Anda di halaman 1dari 23

BAB III

TEORI DASAR

3.1 Definisi dan Tujuan Kegiatan Peledakan

Peledakan merupakan suatu kegiatan pemecahan atau pembongkaran

batuan atau material dengan menggunakan bahan peledak.

Tujuan utama kegiatan peledakan untuk memberai atau memecahkan

batuan dari massa induknya untuk dilakukan penanganan lebih lanjut. Di sektor

pertambangan kegiatan peledakan digunakan untuk memecah batuan yang sudah

tidak mampu digali secara langsung oleh peralatan gali muat misalnya excavator.

3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Peledakan

Keberhasilan suatu kegiatan peledakan berawal dari kemantapan desainnya.

Pada proses pembuatan desain ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan.

3.2.1 Kondisi Batuan

Kondisi geologi batuan merupakan salah satu faktor penting dalam pembuatan

desain peledakan. Kondisi ini merupakan kondisi yang tidak bisa direkayasa oleh

manusia karena hal ini terbentuk secara alamiah.

1. Jenis Batuan

Batuan dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu batuan beku,

batuan sedimen dan batuan metamorf. Masing-masing jenis batuan memiliki

proses pembentukan yang berbeda. Hal ini berdampak pada kandungan mineral,

komposisi, ukuran, struktur dan tekstur yang berbeda.


24

23

Batuan apabila berada di permukaan bumi mengalami pelapukan. Proses

pelapukan berbeda untuk tiap-tiap jenis batuan dan hal ini berpengaruh pada sifat

fisik dan mekanik batuan. Batuan yang masih segar (fresh rock) pada umumnya

akan memiliki kekuatan yang lebih besar jika dibandingkan dengan batuan yang

sudah terlapukan (weathered) di permukaan. Kekuatan batuan akan berujung pada

spesifikasi bahan peledak yang digunakan.

2. Struktur Geologi (Bidang Diskontinyu)

Struktur geologi atau bidang diskontinyu adalah bidang lemah yang ada

pada massa batuan. Bidang lemah ini dapat berupa sesar, kekar, bidang perlapisan

batuan maupun retakan. Struktur diskontinuitas ini terjadi karena adanya gaya-

gaya yang bekerja dalam kerak bumi baik yang menekan maupun menarik massa

batuan.

Bidang lemah ini menyebabkan hilangnya daya tekan bahan peledak

karena tekanannya menerobos melalui bidang-bidang lemah batuan. Kehilangan

daya tekan membuat adanya potensi pembentukan bongkah (boulder) dari

kegiatan peledakan.

3. Sifat Fisik dan Mekanik Batuan

Masing-masing jenis batuan membawa sifat fisik dan sifak mekaniknya

sendiri. Sifat-sifat ini mempengaruhi hasil dari suatu kegiatan peledakan, untuk itu

sifat batuan ini perlu dipertimbangkan.

a. Sifat Fisik

Sifat fisik adalah sifat bawaan dari suatu massa batuan tanpa diberikan gaya.

Sifat fisik batuan yang paling berpengaruh pada kegiatan peledakan adalah
25

massa jenisnya (density). Density menggambarkan berat massa batuan

dalam satuan volume tertentu. Energi peledak yang lebih besar dibutuhkan

untuk menghancurkan batuan yang mempunyai density yang lebih tinggi.

b. Sifat Mekanik

Sifat mekanik menunjukan sifat batuan apabila diberikan gaya. Batuan

memiliki sifat mekanik yang berbeda. Sifat mekanik batuan yang

mempengaruhi kegiatan peledakan adalah cepat rambat gelombang, kuat

tekan batuan dan kuat tarik batuan.

4. Komposisi Mineral Batuan

Batuan membawa kandungan mineral yang beragam untuk setiap jenisnya.

Batuan yang membawa mineral sulfida menimbulkan reaksi eksotermis apabila

diberikan Ammoniun Nitrat.

