14.1. Pendahuluan
Kemantapan lereng di tambang terbuka seringnya dievaluasi dengan metoda
keseimbangan batas. Ada empat parameter yang perlu diperhatikan dalam
perancangan kemantapan lereng di tambang terbuka, yaitu rencana penambangan,
kondisi struktur geologi, sifat-sifat fisik dan mekanik material pembentuk lereng dan
tekanan air tanah. Dari ke-empat parameter tersebut, struktur geologi merupakan
parameter yang paling dominan dalam mengontrol kemantapan lereng batuan baik
dari bentuk maupun arah longsoran lereng.
Maka jelas disini bahwa metoda analitik tidak memperhatikan parameter massa
batuan yang sebetulnya berubah secara vertika dan horizontal. Dalam upaya
memperhitungkan faktor-faktor tersebut dan pengaruh peledakan saat penggalian
massa batuan, klasifikasi massa batuan yang sudah banyak dipakai dalam peracangan
kestabilan lubang bukaan bawah juga sudah mulai diadopsi pada perancangan
kemantapan lereng baik untuk pekerjaan sipil maupun tambang.
Klasifikasi massa batuan yang terdiri dari beberapa parameter sangat cocok untuk
mewakili karakteristik massa batuan, khususnya sifat-sifat bidang lemah atau kekar
Pembuatan klasifikasi massa batuan untuk kemantapan lereng didasarkan atas studi
kasus di Afrika Selatan, Selandia Baru, Antartika, Scotlandia dan Spanyol dan hanya
beberapa saja yang melibatkan data dari Australia.
Agar dapat dipergunakan dengan baik dan cepat maka klasifikasi massa batuan harus
mempunyai beberapa sifat seperti berikut;
• Sederhana, mudah diingat dan dimengerti.
• Sifat-sifat massa batuan yang penting harus disertakan
• Parameter dapat diukur dengan mudah dan murah
• Pembobotan dilakukan secara relatif
Dengan menggunakan klasifikasi massa batuan akan diperoleh paling tidak tiga
keuntungan bagi perancangan kemantapan lereng yaitu;
• Meningkatkan kualitas hasil penyelidikan lapangan dengan data masukan
minimum sebagai parameter klasifikasi.
• Memberikan informasi/data kuantitatif untuk tujuan rancangan
• Penilaian rekayasa dapat lebih baik dan komunikasi lebih efektif pada
suatu prooyek.
Beberapa klasifikasi massa batuan yang banyak dipakai atau modifikasi untuk
kepentingan kemantapan lereng antara lain;
• Rock Mass Rating (RMR, Bieniawski, 1973 & 1989)
• Rock Mass Strength (RMS, Selby, 1980)
• Slope Mass Rating (SMR, Romana, 1985 & 1991)
Tabel 14.1
Gambar 14.1
Tipikal profil kekasaran kekar dan rekomendasi penamaannya (ISRM, 1981).
Kondisi air tanah yang ditemukan pada survey kekar harus diidentifikasi sesuai
dengan penjelasan pada Tabel 14.1 yaitu, kering (completely dry), lembab (damp),
basah (wet), menetes (dripping) dan mengalir (flowing). Pengaruh orientasi kekar
terhadap arah penggalian dievaluasi dengan cara mencari arahan umum kekar pada
proyeksi stereonet dan pembobotannya disesuaikan dengan penjelasan pada Tabel
14.1.
Dip lereng
Kekar
Gambar 14.2
Parameter lereng
Bieniawski pada saat membuat RMR tidak bermaksud untuk digunakan pada
evaluasi kemantapan lereng. Alasannya mungkin karena tingginya bobot pengatur
orientasi kekar, yaitu bervariasi dari 60 hingga 100.
