Anda di halaman 1dari 72

BAB I

BATUAN

1.1. Pengertian Batuan


Berdasarkan cara terjadinya batuan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu
batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf. Batuan beku terjadi karena
magma yang membeku. Batuan sedimen terjadi karena batuan yang telah ada
sebelumnya mengalami pelapukan, erosi, transportasi dan sedimentasi. Diantara
sumber batuan sedimen adalah batuan beku. Jadi kalau ditelusuri secara jauh pada
hakekatnya batuan sedimen juga berasal dari batuan beku. Demikian juga dapat
dibuktikan bahwa asal muasal dari batuan metamorf adalah batuan beku. Batuan
metamorf berasal dari batuan yang telah ada sebelumnya yang mengalami proses
diagenesa.

Gambar 1.1 Siklus Batuan

1
Kulit bumi pada hakekatnya dibentuk oleh lempeng-lempeng tektonik yang
kaku dan tegar. Lempeng tersebut ada yang merupakan kerak samudera dan ada
yang merupakan kerak benua. Kerak samudera dibentuk oleh batuan beku basa,
sedangkan kerak kontinen dibentuk oleh batuan beku asam. Dari penjelasan ini
dapat dimengerti bahwa kerak bumi hampir seluruhnya dibentuk oleh batuan beku,
yang meliputi hampir 95 % dari kulit bumi.

Tabel 1.1
Komposisi Elemen-Elemen Penyusun Kerak Bumi (Bateman, 1982)

Berat Atom Volume


Elemen
(%) (%) (%)
Oksigen 47,71 60,5 94,24
Silikon 27,69 20,5 0,51
Titanium 0,62 0,3 0,03
Alumunium 8,07 6,2 0,44
Besi 5,05 1,9 0,37
Magnesium 2,08 1,8 0,28
Kalsium 3,65 1,9 1,04
Sodium 2,75 2,5 1,21
Potassium 2,58 1.4 1,88
Hidrogen 0,14 3,0 -

Namun demikian apa yang dapat diamati dipermukaan tanah, hampir


seluruh muka bumi tertutup oleh batuan sedimen. Dengan demikian pada
hakekatnya batuan sedimen hanya terdapat didekat permukaan saja. Tebal batuan
sedimen dapat mencapai antara 6 – 7 Km. Persentase batuan sedimen sebagai
pembentuk kerak bumi hanya berkisan 5 % batuan lainnya yaitu batuan ubahan
mempunyai penyebaran yang sangat terbatas. Batuan ini biasanya hanya terdapat
pada dasar-dasar cekungan, disekitar tubuh intrusi dan sesar dan penyebarannya
sangat terbatas.

2
BAB II
JENIS-JENIS BATUAN

2.1. Batuan Beku (Igneous Rocks)


Batuan beku (igneus rocks) adalah batuan yang terjadi akibat pembekuan
langsung dari magma. Berdasarkan tekstur dan tempat terbentuknya, Rosenbusch
(1877-1907) membagi batuan beku menjadi batuan beku luar (plutonik), batuan
beku gang (dike), batuan beku luar (effusive), sedangkan Troger menamakan
kelompok batuan dike dengan hypabyssal, yang dicirikan pembentukannya didekat
permukaan, berupa bentuk intrusi kecil seperti dike, sill dengan tekstur porpiritik.
Perbedaan antara ketiganya bisa dilihat dari besar mineral penyusun batuannya.

Gambar 2.1 Proses Terjadinya Batuan Beku

Batuan beku plutonik umumnya terbentuk dari pembekuan magma yang


relatif lebih lambat sehingga mineral-mineral penyusunnya terbentuk sempurna
dengan tekstur Paneritik. Contoh batuan beku plutonik ini seperti granit,
granodiorit, siyenit, diorit, gabro, diorite, dan peridotit. Batuan beku dike/gang
umumnya terbentuk hampir dipermukaan bumi dengan komposisi mineral-mineral
yang berukuran butiran antara kasar dan halus yang hampir sama dengan tekstur
porpiritik. Contoh batuan beku ini diantaranya granitporpir, granodioritporpir,

3
siyenitporpir, dioritporpir dan gabroporpir. Sedangkan untuk batuan beku luar
(effusive) umumnya terbentuk dari pembekuan magma yang sangat cepat sehingga
mineral penyusunnya umumnya adalah berbutir halus dengan tekstur afanitik.
Contoh batuan diantaranya riolit, dasit, trakhit, andesit, dan basalt. Batuan beku
yang terjadi, tersusun oleh mineral-mineral penyusun batuan beku yang mempunyai
ukuran yang berbeda-beda tergentung kepada kecepatan pembekuan magma itu
sendiri. Masing masing jenis mineral mengalami kristalisasi pada temperature yang
berbeda beda.

