TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Pustaka - 5
dari luar. Jika tanah dan batuan mengalami perubahan keseimbangan akibat
pengangkatan, penurunan, penggalian, penimbunan, erosi, atau aktivitas lainnya
tanah dan bataun tersebut secara alamiah akan berusaha untuk mencapai
keseimbangan baru. Proses ini biasanya berubah degradasi dan pengurangan beban,
terutama dalam bentuk perpindahan dengan besaran tertentu sampai kepada bentuk
longsoran atau gerakan-gerakan lain, sampai tercapai keseimbangan.
Pada tanah dan batuan dalam keadaan alamiah bekerja anatara lain tegangan-
tegangan dan tekanan air pori. Kedua hal tersebut mempunyai peranan penting
dalam membentuk kestabilan lereng. Sedangkan tanah dan batuan sendiri
mempunyai sifat fisik dan mekanik asli tertentu seperti sudut gesek dalam (angle of
internal friction- ), kohesi (c), kuat tekan, kuat tarik, modulus elastisitas, nisbah
poisson, dan bobot isi (γ), serta sifat fisik dan mekanik lainnya yang sangat berperan
dalam menentukan kekuatan tanah dan batuan dan juga mempengaruhi kestabilan
lereng (Hoek and Bray, 1981).
Sifat - sifat tersebut tidaklah statis, tetapi perlu dimaknai secara dinamis, baik
sebagai fungsi letak (kedalaman) maupun fungsi dari faktor lain. Oleh karena itu,
dalam usaha analisis kemantapan lereng harus diketahui dengan pasti sistem
tegangan yang bekerja pada tanah dan batuan dan juga sifat-sifat fisik dan mekanik
material pembentuknya serta posisi dan kedalaman lereng. Dengan pengetahuan dan
data tersebut kemudian dilakukan analisis prilaku tanah dan batuan apabila
dilakukan penggalian atau penimbunan. Baru kemudian bisa ditentukan geometri
dari lereng yang diizinkan atau menambahkan cara-cara lain yang berguna untuk
mebantu agar lereng tersebut menjadi stabil.
Tinjauan Pustaka - 6
kestabilan lereng yang baru, dimana gaya penahan lebih besar dari gaya
penggeraknya.
Untuk menyatakan tingkat kestabilan suatu lereng, dikenal istilah faktor
keamanan(safety factor). Faktor keamanan diperlukan untuk mengetahui
kemantapan suatu lereng untuk mencegah bahaya longsoran di waktu-waktu yang
akan datang.
Gaya berat
Dari gambar 2.1 dapat dilihat bahwa gaya yang bekerja pada suatu lereng
adalah gaya berat, kemudian dihasilkan gaya penggerak dan gaya penahan. Untuk
menjaga agar benda di lereng tidak jatuh (failure), diperlukan perhitungan terhadap
kemiringan sesuai dengan faktor keamanan yang diinginkan. Secara mekanik
sederhana, faktor keamanan (FK) dapat di rumuskan sebagai berikut :
Tinjauan Pustaka - 7
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kemantapan Lereng
Kemantapan lereng pada lereng batuan selalu dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain : geometri lereng, struktur geologi, kondisi air tanah, sifat fisik dan
mekanik batuan, serta gaya-gaya yang bekerja pada lereng(Karyono, 2004).
2.3.1 Geometri Lereng
Kemiringan dan tinggi suatu lereng sangat mempengaruhi kemantapannya.
Semakin besar kemiringan dan tinggi suatu lereng, maka kemantapannya akan
semakin kecil.
2.3.2 Struktur Batuan
Struktur batuan yang sangat mempengaruhi kemantapan lereng adalah
bidang-bidang sesar, perlapisan dan rekahan. Struktur batuan tersebut merupakan
bidang-bidang lemah dan sekaligus sebagai tempat merembesnya air, sehingga
batuan lebih mudah longsor.