Reaksi eksotermis menghasilkan panas, hal ini cukup untuk memenuhi

kebutuhan segitiga detonasi yang akan menyebakan premature blast. Bahan

peledak yang memiliki inhibitor dibutuhkan pada kondisi batuan seperti ini untuk

menghambat terjadi reaksi antara Ammonium Nitrat dan mineral sulfida.

5. Keberadaan Air Tanah

Air tanah secara langsung mempengaruhi kegiatan peledakan. Pada

kondisi lubang berair digunakan bahan peledak khusus atau bahan peledak yang

sebelumnya diberikan penanganan khusus. Hal ini terjadi karena tidak semua

bahan peledak tahan terhadap air (water resistance).


26

3.2.2 Pola Pemboran

Pola pemboran yang diterapkan pada tambang terbuka ada beberapa jenis.

Hal ini mempengaruhi distribusi energi peledak pada massa batuan. Pola

pemboran tersebut antara lain:

1. Square Pattern

Pola ini membentuk seperti bidang bujursangkar antara jarak burden

dengan spasi, dalam kata lain jara burden dengan spasi adalah sama.

2. Rectangular Pattern

Pola ini memiliki jarak spasi dalam satu row lebih besar dari pada jarak

burden, sehingga pola ini terlihat seperti persegi panjang.

3. Stagerred Pattern

Pola ini membuat zig-zag antara lubang bor yang berasal dari square

pattern maupun rectangular pattern.

Pola pengeboran stagerred umum digunakan pada saat ini dikarenakan sifat

distribusi energinya yang cenderung merata dan secara teori mengurangi

probabilitas terbentuknya bongkah batuan yang besar. Sketsa pola pemboran dapat

dilihat pada Gambar 3.1.

3.2.3 Pola Peledakan

Pola peledakan menunjukkan urutan ledakan dari sejumlah lubang ledak

pada suatu area peledakan. Urutan peledakan mengindikasikan bahwa adanya jeda

watu diantara lubang ledak yang disebut dengan delay time.

Penggunaan delay time memiliki beberapa keuntungan, yaitu sebagai

berikut:
1. Mengurangi getaran (Ground vibration).
27

2. Mengurangi overbreak.

3. Mengurangi airblast.

4. Dapat mengarahkan arah lemparan batuan yang diledakkan.

Sumber: Dep. ESDM RI, 2004.

Gambar 3.1. Jenis-Jenis Pola Pemboran Tambang Terbuka

Pola peledakan dibedakan berdasarkan arah lemparan batuannya.

Pemilihan pola peledakan juga didasari pada ketersediaan bidang bebas (free face)

pada area yang akan diledakkan. Berdasarkan arah runtuhan, pola peledakan

dibedakan sebagai berikut:

1. Box Cut

Pola peledakan yang arah lemparan batuannya ke depan dan membentuk

pola seperti kotak. Pola peledakan ini digunakan apabila area peledakan

tidak memiliki bidang bebas.

2. V Cut (Chevron)

Pola peledakan yang arah lemparannya membentuk seperti huruf “V”.


28

3. Corner Cut (Echelon)

Pola peledakan yang memiliki dua bidang bebas dan arah lemparannya ke

salah satu dari kedua bidang bebas tersebut.

Jenis-jenis pola peledakan diatas dapat dilihat pada gambar 3.2 di bawah

ini:

Sumber: Konya, 1990.

Gambar 3.2. Jenis-Jenis Pola Peledakan

3.2.4 Bahan Peledak

Bahan peledak adalah suatu bahan kimia berupa senyawa tunggal atau

campuran yang berbentuk padat, cair, atau campurannya yang apabila diberi aksi

panas, benturan, gesekan atau ledakan awal akan mengalami suatu reaksi kimia

eksotermis sangat cepat dan hasil reaksinya sebagian atau seluruhnya berbentuk

gas disertai panas dan tekanan sangat tinggi yang secara kimia lebih stabil.

Bahan peledak industri merupakan bahan peledak yang dirancang dan

dibuat khusus untuk keperluan industri, misalnya industri pertambangan, sipil dan

industri lainnya di luar keperluan militer.

Bahan peledak memiliki berbagai jenis dan pada masing-masing jenis

memiliki karakteristiknya tersendiri, berikut adalah karakteristik bahan peledak.

