang harus
diketahui, karena setelah mata bor menetrasi batuan, maka akan menentukan
tingkat kemudahan pemborannya. Terdapat skala mohs yang digunakan dalam
menetukan kekerasan batuan.
1. Talk 3. Kalsit 5. Apatit
2. Gypsum 4. Flourit 6. Feldspar

Yudi Arditya Wicaksana / 112200090 / BAB I 2


7. Kuarsa 9. Topaz
8. Korondum 10. Intan
b. Kekuatan (strength)
Kekuatan batuan berkaitan dengan suatu sifat dari kekuatan terhadap gaya
yang ditrima dari luar, baik itu kekuatan statik maupun dinamik. Komposisi
mineral sangat berpengaruh terhadap kekuatan suatu batuan. Salah satu mineral
yang memiliki kekompakan yang tinggi adalah kuarsa, dimana nilai kuat tekannya
mencapai lebih dari 500 Mpa, sehingga dengan tingginya kandungan kuarsa pada
suatu batuan, akan memberikan kekuatan yang semakin besar pada batuan.
c. Elastisitas
Elastisitas adalah kecenderungan bahan padat (batuan) untuk kembali ke
bentuk aslinya setelah terdeformasi. Benda padat (batuan) akan mengalami
deformasi ketika gaya diaplikasikan padanya. Beberapa jenis batuan akan
menampakan sifat elastisnya untuk harga-harga tertentu. Sifat elastisitas batuan
dinyatakan dengan modulus elastisitas atau modulus Young (0), dan nisbah
Poisson (υ). Modulus elastisitas adalah angka yang digunakan untuk mengukur
objek atau ketahanan bahan untuk mengalami deformasi elastis ketika gaya
diterapkan pada suatu objek. Sedangkan nisbah Poisson merupakan perbandingan
antara kontraksi lateral terhadap regangan longitudinal, jika suatu bahan ditarik
secara linear. Dengan kata lain, rasio ini menghitung perbandingan antara
penyempitan benda terhadap pertambahan panjang akibat tarikan. Modulus
elastisitas sangat tergantung pada komposisi mineral, porositas, jenis perpindahan
dan besarnya beban yang ditarapkan.
d. Plastisitas
Plastisitas adalah kemampuan batuan untuk mengalami perubahan bentuk
tanpa terjadi perubahan volume atau pecah. Tidak semua jenis batuan mempunyai
sifat plastis. Batuan yang didominasi oleh mineral pasir kuarsa dan pasir lainnya
tidak mempunyai sifat plastis walaupun ukuran partikelnya halus dan berapapun
banyaknya air ditambahkan. Semua mineral liat, mempunyai sifat plastis dan
dapat digulung mejadi benang/ ulir tipis pada kadar air tertentu tanpa menjadi