2.1.1. Proses Terbentuknya Batuan Beku


Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa batuan beku terjadi
dari magma yang membeku. Magma pada hakekatnya dapat dibagi menjadi 2 (dua)
golongan besar, yaitu magma asam dan magma basa. Dari dua jenis magma tersebut
akan lahir magma magma lain, sebagai akibat proses diferensiasi dan asimilasi dari
magma. Proses tersebut akan dijelaskan pada pembahasan berikutnya. Magma asam
adalah magma yang kaya akan silika, sedang magma basa adalah sebaliknya miskin
silika. Magma basa kaya akan besi dan magnesium. Komposisi tersebut akan
menentukan jenis mineral yang terbentuk pada proses pembekuan magma tersebut.
sebaliknya magma asam kaya akan kalium, natrium dan aluminium.
Kristalisasi magma diawali oleh mineral besi magnesium dan diakhiri oleh
mineral kalium, natrium dan aluminium. Urutan kristalisasi tersebut dapat dilihat
sebagai, serie reaksi bowen. Dibagian kiri dari diagram tersebut dapat dilihat urutan
kristalisasi dari mineral olivin sampai biotit. Pada urutan ini reaksi berlangsung tak
menerus. Tiap mineral akan bertahan sampai temperatur tertentu, sebelum berubah
menjadi mineral lain. Sebagai contoh, mineral olivin yang terbentuk pada awal
kristalisasi, akan tetap sebagai olivin. Mineral tersebut kemudian dapat berubah
menjadi piroksin Mg pada temperatur tertentu. Perubahan satu mineral ke mineral
lain tidak berlangsung tidak secara cepat. Pada kenyataannya mineral piroksin
masih dapat dijumpai bersama dengan mineral olivin. Dibagian kanan diagram
terdapat serie mineral plagioklas dari anortit sampai albit. Mineral anortit terbentuk
pertama kali dalam serie reaksi ini. Mineral ini secara otomatis akan berubah

4
menjadi mineral bintownit, bila temperatur turun pada reaksi ini berjalan menerus.
Demikian juga mineral bintownit akan berubah menjadi labradorit pada penurunan
temperatur lebih lanjut. Dengan proses reaksi menerus, akibatnya pada batuan
hanya akan dijumpai satu mineral plagioklas. Dari reaksi bowen tersebut dapat
dilihat bahwa pada awal kristalisasi magma, akan terbentuk mineral mineral kaya
akan besi magnesium. Sebaliknya pada akhir kristalisasi akan terbentuk mineral
kaya aluminium, kalium dan natrium. Dengan demikian batuan yang dihasilkan,
pada mulanya batuan beku basa, sedang pada akhir pembekuan dihasilkan batuan
beku asam.

Gambar 2.2 Diagram Reaksi Bowen

5
Batuan beku mempunyai variasi yang banyak sekali. Padahal bahan asalnya
hanya dua macam magma, yaitu magma asam dan magma basa. Dua macam magma
tersebut dapat berubah menjadi berbagai macam magma, karena adanya proses
diferensiasi dan asimilasi. Diferensiasi merupakan proses yang menyebabkan
magma homogen berubah menjadi heterogen, tanpa adanya tambahan bahan dari
luar tubuh magma. Sebaliknya bila ada tambahan bahan dari luar tubuh magma,
proses tersebut dinamakan asimilasi.