1. Karakter Fisik Bahan Peledak


29

Sifat fisik bahan peledak merupakan suatu kenampakan nyata dari sifat

bahan peledak ketika menghadapi perubahan kondisi lingkungan sekitarnya.

Berikut merupakan beberapa parameter terkait sifat fisik bahan peledak:

a. Densitas (massa jenis)

Secara umum densitas merupakan angka yang menyatakan perbandingan

berat per volume. Densitas pada bahan peledak dapat menyampaikan

beberapa informasi, diantaranya:

• Densitas bahan peledak adalah berat bahan peledak per unit volume

yang dinyatakan dalan gr/cc.

• Densitas pengisian (loading density) merupakan berat bahan peledak

per meter kolom lubang tembak yang dinyatakan dalam kg/m.

• Catridge count/stick count merupakan jumlah catridge (bahan peledak

berbentuk dodol) dengan ukuran 1,25” x 8” dalam kotak seberat 50 lbs

atau 140 dibagi berat jenis bahan peledak.

Densitas bahan peledak berkisar antara 0,6 – 1,7 gr/cc.

b. Sensitifitas (Sensitivity)

Sensitifitas merupakan sifat yang menunjukan tingkat kemudahan bahan

peledak untuk diinisiasi (diledakkan) atau ukuran minimal booster yang

diperlukan untuk meledakan bahan peledak tersebut. Sifat sensitif bahan

peledak bervariasi tergantung pada komposisi kimianya, diameter,

temperatur dan tekanan di seketarnya.

c. Ketahanan terhadap air (Water resistance)


30

Ketahanan bahan peledak terhadap air adalah ukuran kemampuan suatu

bahan peledak untuk melawan air disekitarnya tanpa kehilangan

sensitifitas atau efisiensinya. Apabila suatu bahan peledak larut dalam air

dalam waktu yang singkat (mudah larut), berarti bahan peledak tersebut

dikategorikan mempunyai ketahanan terhadap air yang buruk atau poor,

sebaliknya apabila tidak larut dalam air disebut sangat baik atau excellent.

d. Kestabilan kimia (Chemical stabolity)

Merupakan kemampuan suatu bahan peledak untuk tidak berubah secara

kimia dan tetap mempertahankan sensitifitas selama dalam penyimpanan

di dalam gudang dengan kondisi tertentu.

Faktor-faktor yang mempercepat ketidakstabilan kimiawi antara lain suhu,

kelembaban, kualitas bahan baku, kontaminasi, pengepakan dan fasilitas

gudang bahan peledak. Tanda-tanda kerusakan bahan peledak dapat berupa

kenampakan kristalisasi, penambahan viskositas dan perubahan densitas.

e. Karakteristik gas (Fumes characteristic)

Detonasi bahan peledak menghasilkan fume, yaitu gas-gas baik yang tidak

beracun (non-toxic) mauoun yang mengandung racun (toxic). Gas-gas

hasil peledakan yang tidak beracun seperti uap air (H 2O), karbondioksida

(CO2) dan nitrogen (N2). Sedangkan yang beracun berupa nitrogen

monoksida (NO), nitrogen oksida (NO2) dan karbon monoksida (CO2).

Fumes hasil peledakan memperlihatkan warna yang berbeda yang dapat

dilihat sesaat setelah peledakan terjadi. Gas berwarna coklat-jingga adalah

fumes dari gas

NO, gas berwarna putih merupakan kabut dari uap air (H2O).
31

2. Karakter Detonasi Bahan Peledak

Karakter detonasi menggambarkan prilaku suatu bahan peledak ketika

meledak untuk menghancurkan batuan. Beberapa karakter detonasi yang penting

untuk diketahui adalah sebagai berikut:

a. Kekuatan (strength) bahan peledak

Kekuatan bahan peledak berasal dari energi yang mampu dihasilkan oleh

suatu bahan peledak. Kekuatan suatu bahan peledak tergantung pada

campuran kimiawi yang mampu menghasilkan energi panas ketika terjadi

inisiasi. Berikut merupakan beberapa jenis kekuatan bahan peledak:

• Kekuatan berat absolut (absolute weight strength atau AWS)

Merupakan energi per unit berat bahan peledak dalam joule/gram.

