Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Masalah Kestabilan Lereng


Di dalam operasi penambangan, masalah kestabilan lereng akan ditemukan
pada penggalian tambang terbuka (open pit dan open cut), tempat penimbunan
material buangan (tailing disposal), penimbunan bijih (stockyard) bendungan, dan
lereng di sekitar fasilitas seperti perumahan (Suryatono, 2003). Jika lereng yang
terbentuk sebagai akibat dari proses penambangan (pit slope) dan yang merupakan
sarana penunjang operasi penambangan (bendungan, jalan dan lain-lain) itu tidak
stabil , kegiatan produksi akan terganggau dan mengakibatkan ketidaksinambungan
produksi. Oleh karena itu, analisis kemantapan lereng, baik pada tahap perancangan,
maupun penambangan dan pasca tambang, merupakan suatu bagian penting dan
harus dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan-gangguan terhadap kelancaran
produksi serta bencana fatal yang akan berakibat pada keselamatan pekerja dan
peralatan (Harries, Noon, dan Pritchett, 2009).
Dilihat dari jenis penyusunanya, terdapat dua macam lereng yaitu lereng
tanah dan lereng batuan, walaupun kenyataannya yang dijumpai pada lereng
tambang selalu gabungan dari material tanah dan batuan. Dalam analisis dan
penentuan jenis tindakan pengamananya, lereng tanah dan lereng batuan berbeda
karena parameter material dan jenis penyebab longsor pada kedua material
pembentuk lereng tersebut sangat jauh berbeda (Romana, 1993).
Kestabilan lereng dipengaruhi oleh faktor geometri lereng, karakteristik fisik
dan mekanik material pembentuk lereng, air (hidrologi dan hidrogeologi), struktur
bidang lemah batuan (lokasi, arah, frekuensi, karakteristik mekanik), tegangan
alamiah dalam massa batuan, konsentrasi tegangan lokal, getaran (alamiah : gempa;
perbuatan manusia: efek peledakan, efek lalu lalang alat-alat berat), iklim, hasil
perbuatan pekerja tambang, serta pengaruh termik (Moshab, 1997). Kenyataannya
di lapangan memang memperlihatkan bahwa masalah ketidakstabilan lereng yang
timbul dapat diakibatkan oleh faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, faktor-faktor
ini perlu mendapatkan perhatian agar kondisi lereng dapat dijaga kestabilannya.
Dalam keadaan alamiah, tanah dan batuan umumnya berada dalam keadaan
seimbang terhadap gaya-gaya yang bekerja padanya, baik gaya dari dalam maupun

Tinjauan Pustaka - 5
dari luar. Jika tanah dan batuan mengalami perubahan keseimbangan akibat
pengangkatan, penurunan, penggalian, penimbunan, erosi, atau aktivitas lainnya
tanah dan bataun tersebut secara alamiah akan berusaha untuk mencapai
keseimbangan baru. Proses ini biasanya berubah degradasi dan pengurangan beban,
terutama dalam bentuk perpindahan dengan besaran tertentu sampai kepada bentuk
longsoran atau gerakan-gerakan lain, sampai tercapai keseimbangan.
Pada tanah dan batuan dalam keadaan alamiah bekerja anatara lain tegangan-
tegangan dan tekanan air pori. Kedua hal tersebut mempunyai peranan penting
dalam membentuk kestabilan lereng. Sedangkan tanah dan batuan sendiri
mempunyai sifat fisik dan mekanik asli tertentu seperti sudut gesek dalam (angle of
internal friction- ), kohesi (c), kuat tekan, kuat tarik, modulus elastisitas, nisbah
poisson, dan bobot isi (γ), serta sifat fisik dan mekanik lainnya yang sangat berperan
dalam menentukan kekuatan tanah dan batuan dan juga mempengaruhi kestabilan
lereng (Hoek and Bray, 1981).
Sifat - sifat tersebut tidaklah statis, tetapi perlu dimaknai secara dinamis, baik
sebagai fungsi letak (kedalaman) maupun fungsi dari faktor lain. Oleh karena itu,
dalam usaha analisis kemantapan lereng harus diketahui dengan pasti sistem
tegangan yang bekerja pada tanah dan batuan dan juga sifat-sifat fisik dan mekanik
material pembentuknya serta posisi dan kedalaman lereng. Dengan pengetahuan dan
data tersebut kemudian dilakukan analisis prilaku tanah dan batuan apabila
dilakukan penggalian atau penimbunan. Baru kemudian bisa ditentukan geometri
dari lereng yang diizinkan atau menambahkan cara-cara lain yang berguna untuk
mebantu agar lereng tersebut menjadi stabil.

2.2 Prinsip Dasar Analisis Kestabilan Lereng


Kestabilan lereng, baik lereng alami maupun lereng buatan, (buatan manusia)
serta lereng timbunan, dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dinyatakan
secara sederhana sebagai gaya-gaya penahan dan gaya gaya penggerak yang
bertanggung jawab terhadap kestabilan lereng tersebut. Pada kondisi gaya penahan
(terhadap longsoran) lebih besar dari gaya penggerak, lereng tersebut akan berada
pada kondisi stabil (aman). Namun apabila gaya penahan lebih kecil dari gaya
penggeraknya, lereng tersebut tidak stabil dan akan terjadi longsoran. Sebenarnya
longsoran merupakan suatu proses alami yang terjadi untuk mendapatkan kondisi

Tinjauan Pustaka - 6
kestabilan lereng yang baru, dimana gaya penahan lebih besar dari gaya
penggeraknya.
Untuk menyatakan tingkat kestabilan suatu lereng, dikenal istilah faktor
keamanan(safety factor). Faktor keamanan diperlukan untuk mengetahui
kemantapan suatu lereng untuk mencegah bahaya longsoran di waktu-waktu yang
akan datang.

Gaya penggerak (F)


Gaya Penahan (F*)

Gaya berat

Gambar 2.1 faktor keamanan sederhana (Romana, 1993).

Dari gambar 2.1 dapat dilihat bahwa gaya yang bekerja pada suatu lereng
adalah gaya berat, kemudian dihasilkan gaya penggerak dan gaya penahan. Untuk
menjaga agar benda di lereng tidak jatuh (failure), diperlukan perhitungan terhadap
kemiringan sesuai dengan faktor keamanan yang diinginkan. Secara mekanik
sederhana, faktor keamanan (FK) dapat di rumuskan sebagai berikut :

Faktor Keamanan (FK) =


……………...…(2.1)
Gaya penahan F∗¿
= ¿
gaya penggerak F
Tiga pendekatan utama dari analisis kestabilan lereng adalah pendekatan
mekanika batuan, mekanika tanah, dan pendekatan yang memaknai kombinasi
keduanya. Beberapa metode analisis kemantapan yang dapat digunakan antara lain
metode analitik, metode grafik, metode stereonet, metode keseimbangan batas,
metode numerik (Metode elemen hingga, elemen diskrit, elemen batas dan lain-lain),
metode probabilistik, teori blok maupun sistem pakar serta metode fisik
(laboratorium).

Tinjauan Pustaka - 7
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kemantapan Lereng
Kemantapan lereng pada lereng batuan selalu dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain : geometri lereng, struktur geologi, kondisi air tanah, sifat fisik dan
mekanik batuan, serta gaya-gaya yang bekerja pada lereng(Karyono, 2004).
2.3.1 Geometri Lereng
Kemiringan dan tinggi suatu lereng sangat mempengaruhi kemantapannya.
Semakin besar kemiringan dan tinggi suatu lereng, maka kemantapannya akan
semakin kecil.
2.3.2 Struktur Batuan
Struktur batuan yang sangat mempengaruhi kemantapan lereng adalah
bidang-bidang sesar, perlapisan dan rekahan. Struktur batuan tersebut merupakan
bidang-bidang lemah dan sekaligus sebagai tempat merembesnya air, sehingga
batuan lebih mudah longsor.
2.3.3 Sifat Fisik dan Mekanik Batuan
Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kemantapan lereng adalah : bobot isi
(density), porositas dan kandungan air. Kuat tekan, kuat Tarik, kuat geser, kohesi dan
sudut geser dalam merupakan sifat mekanik batuan yang juga mempengaruhi
kemantapan lereng.
a. Bobot isi()
Bobot isi batuan akan mempengaruhi besarnya bebean pada permukaan
bidang longsor. Sehingga semakin besar bobot isi batuan, maka gaya
penggerak yang menyebabkan lereng longsor akan semakin besar. Dengan
demikian, kemantapan lereng tersebut semakin berkurang.
b. Porositas
Batuan yang mempunyai porositas besar akan banyak menyerap air. Dengan
demikian bobot isinya menjadi lebih besar, sehingga akan memperkecil
kemantapan lereng.
c. Kandungan air
Semakin besar kandungan air dalam batuan, maka tekanan air pori menjadi
besar juga. Dengan demikian kuat geser batuannya akan menjadi semakin
kecil. Sehingga kemantapannya pun berkurang.

Tinjauan Pustaka - 8
Kuat geser batuan dapat dinyatakan sebagai berikut :

τ = c + (σ+ µ ) tan  ………………………….…(2.2)

+c
Keterangan :

d. Kuat Tekan, Kuat Tarik dan kuat Geser


Kekuatan batuan biasanya dinyatakan dengan kuat tekan (confined and
unfined compressive strength ), kuat Tarik (tensile strength) dan kuat geser
(shear strength). Batuan yang mempunyai kekuatan besar, akan lebih mantap.
e. Kohesi (c) dan Sudut Geser Dalam ()
Semakin besar kohesi dan sudut geser dalam, maka kekuatan geser
batuan akan semakin besar juga. Dengan demikian akan lebih mantap.
f. Pengaruh Gaya
Biasanya gaya-gaya dari luar yang dapat mempengaruhi kemantapan lereng
antara lain : getaran alat-alat berat yang bekerja pada atau sekitar lereng.
Peledakan, gempa bumi dll. Semua gaya-gaya tersebut akan memperbesar
tegangan geser sehingga dapat mengakibatkan kelongsoran pada lereng.

2.4 Metode Elemen Hingga


Pada metode elemen hingga, domain dari daerah yang akan dianalisis dibagi
ke dalam sejumlah zona yang lebih kecil yang dinamakan elemen. Elemen-elemen
tersebut dianggap saling berkaitan pada sejumlah titik simpul. Perpindahan pada pada
setiap titik simpul dihitung terlebih dahulu, kemudian dengan sejumlah fungsi
interpolasi yang diasumsikan, perpindahan pada sembarang titik-titik simpul.
Selanjutnya regangan yang terjadi pada setiap elemen dihitung berdasarkan besarnya
perpindahan pada masing-masing titik simpul. Berdasarkan nilai regangan tersebut
dapat dihitung regangan yang bekerja pada setiap elemen. Terdapat dua pendekatan
yang umum digunakan dalam analisis kestabilan lereng dengan menggunakan metode
elemen hingga, yaitu : (Arif, 2016)
1. Metode Pengurangan Kekuatan Geser (Strenght Reduction Method)
Prinsip metode ini ialah kekuatan geser material nilainya dikurangi secara
bertahap sampai terbentuk suatu mekanisme keruntuhan pada lereng.

Tinjauan Pustaka - 9
Pengurangan parameter kohesi (c) dan sudut gesek () dapat dinyatakan dengan
persamaan sebagai berikut:

C
Cf = ………………..……………(2.3)
SRF

−1 tan ∅
∅ f =tan ( )
SRF
……………………………..(2.4)

Keterangan :
SRF = Faktor reduksi kekuaatan geser. Faktor keamanan (f) besarnya sama
dengan nilai SRF pada saat tepat terjadi keruntuhan.
2. Metode Penambahan Gravitasi (Gravity increase Method)
Prinsip dari metode penambahan gravitasi yaitu nilai gravitasi dinaikkan
secara bertahap sampai terbentuk suatu mekanisme keruntuhan pada lereng.
Faktor keamanan dalam pendekatan ini didefenisikan sebagai berikut :

glimit
(FS)gi =
gactual …….………………………(2.5)

Keterangan :
gactual= Konstanta gravitasi (9.81 KN/m3)
Glimit = Nilai gravitasi yang tepat menyebabkan terjadi suatu keruntuhan
lereng.

Phase2 merupakan salah satu perangkat lunak untuk analisis desain


terowongan, analisis kestabilan lereng, dan ekstraksi bijih yang menggunakan metode
elemen hingga. Phase2 memiliki empat jenis geometri elemen yang dapat digunakan
untuk perhitungan, yaitu Three Noded Triangle (T3), Six Noded Triangle (T6), Four
Noded Quadrilaterals (Q4), dan Eight Noded Quadrilaterals (Q8).Dari percobaan
perhitungan faktor keamanan menggunakan empat tipe geometrielemen pada suatu
lereng yang sama, didapatkan kesimpulan perbedaan nilai faktor keamanan yang
dihasilkan menggunakan tipe geometri T3 dan Q4 lebih besar dari 5% sedangkan
nilai faktor keamanan menggunakan tipe geometri T6 dan Q8 mendekati perhitungan

Tinjauan Pustaka - 10
dengan metode Griffiths dan Bishop. Oleh karena itu, perhitungan faktor keamanan
kestabilan lereng sebaiknya menggunakan tipe geometri T6 atau Q8 (Arief, 2007).

FOTO FEM

Tinjauan Pustaka - 11
2.4Strength Reduction Factor (SRF)
Lereng mengalami kelongsoran akibat kuat geser dari material lebih kecil
dari kuat geser aktual yang diterimanya. Faktor keamanan merupakan nilai yang
digunakan untuk menyatakan tingkat kestabilan dari suatu lereng. Nilai faktor
keamanan lebih besar dari 1 berarti lereng stabil, sedangkan nilai faktor keamanan
lebih kecil dari 1 berarti lereng tidak stabil. Faktor keamanan dari suatu lereng dapat
dihitung dengan persamaan:

………………………………………(2.6)

dengan τ adalah nilai kuat geser material pada lereng yang dihitung dengan kriteria
Mohr-Coulomb:

……………….. ………...………..(2.7)

dan τfadalah nilai kuat geser pada saat longsor yang dihitung dengan persamaan:

…….. …………………..........(2.8)

dengan parameter kuat geser cfdan φfadalah:

………………... …………………........(2.9)

………. ………………………(2.10)

dengan SRF adalah Strength Reduction Factor. Metode ini disebut juga dengan
‘shear strength reduction method’. Kelebihan dari metode shear strength
reductionadalah sebagai berikut: (Yasman, 2013).
1. Tidak memerlukan asumsi jenis dan lokasi longsoran untuk analisis kestabilan
lereng seperti pada metode kesetimbangan batas.

Tinjauan Pustaka - 12
2. Dapat digunakan untuk mengetahui deformasi yang terjadi pada lereng dan
distribusi tegangan pada lereng beserta arahnya.
3. Dapat digunakan pada kondisi lereng yang kompleks dalam dua atau tiga
dimensi dan memperlihatkan proses kelongsoran.

2.5 Rancangan Peledakan


Peledakanmerupakan proses pemberaian massa batuan dalam volume yang
besar dengan menggunakan bahan peledak agar massa batuan mudah untuk digali
dan diangkut. Hasil dari kegiatan peledakan adalah fragmentasi batuan, Perpindahan
muckpile dan bentuknya, Loss dan dilution, Ground vibrations dan air blast, Fly rock
dan fumes.
Pada saat peledakan, bahan peledak yang diledakkan melepaskan dua jenis
energi, yaitu work energy dan waste energy. Work energy merupakan energi hasil
peledakan yang menyebabkan pecahnya batuan. Energi ini terdiri dari shock energy
dan gas energi. Pada saat peledakan, tidak semua dari energi yang dihasilkan
digunakan untuk memecahkan batuan, energi sisa ini disebut waste energy. Waste
energy terdiri dari light,heat,sound dan seismic energy. Seismic energy apabila tidak
dikontroldapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, seperti longsoran dan
kerusakan bangunan. Gambar 2.2 memperlihatkan klasifikasi energi hasil peledakan
(Konya dan Walter, 1990).

Gambar 2.2 Klasifikasi Energi Hasil Peledakan (Konya dan Walter, 1990)

Tinjauan Pustaka - 13
2.5.1 Geometri Peledakan Menurut Ash, 1990.

Menurut Ash, 1990 harga burden tergantung pada harga burden ratio dan
diameter lubang bor. Besarnya burden ratio antara 20 – 40 dengan harga spacing
ratio (Ks) standar adalah 30. Harga spacing ratio (Ks) standar sebesar 30 terjadi
pada kondisi sebagai berikut :
a. Densitas batuan = 160 lb/cuft
b. Specific gravity bahan peledak = 1,20
c. Kecepatan detonasi bahan peledak = 12.000 fps
Pada kondisi batuan yang berbeda dan penggunaan bahan peledak yang
berbeda, maka harga spacing ratio (Ks) turut berubah. Untuk mengatasi perubahan
angka spacing ratio (Ks) perlu dihitung terlebih dahulu harga faktor penyesuaian
pada kondisi batuan dan bahan peledak yang berbeda.
a. Faktor penyesuaian terhadap bahan peledak (AF1) adalah :

[ ]
1/3
SG. Ve 2 ...................................................(2.11)
Af1 = SGstd. Vestd 2

Keterangan :

SG = berat jenis bahan peledak yang digunakan

Ve = kecepatan detonasi bahan peledak yang digunakan

SGstd= berat jenis bahan peledak standard, 1,20.

Vestd= kecepatan detonasi bahan peledak standar, 12.000 fps.

b. Faktor penyesuaian terhadap batuan (AF2) adalah :

[ ]
1/3
Dstd…… …….....……………………………..(2.12)

2 =
D
Af
Keterangan :
Dstd= kerapatan batuan standard, 160 lb/cuft

D = kerapatan batuan yang diledakkan

Tinjauan Pustaka - 14
Sehingga harga Kb yang terkoreksi adalah :

Kb = Kbstandard x Af1 x Af2 .......................................................(2.13)

Keterangan :

Kb = burden ratio yang telah dikoreksi

Kbstd= burden ratio standard

Untuk menentukan burden, maka menggunakan rumus :

c. Burden (B)

Kb x De
B= .......................................................(2.14)
12
Keterangan :

B = burden
Kb = burden ratio
De = diameter lubang tembak, inchi
12 = faktor perubah kedalam satuan meter
d. Spasi (S)
Spasi dapat diartikan sebagai jarak terdekat antara antara dua lubang tembak
yang berdekatan dalam satu baris. Yang perlu diperhatikan dalam
memperkirakan spasi adalah apakah ada interaksi di antara isian yang saling
berdekatan. Besar spasi dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

s= B x Ks ...................................................(2.15)

Keterangan :

S = spasi, meter.
B = burden, meter.
Ks = spacing ratio
Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan spasi yaitu apakah ada
interaksi antar muatan yang berdekatan. Bila masing-masing lubang tembak

Tinjauan Pustaka - 15
diledakkan sendiri-sendiri, dengan interval waktu yang panjang, maka tidak
akan terjadi interaksi gelombang energi antar muatan yang berdekatan
sehingga memungkinkan setiap lubang tembak akan meledak dengan
sempurna. Jika interval waktu diperpendek atau lubang tembak diledakkan
secara serentak akan terjadi efek ledakan yang kompleks.

Besar Ks menurut interval waktu yang dipergunakan adalah :

a. long interval delay Ks = 1


b. short interval delay Ks = 1 – 2
c. normal Ks = 1,2 – 1,8
Berdasarkan cara urutan peledakannya penentuan spasi adalah sebagai berikut :
a. Untuk pola peledakan serentak maka S = 2B
b. Untuk pola peledakan beruntun dengan delay interval lama maka S = B
c. Untuk pola peledakan dengan ms delay, maka S antara 1B sampai 2B
d. Jika terdapat kekar yang tidak saling tegak lurus, maka S antara 1,2B
sampai 1,8B
e. Stemming (T)
Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang bor di atas
kolom isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar terjadi stress balance
dan untuk mengurung gas-gas hasil ledakan agar dapat menekan batuan dengan
kekuatan yang besar. Stemming yang pendek dapat menyebabkan pecahnya
batuan pada bagian atas, tapi mengurangi fragmentasi keseluruhan karena gas
hasil ledakan menuju atmosfir dengan mudah dan cepat, juga akan
menyebabkan terjadinya flyrock, overbreak pada bagian permukaan dan juga
akan menimbulkan airblast.Panjang stemming dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus :

T = B x Kt ..............................................(2.16)

Keterangan :

T = stemming, meter

Kt = stemming ratio (0,75 – 1,00)

Tinjauan Pustaka - 16
f. Sub drilling (J)
Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari lubang bor di bawah lantai
jenjang yang dibuat agar jenjang yang dihasilkan sebatas dengan lantainya dan
lantai yang dihasilkan rata. Bila jarak subdrilling terlalu besar maka akan
menghasilkan efek getaran tanah, sebaliknya bila subdrilling terlalu kecil maka
akan mengakibatkan problem tonjolan pada lantai jenjang (toe) karena batuan
tidak akan terpotong sebatas lantai jenjangnya. Panjang subdrilling dapat
ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

J = B x Kj ..........................................................(2.17)

Keterangan :

J = subdrilling, meter

Kj = subdrilling ratio (0,2 – 0,3)


g. Tinggi jenjang (L)
Secara spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh peralatan
lubang bor dan alat muat yang tersedia. Tinggi jenjang berpengaruh terhadap
hasil peledakan seperti fragmentasi batuan, ledakan udara, batu terbang, dan
getaran tanah. Penentuan ukuran tinggi jenjang berdasarkan pada stiffness
ratio. Rumus yang digunakan adalah :

L = 5 x De ………………………………(2.18)

Keterangan :

L = Tinggi Jenjang minimum

De = Diameter lubang ledak

h. Kedalaman lubang tembak (H)


Kedalaman lubang tembak biasanya ditentukan berdasarkan kapasitas
produksi yang diinginkan dan kapasitas dari alat muat. Sedangkan untuk
menentukan kedalaman lubang tembak dapat digunakan rumus sebagai berikut:

H = Kh x B ....................................................(2.19)

Tinjauan Pustaka - 17
Keterangan :

H = kedalaman lubang tembak, meter

Kh = Hole depth ratio (1,5 – 4,0)

i. Kolom isian (PC)


Panjang kolom isian dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

PC = H- T .............................................................(2.20)

Keterangan :

PC = panjang kolom isian, meter

H = kedalaman lubang tembak, meter

T = stemming, meter

Gambar 2.3 Geometri Peledakan pada tambang terbuka

Tinjauan Pustaka - 18
j. Jumlah Bahan Peledak

E = PC x de x N ………………………………(2.17)

Keterangan :
E = Jumlah bahan peledak (kg)
PC = Tinggi isian bahan peledak
De = Loading Density (Kg/m)
N = Jumlah bahan peledak (lubang/hari)(Sihombing,2011).

2.5.2 Pola Peledakan


Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang –lubang
ledak dalam satu baris dengan lubang ledak pada garis berikutnya ataupun antar
lubang ledak satu dengan lainnya. Pola peledakan diperlukan dengan tujuan untuk
mendapatkan ukuran fragmentasi dan arah lemparan batuan yang diinginkan, adapun
pola peledakan terdiri atas :
1. Square Pattern
Pada umumnya square pattern digunakan dengan kombinasi V delaypattern,
artinya bahwa ketika peledakan berlangsung maka batuan hasil peledakan akan
berkumpul ketengah berbentuk huruf V sesuai dengan no. delay yang terkecil.
Adanya detonator delay maka seorang blaster dapat membagi ledakan menjadi
beberapa bagian yang kecil ledakannya. Dengan detonator delay, dapat memberikan
penundaan diantara lubang tembak yang terdekat. Beberapa keuntungan yang
diperoleh dari pengaturan Delay yaitu :
a. Mengurang getaran
b. Mengurangi batu terbang ( Fly Rock )
c. Mengurangi over break (melewati batas parameter)
d. Mengurangi suara ledakan.

Tinjauan Pustaka - 19
2. Rectangular Pattern
Rectangular pattern biasanya dibuat dengan system staggered pattern untuk
mendapatkan distribusi bahan peledak dengan baik. Dengan pola inibaris demi baris
pada delay pattern lebih cocok. Cara ini sering dipakai untuk memotong over burden
dimana lemparan optimum diperlukan.bila getaran menjadi batasan, pemboran
diperbanyak dan tiap hari barisnya dipasang delay detonator yang lebih banyak.
Beberapa keuntungan yang diperoleh dan pengaturan nomor delay yaitu :
a. Mengurangi getaran
b. Mengurangi batu terbang (fly rock)
c. Mengurangi over break (melewati batas parameter)
d. Mengurangi suara ledakan
Beberapa contoh kemungkinan perbedaan kondisi di lapangan sebagai
berikut:
1. Bila orientasi antar retakan hampir tegak lurus, sebaiknya S= 1,41 B seperti
pada Gambar 2.4

Arah lemparan batuan

Tinjauan Pustaka - 20
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Gambar 2.4 Peledakan pojok dengan pola staggered dan sistem inisiasi
echelon serta orientasi antar retakan 90o

2. Bila orientasi antar retakan mendekati 60° sebaiknya S = 1,15B dan


menerapkan interval waktu long-delay lihat Gambar 2.5

Arah lemparan batuan

Tinjauan Pustaka - 21
Gambar 2.5 Peledakan pojok dengan pola staggered dan sistem penyalaan
echelon serta orientasi antar retakan 60°

3. Bila peledakan dilakukan serentak antar baris, maka ratiospasi dan burden
(S/B) dirancang seperti pada Gambar 2.4 dan 2.5 dengan pola bujursangkar
(squarepattern).

Arah lemparan batuan

Gambar 2.6 Peledakan pojok antar baris dengan pola bujursangkar dan
sistem penyalaan echelon. Arah lemparan batuan sejajar dengan bidang
miring

Tinjauan Pustaka - 22
Arah lemparan Batuan

Gambar 2.7 Peledakan pojok antar baris dengan pola staggered dan arah
lemparan batuan sejajar panjang jenjang

4. Bila peledakan dilakukan pada bidang bebas yang memanjang, maka sistem
penyalaan dan S/B dapat diatur seperti pada Gambar 2.6 dan 2.7.

Arah lemparan batuan

Tinjauan Pustaka - 23
Gambar 2.8 Peledakan pada bidang bebas memanjang dengan pola V-cut
bujursangkar dan penyalaan tunda close-interval (chevron)

Arah lemparan batuan

Gambar 2.9 Peledakan pada bidang bebas memanjang dengan pola V-


cut persegi panjang dan penyalaan tunda bebas

2.7 Pengaruh Getaran Peledakan Terhadap Kekuatan Batuan


(Hoek, 2002) telah mengambangkan suatau kriteria keruntuhan yang dapat
digunakan untuk menentukan kekuatan batuan yang dinyatakan dalam persamaan
berikut:

σ'3 α
…………………………………..(2.18)
σ’1 = σ’3 + σ’ci (mb +s¿
σ ' ci
Keterangan :

σ’1 = tegangan efektif mayor


σ’3 = tegangan efektif minor
σ’ci = kekuatan batuan utuh (intact rock)
mb = Pengurangan nilai konstanta material untuk batuan utuh
s dan α = Konstanta massa batuan
GSI−100
mb = mi exp ( )
28−14 D
GSI−100
s = exp ( ¿
9−3 D

Tinjauan Pustaka - 24
1 1
α = + ¿)
2 6

Konstanta mb dan s dipengaruhi oleh nilai D. D (Disturbance factor) merupakan


faktor yang menunjukkan tingkat ketergantungan batuan akibat aktivitas peledakan.
Nilai D tersebut berada pada rentang nol untuk kondisi batuan tidak terganggu,
hingga satu untuk batuan dengan tingkat ketergantungan tinggi. Ketiga konstanta
diatas (mb,s, dan α) dipengaruhi pula oleh GSI. Berdasarkan Hoek, Carter, dan
Diederichs (2013), nilai GSI dapat dikuantifikasi melalui persamaan berikut :

GSI= 1,5 JCond89 + RQD/2 …………………………...…..(2.19)

Keterangan :
JCond89 = nilai dari kondisi bidang lemah yang didefenisikan oleh
Bieniawski (1989)
RQD = Persentase panjang core utuh yang lebih dari 10 cm terhadap
panjang total core run.

Cari table
Paduan estimasi nilai disturbance factor (D) hoek at.al 2013
Klasifikasi kondisi bidang diskontinu (Jcond) Bieniawski (1989)
Dalam hoek at.al 2013
Table konstanta m1 (marinos dan hoek 2001

2.8 Getaran Tanah Akibat Kegiatan Peledakan


Perkiraan nilai getaran tanah yang dihasilkan dari kegiatan peledakan dapat
dilakukan dengan menghubungkan hasil pengukuran getaran tanah dengan
parameter-parameter tersebut adalah jarak lokasi peledakan (R) dan jumlah bahan
peledak yang meledak bersamaan (W). US Bureau of mines menyatakan hubungan
tersebut dalam suatu konsep peak particle velocity (PPV) dan scale distance (SD)
seperti berikut :

Tinjauan Pustaka - 25
PPV = K x SD-α= K x¿
……................………………(2.20)

Keterangan :

PPV = peak particle velocity (mm/s)


K = koefisien peluruhan getaran
α = konstanta kondisi massa batuan
R = jarak dari lokasi peledakan (m)
W = jumlah bahan peledak yang meledak bersamaan (kg)
SD = Scale Distance (perbandingan jarak dengan muatan bahan
peledak per waktu tunda)
Bentuk persamaan serupa juga berlaku untuk hubungan amtara peak particle
acceleration (PPA) dan Scale distance (SD) (Ho, dkk., 1998 dan Zhao dan
Grzebieta, 2000) yang dapat dinyatakan dalam persamaan :

R
PPA = K x SD-α = K x ( ¿ ………………....................(2.21)
√W
Keterangan :

PPA = Peak particle Acceleration (g)


K = koefisien peluruhan getaran
α = konstanta kondisi massa batuan
Nilai k dan α yang digunakan pada kedua persamaan diatas bukan merupakan
nilai yang sama karena nilainya diperoleh dengan terlebih dahulu menentukan
parameter mana yang akan digunakan (PPV atau PPA). Kedua parameter tersebut
dapat diperoleh dari pengujian lapangan.

Tinjauan Pustaka - 26
2.9 Efek Getaran Peledakan Terhadap Kestabilan Lereng
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa bila gaya penahan lebih besar dari
gaya penggerak maka lereng akan stabil, sedangkan jika gaya penahan lebih kecil
dari gaya penggerak maka lereng menjadi tidak stabil dan akan memicu longsoran.
Konsep sederhana tersebut dikembangkan menjadi auatau cara penilaian kestabilan
lereng yang dikenal dengan faktor keamanan (FK) yang dinyatakan sebagai berikut
(Hoek and Bray, 1991) ;

Faktor Keamanan (FK) = …..…………………(2.22)


∑Gaya Penahan
∑ Gaya Penggerak
Gaya penggerak yang bekerja pada massa batuan yang akan longsor dapat
dinyatakan sebagai berikut :

………………………(2.23)

Sementara itu, besarnya gaya normal yang bekerja pada massa batuan dapat
dinyatakan sebagai berikut :

…………………..........(2.24)

Sehingga tegangan normal (αn) dan kuat geser (τ) menjadi :

…………………………(2.25)

………..………........(2.26)

Keterangan : A = luas permukaan dasar


bidang yang akan lonsor jika diketahui Fpenahan= τ . A , maka besarnya F penahan
menjadi :

…………………(2.27)

Keterangan : a = percepatan horizontal (dalam satuan g)

Tinjauan Pustaka - 27
Dari persamaan tersebut, dapat dilihat bahwa jika lereng menerima getaran
tanah hasil peledakan sebesar a, massa batuan akan mengalami penambahan gaya
penggerak dan pengurangan gaya penahan. Oleh karena itu dapt dikatakan bahwa
percepatan horizontal menyebabkan berkurangnnya kemantapan lereng.

Gambar 2.10 Pengaruh percepatan terhadap kesetimbangan gaya

Besarnya nilai percepatan getaran horizontal maksimum (amaks)


berhubungan dengan nilai peak particle acceleration (PPA). Kesalahan yang sering
dilakukan dalam analisis adalah menggunakan nilai PPA dari hasil pengukuran
sebagai nilai amaks, nilai amaks berbeda dengan nilai PPA. Kenyataannya nilai
makstidak didapat dari pengukuran dan masih belum ada cara sederhana yang dapat
a

diterima secara universal untuk menghitungnya. Nilai amaks yang digunakan dalam
analisis hanyalah nilai perkiraan saja.Perhitungan besarnya nilai amaks diusulkan
oleh beberapa penulis, kebanyakan berdasarkan analisis balik dari kasus yang
sebenarnya dan kumpulan data empiris. Marcuson (1981) merekomendasikan nilai
maksberada di ⅓ dan ½ dari PPA. Matsuo (1984) merekomendasikan nilai amaks
a

0,65 dari nilai PPA. Seed (1979) mengatakan nilai amaks berkisar 13% -20% PPA.
California Department of Mines and Geology (1997) menyatakan nilai amaks sebesar
50% PPA. Hubungan antara percepatan getaran horizontal maksimum (amaks)dan
peak particle acceleration (PPA) dinyatakan oleh Wong (1992) dalam persamaan:

………………………...…(2.28)

Tinjauan Pustaka - 28
Keterangan :

amaks = percepatan horizontal (g)


z = koefisien yang diperoleh dari respons analisis
PPA = peak particle Acceleration (g)
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang
memengaruhi kestabilan lereng akibat peledakan. Kedua faktor tersebut ialah
disturbance factor (D) yang akan mengurangi kekuatan batuan dan faktor seismik
akibat peledakan yang akan menambah pembebanan lereng. Keduanya akan
mengurangi nilai FK yang mengindikasi berkurangnya kemantapan lereng.

2.8 Pengukuran Getaran Tanah Akibat Peledakan


Pengukuran getaran tanah akibat peledakan dilakukan dengan menggunakan
Blastmate®III. Blastmate®IIIdirancang untuk dapat mengukur dan mencatat getaran
tanah akibat peledakan dengan tepat. Peralatan ini disebut dengan seismograf yang
terdiri dari dua bagian penting, yaitu sensor dan recorder.Gambar 2.5
memperlihatkan Blasmate III yang digunakan untuk mengukur getaran hasil
peledakan.

.
Gambar 2.11Blasmate® III

Kotak sensor memiliki tiga unit independent sensor yang letaknya saling
tegak lurus antara satu unit dengan unit yang lain. Dua unit dipasang dengan posisi
horizontal dan saling tegak lurus, sedangkan satu unit lainnya dipasang secara

Tinjauan Pustaka - 29
vertikal. Ketiga sensor tersebut mencatat tiga arah komponen getaran tanah, yaitu
arah transversal, vertikal dan longitudinal(Dowding,1985).
Gerakan transversal merupakan gerakan partikel tanah atau batuan dari satu
sisi ke sisi yang lain. Gerakan vertikal merupakan gerakan partikel tanah atau batuan
ke atas dan bawah. Gerakan longitudinal merupakan gerakan partikel tanah atau
batuan ke depan dan belakang (Dowding,1985). Gambar 2.6 memperlihatkan variasi
gerakan partikel akibat getaran peledakan tanah.

Gambar 2.6 Variasi Gerakan Partikel Akibat Getaran Tanah


(Dowding, 1985)

Parameter getaran tanah akibat peledakanmerupakan sifat dasar dari gerakan


gelombang yang digunakan untuk mengetahui tingkat getaran tanah yangdihasilkan.
Parameter dari getaran tanah yang dihasilkan oleh kegiatan peledakan adalah sebagai
berikut: (Fahlevi, 2012).
a. Perpindahan merupakan jarak pergerakan partikel dari kedudukan semula
dalam waktu tertentu yang dinyatakan dalam satuan mm. Jarak maksimum dari
pergerakan partikel disebutPeak Particle Displacement (PPD).
b. Kecepatan merupakan besarnya perpindahan yang terjadi dari kedudukan
semula dalam waktu tertentu yang dinyatakan dalam satuan mm/s. Kecepatan
maksimum dari pergerakan partikel disebut Peak Particle Velocity (PPV).

Tinjauan Pustaka - 30
c. Percepatan merupakan besarnya perubahan kecepatan dalam waktu tertentu
yang dinyatakan dalam satuan mm/s2. Percepatan maksimum dari pergerakan
partikel disebut Peak Particle Acceleration (PPA).
d. Frekuensi merupakan jumlah gelombang getaran yang terukur dalam waktu
satu detik yang dinyatakan dalam satuan Hz. Peningkatan besarnya frekuensi
sebanding dengan peningkatan besarnya batas nilai PPV yang diperbolehkan.
e. Scaled Distance
Hukum SD untuk kontrol getaran akibat peledakan ada dua macam,
yaitu :
Hukum CRSD ini digunakan untuk pendugaan kerusakan struktur
bangunan akibat peledakan padajarak < 20 meter dari sumber ledakan,
dengan persamaan sebagai berikut :

………….. ………………………..(2.29)

Keterangan :

CRSD =Cube Root Scaled Distance, m/kg2


R = Jarak dari sumber ledakan, meter
W = Berat isian bahan peledak per delay, kg
Hukum SRSD ini digunakan untuk pendugaan kerusakan struktur
bangunan akibat peledakan jarak> 20 meter dari ledakan dengan persamaan
sebagai berikut:

…………. ………………………..(2.30)

Tinjauan Pustaka - 31
Keterangan :

SRSD =Square Root Scaled Distance, m/kg2


R= Jarak aman dari sumber ledakan, meter
W= Berat isian bahan peledak per delay, kg
Perhitungan SD akan menghasilkan suatu angka tertentu yang
digunakan untuk memperkirakantingkat getaran peledakan, tidak ada
pengukuran seismik. Menurut USBM, SD yang disarankansebagai batas
aman adalah minimal 50, jika alat seismograf tidak digunakan atau tidak
tersedia.Tingkat getaran pada SD tersebut berkisar antara 0,08 – 0,15 ips.
Secara umum harga SD yangbesar (SD > 50) menunjukkan kondisi getaran
yang aman atau kerusakan yang terjadi kecil .

Tinjauan Pustaka - 32

Anda mungkin juga menyukai