Yudi Arditya Wicaksana / 112200090 / BAB I 3


hancur. Tingkat plastisitas dapat juga dikatakan sebagai suatu indeks umum untuk
menggambarkan kandungan liat dari suatu batuan.
e. Abrasivitas
Abrasivitas merupakan sifat batuan dalam menggores permukaan material
lain. Sifat ini umumnya digunakan sebagai parameter yang mempengaruhi
keausan matabor (bit) dan batang bor. Karena komponen ini bekerja dengan
kontak langsung dan melawan kekuatan batuan saat proses pembongkaran batuan.
Semakin besar abrasivitas batuan akan semakin mudah haus mata bor dan alat
penggalian yang digunakan. Kandungan kuarsa dari batuan biasanya dianggap
sebagai petunjuk yang dapat dipercaya untuk mengukur keausan mata bor.
Faktor yang mempengaruhi abrasivitas batuan adalah:
1. Kekerasan butir batuan, batuan dengan keberadaan butiran kuarsa mempunyai
tingkat abrasivitas yang tinggi.
2. Bentuk butir, bila bentuk butir tersebut tidak teratur maka lebih abrasif
dibandingkan dengan yang berbentuk bulat.
3. Ukuran butir, semakin kasar ukuran butir maka akan semakin besar abrasivitas
batuan.
4. Ketidaksamaan, batuan polimineral sekalipun mempunyai kekerasan sama
akan lebih abrasif karena meninggalkan permukaan yang kasar.
5. Porositas batuan.
f. Tekstur
Tekstur suatu batuan mengacu pada kenampakan butir-butir mineral yang ada
di dalamnya, yang meliputi tingkat kristalisasi, ukuran butir, bentuk butir,
granularitas, dan hubungan antar butir (fabric). Jika warna batuan berhubungan
erat dengan komposisi kimia dan mineralogi, maka tekstur berhubungan dengan
sejarah pembentukan dan keterdapatannya. Tekstur merupakan hasil dari
rangkaian proses sebelum dan sesudah kristalisasi. Tekstur juga mempengaruhi
kecepatan pemboran. Jika butirannya mempunyai bentuk lembaran, seperti pada
batuan schist, pemboran akan lebih sulit disbanding jika butirannya berbentuk
bulat seperti batupasir. Sedangkan batuan yang mempunyai bobot isi rendah, lebih
berpori, akan mempunyai tingkat pecah rendah sehingga akan lebih mudah jika
dibor.

Yudi Arditya Wicaksana / 112200090 / BAB I 4


g. Struktur geologi
Struktur geologi sangat berpengaruh terhadap penyesuaian keseluruhan
lubang ledak, aktifitas pemboran, dan kemantapan lubang ledak. Struktur geologi
yang dimaksud sendiri meliputi patahan, rekahan, kekar, dan bidang perlapisan.
Dengan adanya rekahan dan rongga dalam batuan akan mempersulit kerja
pemboran, karena batang bor dapat terjepit.
h. Karakteristik Pecahan
Karakteristik pecahan (Breaking Charactereristics) dapat digambarkan
seperti perilaku batuan ketika dipukul. Tiap-tiap tipe batuan mempunyai
karakteristik pecah yang berbeda dan ini berhubungan dengan tekstur, komposisi
mineral dan struktur.
i. Drilabilitas Batuan (Rock Drillability)
Drilabilitas batuan adalah kecepatan penetrasi rata-rata mata bor terhadap
batuan. Nilai drilabilitas ini diperoleh dari hasil pengujian terhadap toughness
berbagai tipe batuan. Hasil pengujian memperlihatkan kesamaan nilai penetration
speed dan net penetration rate untuk tipe batuan yang sejenis. Drilabilitas dari
bermacam-macam batuan dapat diperoleh dengan mengalikan kecepatan
pemboran dalam Barre granite (batu granit yang yang berasal dari Barre,
Vermont USA) dengan faktor Drillabilitas (drillability factor). Kecepatan
pemboran dalam Barre granite ditetapkan harga drillability factor 1,00.
1.3.1.2. Rock Quality Designation
Rock Quality Designation (RQD) adalah sebuah ukuran kasar mengenai
derajat keretakan pada massa batuan. RQD dikembangkan pada tahun 1964 oleh
Deere, diukur sebagai persentase drill core dengan panjang 10 cm atau lebih.
RQD merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui
kekuatan batuan adalah suatu klasifikasi kualitas batuan yang didasarkan kepada
kerapatan kekar. RQD penting untuk digunakan dalam pembobotan massa batuan
(Rock Mass Rating, RMR) dan pembobotan massa lereng (Slope Mass Rating,
SMR). Metode ini tidak memperhitungkan faktor orientasi bidang diskontinu,
material pengisi, dll, sehingga metode ini kurang dapat menggambarkan keadaan
massa batuan yang sebenarnya. Perhitungan RQD biasa didapat dari perhitungan
langsung dari singkapan batuan yang mengalami retakan-retakan (baik lapisan