2.3.3 Sifat Fisik dan Mekanik Batuan
Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kemantapan lereng adalah : bobot isi
(density), porositas dan kandungan air. Kuat tekan, kuat Tarik, kuat geser, kohesi dan
sudut geser dalam merupakan sifat mekanik batuan yang juga mempengaruhi
kemantapan lereng.
a. Bobot isi()
Bobot isi batuan akan mempengaruhi besarnya bebean pada permukaan
bidang longsor. Sehingga semakin besar bobot isi batuan, maka gaya
penggerak yang menyebabkan lereng longsor akan semakin besar. Dengan
demikian, kemantapan lereng tersebut semakin berkurang.
b. Porositas
Batuan yang mempunyai porositas besar akan banyak menyerap air. Dengan
demikian bobot isinya menjadi lebih besar, sehingga akan memperkecil
kemantapan lereng.
c. Kandungan air
Semakin besar kandungan air dalam batuan, maka tekanan air pori menjadi
besar juga. Dengan demikian kuat geser batuannya akan menjadi semakin
kecil. Sehingga kemantapannya pun berkurang.
Tinjauan Pustaka - 8
Kuat geser batuan dapat dinyatakan sebagai berikut :
+c
Keterangan :
Tinjauan Pustaka - 9
Pengurangan parameter kohesi (c) dan sudut gesek () dapat dinyatakan dengan
persamaan sebagai berikut:
C
Cf = ………………..……………(2.3)
SRF
−1 tan ∅
∅ f =tan ( )
SRF
……………………………..(2.4)
Keterangan :
SRF = Faktor reduksi kekuaatan geser. Faktor keamanan (f) besarnya sama
dengan nilai SRF pada saat tepat terjadi keruntuhan.
2. Metode Penambahan Gravitasi (Gravity increase Method)
Prinsip dari metode penambahan gravitasi yaitu nilai gravitasi dinaikkan
secara bertahap sampai terbentuk suatu mekanisme keruntuhan pada lereng.
Faktor keamanan dalam pendekatan ini didefenisikan sebagai berikut :
glimit
(FS)gi =
gactual …….………………………(2.5)
Keterangan :
gactual= Konstanta gravitasi (9.81 KN/m3)
Glimit = Nilai gravitasi yang tepat menyebabkan terjadi suatu keruntuhan
lereng.
Tinjauan Pustaka - 10
dengan metode Griffiths dan Bishop. Oleh karena itu, perhitungan faktor keamanan
kestabilan lereng sebaiknya menggunakan tipe geometri T6 atau Q8 (Arief, 2007).
FOTO FEM
Tinjauan Pustaka - 11
2.4Strength Reduction Factor (SRF)
Lereng mengalami kelongsoran akibat kuat geser dari material lebih kecil
dari kuat geser aktual yang diterimanya. Faktor keamanan merupakan nilai yang
digunakan untuk menyatakan tingkat kestabilan dari suatu lereng. Nilai faktor
keamanan lebih besar dari 1 berarti lereng stabil, sedangkan nilai faktor keamanan
lebih kecil dari 1 berarti lereng tidak stabil. Faktor keamanan dari suatu lereng dapat
dihitung dengan persamaan:
………………………………………(2.6)
dengan τ adalah nilai kuat geser material pada lereng yang dihitung dengan kriteria
Mohr-Coulomb:
……………….. ………...………..(2.7)
dan τfadalah nilai kuat geser pada saat longsor yang dihitung dengan persamaan:
…….. …………………..........(2.8)
………………... …………………........(2.9)
………. ………………………(2.10)
dengan SRF adalah Strength Reduction Factor. Metode ini disebut juga dengan
‘shear strength reduction method’. Kelebihan dari metode shear strength
reductionadalah sebagai berikut: (Yasman, 2013).
1. Tidak memerlukan asumsi jenis dan lokasi longsoran untuk analisis kestabilan
lereng seperti pada metode kesetimbangan batas.