2.1.2. Tekstur dan Struktur Batuan Beku


Untuk penamaan batuan selain mengetahui komposisi mineral, juga harus
diketahui pula tekstur dan struktur batuan tersebut. Tekstur batuan dapat dibagi
berdasarkan keseragaman butir mineral dan hubungannya satu sama lain. Tekstur
batuan beku dapat dibagi atas tekstur paneritik, porpiritik dan afanitik. Struktur
batuan dipengaruhi oleh orientasi dari butir mineral, proses pembekuan dan proses
pelapukan batuan. Adapun struktur batuan beku diantaranya adalah lava blok, lava
ropi, lava bantal, flow banding, diaklas kolumnar, diaklas berlapis, diaklas berlapis
tipis, xenolit, orbikuler, seferulitik, vescular dan amigdoloidal.
1) Tekstur
Tekstur batuan beku dapat dibagi menjadi tiga golongan besar yaitu
holokristalin, merokristalin dan holohialin. Apabila pada batuan beku yang
seluruh komponennya terdiri dari mineral dinamakan tekstur holokristalin.
Batuan semacam ini pada umumnya mengkristal dibagian dalam dari kulit
bumi. Bila pengkristalan terjadi dekat permukaan bumi, sebagian batuan akan
dibangun oleh mineral dan sebagian yang lain terdiri dari masa silikat yang tak
diketahui jenisnya, batuan demikian dikatakan mempunyai tekstur
merokristalin batuan beku juga dapat dibangun eloh seluruhnya mineral halus,
batuan ini berasal dari proses pembekuan yang magma yang sngat cepat
sehingga mineral tak sempat tumbuh. Batuan tersebut dikatakan mempunyai
tekstur holohialin. Tekstur batuan beku dapat pula dibagi atas paneritik,
porpiritik, apanitik, aplitik, maupun diabasik. Penjelasan dari tiap tekstur
diberikan sebagai berikut:

6
a) Tekstur Paneritik
Tekstur batuan beku yang hampir seluruhnya batuan dibangun oleh
mineral dengan ukuran kristal besar dan beragam. Sebagai contoh pada
batuan granit, granodiorit, siyenit dll.

Gambar 2.3 Tekstur Paneritik Pada Sayatan Tipis

b) Tekstur Porpiritik
Tekstur pada batuan beku yang dibangun oleh mineral mineral yang
tumbuh sangat besar, diantara mineral yang mempunyai ukuran halus.
Sebagai contoh pada batuan granit porpir, siyenit porpir, diorit porpir dll.

c) Tekstur Afanitik
Tekstur pada batuan beku yang ditandai oleh pertumbuhan mineral yang
umumnya halus, diantara masa silikat yang tak dikenal komposisinya.
Sebagai contoh pada batuan riolit, andesit, trakhit, basalt dll.

7
Gambar 2.4 Tekstur: (a) Paneritik, (b) Porpiritik, (c) Afanitik

d) Tekstur Apilitik
Tekstur pada batuan beku yang ditandai oleh adanya pertumbuhan mineral
yang agak halus, tetapi masih sangat mudah dikenal secara megaskospis
dengan butiran seragam.

Gambar 2.5 Tekstur Apilitik

e) Tekstur Diabasik
Merupakan tekstur pada batuan beku yang terjadi oleh pertumbuhan
bersama antara mineral piroksin dan plagioklas dimana mineral plagioklas
tumbuh radial didalam mineral piroksin. Batuan beku dengan tekstur
tersebut dinamakan diabas.

8
Gambar 2.6 Tekstur Diabasik
Berikut ini adalah contoh batuan yang mempunyai tekstur paneritik,
porpiritik, apanitik dan amorf/glass pada batuan.

Gambar 2.7 Contoh Tekstur Pada Batuan

2) Struktur
Struktur batuan beku dapat digolongkan kedalam struktur makro dan mikro.
Struktur makro hanya dapat diamati apabila batuan beku dijumpai sebagai

9
singkapan pada saat kita survey dilapangan, sedangkan struktur mikro dapat
diamati pada batuan beku dalam bentuk contoh batuan dilaboratorium.
a) Struktur Makro
Struktur makro tidak berpengaruh dalam penamaan batuan beku. Struktur
ini perlu diketahui untuk mengetahui sejarah pembekuan batuan tersebut.
Berikut ini beberapa struktur makro yang terdapat pada batuan beku:
 Struktur Lava Blok
Struktur ini sering dijumpai pada lava, dengan permukaan yang kasar
membentuk pola tidak teratur.

Gambar 2.8 Struktur Lava Blok

 Struktur Lava Ropi


Struktur ini terdapat pada lava yang sangat basa, menyerupai garis garis
radial.