Yudi Arditya Wicaksana / 112200090 / BAB I 5


batuan maupun kekar atau sesar) berdasarkan rumus Hudson (1979, dalam
Djakamihardja & Soebowo, 1996) yaitu:

RQD = 100 x 𝒆𝒆−𝟎𝟎,𝟏𝟏 .𝛌𝛌 .(0,1 λ +1)

λ adalah rasio antara jumlah kekar dengan panjang scanline


(kekar/meter). Makin besar nilai RQD, maka frekuensi retakannya kecil.
Frekuensi retakannya makin banyak, nilai RQD makin kecil. Pengukuran RQD
juga dapat dilakukan dengan penghitungan inti bor (core). Metode ini didasarkan
pada penghitungan persentase inti terambil yang mempunyai panjang 10 cm atau
lebih. Dalam hal ini, inti terambil yang lunak atau tidak keras tidak perlu dihitung
walaupun mempunyai panjang lebih dari 10 cm.
1.3.1.3. Point Load Index
Point Load Index merupakan uji indeks yang telah secara luar digunakan
untuk memprediksi nilai UCS suatu batuan secara tidak langsung digunakan di
lapangan. Hal ini disebabkan prosedur pengujian yang sederhana preparasi conto
yang mudah dan dapat di lakukan di lapangan. Peralatan yang digunakan mudah
dibawa, tidak besar dan cukup ringan sehingga dapat dengan cepat diketahui
kekuatan batuan di lapangan, sebelum di lakukan pengujian di laboratorium.
1.3.1.4. Kecepatan Seismik
Kecepatan seismik, secara umum berarti cepat rambat gelombang
seismik - jarak/waktu. Satuan kecepatan diukur dalam meter per detik atau feet per
detik. Gelombang seismik merupakan gelombang elastik yang merambat di dalam
bumi. Bumi terdiri dari beberapa lapisan batuan yang heterogen atau berbeda –
beda. Sebagai medium rambat gelombang, sifat ketidak-kontinuan atau perbedaan
lapisan bauan ini menyebabkan sebagian energi dari gelombang yang merambat
dipantulkan dan sebagian energi lainnya akan diteruskan ke medium di bawahnya.
Sumber energi menghasilkan gelombang yang berbeda dengan cara rambat yang
berbeda pula. Gelombang sesimik dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Gelombang badan (Body waves) yang terdiri dari gelombang longitudinal (P)
dan gelombang transversal (S). Body waves dapat merambat pada seluruh
lapisan bumi.

Yudi Arditya Wicaksana / 112200090 / BAB I 6


2. Gelombang permukaan (Surface waves) yang terdiri dari gelombang love,
gelombang raleygh, dan gelombang stoneley. Gelombang permukaan hanya
dapat merambat pada beberapa lapisan bumi. Sehingga gelombang ini tidak
digunakan dalam seismik refleksi.
1.3.1.5. Kriteria Penggalian
Kriteria penggalian batuan dibutuhkan dalam kegiatan penggalian
batuan, hal tersebut digunakan untuk menentukan apakah dapat dilakukan
penggalian menggunakan alat mekanis saja atau harus dilakukan pengeboran dan
peledakan. Berikut merupakan metode kriteria penggalian :
a. Kriteria Penggalian metode RMR
Penaksiran kemampugalian suatu massa batuan sangatlah penting pada saat
menggunakan alat gali mekanis kontinu. Fowell & Johnson (1982)
menunjukkan hubungan yang erat antara kinerja (produksi) Road Header
kelas berat (>50 ton) dengan RMR. Selanjutnya pada tahun 1991 mereka
melaporkan bahwa hubungan tersebut di atas dapat dibagi menjadi 3 zona
penggalian :
1. Zona kerja l: Kinerja penggalian sangat ditentukan oleh sifat - sifat
batuan utuh
2. Zona kerja 2: Keberhasilan kerja penggalian dibantu oleh kehadiran
struktur massa batuan. Pengaruh sifarsi batuan utuh menurun dengan
memburuknya kualitas massa batuan.
3. Zona kerja 3: Kinerja penggalian semata-mata dipengaruhi oleh struktur
massa batuan.
Nilai-nilai UCS, Energi Spesifik, Koefisien Abrasivitas secara keseluruhan
menyimpulkan bahwa batuan utuh tersebut tidak dapat digali dengan baik
oleh roadheader. Namun seperti dilaporkan oleh Fowell & Johnson (1991)
bahwa pada kenyataannya massa batuan itu dapat digali.