AWSANFO adalah 373 kj/gr dengan campuran 94% ammonium nitrat

dan

6% solar.

• Kekuatan berat relatif (relative weight strength atau RWS)

Merupakan kekuatan bahan peledak (dalam berat) yang dibandingkan

dengan ANFO. RWS suatu bahan peledak dapat ditentukan

menggunakan persamaan:

RWSHANDAK (3.1)

• Kekuatan volume absolut (absolute bulk strength atau ABS)

Menyatakan energi yang dihasilkan bahan peledak untuk setiap unit

volumenya yang dinyatakan dalam joules/cc. Untuk menentukan ABS

dari suatu bahan peledak, dapat menggunakan persamaan berikut:

ABSHANDAK = AWSHANDAK x densitas (3.2)


32

• Kekuatan volume relatif (relative weight strength atau RBS)

Menyatakan kekuatan bahan peledak curah (bulk) yang dibandingkan

dengan ANFO. RBS suatu bahan peledakan dapat ditentukan

menggunakan persamaan:

RBSHANDAK (3.3)

b. Kecepatan detonasi (velocity of detonation)

Kecepatan detonasi disebut juga dengan VoD, merupakan sifat bahan

peledak yang dapat diartikan sebagai laju rambatan gelombang detonasi

sepanjang kolom bahan peledak dengan satuan meter per sekon (m/s) atau

feet per second (fps).

Kecepatan detonasi bahan peledak harus melebihi kecepatan suara massa

batuan, sehingga akan menimbulkan energi kejut (shock energy) yang

mampu memecahkan batuan.

c. Tekanan detonasi (detonation pressure)

Merupakan tekanan yang terjadi disepanjang zona reaksi peledakan hingga

terbentuk reaksi kimia seimbang hingga ujung bahan peledak tersebut

habis bereaksi. Untuk mendapatkan nilai tekanan detonasi suatu bahan

peledak,

Cook (1958) mengemukakan suatu persamaan sebagai berikut:

PD = (3.4)
Keterangan: PD = tekanan detonasi, kPa

𝜌𝑒 = densitas handak, gr/cc

VoD = kecepatan detonasi, m/s


33

d. Tekanan pada lubang ledak (borehole pressure)

Gas hasil detonasi bahan peledak memeberikan tekanan terhadap dinding

lubang ledak dan secara kontinyu berekspansi menenembus media untuk

mencapai keseimbangan. Keseimbangan tekanan gas baru tercapai apabila

gas tersebut terbebaskan, dalam kata lain telah mencapai udara bebas.

Volume dan laju gas hasil peledakan mengontrol tumpukan dan lemparan

fragmen batuan (Gambar 3.3). Pada gambar dapat dilihat batuan bagian A

yanterkena tekanan detonasi akibat peledakan sedangkan bagian B tidak

terkena.

Sumber: Dep. ESDM RI, 2004.

Gambar 3.3. Gerakan Batuan Akibat Tekanan Gas Hasil Peledakan

3.2.5 Geometri Peledakan

Geometri peledakan erat kaitannya dengan hasil peledakan. Teori coba-

coba (Rules of Thumb) merupakan dasar sehingga para ahli atau produsen bahan

peledak dapat mengeluarkan standar perhitungan untuk geometri peledakan.

Rules of Thumb dikemukakan oleh banyak ahli dan produsen bahan

peledak, dari kalangan para ahli misalnya R.L. Ash, Calvin J. Konya, Langefors

dan lainlain. Sedangkan dari kalangan produsen bahan peledak Rules of Thumb
34

dikemukakan oleh Dyno Nobel Explosive, Orica Mining Service, ICI Explosive

dan

lain-lain.

