TEORI DASAR
Peledakan adalah proses memberai batuan padat yang bersifat kompak dari
batuan induknya. Tujuan peledakan pada batuan yaitu untuk menghasilkan batuan
lepas, yang dinyatakan dalam derajat fragmentasi sesuai dengan tujuan yang akan
batuan yang tidak mampu dibongkar secara langsung oleh alat berat misalnya
ripper dozer.
berkaitan serta biaya operasi berikutnya. Dalam suatu kegiatan peledakan pada
ledak.
lapangan.
32
33
Maka dari itu kegitan pemboran dan peledakan harus dilakukan dengan
Gambar 3.1.
Gambar 3.1
Faktor rancangan yang tidak dapat dikendalikan adalah faktor – faktor yang
batuan, elastisitas batuan, cepat rambat gelombang pada batuan, serta kuat
permukaan lapisan yang akan digores oleh bagian lain yang lebih keras.
Tabel 3.1
Compressive Strength
Classification Mohs Scale of Hardness
(MPa)
Very Hard +7 +200
Hard 6–7 120 – 200
Medium Hard 4,5 – 6 60 – 120
Medium Soft 3 – 4,5 30 – 60
Soft 2–3 10 – 30
Very Soft 1–2 -10
Sumber: Jimeno et al, 1995
3. Kekuatan Batuan
terhadap gaya luar, baik itu kekuatan statik maupun dinamik. Kekuatan
35
kuat tekan dan kuat tarik dari batuan, maka batuan tersebut akan semakin
4. Elastisitas Batuan
perbandingan dari beda tegangan dan regangan aksial pada kurva tegangan-
tekanan gas minimal harus 5% lebih kecil dari Modulus Young untuk
5. Abrasivitas Batuan
berkaitan dengan tingkat keausan (umur) mata bor dan batang bor yang
7. Struktur Geologi
(Gambar 3.2), radius pengaruh dari setiap lubang ledak akan berkurang
karena:
Gambar 3.2
akan kecil, lantai jenjang tidak rata, tetapi fragmentasi yang dihasilkan akan
seragam dan lemparan batuan tidak terlalu jauh. Sedangkan jika arah
fragmentasi batuan tidak seragam, batuan akan terlempar lebih jauh, serta
batuan yang memiliki bidang lemah tegak lurus dengan muka jenjang,
Gambar 3.3
8. Cuaca
adanya arus liar yang masuk ke dalam rangkaian peledakan akibat petir
sifat kimiawi bahan peledak dalam lubang ledak, terutama bahan peledak
penggunaan linner atau plastik untuk bahan peledak pada lubang ledak yang
Gambar 3.4
dipengaruhi oleh:
dan inisiasi akan tinggi serta pengisian bahan peledak, stemming akan lebih
sulit. Ketika diameter lubang ledak besar, pola pengeboran secara langsung
Gambar 3.5
Jenis lubang ledak secara teoritis ada dua, yaitu lubang ledak tegak dan
ledak antara 10° – 20° terhadap bidang vertikal yang biasanya digunakan
pada tambang terbuka secara umum telah memberikan hasil yang baik.
Tabel 3.2
Keuntungan Kerugian
Pengeboran yang dilakukan lebih akurat Bagian atas dari sisi jenjang yang
diledakkan terganggu sehingga
menyebabkan backbreak
Dapat melakukan pengeboran lebih dekat Kemungkinan terjadinya tonjolan pada
dengan dinding jenjang lantai lebih besar
Pengeboran dilakukan dengan lebih Fragmentasi yang dihasilkan kurang
mudah seragam
Sumber: Gregor, 1967
Tabel 3.3
Keuntungan Kerugian
Fragmentasi dari tumpukan hasil Panjang lubang ledak dan waktu ynag
peledakan lebig baik dibutuhkan menjadi lebih panjang
Pada pengeboran lubang ledak yang
Dinding jenjang yang dihasilkan relatif
dalam, sudut yang dibentuk akan semakin
rata
besar
Powder factor yang digunakan lebih Mengalami kesulitan pada penempatan
efisien alat bor
Mengurangi terjadinya backbreak dan
Dibutuhkan pengawasan yang lebih ketat
lantai jenjang lebih rata
Memperkecil potensi longsor pada Mengalami kesulitan dalam pengisian
jenjang bahan peledak
Sumber: Gregor, 1967
41
lubang ledak tegak. Hal ini disebabkan pada lubang ledak miring, bidang
bebas yang terbentuk lebih luas dan hilangnya energi peledakan pada lantai
miring.