10
Gambar 2.9 Struktur Lava Ropi

 Struktur Lava Bantal


Struktur ini mempunyai silinder silinder bantal. Struktur terjadi karena
pertemuan aliran lava dengan genangan air laut. Pada saat aliran lava
bertemu air laut, lava mendadak membeku disusul oleh pembekuan
aliran lava berikutnya, sehingga menimbulkan tumpukan lava yang
menyerupai bantal.

Gambar 2.10 Struktur Lava Bantal

11
 Struktur Diaklas Columnar
Struktur ini terjadi karena adanya pembentukan diaklas bersamaan
dengan pendinginan magma. Diaklas tersusun menyerupai tabung
berbentuk segienam. Struktur semacam ini dapat dijumpai pada batuan
beku luar ataupun batuan beku dalam.

b) Struktur Mikro
Struktur mikro dapat diamati pada contoh batuan dilaboratorium. Struktur
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
 Struktur Xenolit
Struktur ini terbentuk oleh adanya masa asing yang masuk kedalam
batuan beku. Masa tersebut biasanya terdiri dari batuan yang bersumber
dari tempat lain.

Gambar 2.11 Struktur Xelonit

 Struktur Orbikular
Struktur ini terbentuk karena adanya orientasi mineral secara radial
menyerupai kipas, mengelilingi xenolit. Mineral radial umumnya
terdiri dari mineral bitownit, hornblende, atau piroksin.

12
Gambar 2.12 Struktur Orbikular

 Struktur Seferulitik
Struktur ini mempunyai bentuk menyerupai kipas, yang berawal dari
satu titik. Komponen ini umumnya merupakan mineral plagioklas.

Gambar 2.13 Struktur Seferulitik

 Struktur Vescular
Strukur ini sering dijumpai pada batuan beku luar. Lava yang mengalir
dipermukaan tanah, mengeluarkan gas dan meninggalkan lobang bekas

13
gas tersebut. Lava yang berlobang lobang dikatakan mempunyai
struktur veskular.

Gambar 2.14 Struktur Vescular

 Struktur Amigdoloidal
Struktur yang terjadi pada lava vescular. Bila lobang vescular telah
terisi oleh kristal kristal yang baru, maka strukturnya dinamakan
struktur amigdoloidal.

Gambar 2.15 Struktur Amigdoloidal

14
2.1.3. Mineral Penyusun Batuan Beku
Untuk memberikan nama batuan beku terlebih dahulu harus mengenal
mineral pembentuk batuan beku. Jumlah mineral tersebut tidak terlalu banyak, dan
mudah dihafal. Mineral yang perlu diketahui terbatas yang tercantum pada seri
reaksi Bowen yang terdiri dari olivin, piroksin, amphibol, biotit, plagioklas,
ortoklas, muskovit dan kuarsa. Untuk dapat mengenal mineral tersebut secara
migaskopis, berikut diberikan sifat sifat mineral bila diamati dalam batuan.
1) Olivine
Mineral olivine didapat didalam batuan beku basa sampai ultra basa. Didalam
batuan mineral berwarna hijau botol-hijau kecoklatan, bening, tembus cahaya.
Bentuk mineral granular, pecahan konkoidal, tidal memiliki belahan, keras.
Mineral olivine ada dua macam yaitu mineral fosterit dan fayalit. Kedua
mineral dapat dengan mudah menjadi serpentin oleh proses hidrotermal. Di
udara terbuka mineral olivine dapat teroksidasi menjadi mineral hematit yang
berwarna coklat, atau merah kecoklatan.

Gambar 2.16 Mineral Olivine

2) Piroksin
Piroksin dapat dijumpai dalam batuan beku asam sampai ultra basa. Pada
potongan batuan, mineral piroksin nampak secara tak utuh tergantung pada
arah potongan tersebut, apakah searah dengan arah memanjang mineral atau
memotong mineral. Mineral tersebut sering nampak segi empat pendek, bidang

15
belahan terlihat sebagai garis garis yang sejajar dengan arah memanjang
mineral. Dalam batuan mineral tersebut berwarna hijau hitam. Mineral piroksin
merupakan nama kelompok mineral. Diantara anggota kelompok dapat didapat
mineral enstatit, hiperstin, diopsit dan augit. Mineral enstatit dan hiperstin
berkembang pada batuan metamorf, sedangkan mineral diopsit dan augit
terdapat pada batuan beku.