Yudi Arditya Wicaksana / 112200090 / BAB I 7


Gambar 1.1
Hubungan Antara RMR dan Laju Penggalian Road Header Kelas >50Mpa
(Fowell & Johnson, 1982 & 1991)

b. Kriteria Penggalian metode RMR &Q-System


Hubungan antara RMR dan Q-System untuk berbagai kondisi penggalian
dapat dilihat pada gambar l.2. jelas tampak bahwa hubungan antara RMR &
Q-system adalah linier. Titik-titik yang menunjukkan harga RMR & Q-
system yang tinggi mencerminkan kondisi material keras yang
penggaliannya perlu peledakan. Sedangkan kehadiran alat gali seperti
Surface Miner yang menggunakan mekanisme potong, rupanya dapat
menggantikan operasi peledakan.

Gambar 1.2.
Klasifikasi Metoda Penggalian Menurut RMR dan Q-System

c. Kriteria Penggalian Metode Kecepatan Seismik

Yudi Arditya Wicaksana / 112200090 / BAB I 8


Kecepatan seismik sudah banyak dipakai untuk menduga kemampugaruan
suatu massa batuan. Pada beberapa macam massa batuan menurut kecepatan
seismik terdapat beberapa kemungkinan cara penggalian (Atkison, 1971).
Penggalian disini meliputi dari cara manual hingga mekanis penuh.

Gambar 1.3.
Metode Kecepatan Seismik untuk Penentuan
Penggalian (Atkinson,1971)

d. Kriteria Penggalian menurut indeks kekuatan batuan


Drilabilitas Franklin dkk (1971) mengusulkan klasifikasi massa batuan
menurut dua parameter, yaitu Fracture Index dan Point Load Index (PLI).
Fracture Index dipakai sebagai ukuran karakteristik diskontinuiti dan
didefinisikan sebagai jarak rata-rata fraktur dalam sepanjang bor inti atau
massa batuan. Kedua parameter ini diplot dalam satu diagram untuk
menduga kemampugalian suatu massa batuan, masing-masing menyatakan
Fracfure Index dan PLI.
Diagram klasifikasi dibagi kedalarn tiga zona umum yaitu penggalian bebas
(free digging), penggaruan (ripping) dan peledakan (blasting). Massa batuan
yang terkekarkan dan lemah masuk kedalam kategori bagian bawah kiri
diagram, sedangkan massa batuan massif dan kuat diplot dibagian atas
kanan. Yang pertama tentunya sangat mudah untuk digali dan yang terakhir
sangat sulit digali dengan alat mekanis.

Yudi Arditya Wicaksana / 112200090 / BAB I 9


Gambar 1.4
Kriteria indeks kekuatan batu (Franklin, dkk., 1971)

Pettifer & Fookes di UK mencoba untuk melakukan modifikasi terhadap


kriteria penggaruan sebelumnya, jika menggunakan peralatan Exavator
CAT 245 BH. Kriteria ini sejenis dengan kriterianya Franklin. Selanjutnya,
mereka mendugabahwa jarak kekar rata-tata dengan kuat tekan batu
merupakan parameter penting dalam menilai kemampugaruan, yang
percontoh batuannya dapat diperoleh dari singkapan atau bor inti. Grafik ini
bukanlah petunjuk mutlak yang rnampu memberikan jawaban sebenarnya,
karena biaya dan faktor lainnya juga ikut menentukan kemampugaruan
suatu massa batuan oleh sebuah Bulldozer.