Tinjauan Pustaka - 12
2. Dapat digunakan untuk mengetahui deformasi yang terjadi pada lereng dan
distribusi tegangan pada lereng beserta arahnya.
3. Dapat digunakan pada kondisi lereng yang kompleks dalam dua atau tiga
dimensi dan memperlihatkan proses kelongsoran.
Gambar 2.2 Klasifikasi Energi Hasil Peledakan (Konya dan Walter, 1990)
Tinjauan Pustaka - 13
2.5.1 Geometri Peledakan Menurut Ash, 1990.
Menurut Ash, 1990 harga burden tergantung pada harga burden ratio dan
diameter lubang bor. Besarnya burden ratio antara 20 – 40 dengan harga spacing
ratio (Ks) standar adalah 30. Harga spacing ratio (Ks) standar sebesar 30 terjadi
pada kondisi sebagai berikut :
a. Densitas batuan = 160 lb/cuft
b. Specific gravity bahan peledak = 1,20
c. Kecepatan detonasi bahan peledak = 12.000 fps
Pada kondisi batuan yang berbeda dan penggunaan bahan peledak yang
berbeda, maka harga spacing ratio (Ks) turut berubah. Untuk mengatasi perubahan
angka spacing ratio (Ks) perlu dihitung terlebih dahulu harga faktor penyesuaian
pada kondisi batuan dan bahan peledak yang berbeda.
a. Faktor penyesuaian terhadap bahan peledak (AF1) adalah :
[ ]
1/3
SG. Ve 2 ...................................................(2.11)
Af1 = SGstd. Vestd 2
Keterangan :
[ ]
1/3
Dstd…… …….....……………………………..(2.12)
2 =
D
Af
Keterangan :
Dstd= kerapatan batuan standard, 160 lb/cuft
Tinjauan Pustaka - 14
Sehingga harga Kb yang terkoreksi adalah :
Keterangan :
c. Burden (B)
Kb x De
B= .......................................................(2.14)
12
Keterangan :
B = burden
Kb = burden ratio
De = diameter lubang tembak, inchi
12 = faktor perubah kedalam satuan meter
d. Spasi (S)
Spasi dapat diartikan sebagai jarak terdekat antara antara dua lubang tembak
yang berdekatan dalam satu baris. Yang perlu diperhatikan dalam
memperkirakan spasi adalah apakah ada interaksi di antara isian yang saling
berdekatan. Besar spasi dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
s= B x Ks ...................................................(2.15)
Keterangan :
S = spasi, meter.
B = burden, meter.
Ks = spacing ratio
Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan spasi yaitu apakah ada
interaksi antar muatan yang berdekatan. Bila masing-masing lubang tembak
Tinjauan Pustaka - 15
diledakkan sendiri-sendiri, dengan interval waktu yang panjang, maka tidak
akan terjadi interaksi gelombang energi antar muatan yang berdekatan
sehingga memungkinkan setiap lubang tembak akan meledak dengan
sempurna. Jika interval waktu diperpendek atau lubang tembak diledakkan
secara serentak akan terjadi efek ledakan yang kompleks.
T = B x Kt ..............................................(2.16)
Keterangan :
T = stemming, meter
Tinjauan Pustaka - 16
f. Sub drilling (J)
Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari lubang bor di bawah lantai
jenjang yang dibuat agar jenjang yang dihasilkan sebatas dengan lantainya dan
lantai yang dihasilkan rata. Bila jarak subdrilling terlalu besar maka akan
menghasilkan efek getaran tanah, sebaliknya bila subdrilling terlalu kecil maka
akan mengakibatkan problem tonjolan pada lantai jenjang (toe) karena batuan
tidak akan terpotong sebatas lantai jenjangnya. Panjang subdrilling dapat
ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
J = B x Kj ..........................................................(2.17)
Keterangan :
J = subdrilling, meter
L = 5 x De ………………………………(2.18)
Keterangan :
H = Kh x B ....................................................(2.19)
Tinjauan Pustaka - 17
Keterangan :
PC = H- T .............................................................(2.20)
Keterangan :
T = stemming, meter
Tinjauan Pustaka - 18
j. Jumlah Bahan Peledak
E = PC x de x N ………………………………(2.17)
Keterangan :
E = Jumlah bahan peledak (kg)
PC = Tinggi isian bahan peledak
De = Loading Density (Kg/m)
N = Jumlah bahan peledak (lubang/hari)(Sihombing,2011).
