Anda di halaman 1dari 30

1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Potensi ketidakstabilan yang terjadi pada batuan di sekitar area lubang bukaan
tambang bawah tanah biasanya akan selalu membutuhkan penanganan khusus
terutama atas dua hal, yaitu keselamatan pekerja dan keselamatan peralatan yang
terdapat didalam tambang. Disamping itu, akibat dari kondisi yang lemah pada
batuan samping dan atas (roof) berpotensi jatuh, dapat mengakibatkan
keuntungan dari operasi penambangan mungkin akan berkurang jika terjadi failure
pada batuan di sekitar stope pada saat proses penambangan.
Untuk Mengatasi hal – hal di atas, maka perlu dilakukan pengkajian model
perancangan lubang bukaan dengan mengacu pada kondisi statigrafi batuan di
daerah penelitian serta mengetahui Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Batuan utuh
sebagai parameter untuk Kajian Kestabilan Pada lubang bukaan Tambang Bawah
Tanah.
Untuk itu, PT. DIANELSA NUSANTARA ABADI selaku pemilik konsensi bekerja sama
dengan ................................................ untuk melakukan kerja sama dalam
melaksanakan kegiatan tersebut.
1.2. Tujuan Geologi Teknik
Pekerjaan geologi teknik ini bertujuan untuk mendapatan informasi mengenai data
geologi teknik permukaan dan bawah permukaan yang dibutuhkan dalam kegiatan
perencanaan tambang, faktor keamanan lereng dan untuk menganalisis kestabilan
lereng.
1.3. Ruang Lingkung Pekerjaan
Pekerjaan: Pengambilan data geotenik.
Pengguna Jasa: PT. DIANELSA NUSANTARA ABADI
Penyedia Jasa: ...........................
Sedangkan detail pekerjaan yang akan dilaksanakan adalah:
 Persiapan dan mobilisasi
 Orientasi lapangan
 Pemasangan Scarline
 Pengambilan sampel data batuan (Rock Sampling)
 Uji Laboratorium (sifat fisik dan mekanika batuan)
 Analisa Geotek dan Rekomendasi

1
1.4. Lokasi Pekerjaan
Secara administrasi, lokasi wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi
terletak di Desa Ilangata, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara,
Provinsi Gorontalo dengan total luas wilayah IUP sebesar 4.700 Ha yang
merupakan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi atas nama PT. Dianelsa Nusantara
Abadi. Koordinat titik batas daerah penyelidikan PT. Dianelsa Nusantara Abadi
sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Gorontalo Utara Nomor 72.A Tahun 2012
tertanggal 20 Februari 2012.

Gambar 1.1 Lokasi Kegiatan Pekerjaan

1.5 Metode Penelitian


1.5.1. Tahap Pra Lapangan
Tahap studi pustaka meliputi pengumpulan data-data sekunder serta pengkajian
literatur yang berhubungan dengan geologi daerah penelitian dan kajian pustaka
yang mendukung penelitian ini. Literatur yang digunakan adalah buku-buku yang
berhubungan dengan geologi, geoteknik, Mekanika Batuan, Jurnal mengenai sifat

2
fisik dan mekanik.
1.5.2 Tahap Lapangan
1.5.2.1 Tahap Pengambilan Data dan Uji Laboratorium
Tahap Pengambilan Data – data Primer melalui sejumlah Kegiatan Penyelidikan di
lapangan secara langsung pada lokasi penelitian meliputi data pemboran, sampling
batuan hasil pemboran coring.
Pada tahap ini juga dilakukan Uji laboratorium terhadap sampel hasil pemboran.
Tujuan dilakukan pengujian di laboratorium adalah untuk mengetahui nilai sifat
fisik dan sifat mekanik batuan yang digunakan sebagai parameter geoteknik
rencana pembuatan lubang bukaan tambang bawah tanah.
1.5.2.2 Tahap Analisis Data
Analisis dan Pengolahan data dilaksanakan berdasarkan data–data yang
diperlukan. Analisis data dilakukan menggunakan Software Phase2, Dips v7.0, dan
Unwedge v4.5 yang tentunya dikorelasikan dengan rumus perhitungan manual
1.5.3 Tahap Penyelesaian
Integrasi antara hasil pengolahan data, penyelidikan lapangan, uji laboratorium
serta data-data sekunder dan kajian pustaka, kemudian dilakukan perhitungan
untuk mengetahui nilai faktor keamanan (FK), perancangan terowongan, kestabilan
pada lubang bukaan dan rekomendasi geoteknik.

2 METODE ANALISIS
2.1. Sistem Rock Mass Rating (RMR)
Rock Mass Rating atau dikenal dengan GeomechanichsClassification dikembangkan
oleh Bieniawski pada tahun 1973, 1976, dan 1989. Metode klasifikasi ini dengan
menggunakan ratting yang besarannya didasarkan pada pengalaman Bieniawski
dalam mengerjakan proyek proyek terowongan dangkal.
Metode ini telah dikenal luas dan banyak diaplikasikan pada keadaan dan lokasi
yang berbeda-beda seperti tambang pada batuan kuat, terowongan, tambang
batubara, kestabilan lereng, dan kestabilan pondasi. Metode ini dikembangkan
selama bertahun-tahun seiring dengan berkembangnya studi kasus yang tersedia
dan disesuaikan dengan standar dan prosedur yang berlaku secara internasional.
Dalam mengklasifikasikan massa batuan berdasarkan sistem Klasifikasi RMR,
Bieniawski menggunakan 6 parameter utama yang dijumlahkan untuk memperoleh
nilai total RMR.
3
2.1.1 Kuat Tekan Uniaksial Batuan Utuh (Ucs) Dan Point Load Test (Pli)
Kuat tekan batuan utuh dapat diperoleh dari uji kuat tekan uniaksial, Uniaxial
Compressive Strength (UCS) dan Uji Point Load (PLI).