Gambar 2.17 Mineral Piroksin

3) Amphibol
Amphibol dapat dijumpai dalam batuan beku asam sampai ultra basa. Dalam
batuan nampak berwarna hijau kehitaman. Bentuk potongan mineral tampak
sebagai segi empat panjang. Bidang belahan terlihat sebagai garis garis yang
sejajar dengan arah memanjang mineral. Mineral amphibol merupakan nama
kelompok. Diantara kelompok mneral amphibol yang sering dijumpai pada
batuan beku adalah mineral hornblende.
4) Biotite
Biotite banyak didapat pula pada batuan beku asam, berwarna hitam, bentuk
segi enam, memiliki belahan sangat jelas, sangat lunak, mudah digores dengan
jarum baja.

16
Gambar 2.18 Mineral Biotite

5) Plagioklas
Plgioklas didapat pada batuan beku asam sampai basa, tetapi dengan jenis
mineral yang berbeda. Dalam batuan berwarna putih kusam, berbentuk segi
empat panjang, keras. Gores garis yang menandai belahan kurang jelas.
Mineral ini merupakan nama kelompok yang terdiri dari enam mineral yaitu
albit, oligloklas, andesin, labradorit, bitownit, dan anortit.

Gambar 2.19 Mineral Plagioklas

17
6) Ortoklas
Mineral ortoklas terdapat pada batuan beku asam sampai intermidiate. Mineral
berwarna putih sampai pink, bentuk prismatik pendek, terdapat gores gores
garis oleh belahan. Mineral ortoklas termasuk dalam felpar potas, banyak
berkembang pada batuan granit, siyenit, granodiorit dan diorit, mineral felspar
lainnya sanidin sering didapat pada dalam batuan volkanik asam seperti riolit
dan trakhit.

Gambar 2.20 Mineral Ortoklas

7) Kuarsa
Mineral kuarsa dijumpai dalam batuan beku asam sampai intermidiate. Pada
batuan nampak berwarna putih bening, berbentuk granular, tidak terdapat
belahan, keras.

Gambar 2.21 Mineral Kuarsa

18
Semua mineral yang telah diuraikan diatas adalah mineral pembentuk
batuan beku. Mineral tersebut didapatkan dalam batuan beku pada prosentase
tetentu dan menjadi parameter untuk penamaan batuan.

2.1.4. Klasifikasi Pemerian Batuan Beku


Batuan beku dapat diklasifikasikan berdasarkan pada tekstur batuan dan
komposisi mineralnya, menurut Huang (1962) batuan beku dapat dibedakan atas:
1) Granit/Granitporpir
Granit pada umumnya mempunyai warna terang, mineral gelap tidak begitu
banyak. Batuan ini mempnyai tekstusr paneritik. Komposisi mineral terdiri dari
kuarsa lebih dari 10 %, mineral ortoklas lebih banyak dibanding plagioklas.
Mineral berwarna gelap yang dapat dijumpai diantaranya hornblende dan
sedikit piroksen. Batuan granit dengan tekstur porpiritik disebut granit porpir.
Batuan granit yang dibangun oleh dua mineral utama yang terdiri dari ortoklas
dan kuarsa dinamakan grapik granit, sedangkan granit yang mempunyai tekstur
aplitik disebut batuan aplit.

Gambar 2.22 Batuan Granit Beserta Sayatan Tipis

2) Granodiorit/Granodiorit Porpir
Granodiorit mempunyai warna yang terang. Mineral berwaarna gelap kurang
dari 50 %. Batuan ini mempunyai tekstur paneritik. Komposisi mineral
terutama terdiri dari plagioklas dan ortoklas. Prosentase plagioklas lebih
banyak dibandingkan dengan ortoklas. Pada batuan tersebut masih banyak

19
dijumpai kuarsa. Mineral lainya berupa mineral berwarna gelap dapat dijumpai
dengan jumlah kecil seperti biotite, hornblende dan piroksin. Batuan
granodiorit dengan tekstur porpiritik dinamakan granodiorit porpir.

Gambar 2.23 Batuan Beku Grano-Diorit Beserta Sayatan Tipis

3) Siyenit/Siyenit Porpir
Siyenit mempunyai warna yang terang, mirip dengan granit. Batuan ini
mempunyai tekstur paneritik. Komposisi mineral terdiri dari ortoklas dan
plagioklas dengan prosentase ortoklas lebih besar dari plagioklas. Batuan ini
dibedakan dengan granit , oleh kahadiran mineral kuarsa yang kurang dari 10
%. Mineral berwarna gelap yang bisa hadir dalam jumlah sedikit antara lain
biotit, hornblende dan piroksin. Siyenit dengan tekstur porpiritik disebut siyenit
porpir.

