MEKANIKA BATUAN
Oleh
Wahyu Dwi Handoko
131.10.1153
1. Sistem Rock Mass Rating (RMR) pada awalnya telah dikembangkan pada South African
Council of Scientific and Industrial Research (CSIR) oleh Bieniawski (1973) berdasarkan
pengalamannya di terowongan dangkal pada batuan sedimen (Kaiser et al., 1986; dalam
Singh, 2006). Klasifikasi geomekanik didasarkan pada hasil penelitian 49 terowongan di
Eropa dan Afrika, dimana klasifikasi ini menilai beberapa parameter yang kemudian diberi
bobot (rating) dan digunakan untuk perencanaan terowongan (Bieniawski, 1973, 1976,
1984; dalam Nurfalah, 2010). Tujuan menggunakan klasifikasi ini dalah sebagai bentuk
komunikasi para ahli untuk menyelesaikan permasalahan geoteknik. Seperti dapat
memperkirakan sifat-sifat dari massa batuan dan dapat juga merencanakan kestabilitas
terowongan atau lereng.
Bieniawski (1976) mempublikasikan suatu klasifikasi massa batuan yang disebut
Klasifikasi Geomekanika atau lebih dikenal dengan Rock Mass Rating (RMR). Setelah
bertahun-tahun, klasifikasi massa batuan ini telah mengalami penyesuaian dikarenakan
adanya penambahan data masukan sehingga Bieniawski membuat perubahan nilai rating
pada parameter yang digunakan untuk penilaian klasifikasi massa batuan tersebut. Pada
penelitian ini, klasifikasi massa batuan yang digunakan adalah klasifikasi massa batuan
versi tahun 1989 (Bieniawski, 1989). 6 Parameter yang digunakan dalam klasifikasi massa
batuan menggunakan Sistim RMR yaitu:
1. Kuat tekan uniaxial batuan utuh.
2. Rock Quality Designatian (RQD).
3. Spasi bidang dikontinyu.
4. Kondisi bidang diskontinyu.
5. Kondisi air tanah.
6. Orientasi/arah bidang diskontinyu.
Klasifikasi geomekanik sistem RMR adalah suatu metode empiris untuk menentukan
pembobotan dari suatu massa batuan, yang digunakan untuk mengevaluasi ketahanan
massa batuan sebagai salah satu cara untuk menentukan kemiringan lereng maksimum
yang bisa diaplikasikan untuk hal pembuatan terowongan (Bieniawski, 1973; dalam
Nurfalah 2010). Klasifikasi ini didasarkan pada enam parameter, antara lain sebagai
berikut :
1. Kekuatan batuan (Rock strength)
Bieniawski (1984), kekuatan suatu batuan secara utuh dapat diperoleh dari Point
Load Strength Index atau Uniaxial Compressive Strengh. Beliau menggunakan
klasifikasi Uniaxial Compressive Strength (UCS) yang telah diusulkan oleh Deere &
Miller, 1968 (Bieniawski, 1984) dan juga UCS yang telah ditentukan dengan
menggunakan Hammer Test. Kekuatan batuan utuh adalah kekuatan suatu batuan untuk
bertahan menahan suatu gaya hingga pecah. Kekuatan batuan dapat dibentuk oleh suatu
ikatan adhesi antarbutir mineral atau tingkat sementasi pada batuan tersebut, serta
kekerasan mineral yang membentuknya. Hal ini akan sangat berhubungan dengan
genesa, komposisi, tekstur, dan struktur batuan.
Pada penggunaan sistim klasifikasi ini, massa batuan dibagi kedalam daerah
struktural yang memiliki kesamaan sifat berdasarkan 6 parameter di atas dan
klasifikasi massa batuan untuk setiap daerah tersebut dibuat terpisah. Batas dari
daerah struktur tersebut biasanya disesuaikan dengan kenampakan perubahan struktur
geologi seperti patahan, perubahan kerapatan kekar, dan perubahan jenis batuan.
RMR ini dapat digunakan untuk terowongan. lereng,dan pondasi.
2. Slope Mass Rating (SMR)
Slope mass rating (SMR) merupakan sistem klasifikasi massa batuan yang dirancang
khusus untuk lereng. Metode ini dikemukakan oleh Romana (1985). Sistem ini mendasarkan
pada hasil RMR dengan memberikan beberapa penyelarasan. Parameter yang dibutuhkan
untuk klasifikasi slope mass rating (SMR) adalah; Arah kemiringan (dip direction) dari
permukaan lereng (αs), Arah kemiringan (dip direction) diskontinuitas (αj), sudut kemiringan
diskontinuitas (βj).