Gambar 3.6
Gambar 3.7
3. Pola Pemboran
dua macam, yaitu pola pemboran sejajar (parallel pattern) dan pola
a) Parallel Pattern
dibanding burden.
b) Staggered Pattern
dengan baris yang lainnya tidak saling sejajar (lihat Gambar 3.9).
Gambar 3.8
Gambar 3.9
S/B = 1,15 mempunyai cakupan energi yang paling optimal (AECI 1978,
Gambar 3.10
Pola peledakan menunjukkan urutan ledak setiap lubang pada suatu blok
berikut:
2. Mengurangi overbreak
3. Mengurangi airblast
pola peledakan juga didasari pada ketersediaan bidang bebas (free face) pada area
Gambar 3.11
sebagai berikut:
a) Box Cut
pola seperti kotak. Pola peledakan ini digunakan pada area yang tidak
b) V-Cut (Chevron)
Pola peledakan yang memiliki dua bidang bebas dan arah lemparan
karena dengan adanya waktu tunda antara lubang ledak dapat memberikan
fragmentasi yang baik dan kontrol terhadap flyrock, dan ground vibration.
Gambar 3.12
1. Burden
Burden adalah jarak tegak lurus antara lubang ledak dengan bidang
bebas atau jarak antar row. Burden yang terlalu kecil menghasilkan
bongkaran yang hancur dan tergeser jauh dari dinding jenjang kemudian
tarik yang sangat lemah di bawah kuat tarik batuan, sehingga batuan dalam
𝑆𝐺𝑒 0,33
𝐵 = 3,15 × 𝐷𝑒 × (𝑆𝐺𝑟 ) (3.1)
𝑆𝐺𝑒
𝐵 = [( 2 × ) + 1,50] × 𝐷𝑒 (3.2)
𝑆𝐺𝑟
𝑆𝑡𝑣 0,33
𝐵 = 0,67 × 𝐷𝑒 × (𝑆𝐺𝑟) (3.3)
Keterangan:
B = Burden
burden dan tinggi jenjang atau stiffness ratio (Tabel 3.4). Setelah diketahui
47
beberapa faktor penentu, yaitu jumlah baris lubang ledak (Kr), posisi lapisan
tersebut seperti terlihat dalam Tabel 3.5, Tabel 3.6, dan Tabel 3.7.
𝐵𝑐 = 𝐵 × 𝐾𝑟 × 𝐾𝑑 × 𝐾𝑠 (3.4)
Keterangan:
Tabel 3.4
Tidak
ekonomis
4 Sempurna Sempurna Sempurna Sempurna
bila
stiffness
ratio > 4
Sumber: Konya, 1990
48
Tabel 3.5
Tabel 3.6
Tabel 3.7
2. Spasi
peledakannya dan berapa besar perbandingan antara tinggi jenjang dan burden.
Spasi menurut Konya didasarkan pada perbandingan burden dan tinggi jenjang,
bila tinggi jenjang berbanding burden (L/B < 4) maka digolongkan jenjang rendah
dan apabila perbandingannya (L/B > 4) maka digolongkan jenjang tinggi (Tabel
3.8).
49
Tabel 3.8
3. Stemming
𝑆𝑍 = 0,00127 × 𝐷𝑒 (3.5)
Keterangan:
sebagai berikut:
𝑇 = 0,7 × 𝐵 (3.6)
atau
𝑇 =𝐵 (3.7)
4. Subdrilling
𝐽 = 0,3 × 𝐵 (3.8)
50
5. Kedalaman Lubang
(𝐿+𝐽)
𝐻= (3.6)
𝑠𝑖𝑛𝛼
Keterangan:
L = Tinggi Jenjang
J = Subdrill (m)
6. Loading Density
Loading density adalah berat bahan peledak (lb) yang diisikan kedalam
Keterangan:
7. Powder Factor
atau
Keterangan:
PF = Powder factor
Tabel 3.9
menyediakan bidang bebas untuk row berikutnya. Bila waktu tunda antar
row terlalu singkat, maka beban muatan pada row di depannya akan
𝑡𝑟 = 𝑇𝑟 × 𝐵 (3.13)
Keterangan:
B = Burden (m)
Ketika bahan peledak yang berada dalam lubang ledak meledak, maka
sehingga tekanan akan turun dan bernilai negatif kemudian akan merambat
Hasil dari tekanan yang sangat tinggi dari gas hasil peledakan tersebut,
maka rekahan yang telah terbentuk pada tahap I dan II akan semakin cepat
yang berada di dalam batuan akan dilepas. Efek dari terlepasnya batuan
54
proses peledakan.
yang berada di dalam batuan akan dilepas seperti spiral kawat yang ditekan
kemudian dilepaskan.