Tabel 1.1. Identifikasi Kekuatan Material Batuan Utuh

PLI
UCS (MPa) Deskripsi Kualitatif
(MPa)
> 10 > 250 Sangat kuat sekali
4 – 10 100 – 250 Sangat kuat (very strong)
2–4 50 – 100 Kuat (strong)
1–2 25 – 50 Sedang (average)
5 – 25 Lemah (weak)
1–5 Sangat lemah (very weak)
Sangat lemah sekali (extremely
<1
weak)

2.1.2 Rock Quality Designation (RQD)


Pada tahun 1967 D. U. Deere memperkenalkan Rock Quality Design (RQD) sebagai
sebuah petunjuk untuk memperkirakan kualitas dari massa batuan secara
kuantitatif. RQD didefinisikan sebagai presentase dari bagian inti yang utuh dengan
panjang lebih dari 100 mm terhadap total kedalaman lubang bor (core run).
Sedangkan Priest dan Hudson (1976) memberikan hubungan antara nilai RQD
dengan jarak antar bidang diskontinyu yang ada didalam massa batuan atau joint
spacing (Js) dengan persamaan sebagai berikut:
𝑅𝑄𝐷 = 100𝑒 -0.1𝜆 (0.1𝜆 + 1)
𝜆 adalah rasio antara jumlah kekar dengan panjang scanline (kekar/meter).

2.1.3 Spasi Bidang Diskontinyu


Spasi bidang diskontinuitas didefinisikan sebagai jarak tegak lurus antara dua
diskontinuitas berurutan sepanjang garis pengukuran yang dibuat sembarang
2.1.4 Kondisi Bidang Diskontinyu
Ada beberapa parameter yang digunakan oleh Beniawski dalam memperkirakan
kondisi permukaan bidang diskontinu, yaitu : kemenerusan (persistence), rekahan
(separation) kekasaran permukaan bidang diskontinu (roughness), material pengisi
(infiling), pelapukan (weathering)

4
2.1.5 Kondisi Air Tanah
Kondisi air tanah ditentukan dengan mengamati atap dan dinding terowongan
secara visual. Kemudian kondisi air tanah yang ditemukan dapat dinyatakan
sebagai keadaan umum seperti kering, lembab, basah, terdapat tetesan air, atau
terdapat aliran air.
2.1.6 Orientasi Bidang Diskontinu
Koreksi RMR selanjutnya dilakukan berdasarkan arah penggalian terowongan dan
orientasi bidang diskontinu yang ada pada lokasi tersebut. Orientasi bidang
diskontinu dianggap menguntungkan jika berarah tegak lurus terhadap sumbu
terowongan dan akan merugikan jika searah dengan sumbu terowongan. Arah
umum biasanya dinyatakan dalam strike/dip atau dip/dipdirection. Kedua nilai ini
diperoleh dengan pengukuran menggunakan kompas geologi.

Tabel 2.1. Ringkasan Pembobotan Rock Mass Rating System (Bieniawski, 1989)

CLASSIFICATION PARAMETERS AND THEIR RATINGS


Range
Parameter of
values
Point- For this low
Stre load range uniaxial
>10 4-10 2-4
ngth strengt compressive
MPa 1-2 MPa
of h MPa MPa test is
inta index preferred
ct
rock <
Uniaxial 5-
100- 25 1-
mat comp. >250 50-100 25-50 MP 5 1
erial Strengt 250 M M
MPa MPa MPa a
h MPa Pa P
a
Rat 15 12 7 4 2 1 0
ing
Drill core quality 90%- 75%- 50%- 25%- < 25%
RQD 100% 90% 75% 50%
Rat 20 17 13 8 3
ing
Spacing of 0.6-2 200- 60-
discontinuities >2 m m 600 200mm < 60 mm
mm
Rat 20 15 10 8 5
ing
Slighty Slickensid
Slighty e
Very rough Split gauge > 5
rough surfaces
Conditio rough surfac mm thick
surface or
n of surfaces es Or
s Gauge
discontin Not Separa Separation > 5
Separa < 5mm
uities continous tion < mm continuous
tion < thick
(see E) No 1mm
1mm or
sparation Highly
Slighty Separatio
Unweath weath
weathe n 1-5
ered walll ered
red walls mm
5
rock walls continuou
s

Rat 30 25 20 10 0
ing
Inflow
per 10 m
Tunnel
length None < 10 10-25 25-125 > 125
(l/m)
Gr (Joint
water
ou
press)/
n
(Mayor 0 < 0.1 0.1-0.2 0.2-0.5 >0.5
d principal
wa σ)
ter Complet
General
Conditions ely Damp Wet Dripping Flowing
dry
Rat 15 10 7 4 0
ing

RATING ADJUSTMENT FOR DISCONTINUITY ORIENTATIONS (See F)


Very
ke and dip favoura Favour Unfavour Very
Fair
orientations ble able able unfavourable
Tunnels
and 0 -2 -5 -10 -12
mines
Rating Foundati 0 -2 -7 -15 -25
ons
Slopes 0 -5 -25 -30

