1
1.4. Lokasi Pekerjaan
Secara administrasi, lokasi wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi
terletak di Desa Ilangata, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara,
Provinsi Gorontalo dengan total luas wilayah IUP sebesar 4.700 Ha yang
merupakan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi atas nama PT. Dianelsa Nusantara
Abadi. Koordinat titik batas daerah penyelidikan PT. Dianelsa Nusantara Abadi
sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Gorontalo Utara Nomor 72.A Tahun 2012
tertanggal 20 Februari 2012.
2
fisik dan mekanik.
1.5.2 Tahap Lapangan
1.5.2.1 Tahap Pengambilan Data dan Uji Laboratorium
Tahap Pengambilan Data – data Primer melalui sejumlah Kegiatan Penyelidikan di
lapangan secara langsung pada lokasi penelitian meliputi data pemboran, sampling
batuan hasil pemboran coring.
Pada tahap ini juga dilakukan Uji laboratorium terhadap sampel hasil pemboran.
Tujuan dilakukan pengujian di laboratorium adalah untuk mengetahui nilai sifat
fisik dan sifat mekanik batuan yang digunakan sebagai parameter geoteknik
rencana pembuatan lubang bukaan tambang bawah tanah.
1.5.2.2 Tahap Analisis Data
Analisis dan Pengolahan data dilaksanakan berdasarkan data–data yang
diperlukan. Analisis data dilakukan menggunakan Software Phase2, Dips v7.0, dan
Unwedge v4.5 yang tentunya dikorelasikan dengan rumus perhitungan manual
1.5.3 Tahap Penyelesaian
Integrasi antara hasil pengolahan data, penyelidikan lapangan, uji laboratorium
serta data-data sekunder dan kajian pustaka, kemudian dilakukan perhitungan
untuk mengetahui nilai faktor keamanan (FK), perancangan terowongan, kestabilan
pada lubang bukaan dan rekomendasi geoteknik.
2 METODE ANALISIS
2.1. Sistem Rock Mass Rating (RMR)
Rock Mass Rating atau dikenal dengan GeomechanichsClassification dikembangkan
oleh Bieniawski pada tahun 1973, 1976, dan 1989. Metode klasifikasi ini dengan
menggunakan ratting yang besarannya didasarkan pada pengalaman Bieniawski
dalam mengerjakan proyek proyek terowongan dangkal.
Metode ini telah dikenal luas dan banyak diaplikasikan pada keadaan dan lokasi
yang berbeda-beda seperti tambang pada batuan kuat, terowongan, tambang
batubara, kestabilan lereng, dan kestabilan pondasi. Metode ini dikembangkan
selama bertahun-tahun seiring dengan berkembangnya studi kasus yang tersedia
dan disesuaikan dengan standar dan prosedur yang berlaku secara internasional.
Dalam mengklasifikasikan massa batuan berdasarkan sistem Klasifikasi RMR,
Bieniawski menggunakan 6 parameter utama yang dijumlahkan untuk memperoleh
nilai total RMR.
3
2.1.1 Kuat Tekan Uniaksial Batuan Utuh (Ucs) Dan Point Load Test (Pli)
Kuat tekan batuan utuh dapat diperoleh dari uji kuat tekan uniaksial, Uniaxial
Compressive Strength (UCS) dan Uji Point Load (PLI).
PLI
UCS (MPa) Deskripsi Kualitatif
(MPa)
> 10 > 250 Sangat kuat sekali
4 – 10 100 – 250 Sangat kuat (very strong)
2–4 50 – 100 Kuat (strong)
1–2 25 – 50 Sedang (average)
5 – 25 Lemah (weak)
1–5 Sangat lemah (very weak)
Sangat lemah sekali (extremely
<1
weak)
4
2.1.5 Kondisi Air Tanah
Kondisi air tanah ditentukan dengan mengamati atap dan dinding terowongan
secara visual. Kemudian kondisi air tanah yang ditemukan dapat dinyatakan
sebagai keadaan umum seperti kering, lembab, basah, terdapat tetesan air, atau
terdapat aliran air.