Gambar 3.13
3.6 Fragmentasi
parameter tingkat keberhasilan dari suatu kegiatan peledakan. Peledakan yang tidak
optimal dapat menimbulkan fragmentasi yang besar dan tidak seragam sehingga
dalam penanganan lebih lanjut untuk pemuatan akan mengalami beberapa kendala.
Ada dua cara yang bisa digunakan untuk mengontrol ukuran fragmentasi
hasil peledakan, yaitu memastikan kecukupan jumlah energi yang dihasilkan bahan
peledak di dalam massa batuan dan pelepasan energi yang baik agar terjadi interaksi
yang tepat. Bahan peledak harus ditempatkan sesuai konfigurasi geometri yang
yang baik.
Konfigurasi geometri ini disebut pola peledakan. Jika waktu inisiasi tidak
tepat, maka dapat terjadi perbedaan pada tingkat hancuran batuan, energi getaran,
𝑉 0.8 1
𝑋𝑚𝑒𝑎𝑛 = 𝐴 × ( ) × 𝑄6 (3.14)
𝑄
56
Blastability Index (BI). Agar dapat digunakan untuk semua jenis bahan peledak,
𝑉𝑜 0.8 𝐸 −0,63
𝑋 =𝐴 × ( ) × 𝑄0,1667 × ( ) (3.15)
𝑄𝑒 115
Keterangan:
dihasilkan dari peledakan. Dengan kata lain, ukuran fragmentasi rata-rata yang
hasil peledakan. Kelemahan lain dari persamaan ini adalah ukuran fragmentasi yang
dihasilkan diperoleh dengan merata-ratakan data dengan interval yang cukup besar
diinginkan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu persamaan untuk menaksir ukuran
parameter ukuran rata- rata fragmentasi dari Kuznetsov (1973) dan Cunningham
Keterangan:
e = Ephsilon, 2,72
X = Ukuran ayakan, cm
𝑋𝑚
𝑋𝑐 = 1 (3.17)
(0,693)𝑛
Keterangan:
n = Indeks keseragaman
yang kecil menunjukkan ukuran yang tidak seragam. Kisaran nilai n yang ideal
sebagai berikut:
14𝐵 𝑊 𝐴−1 𝑃𝐶
𝑛 = (2,2 − ) × (1 − ) × (1 + )× ( ) (3.18)
𝐷𝑒 𝐵 2 𝐻
Keterangan:
B = Burden, m
58
W = Devisi pemboran
H = Tinggi jenjang, m
Faktor yang berpengaruh dalam pemboran dan peledakan ada yang bersifat
jenis dan prioritasnya. Batuan dengan bobot isi kecil pada umumnya lebih
Joint Plane Spacing adalah jarak antara dua bidang lemah yang
berurutan. Semakin jauh jarak antar bidang lemah (>2000mm), batuan dapat
jarak antar bidang lemah kecil (<20mm), maka batuan dikatakan terdiri dari
ketidakmantapan lereng.
penjumlahan pembobotan lima variabel yang diberikan oleh Lily (dalam Hustrulid,
1999: 107-108) yaitu: Rock mass Description (RMD), Joint Plane Spacing (JPS),
Joint Plane Orientation (JPO), Specific Gravity Influence (SGI), Mohs’s Hardness
60
(H). Penjelasan hal tersebut seperti terlihat pada Tabel 3.10. Hubungan antara
RF = 0,12 x BI (3.20)
Tabel 3.10
Parameter Pembobotan
1. Rock Mass Description (RMD)
Powdery / friable 10
Blocky 20
Totally Massive 30
2. Joint Plane Spacing (JPS)
Close (Spasi > 0,1 m) 10
Intermediate (Spasi 0,1-1 m) 20
Wide (Spasi > 1 m) 50
3. Joint Plane Orientation (JPO)
Horizontal 10
Dip out of Face 20
Strike Normal to Face 30
Dip into Face 40
4. Specific Gravity Influence (SGI) SGI = 25 x SG – 50
5. Hardness (H) dalam Skala Mohs 1 - 10
Sumber: Lily, 1986
3.9 Backbreak
belakang row terakhir pada suatu blok peledakan. Jika di belakang blok peledakan
sepanjang lereng tersebut. Jika blok peledakan tidak berbatasan langsung dengan
lereng, maka akan terbentuk retakan berlebih di lantai jenjang. Backbreak yang
61
tidak rata.
oleh dua faktor, yaitu: burden yang tidak tepat (Gambar 3.14) dan stiffness ratio
Gambar 3.14
Gambar 3.15