ROCK MASS CLASSES DETERMINED FROM TOTAL RATINGS

ng 100- 80-61 60-41 40-21 < 21


81
ss number I II III IV V
Very
cription good Good Fair Poor rock Very poor
rock rock rock rock

MEANING OF ROCK CLASSES


ss number I II III IV V
20 yrs I year 1 week 10 hrs for
rage stand-up for 15 for 10 for 5 2.5 m 30 min for 1 m
time m span span m span span span
ession of rock > 400 300-400 200- 100-200 < 100
mass (kPa) 300
tion angle of
rock mass > 45 35-45 23-35 15-25 < 15
)

SUIDELINES FOR CLASSIFICATION OF DISCONTINUITY conditions


continuity length
< <1 3-10 10-20 > 20 m
sist
1 4 2 1 0
enc
e) m
ng
6

6
aration None < 0.1 0.1-1.0 1-5 mm >5
(aperture) 6 mm mm 1 0
ng 5 4
Slig
gh Very Ro Smo Slickens
hty
nes rou u ot ide
rou
s gh g h d0
gh
ng 6 h 3 1
5
lling (ga Hard Hard Soft Soft
ng 6 filling<4 filling filling<5m filling>5m
mm > 5mm m m
0

2.2. Analisis Kestabilan Lubang Bukaan


2.2.1. Stand Up Time
Kriteria analisis kestabilan terowongan dapat dinyatakan dalam bentuk grafik
hubungan antara RMR terhadap roof span untuk mengetahui nilai stand-up time
dan mengetahui kondisi kestabilan terowongan. Parameter stand-up time dalam
mekanika batuan dan desain terowongan mempengaruhi keputusan dalam
pemilihan metode perkuatan batuan, dan waktu untuk memasang penyangga
batuan. Stand up time bukan merupakan fungsi dari bobot nilai (rating) batuan dan
dapat ditentukan dengan memplot nilai RMR dan span pada garafik interpolasi
stand up time geomekanik dari grafik yang dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1. Grafik hubungan antara Stand-Up Time dengan


Span berdasarkan nilai RMR

Berdasarkan hasil klasifikasi geomekanik sistem RMR, tinggi runtuh (ht) dan beban
runtuh (Prmr) yang akan diterima oleh penyangga dapat ditentukan dengan rumus
sebagai berikut :

7
Keterangan � = lebar terowongan (m)

Keterangan � = densitas batuan (ton/m3)

2.2.2 Program Dips


Program Dips banyak digunakan untuk membantu mengidentifikasi arah kekar atau
joint, dari semua joint –joint yang ada. Data joint ini akan dikelompokkan menjadi
family berdasarkan kesamaan arah tegasannya.
2.2.3 Program Phase2
Program Phase2 digunakan untuk membuat, dimensi lubang bukaan dengan
bentuk pillarnya, mengetahui kondisi kuat tekan, kuat tarik pada area lubang
bukaan dan masih banyak fungsi lainnya yang dapat dierjakan dari software ini.
c. Strenght factor
2.2.4 Program Unwedge
Bentuk dan ukuran baji dalam massa batuan dan sekitar bukaan nya tergantung
pada ukuran, bentuk dan orientasi bukaan (azimuth tunnel) serta pada orientasi
joint set yang signifikan. Geometri tiga dimensi dari masalah permodelan baji
memerlukan perhitungan yang efisien dengan memanfaatkan program komputer
yang teah tersedia. Salah satu contoh dari program komputer tersebut adalah
UNWEDGE yang dikembangkan khusus untuk digunakan dalam penambangan
bawah tanah.Dengan mempertimbangkan massa batuan dimana terdapat beberapa
kumpulan bidang diskontinu (joint set) akan menghasilkan kemungkinan kombinasi
joint set yang berpotensi membentuk baji. Data yang diperlukan ialah dip dan dip
direction dari setiap joint set yang telah diukur.
2.3. Rock Mass Quality (Q) – System
NGI (the Norwegian Geotechnical Institute) adalah yang pertama kali
memperkenalkan metode klasifikasi massa batuan ini berdasarkan ±200 kasus
tentang terowongan dan goa dengan persamaan:

8
Keterangan :
RQD/Jn = Ukuran blok
Jr/Ja = Kuat geser blok utuh
Jw/SRF = Tegangan aktif
Pembobotan Q-Sistem ini didasarkan atas penaksiran numerik kualitas massa
batuan menggunakan 6 parameter berikut:

1. RQD
2. Jumlah set kekar
3. Kekasaran kekar atau kekar utama
4. Derajat alterasi/pengisian sepanjang kekar yang paling lemah
5. Aliran air
6. Faktor reduksi tegangan
Kualitas tegangan dapat berkisar dari Q = 0,001 sampai Q = 1000 pada skala
logaritmik kualitas massa batuan
2.4. System Rekomendasi Sistem Penyanggan
Rekomendasi sistem penyanggan/penguatan massa batuan dapat menentukan
seberapa panjang terowongan yang aman tanpa disangga dengan waktu
swasangganya. Selain itu, Bieniewski juga menentukan jenis, diameter, dan
panjang dari baut batuan (rockbolt), jejaring besi (steel set), beton tembak
(shotcrete), dan beton cor (concrete) seperti yang dijelaskan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.2. Rekomendasi Penyangga