2.1.6 Orientasi Bidang Diskontinu
Koreksi RMR selanjutnya dilakukan berdasarkan arah penggalian terowongan dan
orientasi bidang diskontinu yang ada pada lokasi tersebut. Orientasi bidang
diskontinu dianggap menguntungkan jika berarah tegak lurus terhadap sumbu
terowongan dan akan merugikan jika searah dengan sumbu terowongan. Arah
umum biasanya dinyatakan dalam strike/dip atau dip/dipdirection. Kedua nilai ini
diperoleh dengan pengukuran menggunakan kompas geologi.
Tabel 2.1. Ringkasan Pembobotan Rock Mass Rating System (Bieniawski, 1989)
Rat 30 25 20 10 0
ing
Inflow
per 10 m
Tunnel
length None < 10 10-25 25-125 > 125
(l/m)
Gr (Joint
water
ou
press)/
n
(Mayor 0 < 0.1 0.1-0.2 0.2-0.5 >0.5
d principal
wa σ)
ter Complet
General
Conditions ely Damp Wet Dripping Flowing
dry
Rat 15 10 7 4 0
ing
6
aration None < 0.1 0.1-1.0 1-5 mm >5
(aperture) 6 mm mm 1 0
ng 5 4
Slig
gh Very Ro Smo Slickens
hty
nes rou u ot ide
rou
s gh g h d0
gh
ng 6 h 3 1
5
lling (ga Hard Hard Soft Soft
ng 6 filling<4 filling filling<5m filling>5m
mm > 5mm m m
0
Berdasarkan hasil klasifikasi geomekanik sistem RMR, tinggi runtuh (ht) dan beban
runtuh (Prmr) yang akan diterima oleh penyangga dapat ditentukan dengan rumus
sebagai berikut :
7
Keterangan � = lebar terowongan (m)
8
Keterangan :
RQD/Jn = Ukuran blok
Jr/Ja = Kuat geser blok utuh
Jw/SRF = Tegangan aktif
Pembobotan Q-Sistem ini didasarkan atas penaksiran numerik kualitas massa
batuan menggunakan 6 parameter berikut:
1. RQD
2. Jumlah set kekar
3. Kekasaran kekar atau kekar utama
4. Derajat alterasi/pengisian sepanjang kekar yang paling lemah
5. Aliran air
6. Faktor reduksi tegangan
Kualitas tegangan dapat berkisar dari Q = 0,001 sampai Q = 1000 pada skala
logaritmik kualitas massa batuan
2.4. System Rekomendasi Sistem Penyanggan
Rekomendasi sistem penyanggan/penguatan massa batuan dapat menentukan
seberapa panjang terowongan yang aman tanpa disangga dengan waktu
swasangganya. Selain itu, Bieniewski juga menentukan jenis, diameter, dan
panjang dari baut batuan (rockbolt), jejaring besi (steel set), beton tembak
(shotcrete), dan beton cor (concrete) seperti yang dijelaskan pada Tabel 2.1.
9
3. PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1. Mobilisasi dan Orientasi
3.1.1 Mobilisasi
Mobilisasi tim di bagi menjadi 2 bagian, yaitu tim topografi dan tim geotek.
Persiapan tim topografi dimulai sejak tanggal 24 April 2017, Tahap ini meliputi
persiapan alat, kerangka pekerjaan, dan tenaga kerja yang akan terlibat dalam
pekerjaan tersebut. Rangkaian kegiatan tersebut semua dilakukan sebelum tim
Geotek berangkat ke lokasi pada tanggal 27 April 2017. Adapun mobilisasi personil
& alat adalah sebagai berikut :
a. Personil
1) Sugeng Riyadi = Koordinator Kegiatan Geotek
2) Nanang Winanto = Asst Geotek
3) Aji Kurniawan = Asst Geotek
4) Crew = 4 orang
b. Alat
1) Kompas Geologi merk Brunton = 1 unit
2) GPS = 1 unit
3) Palu Geologi = 2 unit
4) Magnetic Comparator = 2 unit
5) Kamera Digital = 1 unit
5) Roll Meter = 1 unit
6) Kantong contoh = 1 pak
7) Peta Geologi skala 1 : 25000 = 1 lbr
8) Alat Tulis = 1 set
9) Alat Camping = 2 unit
10) Alat Masak = 2 unit
10
3.1.2 Orientasi
Tahapan ini menjadi sangat penting karena dapat mempengaruhi tahapan–
tahapan pekerjaan selanjutnya. Berdasarkan hasil orientasi lapangan itulah kita
dapat menyusun rencana dan metode yang tepat untuk menyelesaikan pekerjaan,
sehingga pekerjaan bisa selesai lebih cepat dengan hasil yang baik. Pelaksanaan
kegiatan geotek ini, dimulai dengan melakukan orientasi lapangan dan didampingi
oleh pengawas. Maksud dan tujuan orientasi ini adalah:
Untuk mengetahui secara detil tentang kondisi dilapangan, bentuk topografi,
geomorfologi, struktur batuan, dan aliran air
Akses jalan menuju lokasi.