Gambar 1.5
Grafik Kriteria Kemampugaruan (Pettifer & Fookes, 1994)

Rumus :

Yudi Arditya Wicaksana / 112200090 / BAB I 10


𝑫𝑫 𝟎𝟎,𝟒𝟒𝟒𝟒
𝑭𝑭 = � �
𝟓𝟓

𝑷𝑷
𝑰𝑰𝒔𝒔 = 𝑭𝑭
𝑫𝑫𝟐𝟐

Keterangan : P = Beban Maksimum (kN)


D = Jarak antara dua konus (cm)
Is = Poin load strength index (Mpa)
F = Faktor Koreksi Ukuran

e. Kriteria Penggalian menurut kuat tekan uniaksial (UCS)


Untuk menganalisis suatu batuan dapat digali dengan menggunakan
peralatan tertentu pada nilai UCS, telah dibuat suatu pendekatan oleh
Kolleth (1990). Terdapat empat macam kelompok peralatan yang telah
diamati,
Empat macam alat itu yaitu: Dragline, shovel, backhoe, Scraper, Surface
miner, Bucket Wheel Excavator. UCS = 23 IS

Gambar 1.6
Kriteria Penggalian Menurut Kolleth (1990)

1.3.1.6. Longsoran

Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan masa tanah atau batuan
menuruni atau keluar lereng. Tanah longsor terjadi karena ada gangguan
kestabilan pada tanah dan batuan penyusun lereng. Penyebab longsoran dapat

Yudi Arditya Wicaksana / 112200090 / BAB I 11


dibedakan menjadi penyebab yang berupa faktor pengontrol gangguan kestabilan
lereng dan proses pemicu longsoran. Berikut ini merupakan jenis longsoran:
a. Longsoran Busur (Circular Failure). Longsoran jenis ini banyak terdapat pada
lereng tanah maupun lereng batuan yang sangat terkekarkan dan di lereng-
lereng timbunan. Bentuk bidang gelincir pada longsoran busur, sesuai dengan
namanya menyerupai busur bila digambarkan pada penampang melintang.

Gambar 1.7
Longsoran Busur

b. Longsoran Bidang (Plane Failure). Longsoran ini relatif jarang terjadi, namun
jika ada kondisi yang memungkinkan terjadinya longsoran ini, maka volume
longsorannya akan lebih besar daripada longsoran lainnya. Longsoran bidang
disebabkan oleh adanya struktur geologi yang berkembang, seperti kekar
(joint) ataupun patahan yang dapat menjadi bidang luncur.

Gambar 1.8
Longsoran Bidang

c. Longsoran Baji (Wedge Failure). Longsoran baji terjadi akibat dari adanya dua
atau lebih struktur geologi yang berkembang pada lereng dan saling
berpotongan.

Yudi Arditya Wicaksana / 112200090 / BAB I 12


Gambar 1.9
Longsoran Baji

d. Longsoran Guling (Toppling Failure). Umum terjadi pada lereng yang terjal
dan pada batuan yang keras, dimana struktur bidang lemahnya berbentuk
kolom, dan mempunyai kemiringan yang berlawanan arah dengan kemiringan
lereng.