9
3. PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1. Mobilisasi dan Orientasi
3.1.1 Mobilisasi
Mobilisasi tim di bagi menjadi 2 bagian, yaitu tim topografi dan tim geotek.
Persiapan tim topografi dimulai sejak tanggal 24 April 2017, Tahap ini meliputi
persiapan alat, kerangka pekerjaan, dan tenaga kerja yang akan terlibat dalam
pekerjaan tersebut. Rangkaian kegiatan tersebut semua dilakukan sebelum tim
Geotek berangkat ke lokasi pada tanggal 27 April 2017. Adapun mobilisasi personil
& alat adalah sebagai berikut :
a. Personil
1) Sugeng Riyadi = Koordinator Kegiatan Geotek
2) Nanang Winanto = Asst Geotek
3) Aji Kurniawan = Asst Geotek
4) Crew = 4 orang
b. Alat
1) Kompas Geologi merk Brunton = 1 unit
2) GPS = 1 unit
3) Palu Geologi = 2 unit
4) Magnetic Comparator = 2 unit
5) Kamera Digital = 1 unit
5) Roll Meter = 1 unit
6) Kantong contoh = 1 pak
7) Peta Geologi skala 1 : 25000 = 1 lbr
8) Alat Tulis = 1 set
9) Alat Camping = 2 unit
10) Alat Masak = 2 unit

10
3.1.2 Orientasi
Tahapan ini menjadi sangat penting karena dapat mempengaruhi tahapan–
tahapan pekerjaan selanjutnya. Berdasarkan hasil orientasi lapangan itulah kita
dapat menyusun rencana dan metode yang tepat untuk menyelesaikan pekerjaan,
sehingga pekerjaan bisa selesai lebih cepat dengan hasil yang baik. Pelaksanaan
kegiatan geotek ini, dimulai dengan melakukan orientasi lapangan dan didampingi
oleh pengawas. Maksud dan tujuan orientasi ini adalah:
 Untuk mengetahui secara detil tentang kondisi dilapangan, bentuk topografi,
geomorfologi, struktur batuan, dan aliran air
 Akses jalan menuju lokasi.
 Informasi tenaga kerja lokal
 Kebiasaan atau adat istiadat masyarakat setempat
 Kepala daerah setempat atau orang yang berpengaruh di daerah tersebut.
3.2. Pemasangan Scarline
Penentuan pemasangan scarline dilakukan pada titik bor terdekat dengan posisi
koordinat rencana perancangan tunnel untuk blok Nabila yaitu titik bor ZK1001.

Gambar 3.1. Posisi Titik Bor ZK1001

Adapun tahapan pemasangan scarline dimulai dengan Plot koordinat dititik awal (1)
11
lihat Gambar 3.2, kemudian dilanjutkan dengan membentangkan tali sejauh 30m
setelah itu dimulai pendataan. Pengambilan data sampel batu (Rock Sampling), dip
strike, data kekar (jumlah dan jarak), sesar dan lipatan sepanjang line yang sudah
dipasang.