Tinjauan Pustaka - 19
2. Rectangular Pattern
Rectangular pattern biasanya dibuat dengan system staggered pattern untuk
mendapatkan distribusi bahan peledak dengan baik. Dengan pola inibaris demi baris
pada delay pattern lebih cocok. Cara ini sering dipakai untuk memotong over burden
dimana lemparan optimum diperlukan.bila getaran menjadi batasan, pemboran
diperbanyak dan tiap hari barisnya dipasang delay detonator yang lebih banyak.
Beberapa keuntungan yang diperoleh dan pengaturan nomor delay yaitu :
a. Mengurangi getaran
b. Mengurangi batu terbang (fly rock)
c. Mengurangi over break (melewati batas parameter)
d. Mengurangi suara ledakan
Beberapa contoh kemungkinan perbedaan kondisi di lapangan sebagai
berikut:
1. Bila orientasi antar retakan hampir tegak lurus, sebaiknya S= 1,41 B seperti
pada Gambar 2.4
Tinjauan Pustaka - 20
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Gambar 2.4 Peledakan pojok dengan pola staggered dan sistem inisiasi
echelon serta orientasi antar retakan 90o
Tinjauan Pustaka - 21
Gambar 2.5 Peledakan pojok dengan pola staggered dan sistem penyalaan
echelon serta orientasi antar retakan 60°
3. Bila peledakan dilakukan serentak antar baris, maka ratiospasi dan burden
(S/B) dirancang seperti pada Gambar 2.4 dan 2.5 dengan pola bujursangkar
(squarepattern).
Gambar 2.6 Peledakan pojok antar baris dengan pola bujursangkar dan
sistem penyalaan echelon. Arah lemparan batuan sejajar dengan bidang
miring
Tinjauan Pustaka - 22
Arah lemparan Batuan
Gambar 2.7 Peledakan pojok antar baris dengan pola staggered dan arah
lemparan batuan sejajar panjang jenjang
4. Bila peledakan dilakukan pada bidang bebas yang memanjang, maka sistem
penyalaan dan S/B dapat diatur seperti pada Gambar 2.6 dan 2.7.
Tinjauan Pustaka - 23
Gambar 2.8 Peledakan pada bidang bebas memanjang dengan pola V-cut
bujursangkar dan penyalaan tunda close-interval (chevron)
σ'3 α
…………………………………..(2.18)
σ’1 = σ’3 + σ’ci (mb +s¿
σ ' ci
Keterangan :
Tinjauan Pustaka - 24
1 1
α = + ¿)
2 6
Keterangan :
JCond89 = nilai dari kondisi bidang lemah yang didefenisikan oleh
Bieniawski (1989)
RQD = Persentase panjang core utuh yang lebih dari 10 cm terhadap
panjang total core run.
Cari table
Paduan estimasi nilai disturbance factor (D) hoek at.al 2013
Klasifikasi kondisi bidang diskontinu (Jcond) Bieniawski (1989)
Dalam hoek at.al 2013
Table konstanta m1 (marinos dan hoek 2001
Tinjauan Pustaka - 25
PPV = K x SD-α= K x¿
……................………………(2.20)
Keterangan :
R
PPA = K x SD-α = K x ( ¿ ………………....................(2.21)
√W
Keterangan :
Tinjauan Pustaka - 26
2.9 Efek Getaran Peledakan Terhadap Kestabilan Lereng
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa bila gaya penahan lebih besar dari
gaya penggerak maka lereng akan stabil, sedangkan jika gaya penahan lebih kecil
dari gaya penggerak maka lereng menjadi tidak stabil dan akan memicu longsoran.