Informasi tenaga kerja lokal
Kebiasaan atau adat istiadat masyarakat setempat
Kepala daerah setempat atau orang yang berpengaruh di daerah tersebut.
3.2. Pemasangan Scarline
Penentuan pemasangan scarline dilakukan pada titik bor terdekat dengan posisi
koordinat rencana perancangan tunnel untuk blok Nabila yaitu titik bor ZK1001.
Adapun tahapan pemasangan scarline dimulai dengan Plot koordinat dititik awal (1)
11
lihat Gambar 3.2, kemudian dilanjutkan dengan membentangkan tali sejauh 30m
setelah itu dimulai pendataan. Pengambilan data sampel batu (Rock Sampling), dip
strike, data kekar (jumlah dan jarak), sesar dan lipatan sepanjang line yang sudah
dipasang.
12
Gambar 3.3. Pengambilan Data Geologi
13
3.3. Data Sampel Pemboran
Data sampel dari kegiatan pemboran, berupa tanah/batuan yang diambil untuk
dianalisa di laboratorium. Pengambilan perconto core semuanya ada 4 sampel
dengan kode per sampel SS1,SS2,SS3 dan SS4. Sampel tanah/batuan ini akan
dijadikan sebagai parameter untuk analisa sifat fisik dan sifat mekanik batuan.
3.4 Uji Laboratorium
Pengujian perconto dilaksanakan oleh laboratorium Geomekanika Rekayasa
Pertambangan di Fakultas Teknik Geologi Padjadjaran.
4. ANALISA PEKERJAAN
4.1. Kondisi Geoteknik
4.1.1 Struktur Geologi
Struktur geologi yang terdapat pada daerah penyelidikan dapat diinterpretasikan
berdasarkan pada pengamatan dan pengkajian peta geologi regional, interpretasi
peta topografi dan yang paling utama adalah data hasil lapangan yang berupa
catatan, foto, dan pengukuran dari data–data struktur dan unsur–unsur
penyertanya yang ada pada daerah penyelidikan. Dalam pemberian nama struktur
didasarkan pada nama geografis, baik berupa nama desa, gunung maupun nama
sungai yang dilewati oleh struktur geologi tersebut. Struktur geologi pada daerah
penelitian dapat diinterpretasikan dari pola kelurusan sungai dan kontur serta pola
strike/dip batuan yangmengalamipergeseran.
Dengan demikian pada daerah penelitian terdapat tiga (3) kelurusan struktur
utama yaitu sepanjang Sungai Pahengo dan Sungai Liangaida serta kelurusan
morfologi yang membentang sepanjang Desa Ilangata-Tolongio dan Sungai.
Kelurusan sungai di sepanjang sungai Pahengo diinterpretasikan sebagai Sesar
Naik Pahengo. Data lain yang mendukung berupa kelurusan breksiasi, dan pola
kelurusan morfologi.
Sedangkan pola kelurusan sungai dan topografi sepanjang sungai Liangaida
dan data lapangan berupa breksiasi, kekar yang intensif di sepanjang sungai
menunjukkan bukti bahwa terdapat sesar mendatar yang dinamakan Sesar
Mengkiri Liangaida di sepanjang aliran sungai ini. Sementara Sesar Mengkanan
Ilangata-Tolongio diinterpretasikan berdasarkan kelurusan morfologi, zona
hancuran batuan/ kekar yang intensif dan kelurusan sungai.