Penelitian ini menggunakan rumus perhitungan geometri peledakan yang

dikeluarkan oleh Dyno Nobel Explosive. Parameter-parameter geometri peledakan

diuraikan sebagai berikut:

1. Burden (B)

Burden adalah jarak bidang bebas ke row lubang bor terdekat atau jarak

antara row dengan row berikutnya. Perhitungan burden menurut Dyno Nobel

adalah sebagai berikut:

𝐵 = (25 − 40) × 𝐷 (3.5)

Keterangan: B= burden, m

D= diameter lubang bor, m

2. Spacing (S)

Spacing adalah jarak satu lubang bor ke lubang bor berikutnya dala satu

row. Perhitungan spacing adalah sebagai berikut:

𝑆 = 1,15 × 𝐵 (3.6)

Keterangan: S= Spacing, m

B= Burden, m

3. Subdrilling (SD)

Subdrilling adalah tambahan kedalaman lubang ledak dari tinggi jenjang

yang diinginkan. Perhitungan Subdrilling adalah sebagai berikut:

𝑆𝐷 = (3 − 15) × 𝐷 (3.7)
35

Dimana: J= Subdrilling, m

D= Diameter lubang, m

4. Kedalaman Lubang (L)

Kedalaman lubang adalah kedalaman total tinggi lereng yang diinginkan


ditambahkan dengan seberapa dalam subdrilling. Perhitungan kedalaman lubang
adalah sebagai berikut:
𝐿 = 𝐵𝐻 + 𝑆𝐷 (3.8)

Keterangan: L= Kedalaman lubang, m

BH = Tinggi jenjang, m

SD = Subdrilling, m

5. Stemming (SL)

Stemming adalah bagianlubang ledak yang diisi bukan dengan bahan

peledak, melainkan material lain seperti cutting hasil pemboran. Perhitungan

stemming adalah sebagai berikut:

𝑆𝐿 = (0,7 − 1,2) × B (3.9)

Keterangan: SL= Stemming, m

B= Burden, m

6. Column Charge (C)

Column charge adalah bagian lubang ledak yang diisi dengan bahan

peledak. Panjang kedalaman lubang ledak yang diisi oleh bahan peledak dapat

dihitung dengan persamaan:

𝐶 = 𝐿 − 𝑆𝐿 (3.10)

Keterangan: C= Column Charge, m

L= Kedalaman lubang, m
36

SL = Stemming, m

Bagian-bagian geometri peledakan dapat dilihat pada gambar 3.4.

3.2.6 Scaled Depth of Burial (SDoB)

Peledakan pada tambang ore, khususnya pada endapan mineralisasinya

yang berupa urat (vein) dibutuhkan pengontrolan peledakan lebih lanjut, untuk

pengontrolan tersebut dilakukan modifikasi geometri peledakan untuk panjang

column charge dan stemming menggunakan teori Scaled Depth of Burial (SDoB)

yang dicetuskan oleh Frank R. Chiappetta (1990).

Scaled Depth of Burial (SDoB) merupakan penentuan tingkat

keterkurungan (confinement) energi bahan peledak di dalam lubang ledak secara

empiris. SDoB dapat dijabarkan sebagai perbandingan stemming terhadap jumlah

bahan peledak setara dengan sepuluh kali diamater lubang (Gambar 3.5).

Sumber: Dyno Nobel.

Gambar 3.4. Sketsa Bagian-Bagian Geometri Peledakan


37

Pada gambar di 3.13 dapat dilihat bahwa, apabila stemming terlalu sedikit

maka energi peledakan tidak terkontrol dan berakibat flyrock yang tidak

terkontrol, airblast yang besar dan membentuk kawah. Stemming yang terlalu

dalam juga berdampak buruk pada kegiatan peledakan tertahan dan tidak mampu

untuk memecah batuan yang hasilnya harus dilakukan kegiatan peledakan ulang.