Gambar 3.2. Plot Koordinat Awal Scarline

12
Gambar 3.3. Pengambilan Data Geologi

13
3.3. Data Sampel Pemboran
Data sampel dari kegiatan pemboran, berupa tanah/batuan yang diambil untuk
dianalisa di laboratorium. Pengambilan perconto core semuanya ada 4 sampel
dengan kode per sampel SS1,SS2,SS3 dan SS4. Sampel tanah/batuan ini akan
dijadikan sebagai parameter untuk analisa sifat fisik dan sifat mekanik batuan.
3.4 Uji Laboratorium
Pengujian perconto dilaksanakan oleh laboratorium Geomekanika Rekayasa
Pertambangan di Fakultas Teknik Geologi Padjadjaran.
4. ANALISA PEKERJAAN
4.1. Kondisi Geoteknik
4.1.1 Struktur Geologi
Struktur geologi yang terdapat pada daerah penyelidikan dapat diinterpretasikan
berdasarkan pada pengamatan dan pengkajian peta geologi regional, interpretasi
peta topografi dan yang paling utama adalah data hasil lapangan yang berupa
catatan, foto, dan pengukuran dari data–data struktur dan unsur–unsur
penyertanya yang ada pada daerah penyelidikan. Dalam pemberian nama struktur
didasarkan pada nama geografis, baik berupa nama desa, gunung maupun nama
sungai yang dilewati oleh struktur geologi tersebut. Struktur geologi pada daerah
penelitian dapat diinterpretasikan dari pola kelurusan sungai dan kontur serta pola
strike/dip batuan yangmengalamipergeseran.
Dengan demikian pada daerah penelitian terdapat tiga (3) kelurusan struktur
utama yaitu sepanjang Sungai Pahengo dan Sungai Liangaida serta kelurusan
morfologi yang membentang sepanjang Desa Ilangata-Tolongio dan Sungai.
Kelurusan sungai di sepanjang sungai Pahengo diinterpretasikan sebagai Sesar
Naik Pahengo. Data lain yang mendukung berupa kelurusan breksiasi, dan pola
kelurusan morfologi.
Sedangkan pola kelurusan sungai dan topografi sepanjang sungai Liangaida
dan data lapangan berupa breksiasi, kekar yang intensif di sepanjang sungai
menunjukkan bukti bahwa terdapat sesar mendatar yang dinamakan Sesar
Mengkiri Liangaida di sepanjang aliran sungai ini. Sementara Sesar Mengkanan
Ilangata-Tolongio diinterpretasikan berdasarkan kelurusan morfologi, zona
hancuran batuan/ kekar yang intensif dan kelurusan sungai.
Ketiga struktur geologi tersebut memiliki umur geologi yang berbeda dikarenakan
dihasilkan dari periode tektonik yang berbeda dimana terbukti adanya crosscutting
13
atau potong-memotong diantara ketiga struktur geologi tersebut. Sesar Naik
Pahengo diperkirakan terbentuk terlebih dahulu pada kurun waktu Pliosen dan
kemudian diikuti oleh Sesar Mendatar Mengkanan Liangaida dan sesar Mendatar
Mengkanan yang terbentuk pada Plistosen. Kegiatan tektonik yang relatif berarah
baratlaut- tenggara dan timurlaut- baratdaya menyebabkan terbentuknya pola
kelurusan struktur yang berarah relatif baratlaut - tenggara dan timurlaut-
baratdaya
4.1.2 Geomorfologi
Wilayah studi memiliki bentuk topografi terbagi menjadi dua bagian yaitu daerah
perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketingian 0 – 500 M diatas
permukaan laut. Keadaan topografi didominasi kemiringan 150 – 400 (60%-70%).
Pada daerah penyelidikan beberapa puncak tertinggi mencapai lebih dari 400 m
dpl. Pola kelurusan morfologi relatif Barat Laut – Tenggara dan Barat Daya – Timur
Laut.
Geomorfologi daerah studi memiliki susunan litologi yang didominasi oleh jenis
batuan sedimen gunungapi seperti breksi dan batupasir. Pembagian satuan
geomorfologi pada daerah penelitian, mengacu pada klasifikasi van Zuidam & van
Zuidam–Cancelado (1979) dan van Zuidam (1983), yang berdasarkan pada aspek
morfoarrangement, morfometri dan morfogenesa serta pengamatan lapangan.
Berdasarkan hasil perhitungan beda tinggi dan kelerengan (morfometri) pada peta
topografi serta melihat morfogenesa yang ada di daerah penelitian, maka daerah
penelitian dikelompokkan kedalam 2 (dua) Satuan Geomorfologi Dataran dan
Satuan Geomorfologi Perbukitan Tersayat.
4.1.3 Alterasi
Hasil penelitian telah memberikan gambaran jenis model mineralisasi yang
berkembang di lengan utara Sulawesi. Porphyry Au-Cu bekembang di wilayah utara
Sulawesi berasoasiasi dengan intrusi dike diorite hornblede dan diorit kuarsa, di
bagian atas umumnya dipengaruhi interaksi batuan vulkanik dan afinitas magma.
Mineralisasi Au dikontrol oleh tipe skarn, polimetallic vein dan high suffidation
epithermal Au-Cu (quartz-calcite veins + adularia). Pola mineralisasi porphyry Au-
Cu umumnya berkembang di daerah Gorontalo dan Sulawesi Utara.
Porphyry Au-Cu umumnya berkembangn di bagian leher Sulawesi (Gorontalo)
dikontrol intrusi stock kecildan battolith yang mengintrusi batuan volkanik dan
batuan sedimen-metamorfik Formasi Tinombo, disebutkan pula bahwa penyebaran
14
intrusi di wilayah ini cukup luas sekitar 4000-5000 km 2, searah dengan arah
paparan Sula (Sula Platform). Tipe mineralisasi yang dissemineted terdapat di
dekat zona kontak intrusi granit dengan batuan vulkanik basa dan batuan sedimen,
tapi juga mungkin terkonsentrasi pada tahap pemiringan zona sesar (Leeuwen,
1992). Secara umum porphyry Au- Cu kemungkinan terbentuk pada bagian atas
tipe intrusi plutonik yang berukuranbesar.
4.2 Mekanik Batuan
4.2.1. Uji Sifat Fisik Batuan
Pengujian sifat fisik dilakukan terhadap 4 conto sampel batuan pada masing-
masing lokasi. Conto yang di uji ditimbang ± 50 gram untuk mendapatkan berat
naturalnya (Wn), kemudian conto dimasukkan kedalam oven selama ±24 jam
dengan suhu ≥1100 C, conto batuan yang sudah dingin ditimbang dan didapatkan
berat kering sebagai (Wo), setelah itu conto direndam kedalam air hingga
menutupi seluruh permukaan conto selama ±24 jam untuk mendapatkan berat
jenuhnya (Ww), untuk mendapatkan berat jenuh tergantungnya (Ws) contoh
digantung di dalam air menggunakan tali lalu ditimbang. Dengan parameter Wn,
Wo, Ww, dan Ws yang telah ada selanjutnya dilakukan perhitungan untuk
mengetahui kadar air, bobot isi, porositas dan sifat fisik lainnya
4.2.2 Uji Kuat Tekan Batuan
Berdasarkan pengujian laboraturium berupa uji sifat fisik serta uji sifat mekanik
berupa uji kuat tekan batuan dengan menggunakan metode Unconfined
Compressive Strength Test. Pengujian uniaxsial compressive strength test
dilakukan untuk mendapatkan nilai kuat tekan dari setiap sampel batuan. Adapun
nilai dari hasil pengujian kuat tekan dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Kuat Tekan

4.2.3. Kecepatan Gelombang Seismik


Kecepatan gelombang seismik merupakan salah satu paramete r penentu

kemampugaruan batuan. Dalam penelitian ini nilai kecepatan gelombang seismik di


15
dapatkan dengan mengkonversi nilai UCS menjadi nilai kecepatan gelombang
seismik menggunakan persamaan Karpuz.

Tabel 4.2. Hasil Conversi Nilai UCS


Menggunakan persamaan Karpuz.