Gambar 14.3
Distribusi frekuensi kemantapan lereng longsoran busur menurut grafik Hoek
(Steffen, 1976).
f
i
B i dang A
A rah l ongsor an
M uka le reng
f
i
Gambar 14.5
Kriteria longsoran baji (Hoek & Bray, 1981)
1. Longsoran sepanjang perpotongan bidang A dan B bisa terjadi bila kemiringan
garis potong ini lebih kecil daripada dip muka lereng, yang diukur sesuai dengan
arah longsoran, yf >yi
2. Longsoran diasumsikan terjadi bila kemiringan garis perpotongan melebihi sudut
gesek dalam, yf > yi > f
F1 tergantung pada paralelisme antara kekar dan kemiringan muka lereng (strike)
F2 berhubungan dengan sudut dip kekar pada longsoran bidang
F3 menunjukkan hubungan antara kemiringan lereng dan kemiringan kekar
F4 tergantung pada kondisi apakah lereng alamiah, digali dengan peledakan presplit,
peledakan smooth, penggalian mekanis atau peledakan buruk
Tabel 14.3
Bobot pengatur Swindells SMR (Swindells, 1985)
Metoda penggalian No Tebal/kedalaman kerusakan SMR
Selang (m) Rata (m) F4
Lereng alamiah 4 0 0 15
Peledakan presplitting 3 0 - 0.6 0.5 10
Peledakan smooth 2 2-4 3 8
Peledakan masal 3 3-6 4 0
Dari penjelasan di atas tampak bahwa tidak ada faktor khusus untuk penentuan
kemantapan lereng menurut longsoran baji. Maka untuk menganalisis longsoran baji
adalah dengan cara menghitung RMR untuk masing-masing sistem kekar. Cara
langsung penentuan kemantapan lereng menurut longsoran baji dapat menggunakan
metoda Hoek & Bray (1981). Cara ini menggunakan analisis stereonet.
Pada tahun 1980 Selby melakukan penelitian untuk mencari hubungan antara
kekuatan massa batuan profil singkapan dan kemiringan lereng di Antartika dan
Selandia Baru. Dia menekankan pada derajat pelapukan dan orientasi kekar untuk
membuat Klasifikasi Kekuatan Massa Geomorfik yang tujuannya untuk meramalkan
kemantapan lereng dan disebut sebagai Rock Mass Strength (RMS). Dari 300 macam
massa batuan penelitiannya menghasilkan bobot numerik maksimum untuk
parameter-parameter yang berpengaruh pada kemantapan lereng yang ditunjukkan
pada Tabel 14.4 dan 14.5, sebagai alternatif dari RMR.
Tabel 14.4
Bobot numerik maksimum untuk parameter klasifikasi RMS (Selby, 1980).
Batuan utuh 20 18 14 10 5
Pelapukan 10 9 7 5 3
Jarak kekar 30 28 21 15 8
Orientasi kekar 20 18 14 9 5
Lebar kekar 7 6 5 4 2
Kemenerusan kekar 7 6 5 4 1
Aliran air tanah 6 5 4 3 1
Sangat kuat Kuat Sedang Lemah Sangat lemah
Bobot total 100-91 90-71 70-51 50-26 <26
Tabel 14.5
Bobot dan klasifikasi Geomorphic rock mass strength (Selby, 1980)
Kelas 1 2 3 4 5
Parameter Sangat kuat Kuat Sedang Lemah Sangat lemah
Kekuatan batu 100 - 60 60 - 50 50 - 40 40 - 35 35 - 10
utuh
Schmidt r : 20 r : 18 r : 14 r : 10 r:5
hammer
Pelapukan tak lapuk agak lapuk lapuk sangat lapuk total lapuk
r : 10 r:9 r:7 r:5 r:3
Gambar 14.6
Hubungan antara sudut lereng dengan RMS (Moon, 1984)
Tabel 14.6
Deskripsi RMR
RMR Kelas Deskrpsi
< 20 V Batuan sangat buruk
21 - 40 IV Batuan buruk
41 - 60 III Batuan sedang
61 - 80 II Batuan baik
> 80 I Batuan sangat baik
Menurut Robertson (1988) bila RMR lebih besar dari pada 40, kemantapan lereng
dikontrol oleh orientasi dan kekuatan bidang kontak kekar. Sedangkan bila RMR
lebih kecil daripada 30 kelongsoran lereng dapat terjadi pada sembarang orientasi
kekar.
Orr (1992) menggunakan hubungan RMR dan RMS untuk membuat grafik RMR
dengan sudut lereng mantap (lihat Gambar 14.7). Selanjutnya dia juga membuat
persamaan sudut lereng mantap yang merupakan fungsi dari RMR, pada kondisi
RMR diantara 20 dan 80.
Sudut lereng = 35 ln (RMR) - 71
Untuk 20 < RMR < 80.