Gambar 2.24 Batuan Beku Siyenit Beserta Sayatan Tipis Batuan

20
4) Diorit/Diorit Porpir
Diorit mempunyai warna dengan perbandingan yang hampir sama antara warna
terang dan warna gelap. Batuan tersebut mempunyai tekstur paneritik.
Komposisi mineral terdiri dari ortoklas dan plagioklas. Komposisi plagioklas
lebih besar dibandingkan ortoklas. Mineral kuarsa didapat kurang dari 10 %.
Komposisi mineral lainnya terdiri dari hornblende dan piroksin. Diorit dengan
tekstur porpiritik, disebut diorit porpir.

Gambar 2.25 Batuan Beku Diorit Beserta Sayatan Tipis Batuan

5) Gabro/Gabro Porpir
Gabro mempunyai warna yang relatif gelap. Mineral berwarna gelap sudah
sangat dominan. Batuan ini mempunyai tekstur paneritik. Komposisi utama
terdiri dari mineral plagioklas, hornblende dan piroksin. Pada batuan ini sudah
sering muncul mineral olivin. Mineral kuarsa tidak ada pada gabro kadang
kadang dijumpai pertumbuhan bersama antara plagiklas dan piroksin,
membentuk tekstur diabasik. Gabro semacam ini disebut diabas. Gabro dengan
tekstur porpiritik disebut gabro porpir.

21
Gambar 2.26 Batuan Beku Gabro Beserta Sayatan Tipis Batuan

6) Nepelin Siyenit
Nepelin siyenit mempunyai warna yang terang. Felspart dalam batuan ini
sering tidak berkembang dan sebagai gantinya tumbuh mineral nepelin. Batuan
siyenit dengan asosiasi mineral nepelin, disebut nepelin siyenit. Batuan ini
mempunyai tekstur paneritik. Komponen pembentuk utama terdiri dari
ortoklas dan nepelin.

Gambar 2.27 Sayatan Tipis Batuan Siyenit

7) Riyolit
Batuan beku luar dari granit, disebut riolit. Riolit mempunyai warna terang,
dengan tekstur apanitik. Mineral mikroklin sering berkembang sebagai
fenokirs.

22
Gambar 2.28 Batuan Riyolit Beserta Sayatan Tipis Batuan

8) Dasit
Batuan beku luar dari granodiorit adalah dasit. Batuan ini berwarna terang, abu-
abu dengan tekstur apanitik. Plagioklas sering berkambang sebagai fenokris.

Gambar 2.29 Batuan Beku Dasit Beserta Sayatan Tipis

9) Trakhit
Trakhit merupakan batuan beku luar dari siyenit. Batuan ini berwarna terang,
dengan tekstur apanitik. Mineral sanidin sering berkembang sebagai fenokris
pada batuan ini.

23
Gambar 2.30 Sayatan Tipis Batuan Trakhit

10) Andesit
Andesit adalah batuan beku luar dari diorit. Batuan ini berwarna antara terang
sampai dengan terang, dengan tekstur apanitik. Fenokris pada batuan ini
umumnya berukuran halus, terutama terdiri dari mineral hornblende dan sedikit
piroksin.

Gambar 2.31 Batuan Andesit Beserta Sayatan Tipis

11) Basalt
Basalt adalah batuan beku luar dari gabro. Batuannya berwarna gelap, dengan
tekstur apanitik. Pada batuan ini sering berkembang mineral olivin, dengan
ukuran yang halus. Selain olivin dijumpai pula mineral piroksin.

24
Gambar 2.32 Batuan Basalt

12) Ponolit
Ponolit adalah batuan beku luar dari nepelin siyenit. Batuan berwarna terang
dengan tekstur apanitik. Pada batuan ini sering berkembang mineral nepelin
sebagai fenokris.

Gambar 2.33 Sayatan Tipis Batuan Ponoloit

13) Obsidian/Pitston
Batuan ini mempunyai tekstur amorf dengan pecahan konkoidal. Warna batuan
umumnya hitam kehijauan. Apabila batuannya berwarna putih bening maka
disebut pitston.