Romana (1985) mengembangkan suatu sistem klasifikasi slope mass rating (SMR)
yang memungkinkan sistem RMR diaplikasikan untuk menganalisis kemantapan lereng.
SMR menyertakan bobot parameter pengaruh orientasi kekar terhadap metode penggalian
lereng yang diterapkan. Hubungan antara slope mass rating (SMR) dengan rock mass rating
(RMR) ditunjukkan pada persamaan dibawah ini.
Sebagai keterangan;
αj = dip dir. kekar βs = dip lereng
βj = dip kekar αs = dip dir. lereng
P = longsoran bidang T = longsoran guling
Bobot kriteria faktor koreksi yang dihitung berdasarkan paralelisme antara orientasi lereng
dengan orientasi kekar, dapat dilihat pada tabel berikut ini;
Setelah niai SMR diperoleh, maka nilai tersebut akan berada dalam salah satu kelas dengan
nilai bobot tertentu. Tabel 3 mendeskripsikan setiap kelas pada sistem klasifikasi SMR.
3. Rock Mass Quality (Q) System
Rock Mass Quality (Q) System atau disebut juga sebagai Tunneling Quality Index
pertama kali diusulkan oleh Barton, Lien dan Lunde pada tahun 1974 di Norwegian
Geotechnical Institute (NGI) sehingga disebut juga NGI Classification System. Q-System
sebagai salah satu dari klasifikasi massa batuan dibuat berdasarkan studi kasus dilebih dari
200 kasus tunneling dan caverns. Q-system merupakan fungsi dari enam parameter yang
dinyatakan dengan
persamaan berikut:
𝑅𝑄𝐷 𝐽𝑟 𝐽𝑤
Q= . 𝐽𝑎 . 𝑆𝑅𝐹………………….....………………………………………..(3.4)
𝐽𝑛
Dimana,
RQD : Rock Quality Designation
Jn : Joint set number
Jr : Joint roughness number
Ja : Joint alteration number
Jw : Joint water reduction factor
SRF : Stress Reduction Factor
terowongan terutama di Norwegia dan Finlandia.
Pembobotan Q-System didasarkan atas penaksiran numerik kualitas massa batuan
berdasarkan 6 parameter berikut;
1. RQD (Rock Quality Designation)
2. Jumlah Kekar/Joint Set Number (Jn)
3. Kekasaran Kekar atau Kekar Utama/Joint Roughness Number (Jr)
4. Derajat Alterasi atau pengisian sepanjang kekar yang paling lemah/Joint Alteration
Number (Ja)
5. Aliran Air/Joint Water Reduction Number (Jw)
6. Faktor Reduksi Tegangan /Stress Reduction Factor (SRF)
Dalam menjelaskan keenam parameter yang dipakai untuk menghitung Q, Barton (1974)
membagi enam parameter tersebut menjadi tiga bagian:
1. RQD / Jn merepresentasikan struktur dari massa batuan, menunjukkan ukuran blok
batuan.
2. Jr / Ja menunjukkan kekasaran (roughness) dan karakteristik geser dari permukaan
bidang diskontinu atau filling material dari bidang diskontinu tersebut. Suatu bidang
diskontinu dengan permukaan yang kasar dan tidak mengalami alterasi dan
mengalami kontak dengan permukaan bidang lainnya, akan mempunyai kuat geser
yang tinggi dan menguntungkan untuk kestabilan lubang bukaan. Adanya lapisan
mineral clay pada permukaan kontak antara kedua bidang diskontinu tersebut, akan
mengurangi kuat geser secara signifikan. Selanjutnya kontak antar permukaan bidang
diskontinu yang mengalami pergeseran juga akan mempertinggi potensi failure pada
lubang bukaan. Dengan kata lain Jr/Ja menunjukkan shear strength atau kuat geser
antar blok batuan.
3. Jw / SRF terdiri dari dua parameter stress. Parameter Jw adalah ukuran tekanan air
yang dapat mempengaruhi kuat geser dari bidang diskontinu. Sedangkan parameter
SRF dapat dianggap sebagai parameter total stress yang dipengaruhi oleh letak dari
lubang bukaan yang dapat mereduksi kekuatan massa batuan. Secara empiris Jw/SRF
mewakili active stress yang dialami batuan.