Untuk itu harus dilakukan perhitungan SDoB untuk mendapatkan

penggunaan bahan peledak dan stemming yang optimal. Prosedur perhitungan

SDoB adalah sebagai berikut:

1. Panjang 10 x Diameter Lubang Ledak (L)

𝐿 = ∅ × 10 (3.11)

Keterangan: L= Panjang 10x diameter lubang ledak, m

∅= Diameter lubang ledak,m

Sumber: Chiappetta, 2010

Gambar 3.5. Tingkat Keterkurungan Energi Berdasarkan Scaled Depth of


Burial
38

2. Bahan Peledak di Dalam L (W)

𝑊 = 𝐿𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 × 𝐿 (3.12)

3. Jarak Permukaan Menuju Pusat W (D)

𝐷 = 𝑆𝑡 + (0,5 × 𝐿) (3.13)

Keterangan: D= Jarak permukaan menuju pusat W, m

St = Panjang Stemming, m

4. Scaled Depth of Burial (SDoB)

(3.14)
Keterangan: SDoB = Scaled depth of burial,

3.3 Bahan Peledak Emulsi

Bahan peledak emulsi terbuat dari campuran antara larutan oksidator

berbutir sangat halus (droplets) dengan lapisan tipis matrik minyak hidrokarbonat.

Larutan AN sering digunakan sebagai oksidator dalam pembuatan emulsi.

Emulsifier ditambahkan untuk mempertahankan fase emulsi. Berbeda dengan

ANFO yang tidak tahan terhadap air, bahan peledak emulsi memiliki karakter

ketahanan terhadap air yang sangat baik.

Karena butiran oksidator yang halus, ditambahkan gassing agent kimia

supaya terbentuk gelembung udara untuk menimbulkan fenomena hot spot. Dapat

dilihat proses pembuatan emulsi baik itu emulsi kemasan maupun emulsi curah

pada Gambar 3.6.


39

Sumber: Dep. ESDM RI, 2004.

Gambar 3.6. Proses Pembuatan Emulsi


Saat ini pemakaian bahan peledak emulsi cukup banyak dalam kegiatan

penambangan bahan galian, baik pemakaian emulsi kemasan (cartridge) maupun

langsung menggunakan truck Mobile Mixing Unit (MMU) langsung diisikan ke

lubang ledak (bulk). Gambar 3.7 adalah kenampakan bulk emulsion dan catridge

emulsion.

Sumber: PT DAHANA, 2015

Gambar 3.7. Kenampakan Bahan Peledak Emulsi (a)Bulk Emulsion;


(b)Cartridge Emulsion

Heavy ANFO dan emulsion blends adalah campuran emulsi dan ANFO

dengan perbandingan yang beragam tergantung pada kebutuhan pada saat


40

pemakaian. Keuntungan penggunaan pemakaian bahan peledak ini adalah sebagai

berikut:

• Energi bertambah

• Sensitifitas lebih baik

• Sangat tahan terhadap air

Perbedaan dari kedua bahan peledak ini adalah komposisi

perbandingannya. Disebut Heavy ANFO apabila komposisi ANFO lebih banyak

daripada emulsi dan disebut emulsion blends apabila komposisi emulsi lebih

banyak dari pada ANFO.

Perbedaan persen komposisi dari kedua bahan peledak tersebut berdampak

pada karakteristiknya, seperti densitas, ketahanan terhadap air, VoD,

kemampupompaan dan kemampu-uliran. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.8

berikut.

Sumber: Dep. ESDM RI, 2004.


41

Gambar 3.8. Pengaruh Perbedaan Komposisi pada Heavy ANFO dan


Emulsion Blends

Perbebaan kenampakan antara ANFO, Heavy ANFO dan Emulsion Blends

dapat dilihat pada Gambar 3.9 berikut.

Sumber: Dyno Nobel

Gambar 3.9. (a)ANFO (b)Heavy ANFO (c)Emulsion Blends


3.4 Hasil Peledakan

Parameter-parameter lain yang dipertimbangkan pada setiap kegiatan

peledakan adalah sebagai berikut:

1. Volume dan Massa Batuan yang Diledakkan

Tujuan peledakan adalah untuk membongkar sejumlah batuan. Batuan

yang dibongkar dapat dinyatakan dalam satuan volume atau berat.

a. Berdasarkan Volume

Penetuan volume batuan yang diledakkan dapat ditentukan dengan

persamaan berikut:

V = 𝐵 × 𝑆 × 𝐵𝐻 × 𝑛 (3.15)

Keterangan: V = Volume batuan yang diledakkan, m3

B = Burden, m

S = Spacing, m
42

BH = Tinggi Jenjang, m

n = Jumlah lubang

b. Berdasarkan Berat

Menyatakan berat batuan yang diledakkan dapat ditentukan dengan

persamaan berikut:

W = V x SGrock (3.16)

Keterangan: W = Berat batuan, ton

SGrock = Specific Gravity batuan yang diledakkan

2. Powder Factor (PF)

PF merupakan bilangan yang menunjukkan banyaknya bahan peledak yang

dipakai (Kg) untuk menghancurkan sejumlah volume (m 3) atau massa (ton)

batuan.

Powder Factor dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

(3.17)

Atau

(3.18)

3. Fragmentasi

Fragmentasi adalah istilah yang menunjukkan ukuran butir batuan hasil

peledakan. Fragmentasi merupakan parameter penting yang menyatakan

keberhasilan suatu kegiatan peledakan. Ukuran fragmentasi yang dinyatakan

berhasil berbeda-berbeda tergantung tujuannya. Cukup atau tidaknya fragmentasi


43

tergantung peruntukkan proses produksi berikutnya, misalnya ukuran bucket alat

gali atau ukuran bukaan alat crusher yang melakukan proses lebih lanjut.

Ukuran bongkah besar (boulder) pada beberapa kasus diinginkan untuk

alasan tertentu. Tambang ore yang memiliki tipe endapan vein biasanya

menginginkan bongkah fragmentasi yang tidak terlalu halus untuk mengurangi

ore dilution.

3.5 Heave

Heave merupakan pergerakan batuan yang diakibatkan oleh kegiatan

peledakan. Mekanismenya ketika bahan peledak diinisiasi, gas hasil rekasi

berekspansi dengan sangat cepat menekan massa batuan disekeliling lubang ledak

menimbulkan gelombang kejut yang menjalar ke massa batuan disekitarnya. Gas

yang terus berekspansi memasuki rekahan yang ditimbulkan oleh gelombang

kejut, sehingga gas tersebut memindahkan/menggerakkan massa batuan tersebut.

Heave dapat terjadi pada dua sumbu yaitu sumbu vertikal (vertical heave)

dan sumbu horizontal (horizontal heave). Secara vertikal heave mengakibatkan

naiknya permukaan material hasil peledakan yang dapat dilihat pada Gambar 3.10.

Sumber: Modifikasi dari Mwijage, 2012.


44

Gambar 3.10. Model Heave Tampak Penampang

Kenaikan permukaan material hasil peledakan berbeda-beda dalam satu

lokasi peledakan. Hal ini dipengaruhi oleh penempatan Control Row. Control row

adalah row dalam suatu blok peledakan yang dijadikan sebagai jalur inisiasi untuk

meledakkan blok tersebut. Pada Gambar 3.11 dapat dilihat bahwa semakin dekat

dengan control row, heave yang terjadi semakin tinggi. Sedangkan semakin jauh

dari control row, heave yang terjadi semakin rendah.

Dampak yang ditimbulkan oleh terjadinya heave secara berlebihan adalah

meningkatnya potensi terjadinya ore loss dan ore dilution.

Sumber: Modifikasi dari Vaughan, 2007.

Gambar 3.11. Model Pengaruh Control Row Terhadap Heave

Ore loss adalah kehilangan material ore yang disebabkan oleh

berpindahnya ore ke area waste sehingga ore dianggap sebagai waste dan

kemudian terbuang ke waste dump. Sedangkan Ore dilution adalah bercampurnya

material waste ke jalur ore, sehingga waste tersebut terkategorikan sebagai ore dan

terbawa ke pabrik pengolahan.


45

Kedua hal diatas membawa dampak buruk jika terjadi secara berlebihan

karena akan mengakibatkan turunnya kadar dari ore. Turunnya kadar ore akan

langsung mengakibatkan berkurangnya profit perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai