Anda di halaman 1dari 15

Modul 5

KLASIFIKASI MASSA BATUAN

14.1. Pendahuluan
Kemantapan lereng di tambang terbuka seringnya dievaluasi dengan metoda
keseimbangan batas. Ada empat parameter yang perlu diperhatikan dalam
perancangan kemantapan lereng di tambang terbuka, yaitu rencana penambangan,
kondisi struktur geologi, sifat-sifat fisik dan mekanik material pembentuk lereng dan
tekanan air tanah. Dari ke-empat parameter tersebut, struktur geologi merupakan
parameter yang paling dominan dalam mengontrol kemantapan lereng batuan baik
dari bentuk maupun arah longsoran lereng.

Dengan menggunakan metoda keseimbangan batas, kemantapan lereng dapat


dievaluasi dengan metoda analitik dan empirik. Walaupun metoda analitik sudah
banyak diterima oleh kalangan akademik dan praktisi, metoda ini masih mempunyai
suatu kekurangan, karena analitik biasanya menggunakan beberapa asumsi seperti;
• massa batuan dianggap homogen,
• isotropik
• elastik
• brittle
• patahan dianggap sebagai bidang geser ideal
• beban yang bekerja hanya beban gravitasi, setelah material runtuh
segmen bidang longsor dianggap sebagai kekar baru.

Maka jelas disini bahwa metoda analitik tidak memperhatikan parameter massa
batuan yang sebetulnya berubah secara vertika dan horizontal. Dalam upaya
memperhitungkan faktor-faktor tersebut dan pengaruh peledakan saat penggalian
massa batuan, klasifikasi massa batuan yang sudah banyak dipakai dalam peracangan
kestabilan lubang bukaan bawah juga sudah mulai diadopsi pada perancangan
kemantapan lereng baik untuk pekerjaan sipil maupun tambang.

Klasifikasi massa batuan yang terdiri dari beberapa parameter sangat cocok untuk
mewakili karakteristik massa batuan, khususnya sifat-sifat bidang lemah atau kekar

KLASIFIKASI MASSA BATUAN- 138


dan derajat pelapukan massa batuan. Atas dasar ini sudah banyak usulan atau
modifikasi klasifikasi massa batuan yang dapat digunakan untuk merancang
kemantapan lereng. Pada umumnya klasifikasi tersebut mencoba menghubungkan
parameter sudut kemantapan lereng dengan bobot klasifikasi massa batuan untuk
berbagai tinggi lereng. Romana (1985 & 1991) menekankan deskripsi detil dari
kekar untuk melihat potensi kelongsorannya dan pengaruh cara penggalian terhadap
kemantapan lereng.

Pembuatan klasifikasi massa batuan untuk kemantapan lereng didasarkan atas studi
kasus di Afrika Selatan, Selandia Baru, Antartika, Scotlandia dan Spanyol dan hanya
beberapa saja yang melibatkan data dari Australia.

14.2. Karakteristik Umum Klasifikasi Massa Batuan


Pada dasarnya pembuatan klasifikasi massa batuan bertujuan;
• Mengidentifikasi parameter-parameter penting yang mempengaruhi
perilaku massa batuan.
• Membagi formasi massa batuan kedalam grup yang mempunyai perilaku
sama menjadi kelas massa batuan.
• Memberikan dasar-dasar untuk pengertian karakteristik dari setiap kelas
massa batuan.
• Menghubungkan pengalaman dari kondisi massa batuan di satu lokasi
dengan lokasi lainnya.
• Mengambil data kuantitatif dan pedoman untuk rancangan rekayasa
(engineering)
• Memberikan dasar umum untuk kemudahan komunikasi diantara para
insinyur dan geologiwan.

Agar dapat dipergunakan dengan baik dan cepat maka klasifikasi massa batuan harus
mempunyai beberapa sifat seperti berikut;
• Sederhana, mudah diingat dan dimengerti.
• Sifat-sifat massa batuan yang penting harus disertakan
• Parameter dapat diukur dengan mudah dan murah
• Pembobotan dilakukan secara relatif

KLASIFIKASI MASSA BATUAN- 139


• Menyediakan data-data kuantitatif

Dengan menggunakan klasifikasi massa batuan akan diperoleh paling tidak tiga
keuntungan bagi perancangan kemantapan lereng yaitu;
• Meningkatkan kualitas hasil penyelidikan lapangan dengan data masukan
minimum sebagai parameter klasifikasi.
• Memberikan informasi/data kuantitatif untuk tujuan rancangan
• Penilaian rekayasa dapat lebih baik dan komunikasi lebih efektif pada
suatu prooyek.

Beberapa klasifikasi massa batuan yang banyak dipakai atau modifikasi untuk
kepentingan kemantapan lereng antara lain;
• Rock Mass Rating (RMR, Bieniawski, 1973 & 1989)
• Rock Mass Strength (RMS, Selby, 1980)
• Slope Mass Rating (SMR, Romana, 1985 & 1991)

14.3. Rock Mass Rating - Bieniawski


Rock Mass Rating (RMR) disebut juga Geomechanics Classification dibuat oleh
Bieniawski (1973). Klasifikasi ini sudah dimodifikasi beberapa kali sesuai dengan
adanya data baru agar dapat digunakan untuk berbagai kepentingan dan sesuai
dengan standard Internasional. RMR terdiri dari enam parameter untuk
mengklasifikasi massa batuan (lihat Tabel 14.1) yaitu, UCS, RQD, jarak kekar
(discontinuity), kondisi kekar, kondisi air tanah dan orientasi kekar

Tabel 14.1

KLASIFIKASI MASSA BATUAN- 140


Rock Mass Rating
(Bieniawski, 1989)
A. Parameter klasifikasi dan bobot
Parameter Selang pembobotan
1 Kuat PLI (MPa) > 10 4 - 10 2-4 1-2 Gunakan
tekan nilai UCS
batuan UCS (MPa) > 250 100 - 250 50 - 100 25 - 50 5-25 1-5 <1
utuh
Bobot 15 12 7 4 2 1 0
2 RQD (%) 90 - 100 75 - 90 50 - 75 25 - 50 < 25
Bobot 20 17 13 8 3
3 Jarak kekar >2m 0.6-2 m 0.2-0.6 m 0.06-0.2 m < 0.06 m
Bobot 20 15 10 8 5
4 Kondisi kekar muka sgt muka agak muka agak muka gouge lunak
kasar, tak kasar kasar slikensided > 5 mm
menerus, tak pemisahan< 1 pemisahan< 1 gouge < 5 mm, pemisahan >
terpisah, mm, dinding mm, dinding pemisahan 1-5 5 mm,
dinding tak agak lapuk sangat lapuk mm, menerus menerus
lapuk
Bobot 30 25 20 10 0
Aliran per 10 m kosong < 10 10 - 25 25 - 125 > 125
panjang
singkapan
(Lt/men)
5 Air Tekanan 0 < 0.1 0.1 - 0.2 0.2 - 0.5 > 0.5
tanah air/tegangan
utama major
Kondisi umum Kering Lembab Basah Netes Mengalir
Bobot 15 10 7 4 0

B. Penyesuaian bobot untuk orientasi kekar


Strike & dip Sangat Menguntungkan Sedang Tak Sangat tak
menguntungkan menguntungkan menguntungkan
Tunnel 0 -2 -5 - 10 - 12
Bobot Fondasi 0 -2 -7 - 15 - 25
Lereng 0 -5 - 25 - 50 - 60

C. Kelas massa batuan menurut bobot total


Bobot 100 – 81 80 - 61 60 - 41 40 - 21 < 20
No. Kelas. I II III IV V
Deskripsi Batu Batu Batu Batu Batu
sangat baik baik sedang buruk sangat buruk

D. Arti kelas massa batuan


No. Kelas I II III IV V
Stand up time rata-rata & span 20 th, 15 1 th, 10 1 minggu, 5 10 jam, 2.5 30 menit, 1 m
m m m m span

KLASIFIKASI MASSA BATUAN- 141


Kohesi massa batuan (kPa) > 400 300 - 400 200 - 300 100 - 200 < 100
Sudut gesek dalam massa > 450 35 0- 450 25 0- 350 150 - 250 < 15
batuan

Parameter-parameter ini selanjutnya disatukan menjadi lima grup, dan karena


beberapa parameter tidak mempunyai kepentingan yang sama terhadap bobot total
dari RMR, maka pembobotan untuk setiap parameter berbeda. Bobot tinggi
menunjukkan kualitas massa batuan yang lebih baik.
Karena isian kekar bisa terdiri dari kuarsa, lempung, karbonat, kaolin, khlorit atau
sedimen dan kekasarannya juga berbeda maka evaluasi kondisi kekar harus
mengikuti standard yang sudah ada, yang diberikan oleh ISRM (1981) seperti
ditunjukkan pada Gambar 14.1.

Gambar 14.1
Tipikal profil kekasaran kekar dan rekomendasi penamaannya (ISRM, 1981).

KLASIFIKASI MASSA BATUAN- 142


Panjang profil antara 1 hingga 10 m; skala vertikal dan horizontal sama

Kondisi air tanah yang ditemukan pada survey kekar harus diidentifikasi sesuai
dengan penjelasan pada Tabel 14.1 yaitu, kering (completely dry), lembab (damp),
basah (wet), menetes (dripping) dan mengalir (flowing). Pengaruh orientasi kekar
terhadap arah penggalian dievaluasi dengan cara mencari arahan umum kekar pada
proyeksi stereonet dan pembobotannya disesuaikan dengan penjelasan pada Tabel
14.1.

14.4. Klasifikasi Massa Batuan Untuk Kemantapan Lereng


Agar mendapatkan persamaan pendapat mengenai parameter-parameter yang sering
digunakan untuk persoalan kemantapan lereng Gambar 14.2 memperlihatkan bagian
dari parameter tersebut.

Dip lereng
Kekar

Arah dip kekar

Arah dip lereng


Dip kekar

Gambar 14.2
Parameter lereng

KLASIFIKASI MASSA BATUAN- 143


Steffen (1976) menggunakan nilai rata-rata kohesi dan sudut gesek dalam yang
diberikan dari RMR untuk mengevaluasi kemantapan dari 35 lereng yang diduga
mengikuti longsoran busur. Menurut hasil penelitiannya ternyata bahwa lereng yang
mempunyai Faktor Keamanan (FK) hingga 1.2 longsor, sedangkan lereng yang
mempunyai nilai FK 0.7, yang dihasilkan dari perhitungan metoda keseimbangan
batas, tetap mantap (lihat Gambar 14.3). Jelas disini bahwa metoda statistik
diperlukan untuk menduga kemantapan suatu lereng saat menggunakan cara
klasifikasi massa batuan sebagai masukan data.

Bieniawski pada saat membuat RMR tidak bermaksud untuk digunakan pada
evaluasi kemantapan lereng. Alasannya mungkin karena tingginya bobot pengatur
orientasi kekar, yaitu bervariasi dari 60 hingga 100.

Gambar 14.3
Distribusi frekuensi kemantapan lereng longsoran busur menurut grafik Hoek
(Steffen, 1976).

Untuk menggunakan RMR penentuan bobot pengatur orientasi kekar memerlukan


pengertian sifat-sifat kekar yang ada pada massa batuan dimana lereng dibentuk.
Maka dalam menggunakan klasifikasi massa batuan untuk evaluasi kemantapan

KLASIFIKASI MASSA BATUAN- 144


lereng harus memperhatikan berbagai model longsoran yang tentunya diatur oleh
karakteristik kekar. Dasar kelongsoran lereng akibat kekar dapat dijelaskan sebagai
(lihat Gambar 14.4);
a. Longsorang busur (tipikal longsoran tanah) : kekar menerus sepanjang
sebagian lereng menyebabkan longsoran geser permukaan, massa batuan
sangat terkekarkan atau tanah
b. Longsoran bidang : kemiringan bidang kekar rata-rata hampir atau searah
dengan kemiringan lereng, fenomena ini tak berlaku untuk massa batuan
skistos
c. Longsoran baji : garis perpotongan dua bidang kekar mempunyai
kemiringan ke arah kemiringan lereng (lihat Gambar 14.5)
d. Longsoran topling : massa batuan terdiri dari kekar-kekar kolum agak
tegak dan bila terjadi pada massa batuan kuat, rekahan tarik akan
melendut terus dan miring ke arah kemiringan lereng

KLASIFIKASI MASSA BATUAN- 145


Gambar 14.4
Tipe-tipe utama longsoran pada massa batuan menurut kriteria geologi struktur dan
stereonet (Hoek & Bray, 1981).
Garis putus-putus dari lingkaran utama mewakili bidang kekar rata-rata yang
tersingkap pada muka lereng; garis menerus lingkaran utama mewakili bidang muka
lereng.
Maka untuk menyertakan bobot pengatur orientasi kekar Romana (1980)
memodifikasi RMR yang disebut Slope Mass Rating (SMR). Berdasarkan
pengamatan Romana pada 28 lereng dengan berbagai derajat potensi kelongsoran,
ditemukan bahwa 6 lereng longsor. SMR pada dasarnya tidak memperhatikan
kelongsoran tanah dan longsoran baji secara langsung, dan didefiniskan sebagai,
SMR = RMR - (F1 x F2 x F3) + F4

KLASIFIKASI MASSA BATUAN- 146


Nilai SMR diperoleh dari perhitungan bobot menurut klasifikasi RMR dan
pengertian serta besarnya bobot F1, F2, F3 dan F4 diberikan berikut ini pada Tabel
14.2.

f

i

B i dang A

A rah l ongsor an

B i dang B A rah d ip kemir ingan lere ng

M uka le reng

f

i

L e reng berpotensi untuk tak


mantap bi la p erpotongan
l ingk aran b esar yan g, waki l
bi dang -bid ang berada di
dalam daerah ber arsi r

Gambar 14.5
Kriteria longsoran baji (Hoek & Bray, 1981)
1. Longsoran sepanjang perpotongan bidang A dan B bisa terjadi bila kemiringan
garis potong ini lebih kecil daripada dip muka lereng, yang diukur sesuai dengan
arah longsoran, yf >yi
2. Longsoran diasumsikan terjadi bila kemiringan garis perpotongan melebihi sudut
gesek dalam, yf > yi > f
F1 tergantung pada paralelisme antara kekar dan kemiringan muka lereng (strike)
F2 berhubungan dengan sudut dip kekar pada longsoran bidang
F3 menunjukkan hubungan antara kemiringan lereng dan kemiringan kekar
F4 tergantung pada kondisi apakah lereng alamiah, digali dengan peledakan presplit,
peledakan smooth, penggalian mekanis atau peledakan buruk

KLASIFIKASI MASSA BATUAN- 147


Tabel 14.2
Bobot pengatur untuk kekar, F1, F2 dan F3 (Romana, 1980)
Kasus Kriteria Sangat Menguntungkan Sedang Tak Sangat tak
faktor koreksi menguntungkan menguntungkan menguntungkan
P |aj - as| > 30 30 – 20 20 - 10 10 - 5 <5
T |aj - as - 180|
P/T F1 0.15 0.40 0.70 0.85 1.00
P |bj| < 20 20 – 30 30 - 35 35 - 45 > 45
P F2 0.15 0.40 0.70 0.85 1.00
T F2 1 1 1 1 1
kuat tak mudah lemah mudah
longsor longsor
P bj - bs > 10 10 – 0 0 0 - (-10) < -10
T bj + bs < 100 110 – 120 > 120
P/T F3 0 -6 -25 -50 -60
aj = Arah dip kekar as = Kemiringan lereng bj = Dip kekar bs = Dip lereng
P = Longsoran bidang T = Longsoran topling

Bobot pengatur untuk metoda penggalian, F4 :


Lereng alamiah = 15
Peledakan presplitting = 10
Peledakan smooth =8
Peledakan normal =0
Peledakan buruk = -8
Penggalian mekanis =0

Swindells (1985) melakukan penelitian mengenai pengaruh peledakan pada


kemantapan 16 lereng di Scotlandia. Hasil penyelidikannya menunjukkan bahwa
tingkat tebal atau kedalaman kerusakan lereng dipengaruhi oleh metoda penggalian
yang dipakai (lihat Tabel 14.3).

Tabel 14.3
Bobot pengatur Swindells SMR (Swindells, 1985)
Metoda penggalian No Tebal/kedalaman kerusakan SMR
Selang (m) Rata (m) F4
Lereng alamiah 4 0 0 15
Peledakan presplitting 3 0 - 0.6 0.5 10
Peledakan smooth 2 2-4 3 8
Peledakan masal 3 3-6 4 0

KLASIFIKASI MASSA BATUAN- 148


Hasil penyelidikan Swindell menunjukkan kesamaan umum antara tebal/kedalaman
zone kerusakan dengan faktor koreksi F4 menurut Romana.

Dari penjelasan di atas tampak bahwa tidak ada faktor khusus untuk penentuan
kemantapan lereng menurut longsoran baji. Maka untuk menganalisis longsoran baji
adalah dengan cara menghitung RMR untuk masing-masing sistem kekar. Cara
langsung penentuan kemantapan lereng menurut longsoran baji dapat menggunakan
metoda Hoek & Bray (1981). Cara ini menggunakan analisis stereonet.

Pada tahun 1980 Selby melakukan penelitian untuk mencari hubungan antara
kekuatan massa batuan profil singkapan dan kemiringan lereng di Antartika dan
Selandia Baru. Dia menekankan pada derajat pelapukan dan orientasi kekar untuk
membuat Klasifikasi Kekuatan Massa Geomorfik yang tujuannya untuk meramalkan
kemantapan lereng dan disebut sebagai Rock Mass Strength (RMS). Dari 300 macam
massa batuan penelitiannya menghasilkan bobot numerik maksimum untuk
parameter-parameter yang berpengaruh pada kemantapan lereng yang ditunjukkan
pada Tabel 14.4 dan 14.5, sebagai alternatif dari RMR.

Tabel 14.4
Bobot numerik maksimum untuk parameter klasifikasi RMS (Selby, 1980).
Batuan utuh 20 18 14 10 5
Pelapukan 10 9 7 5 3
Jarak kekar 30 28 21 15 8
Orientasi kekar 20 18 14 9 5
Lebar kekar 7 6 5 4 2
Kemenerusan kekar 7 6 5 4 1
Aliran air tanah 6 5 4 3 1
Sangat kuat Kuat Sedang Lemah Sangat lemah
Bobot total 100-91 90-71 70-51 50-26 <26
Tabel 14.5
Bobot dan klasifikasi Geomorphic rock mass strength (Selby, 1980)
Kelas 1 2 3 4 5
Parameter Sangat kuat Kuat Sedang Lemah Sangat lemah
Kekuatan batu 100 - 60 60 - 50 50 - 40 40 - 35 35 - 10
utuh
Schmidt r : 20 r : 18 r : 14 r : 10 r:5
hammer
Pelapukan tak lapuk agak lapuk lapuk sangat lapuk total lapuk
r : 10 r:9 r:7 r:5 r:3

KLASIFIKASI MASSA BATUAN- 149


Jarak kekar >3m 3-1m 1 - 0.3 m 300 - 500 mm < 50 mm
r : 30 r : 28 r : 21 r : 15 r:8
Orientasi kekar sangat menguntung- sedang. tak sangat tak
menguntung- kan miring horizontal, menguntung- menguntung-
Kan. curam sedang searah hampir tegak kan. sedang, kan. curam tak
searah leereng, lereng (batu keras) miring tak searah lereng
kekar saling searah lereng
kunci
r : 20 r : 18 r : 14 r:9 r:5
Lebar kekar < 0.1 mm 0.1 - 1 mm 1 - 5 mm 5 - 20 mm > 20 mm
r:7 r:6 r:5 r:4 r:2
Kemenerusan tak ada, menerus beberapa menerus tak menerus, isian menerus, isian
kekar menerus ada isian tipis tebal
r:7 r:6 r:5 r:4 r:1
Aliran air kering sangat kecil kecil < 25 sedang 25 - 125 besar > 125
Lt/men/m2 Lt/men/m2 Lt/men/m2
r:6 r:5 r:4 r:3 r:1
Bobot total 100 - 91 90 - 71 70 - 51 50 - 26 < 26

Dengan menggunakan data Selby, Moon (1984) memasukkan garis Batas


Kepercayaan Statistik 90% pada garis regresi yang menghubungkan antara parameter
sudut lereng dan kekuatan massa batuan yang ditunjukkan pada Gambar 14.6.

Gambar 14.6
Hubungan antara sudut lereng dengan RMS (Moon, 1984)

KLASIFIKASI MASSA BATUAN- 150


Dengan menggunakan batasan bahwa RMR lebih besar dari 20 dan tinggi lereng
lebih dari 20 m, Hall (1985) memberikan persamaan untuk menduga sudut lereng
mantap yang digali bagi jalur kereta api di Afrika Selatan,
Sudut lereng = 0.65 RMR + 25

Tabel 14.6
Deskripsi RMR
RMR Kelas Deskrpsi
< 20 V Batuan sangat buruk
21 - 40 IV Batuan buruk
41 - 60 III Batuan sedang
61 - 80 II Batuan baik
> 80 I Batuan sangat baik

Menurut Robertson (1988) bila RMR lebih besar dari pada 40, kemantapan lereng
dikontrol oleh orientasi dan kekuatan bidang kontak kekar. Sedangkan bila RMR
lebih kecil daripada 30 kelongsoran lereng dapat terjadi pada sembarang orientasi
kekar.

Orr (1992) menggunakan hubungan RMR dan RMS untuk membuat grafik RMR
dengan sudut lereng mantap (lihat Gambar 14.7). Selanjutnya dia juga membuat
persamaan sudut lereng mantap yang merupakan fungsi dari RMR, pada kondisi
RMR diantara 20 dan 80.
Sudut lereng = 35 ln (RMR) - 71
Untuk 20 < RMR < 80.

KLASIFIKASI MASSA BATUAN- 151


Gambar 14.7
Hubungan antara RMR dengan sudut lereng (Orr, 1992)

KLASIFIKASI MASSA BATUAN- 152

Anda mungkin juga menyukai