Ketiga struktur geologi tersebut memiliki umur geologi yang berbeda dikarenakan
dihasilkan dari periode tektonik yang berbeda dimana terbukti adanya crosscutting
13
atau potong-memotong diantara ketiga struktur geologi tersebut. Sesar Naik
Pahengo diperkirakan terbentuk terlebih dahulu pada kurun waktu Pliosen dan
kemudian diikuti oleh Sesar Mendatar Mengkanan Liangaida dan sesar Mendatar
Mengkanan yang terbentuk pada Plistosen. Kegiatan tektonik yang relatif berarah
baratlaut- tenggara dan timurlaut- baratdaya menyebabkan terbentuknya pola
kelurusan struktur yang berarah relatif baratlaut - tenggara dan timurlaut-
baratdaya
4.1.2 Geomorfologi
Wilayah studi memiliki bentuk topografi terbagi menjadi dua bagian yaitu daerah
perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketingian 0 – 500 M diatas
permukaan laut. Keadaan topografi didominasi kemiringan 150 – 400 (60%-70%).
Pada daerah penyelidikan beberapa puncak tertinggi mencapai lebih dari 400 m
dpl. Pola kelurusan morfologi relatif Barat Laut – Tenggara dan Barat Daya – Timur
Laut.
Geomorfologi daerah studi memiliki susunan litologi yang didominasi oleh jenis
batuan sedimen gunungapi seperti breksi dan batupasir. Pembagian satuan
geomorfologi pada daerah penelitian, mengacu pada klasifikasi van Zuidam & van
Zuidam–Cancelado (1979) dan van Zuidam (1983), yang berdasarkan pada aspek
morfoarrangement, morfometri dan morfogenesa serta pengamatan lapangan.
Berdasarkan hasil perhitungan beda tinggi dan kelerengan (morfometri) pada peta
topografi serta melihat morfogenesa yang ada di daerah penelitian, maka daerah
penelitian dikelompokkan kedalam 2 (dua) Satuan Geomorfologi Dataran dan
Satuan Geomorfologi Perbukitan Tersayat.
4.1.3 Alterasi
Hasil penelitian telah memberikan gambaran jenis model mineralisasi yang
berkembang di lengan utara Sulawesi. Porphyry Au-Cu bekembang di wilayah utara
Sulawesi berasoasiasi dengan intrusi dike diorite hornblede dan diorit kuarsa, di
bagian atas umumnya dipengaruhi interaksi batuan vulkanik dan afinitas magma.
Mineralisasi Au dikontrol oleh tipe skarn, polimetallic vein dan high suffidation
epithermal Au-Cu (quartz-calcite veins + adularia). Pola mineralisasi porphyry Au-
Cu umumnya berkembang di daerah Gorontalo dan Sulawesi Utara.
Porphyry Au-Cu umumnya berkembangn di bagian leher Sulawesi (Gorontalo)
dikontrol intrusi stock kecildan battolith yang mengintrusi batuan volkanik dan
batuan sedimen-metamorfik Formasi Tinombo, disebutkan pula bahwa penyebaran
14
intrusi di wilayah ini cukup luas sekitar 4000-5000 km 2, searah dengan arah
paparan Sula (Sula Platform). Tipe mineralisasi yang dissemineted terdapat di
dekat zona kontak intrusi granit dengan batuan vulkanik basa dan batuan sedimen,
tapi juga mungkin terkonsentrasi pada tahap pemiringan zona sesar (Leeuwen,
1992). Secara umum porphyry Au- Cu kemungkinan terbentuk pada bagian atas
tipe intrusi plutonik yang berukuranbesar.
4.2 Mekanik Batuan
4.2.1. Uji Sifat Fisik Batuan
Pengujian sifat fisik dilakukan terhadap 4 conto sampel batuan pada masing-
masing lokasi. Conto yang di uji ditimbang ± 50 gram untuk mendapatkan berat
naturalnya (Wn), kemudian conto dimasukkan kedalam oven selama ±24 jam
dengan suhu ≥1100 C, conto batuan yang sudah dingin ditimbang dan didapatkan
berat kering sebagai (Wo), setelah itu conto direndam kedalam air hingga
menutupi seluruh permukaan conto selama ±24 jam untuk mendapatkan berat
jenuhnya (Ww), untuk mendapatkan berat jenuh tergantungnya (Ws) contoh
digantung di dalam air menggunakan tali lalu ditimbang. Dengan parameter Wn,
Wo, Ww, dan Ws yang telah ada selanjutnya dilakukan perhitungan untuk
mengetahui kadar air, bobot isi, porositas dan sifat fisik lainnya
4.2.2 Uji Kuat Tekan Batuan
Berdasarkan pengujian laboraturium berupa uji sifat fisik serta uji sifat mekanik
berupa uji kuat tekan batuan dengan menggunakan metode Unconfined
Compressive Strength Test. Pengujian uniaxsial compressive strength test
dilakukan untuk mendapatkan nilai kuat tekan dari setiap sampel batuan. Adapun
nilai dari hasil pengujian kuat tekan dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Pada perhitungan nilai kecepatan gelombang seismik nilai uji kuat tekan sampel
SS1 tidak masuk dalam perhitungan. Hal ini dikarenakan sampel SS1 terdapat
struktur laminasi sehingga nilai kuat tekan yang didapatkan kemungkinan tidak
akurat karena laminasi pada batuan dapat memperkecil nilai kuat tekan batuan
tersebut. Data hasil perhitungan kecepatan gelombang seismik didapatkan nilai
kecepatan gelombang seismik sebesar 1609,532 m/s.
Pengujian UCS di laboaturium didapatkan nilai kuat tekan sebesar 10,35 Mpa.
Berdasarkan tabel kekerasan batuan menurut Weaver nilai yang didapat UCS 10,35
memiliki kekerasan hard rock. Hasil pengujian berdasarkan tabel kekerasan weaver
batuan pada lokasi penelitian dapat dikatakan Hard Rock lihat Tabel 5.4.
Dari hasil klasifikasi massa batuan didapatkan nilai pembobotan sebesar 63 dan
masuk pada kelas III sehingga pada kelas kemampugaruan batuan pada lokasi
penelitian dapat dikatakan Very Hard Ripping. Apabila dilakukan pembongkaran
massa batuan batupasir ini dapat di garu terlebih dahulu menggunakan tractor
D9/D8.
16
Tabel 4.3. Kekerasan Batuan Weaver (1975)
17
Halus - Agak
Moderately
3 4 <1 m 0.1 - 1 None
Weather
Kasar
Halus - Agak
Moderately
4 5 <1 m 0.1 - 1 None
Weather
Kasar
Halus - Agak
Moderately
5 6 <1 m 0.1 - 1 None
Weather
Kasar
Halus - Moderately
6 7 <1 m 0.1 - 1 Agak None
Kasar Weather
Bobot 6 4 4 6 4
RQD
Dindin Dindin Dindin Dindin
Dari Ke Rata-
g Atap g g Atap g
(m) (m) rata
Kiri Kanan Kiri Kanan
(%)
0 1 4 4 5 93.84 93.84 90.97 92.88
1 2 4 5 4 93.84 90.97 93.84 92.88
2 3 3 5 5 96.30 90.97 90.97 92.74
3 4 5 5 5 90.97 90.97 90.97 90.97
4 5 3 5 3 96.30 90.97 96.30 94.52
5 6 5 3 5 90.97 96.30 90.97 92.74
6 7 5 5 5 90.97 90.97 90.97 90.97
Nilai RQD rata-rata 93.31 92.14 92.14 92.52
19
Tabel 4.6. Klasifikasi RMR Sistem Batuan Dinding
20
Tabel 4.7. Klasifikasi RMR Sistem Batuan Atap
21
=3
3
=1
Dari hasil perhitungan Q-System maka didapatakan nilai Q-System Sebesar 14 dan nilai
Equivalent Dimension sebesar 1 , nilai ini akan di input Pada grafik Q-System untuk
mendapatkan nilai Ground Support rekomendasion berdasarkan Q-System.
4.3 Rekomendasi Geoteknik
4.3.1. Penggalian dan Penggaruan
Dari Hasil Pengujian UCS di laboaturium didapatkan nilai kuat tekan sebesar 10,35
Mpa. Berdasarkan tabel kekerasan batuan menurut Weaver nilai yang didapat UCS
10,35 memiliki kategori batuan dengan tingkat kekerasan hard rock.
Dari hasil klasifikasi massa batuan didapatkan nilai pembobotan sebesar 63 dan
masuk pada kelas III sehingga pada kelas kemampugaruan batuan pada lokasi
penelitian dapat dikatakan Very Hard Ripping lihat Tabel 5.8 . Apabila dilakukan
pembongkaran massa batuan batupasir ini dapat di garu terlebih dahulu
menggunakan tractor D9/D8.
22
4.3.2. Penyanggaan
Bedasarkan hasil perhitungan Q-System maka didapatkan nilai Q-System sebesar 14 dan
nilai Equivalent Dimension sebesar 1 , nilai ini akan di korelasikan dengan Dasar
Penyanggaan pada Tunnel Indeks kualitas Q (Grimstad dan Barton, 1993) lihat Gambar 5.6
Sehingga hasil yang didapatkan masuk pada kategori Fair. Adapun rekomendasi pemilihan
tipe penyangga yang sesuai yaitu :
23
1. Fibrecrete dari floor ke backs dengan ketebalan 25 - 50 mm (flash coat).
2. Pemasangan mesh hingga floor dengan menggunakan ungrouted
3. 2.4 m friction bolts.
4. Re-fibrecrete dari floor ke backs dengan ketebalan 50 - 75 mm sehingga
total ketebalan fibrecrete menjadi 100 mm.
5. Pemasangan 2,4 m atau 3 m friction bolts (47 mm) dengan 1 m internal
spacing dan 1 m ring spacing. Ring terakhir harus maksimal berjarak 0,5
m dari floor.
Rekomendasi masing-masing lereng diambil dari semua hasil running permodelan dan
kalkulasi faktor keamanan yang dihasilkan dalam kondisi aman. Desain terowongan yang
direncanakan adalah dengan lebar 4 meter dan tinggi 3.5 meter. Dimensi ini disesuaikan
dengan dimensi alat dan berbagai fungsi lainnya. Kemudian terowongan dianalisis
menggunakan software Phase 2 untuk mendapatkan nilai faktor keamanan serta
penyanggaan yang tepat untuk digunakan pada terowongantersebut.
24
Gambar 4.4. Tegangan principal (σ 3) yang bekerja pada terowongan
Dari hasil analisis dengan software Phase 2 tersebut kemudian dapat ditentukan
nilai faktor keamanan dengan menggunakan gambar Mohr- Coulomb atau dengan
persamaan sebagai berikut:
Fk = (Pc x (cos(Pf x Pi/180)) + ((σ1+ σ3)/2) x (Sin(Pf x Pi/180)))/(( σ1- σ3)/2)
Keterangan:
Pc = Peak Mohr-CoulombCohesion
Pf = Peak Mohr-Coulomb FrictionAngle
Pi = 3.14
25
0.583 58.47 3.14 9 0.45 1.013166
0.583 58.47 3.14 7.5 0.45 1.047437
0.583 58.47 3.14 13.5 0.9 1.022258
0.583 58.47 3.14 18 2.25 1.134299
26
Tabel 4.11. Faktor keamanan di lubang bukaan
Pada vein, hangingwall dan footwall
pc pf Phi σ o3 FK
0.317 51.83 3.14 9 0.9 1.00894
0.317 51.83 3.14 6 0.45 0.98398
0.317 51.83 3.14 12 0.9 0.94866
0.317 51.83 3.14 1.5 0 1.04726
0.583 58.47 3.14 19.5 1.8 1.05988
0.583 58.47 3.14 12 0.45 0.97133
0.583 58.47 3.14 7.5 0.45 1.04744
pc pf Phi σ o3 FK
0.583 58.47 3.14 16.5 0.9 0.98953
0.583 58.47 3.14 22.5 6.3 1.55251
0.507 57.67 3.14 15 1.35 1.05155
0.507 57.67 3.14 12 0.9 1.03058
0.507 57.67 3.14 6 0.45 1.07948
0.507 57.67 3.14 6 0 0.93516
0.507 57.67 3.14 16.5 1.35 1.03107
0.507 57.67 3.14 10.5 0.45 0.97436
Dari hasil analisa Phase2 terhadap faktor keamanan awal tanpa penyanggan
dengan range 0.965313- 1.088496 didapat faktor keamanan yang meningkat
dengan range 1.95-17.55. Maka, lubang bukaan yang di rancang sangat aman
untuk melakukan kegiatan tambang.
27
Gambar 4.5. Analisis Faktor Keamanan Lubang Bukaan
Secara Grafisdi Sekitar Footwall
Dari hasil analisa Phase terhadap faktor keamanan awal tanpa penyanggan
dengan range 0.987711-1.162309 didapat faktor keamanan yang meningkat lebih
dari 1,5. Maka, lubang bukaan yang di rancang sangat aman untuk melakukan
kegiatan tambang.Walaupun demikian namun perlu diperhatikan bahwa daerah
rencana penambangan dilalui Sesar Aktif Gorontalo maka dapat direkomendasikan
selain penggunaan rockbolt, wiremess dan sotcrate maka perlu tambahan
penyangga. Oleh karena daerah penambangan dilewati patahan atau sesar
Gorontalo maka dibutuhkan penyangga tambahan berupa rib atau baja. Tambahan
perkuatan berupa rib dipasang per jarak 1.5 m atau lebih rapat.
28
5. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan maka didapatkan
beberapa kesimpulan diantaranya :
a) Data hasil perhitungan kecepatan gelombang seismik didapatkan nilai
kecepatan gelombang seismik sebesar 1609,532 m/s.
b) Pengujian UCS di laboaturium didapatkan nilai kuat tekan sebesar 10,35 Mpa.
Berdasarkan tabel kekerasan batuan menurut Weaver nilai yang didapat UCS
10,35 memiliki kekerasan hard rock
c) Dari hasil pengolahan data RQD yang telah dilakukan diperoleh nilai. RQD rata-
rata pada lokasi penelitian sebesar 92.52 % lihat table 5.5, untuk pembobotan
penulis menggunakan data RQD yang terkecil dengan nilai sebesar 90.97 jika di
input kedalam Tabel pembobotan Rock Mass Rating System diperoleh bobot
sebesar 13
d) Data kekar yang didapat dilapangan kemudian di proyeksikan untuk
mendapatkan jumlah joint set pada lokasi pengukuran menggunakan bantuan
aplikasi DIPS dan didapatkan 3 joint set. Setelah diperoleh jumlah joint pada
lokasi penelitian selanjutnya dilakukan perhitungan spasi kekar. Pengukuran
spasi kekar dilakukan pada kekar-kekar dalam joint set yang sama. Dari hasil
perhitungan didapatkan jarak rata-rata antar kekar keseluruhan sebesar 0,54
meter
e) Dari hasil klasifikasi massa batuan didapatkan nilai pembobotan sebesar 63 dan
masuk pada kelas III sehingga pada kelas kemampugaruan batuan pada lokasi
penelitian dapat dikatakan Very Hard Ripping
f) Bedasarkan hasil perhitungan Q-System maka didapatkan nilai Q-System
sebesar 14 dan nilai Equivalent Dimension sebesar 1 , nilai ini akan di
korelasikan dengan Dasar Penyanggaan pada Tunnel Indeks kualitas Q
(Grimstad dan Barton, 1993)
g) Rekomendasi masing-masing lereng diambil dari semua hasil running
permodelan dan kalkulasi faktor keamanan yang dihasilkan dalam kondisi
aman. Desain terowongan yang direncanakan adalah dengan lebar 4 meter dan
tinggi 3.5 meter.
29