Pada perhitungan nilai kecepatan gelombang seismik nilai uji kuat tekan sampel
SS1 tidak masuk dalam perhitungan. Hal ini dikarenakan sampel SS1 terdapat
struktur laminasi sehingga nilai kuat tekan yang didapatkan kemungkinan tidak
akurat karena laminasi pada batuan dapat memperkecil nilai kuat tekan batuan
tersebut. Data hasil perhitungan kecepatan gelombang seismik didapatkan nilai
kecepatan gelombang seismik sebesar 1609,532 m/s.
Pengujian UCS di laboaturium didapatkan nilai kuat tekan sebesar 10,35 Mpa.
Berdasarkan tabel kekerasan batuan menurut Weaver nilai yang didapat UCS 10,35
memiliki kekerasan hard rock. Hasil pengujian berdasarkan tabel kekerasan weaver
batuan pada lokasi penelitian dapat dikatakan Hard Rock lihat Tabel 5.4.
Dari hasil klasifikasi massa batuan didapatkan nilai pembobotan sebesar 63 dan
masuk pada kelas III sehingga pada kelas kemampugaruan batuan pada lokasi
penelitian dapat dikatakan Very Hard Ripping. Apabila dilakukan pembongkaran
massa batuan batupasir ini dapat di garu terlebih dahulu menggunakan tractor
D9/D8.

16
Tabel 4.3. Kekerasan Batuan Weaver (1975)

4.2.4. Nilai Rock Quality Designation (RQD)


Dari hasil penelitian mapping geoteknik yang telah dilakukan diperoleh informasi
bahwa pada lokasi penelitian memiliki panjang rata-rata kemenerusan berkisar <1
meter dengan lebar bukaan kecil dari 0,1-1 mm. Tingkat kekasaran bidang
diskontinuitas berada pada kelas halus sampai agak kasar. Untuk isian (gouge)
saat pengujian di lapangan tidak terdapat pengisi pada rongga. Pelapukan batuan
tergolong kedalam (moderately weather) cukup lapuk.Maka berdasarkan Tabel
pembobotan, untuk kondisi bidang diskontinu diperoleh bobot total sebesar 22.
Tabel 4.4. Pembobotan Nilai RQD
Join Frequency
Jarak
Spasi Bidang Diskontinyu (m)
Lebar
Jarak Ke Panjang
Rongga Kekerasan Isian Pelapukan
(m) (m) Diskontinuitas
(mm)
Halus - Agak
Moderately
0 1 <1 m 0.1 - 1 None
Weather
Kasar
Halus - Agak
Moderately
1 2 <1 m 0.1 - 1 None
Weather
Kasar
Halus - Agak
Moderately
2 3 <1 m 0.1 - 1 None
Weather
Kasar

17
Halus - Agak
Moderately
3 4 <1 m 0.1 - 1 None
Weather
Kasar
Halus - Agak
Moderately
4 5 <1 m 0.1 - 1 None
Weather
Kasar
Halus - Agak
Moderately
5 6 <1 m 0.1 - 1 None
Weather
Kasar
Halus - Moderately
6 7 <1 m 0.1 - 1 Agak None
Kasar Weather
Bobot 6 4 4 6 4

4.2.5. Spasi Dan Kondisi Bidang Diskontinyu


Dari hasil pengolahan data RQD yang telah dilakukan diperoleh nilai. RQD rata-rata
pada lokasi penelitian sebesar 92.52 % lihat table 5.5, untuk pembobotan penulis
menggunakan data RQD yang terkecil dengan nilai sebesar 90.97 jika di input
kedalam Tabel pembobotan Rock Mass Rating System diperoleh bobot sebesar 13.

Tabel 4.5. Pembobotan untuk Kondisi Bidang Diskontinu

Jarak Join Frequency RQD

RQD
Dindin Dindin Dindin Dindin
Dari Ke Rata-
g Atap g g Atap g
(m) (m) rata
Kiri Kanan Kiri Kanan
(%)
0 1 4 4 5 93.84 93.84 90.97 92.88
1 2 4 5 4 93.84 90.97 93.84 92.88
2 3 3 5 5 96.30 90.97 90.97 92.74
3 4 5 5 5 90.97 90.97 90.97 90.97
4 5 3 5 3 96.30 90.97 96.30 94.52
5 6 5 3 5 90.97 96.30 90.97 92.74
6 7 5 5 5 90.97 90.97 90.97 90.97
Nilai RQD rata-rata 93.31 92.14 92.14 92.52

4.2.6. Orientasi Bidang Diskontinyu


Orientasi strike and dip pada bidang diskontinu merupakan kedudukan relatif dari
bidang diskontinu terhadap sumbu lintasan lubang bukaan. Dalam menentukan
orientasi strike and dip menggunakan kompas geologi. Pada penelitian ini,
penentuan arah umum orientasi strike and dips dari setiap join set penulis
menggunakan software Dips dari Roccience.
Data kekar yang didapat dilapangan kemudian di proyeksikan untuk mendapatkan
18
jumlah joint set pada lokasi pengukuran menggunakan bantuan aplikasi DIPS dan
didapatkan 3 joint set. Setelah diperoleh jumlah joint pada lokasi penelitian
selanjutnya dilakukan perhitungan spasi kekar. Pengukuran spasi kekar dilakukan
pada kekar-kekar dalam joint set yang sama. Dari hasil perhitungan didapatkan
jarak rata-rata antar kekar keseluruhan sebesar 0,54 meter .

Gambar 4.1 Pengolahan Data Kekar,Strike Dip


Menggunakan software Dips

Berdasarkan pembobotan menurut parameter Bieniawski disimpulkan bahwa untuk


lokasi titik rencana pembuatan tunnel, bahwa tipe batuan dinding tergolong
kedalam batuan kelas III dengan bobot total 48 lihat Tabel 5.6. Nilai 48 terletak
pada range 41-60 yang termasuk kedalam batuan kelas sedang.Sedangkan untuk
tipe batuan atap yang diukur tergolong kedalam batuan kelas II dengan bobot 60
lihat Tabel 5.7. Nilai 60 terletak pada range range 41-60 yang termasuk kedalam
batuan kelas Sedang.

19
Tabel 4.6. Klasifikasi RMR Sistem Batuan Dinding

20
Tabel 4.7. Klasifikasi RMR Sistem Batuan Atap

Setelah mengetahui nilai dari parameter – parameter yang sudah menjadi


ketetapan dari Bieniawski, maka untuk menghitung total RMR dapat dilakukan.
Adapun nilai dari parameter dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.8. Bobot Nilai RMR

21
=3
3
=1

Dari hasil perhitungan Q-System maka didapatakan nilai Q-System Sebesar 14 dan nilai
Equivalent Dimension sebesar 1 , nilai ini akan di input Pada grafik Q-System untuk
mendapatkan nilai Ground Support rekomendasion berdasarkan Q-System.
4.3 Rekomendasi Geoteknik
4.3.1. Penggalian dan Penggaruan
Dari Hasil Pengujian UCS di laboaturium didapatkan nilai kuat tekan sebesar 10,35
Mpa. Berdasarkan tabel kekerasan batuan menurut Weaver nilai yang didapat UCS
10,35 memiliki kategori batuan dengan tingkat kekerasan hard rock.
Dari hasil klasifikasi massa batuan didapatkan nilai pembobotan sebesar 63 dan
masuk pada kelas III sehingga pada kelas kemampugaruan batuan pada lokasi
penelitian dapat dikatakan Very Hard Ripping lihat Tabel 5.8 . Apabila dilakukan
pembongkaran massa batuan batupasir ini dapat di garu terlebih dahulu
menggunakan tractor D9/D8.

Tabel 4.9. Analisis Kelas Kemampugaruan

22
4.3.2. Penyanggaan

Bedasarkan hasil perhitungan Q-System maka didapatkan nilai Q-System sebesar 14 dan
nilai Equivalent Dimension sebesar 1 , nilai ini akan di korelasikan dengan Dasar
Penyanggaan pada Tunnel Indeks kualitas Q (Grimstad dan Barton, 1993) lihat Gambar 5.6

Gambar 4.2. Perhitungan Kategori Dasar Penyanggaan Pada Tunnel


Indeks kualitas Q (Grimstad dan Barton, 1993)

Sehingga hasil yang didapatkan masuk pada kategori Fair. Adapun rekomendasi pemilihan
tipe penyangga yang sesuai yaitu :

23
1. Fibrecrete dari floor ke backs dengan ketebalan 25 - 50 mm (flash coat).
2. Pemasangan mesh hingga floor dengan menggunakan ungrouted
3. 2.4 m friction bolts.
4. Re-fibrecrete dari floor ke backs dengan ketebalan 50 - 75 mm sehingga
total ketebalan fibrecrete menjadi 100 mm.
5. Pemasangan 2,4 m atau 3 m friction bolts (47 mm) dengan 1 m internal
spacing dan 1 m ring spacing. Ring terakhir harus maksimal berjarak 0,5
m dari floor.

4.3.3. Geometri Dan Dimensi Lereng

Rekomendasi masing-masing lereng diambil dari semua hasil running permodelan dan
kalkulasi faktor keamanan yang dihasilkan dalam kondisi aman. Desain terowongan yang
direncanakan adalah dengan lebar 4 meter dan tinggi 3.5 meter. Dimensi ini disesuaikan
dengan dimensi alat dan berbagai fungsi lainnya. Kemudian terowongan dianalisis
menggunakan software Phase 2 untuk mendapatkan nilai faktor keamanan serta
penyanggaan yang tepat untuk digunakan pada terowongantersebut.

Gambar 4.3. Tegangan Principal (σ 1) Yang


Bekerja Pada Terowongan

24
Gambar 4.4. Tegangan principal (σ 3) yang bekerja pada terowongan
Dari hasil analisis dengan software Phase 2 tersebut kemudian dapat ditentukan
nilai faktor keamanan dengan menggunakan gambar Mohr- Coulomb atau dengan
persamaan sebagai berikut:
Fk = (Pc x (cos(Pf x Pi/180)) + ((σ1+ σ3)/2) x (Sin(Pf x Pi/180)))/(( σ1- σ3)/2)
Keterangan:
Pc = Peak Mohr-CoulombCohesion
Pf = Peak Mohr-Coulomb FrictionAngle
Pi = 3.14

Didapat hasil perhitungan dengan Ms.Excel seperti dibawah ini:

Tabel 4.10. Faktor Keamanan Di Lubang Bukaan Pada Hangingwall


Pc Pf (Ø) phi Σ1 o3 FK
(Kohesi)
0.583 58.47 3.14 15 0.9 1.004155
0.583 58.47 3.14 16.5 1.8 1.102287
0.583 58.47 3.14 19.5 2.7 1.162309
0.583 58.47 3.14 10.5 0.45 0.989126
0.583 58.47 3.14 9 0.45 1.013166
0.583 58.47 3.14 24 3.15 1.138833
0.583 58.47 3.14 7.5 0.45 1.047437
0.583 58.47 3.14 4.5 0 0.987711
0.583 58.47 3.14 12 0.9 1.045253
Pc (Kohesi) Pf (Ø) phi Σ1 o3 FK
0.583 58.47 3.14 27 8.55 1.67492
0.583 58.47 3.14 15 0.9 1.004155

25
0.583 58.47 3.14 9 0.45 1.013166
0.583 58.47 3.14 7.5 0.45 1.047437
0.583 58.47 3.14 13.5 0.9 1.022258
0.583 58.47 3.14 18 2.25 1.134299

26
Tabel 4.11. Faktor keamanan di lubang bukaan
Pada vein, hangingwall dan footwall

pc pf Phi σ o3 FK
0.317 51.83 3.14 9 0.9 1.00894
0.317 51.83 3.14 6 0.45 0.98398
0.317 51.83 3.14 12 0.9 0.94866
0.317 51.83 3.14 1.5 0 1.04726
0.583 58.47 3.14 19.5 1.8 1.05988
0.583 58.47 3.14 12 0.45 0.97133
0.583 58.47 3.14 7.5 0.45 1.04744
pc pf Phi σ o3 FK
0.583 58.47 3.14 16.5 0.9 0.98953
0.583 58.47 3.14 22.5 6.3 1.55251
0.507 57.67 3.14 15 1.35 1.05155
0.507 57.67 3.14 12 0.9 1.03058
0.507 57.67 3.14 6 0.45 1.07948
0.507 57.67 3.14 6 0 0.93516
0.507 57.67 3.14 16.5 1.35 1.03107
0.507 57.67 3.14 10.5 0.45 0.97436

4.3.4. Faktor Keamanan Statis dan Dinamis

Dari hasil analisa Phase2 terhadap faktor keamanan awal tanpa penyanggan
dengan range 0.965313- 1.088496 didapat faktor keamanan yang meningkat
dengan range 1.95-17.55. Maka, lubang bukaan yang di rancang sangat aman
untuk melakukan kegiatan tambang.

27
Gambar 4.5. Analisis Faktor Keamanan Lubang Bukaan
Secara Grafisdi Sekitar Footwall

Dari hasil analisa Phase terhadap faktor keamanan awal tanpa penyanggan
dengan range 0.987711-1.162309 didapat faktor keamanan yang meningkat lebih
dari 1,5. Maka, lubang bukaan yang di rancang sangat aman untuk melakukan
kegiatan tambang.Walaupun demikian namun perlu diperhatikan bahwa daerah
rencana penambangan dilalui Sesar Aktif Gorontalo maka dapat direkomendasikan
selain penggunaan rockbolt, wiremess dan sotcrate maka perlu tambahan
penyangga. Oleh karena daerah penambangan dilewati patahan atau sesar
Gorontalo maka dibutuhkan penyangga tambahan berupa rib atau baja. Tambahan
perkuatan berupa rib dipasang per jarak 1.5 m atau lebih rapat.

28
5. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan maka didapatkan
beberapa kesimpulan diantaranya :
a) Data hasil perhitungan kecepatan gelombang seismik didapatkan nilai
kecepatan gelombang seismik sebesar 1609,532 m/s.
b) Pengujian UCS di laboaturium didapatkan nilai kuat tekan sebesar 10,35 Mpa.
Berdasarkan tabel kekerasan batuan menurut Weaver nilai yang didapat UCS
10,35 memiliki kekerasan hard rock
c) Dari hasil pengolahan data RQD yang telah dilakukan diperoleh nilai. RQD rata-
rata pada lokasi penelitian sebesar 92.52 % lihat table 5.5, untuk pembobotan
penulis menggunakan data RQD yang terkecil dengan nilai sebesar 90.97 jika di
input kedalam Tabel pembobotan Rock Mass Rating System diperoleh bobot
sebesar 13
d) Data kekar yang didapat dilapangan kemudian di proyeksikan untuk
mendapatkan jumlah joint set pada lokasi pengukuran menggunakan bantuan
aplikasi DIPS dan didapatkan 3 joint set. Setelah diperoleh jumlah joint pada
lokasi penelitian selanjutnya dilakukan perhitungan spasi kekar. Pengukuran
spasi kekar dilakukan pada kekar-kekar dalam joint set yang sama. Dari hasil
perhitungan didapatkan jarak rata-rata antar kekar keseluruhan sebesar 0,54
meter
e) Dari hasil klasifikasi massa batuan didapatkan nilai pembobotan sebesar 63 dan
masuk pada kelas III sehingga pada kelas kemampugaruan batuan pada lokasi
penelitian dapat dikatakan Very Hard Ripping
f) Bedasarkan hasil perhitungan Q-System maka didapatkan nilai Q-System
sebesar 14 dan nilai Equivalent Dimension sebesar 1 , nilai ini akan di
korelasikan dengan Dasar Penyanggaan pada Tunnel Indeks kualitas Q
(Grimstad dan Barton, 1993)
g) Rekomendasi masing-masing lereng diambil dari semua hasil running
permodelan dan kalkulasi faktor keamanan yang dihasilkan dalam kondisi
aman. Desain terowongan yang direncanakan adalah dengan lebar 4 meter dan
tinggi 3.5 meter.

29

Anda mungkin juga menyukai