Gambar 1.10
Longsoran Guling

1.3.2. Faktor yang Mempengaruhi


a. Kekerasan
Kekerasan adalah tahanan dari suatu bidang permukaan halus terhadap suatu
abrasi.
b. Kekuatan
Kekuatan mekanik batuan adalah sifat kekuatan atau ketahanan terhadap gaya
luar, kekuatan batuan tergantung pada komposisi mineralnya. Biasanya semakin
tinggi kandungan mineral kuarsa dalam batuan maka semakin tinggi kekuatan
batuan tersebut.
c. Plastisitas

Yudi Arditya Wicaksana / 112200090 / BAB I 13


Plastisitas batuan merupakan perilaku batuan yang menyebabkan deformasi tetap
setelah tegangan dikembalikan ke kondisi awal, dimana batuan tersebut belum
hancur.
d. Elastisitas
Modulus elastisitas merupakan faktor kesebandingan antara tegangan normal
dengan regangan relatifnya.
e. Abrasivitas
Abrasivitas adalah sifat batuan untuk menggores permukaan material lain, ini
merupakan suatu parameter yang mempengaruhi keausan (umur) mata bor dan
batang bor.
f. Tekstur
Menunjukan hubungan antara mineral penyusun batuan yang dapat menceritakan
proses genesanya, tekstur dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat porositas, ikatan
antar butir, densitas dan ukuran butir.
g. Stuktur Geologi
Struktur geologi adalah hasil deformasi pada kerak yang terbentuk dalam waktu
yang berkisar antara ratusan hingga jutaan tahun yang lalu.
h. Karakteristik Pecahan
Karakteristik pecahan digambarkan seperti perilaku batuan ketika dipukul. Tiap -
tiap tipe batuan mempunyai karakteristik pecah yang berbeda dan ini berhubungan
dengan tekstur, komposisi mineral dan struktur.
1.4. Pelaksanaan Praktikum
1.4.1. Pelaksanaan
Hari, tanggal : Rabu, 31 Agustus 2022
Sesi / jam : III / (13.00 – 15.00) WIB
Acara : I (Kriteria Penggalian)

1.4.2. Peralatan dan Perlengkapan


a. Kompas geologi
b. Meteran / mistar
c. Clipboard
d. Tali
e. Pensil

Yudi Arditya Wicaksana / 112200090 / BAB I 14


1.4.3. Prosedur Praktikum
Kompas geologi digunakan untuk pengukuran kekar dalam
penganalisisan suatu kekar disebuah lereng, langkah kerjanya adalah
sebagai beikut:
a. Menentukan area pengukuran, perhatikan sekitar dan tentukan lokasi
yang aman dalam melakukan pengukuran.
b. Ukur dip direction dan dip dari lereng.
c. Pasang scaneline yang melewati kekar-kekar pengamatan.
d. Ukur Panjang scanline dan kemiringan scanline, gunakan metode
pengukuran dip under ten.
e. Mengukur dip direction lereng yang akan dianalisis kekar dan dip
setiap kekarnya.
f. Mengukur jarak antar kekar pada masing-masing family
g. Memasukan data yang diperoleh pada tabel
h. Hitung perhitungan yang telah tersedia di table hingga mendapatkan
nilai RQD.
i. Plot kekar di polar equal, lalu konturkan menggunakan kalsbeek.
(input menggunakan sistem dip direction, dimana N harus diletakkan
di E stereonet)
j. Menentukan family kekar berdasarkan arah utama kekar.
k. Plot kekar pada lereng (ingat kaidah dip direction yaitu strike +90O ).
l. Analisis jenis kelongsoran dan arah pengerakan material.
m. Untuk memastikan penginputan stereonet secara manual, perlu
dilakukan pengecekan menggunakan software dips
n. Lakukan analisis kriteria penggalian dengan menggunakan data
sekunder berupa UCS, Is, kecepatan seismik.
o. Data tersebut harus dipadukan dengan fracture index yang
didapatkan dari pengukuran kekar di lapangan.

Yudi Arditya Wicaksana / 112200090 / BAB I 15


Gambar Peralatan

Gambar 1.11 Gambar 1.12


Kompas Geologi Meteran

Gambar 1.13 Gambar 1.14


Clipboard Scanline

Yudi Arditya Wicaksana / 112200090 / BAB I 16

Anda mungkin juga menyukai