Konsep sederhana tersebut dikembangkan menjadi auatau cara penilaian kestabilan
lereng yang dikenal dengan faktor keamanan (FK) yang dinyatakan sebagai berikut
(Hoek and Bray, 1991) ;
………………………(2.23)
Sementara itu, besarnya gaya normal yang bekerja pada massa batuan dapat
dinyatakan sebagai berikut :
…………………..........(2.24)
…………………………(2.25)
………..………........(2.26)
…………………(2.27)
Tinjauan Pustaka - 27
Dari persamaan tersebut, dapat dilihat bahwa jika lereng menerima getaran
tanah hasil peledakan sebesar a, massa batuan akan mengalami penambahan gaya
penggerak dan pengurangan gaya penahan. Oleh karena itu dapt dikatakan bahwa
percepatan horizontal menyebabkan berkurangnnya kemantapan lereng.
diterima secara universal untuk menghitungnya. Nilai amaks yang digunakan dalam
analisis hanyalah nilai perkiraan saja.Perhitungan besarnya nilai amaks diusulkan
oleh beberapa penulis, kebanyakan berdasarkan analisis balik dari kasus yang
sebenarnya dan kumpulan data empiris. Marcuson (1981) merekomendasikan nilai
maksberada di ⅓ dan ½ dari PPA. Matsuo (1984) merekomendasikan nilai amaks
a
0,65 dari nilai PPA. Seed (1979) mengatakan nilai amaks berkisar 13% -20% PPA.
California Department of Mines and Geology (1997) menyatakan nilai amaks sebesar
50% PPA. Hubungan antara percepatan getaran horizontal maksimum (amaks)dan
peak particle acceleration (PPA) dinyatakan oleh Wong (1992) dalam persamaan:
………………………...…(2.28)
Tinjauan Pustaka - 28
Keterangan :
.
Gambar 2.11Blasmate® III
Kotak sensor memiliki tiga unit independent sensor yang letaknya saling
tegak lurus antara satu unit dengan unit yang lain. Dua unit dipasang dengan posisi
horizontal dan saling tegak lurus, sedangkan satu unit lainnya dipasang secara
Tinjauan Pustaka - 29
vertikal. Ketiga sensor tersebut mencatat tiga arah komponen getaran tanah, yaitu
arah transversal, vertikal dan longitudinal(Dowding,1985).
Gerakan transversal merupakan gerakan partikel tanah atau batuan dari satu
sisi ke sisi yang lain. Gerakan vertikal merupakan gerakan partikel tanah atau batuan
ke atas dan bawah. Gerakan longitudinal merupakan gerakan partikel tanah atau
batuan ke depan dan belakang (Dowding,1985). Gambar 2.6 memperlihatkan variasi
gerakan partikel akibat getaran peledakan tanah.
Tinjauan Pustaka - 30
c. Percepatan merupakan besarnya perubahan kecepatan dalam waktu tertentu
yang dinyatakan dalam satuan mm/s2. Percepatan maksimum dari pergerakan
partikel disebut Peak Particle Acceleration (PPA).
d. Frekuensi merupakan jumlah gelombang getaran yang terukur dalam waktu
satu detik yang dinyatakan dalam satuan Hz. Peningkatan besarnya frekuensi
sebanding dengan peningkatan besarnya batas nilai PPV yang diperbolehkan.
e. Scaled Distance
Hukum SD untuk kontrol getaran akibat peledakan ada dua macam,
yaitu :
Hukum CRSD ini digunakan untuk pendugaan kerusakan struktur
bangunan akibat peledakan padajarak < 20 meter dari sumber ledakan,
dengan persamaan sebagai berikut :
………….. ………………………..(2.29)
Keterangan :
…………. ………………………..(2.30)
Tinjauan Pustaka - 31
Keterangan :
Tinjauan Pustaka - 32