25
Gambar 2.34 Batuan Obsidian

2.2. Batuan Sedimen (Sedimentary Rocks)


Batuan sedimen adalah batuan yang terjadi akibat proses pengendapan atau
sedimentasi. Batuan sedimen memegang peranan sangat penting atau utama
didalam mempelajari geologi minyak dan gas bumi, karena batuan sedimen dapat
bertindak sebagai batuan induk, batuan reservoir maupun batuan penyekat atau
penutup.
Batuan sedimen terbentuk oleh pelapukan akibat perubahan temperatur,
sehingga batuan yang telah ada (seperti batuan beku) terhancurkan, terangkut dan
kemudian terendapkan di tempat-tempat yang rendah seperti laut, pantai dan danau.
Mula mula batuan sedimen tersebut lunak, lama kelamaan mengeras. Seperti
misalnya pasir menjadi batu pasir, lempung menjadi batu lempung. Gambaran
diatas adalah sedimentasi secara mekanik, sedimen dapat pula sebagai produk
proses kimia maupun biologi. Istilah sedimen itu sendiri pada awalnya lebih
tercermin bagaimana endapan material padat itu berasal dari material suspensi
didalam cairan. Sifat sifat sedimen seperti komposisi, tekstur, bentuk maupun
kandungan organiknya sangat ditentukan oleh lingkungan pengendapan. Faktor
faktor fisik kimia dan biologi di dalam lingkungan pengendapan (sebagai faktor
internal) dan kondisi tektonik (sebagai faktor eksternal) menentukan jenis sedimen
yang terbentuk.

26
1) Pelapukan
Pelapukan batuan merupakan interaksi antara kondisi atsmosfir dengan
keadaan litosfir. Pelapukan fisik (mekanik) mengubah batuan lebih kecil
ukurannya, permukaan berubah maupun volumenya, tampa perubahan pada
komposisi kimia. Pelapukan kimia mengakibatkan penghancuran secara kimia
yaitu terjadinya perubahan perubahan dari komposisi kimia. Kedua jenis
pelapukan tersebut sering sekali berjalan secara bersamaan, dengan intensitas
masing masing unsur dapat berbeda. Pelapukan secara kimia misalnya dapat
meningkatkan volume karena ada tambahan porositas, atau unsur unsur tentu
berat jenisnya menjadi berkurang.
a) Pelapukan Secara Kimia
Peristiwa pelapukan kimia oleh karena adanya aktifitas air, zat asam,
oksigen, karbondioksida terhadap bahan bahan batuan yang tidak setabil.
Faktor penting lainnya yang membantu pelapukan kimia adalah
temperatur dan kelembaban, sehingga didaerah panas prosesnya akan lebih
cepat daripada daerah dingin. Begitu pula bila dbandingkan daerah daerah
rendah dengan daerah tinggi ataupun daerah lembab dengan daerah kering.
Pelapukan secara kimia melipuit proses-proses sebagai berikut:
 Oksidasi
Merupakan suatu proses pelapukan yang dipengaruhi adanya
penambahan oleh oksigen terhadap suatu material. Disini oksigen
merupakan unsur kimia aktif yang banyak terdapat dalam atmosfer
maupun air. Sehingga batuan yang berhubungan dengan udara atau air
akan mengalami pelapukan secara intensip. Sebagai contoh pelapukan
oksidasi adalah sebagai berikut:

Ferro menjadi ferri (2Fe + 3O2 → Fe2O3 (Hematit))

Pada proses ini akan mengalami penambahan volume sebesar kurang


lebih 22 %. Sulfida menjadi solfat dalam hal ini, terjadi penambahan
volume sebesar kurang lebih 15 % sampai dengan 25 %.

27
 Karbonasi
Merupakan suatu proses pelapukan dimana faktor yang memegang
peranan utamanya adalah CO2, CO3 atau HCO3. Selain itu dapat pula
diakibatkan oleh aktifitas biologi. Sebagai contoh batuan yang kaya
akan kalsium dan magnesium, pada umumnya akan lapuk oleh proses
karbonasi. Air dengan CO2 akan membentuk asam carbonat, reaksinya
adalah:

2H2O + 2CO2 → H2CO3 + 2H+ + CO3

Apabila air karbonat kontak dengan dolomit akan terjadi reaksi:

CaMg (CO3)2 + 2CO2 + 2H2O → Ca(HCO3)2 + Mg(HCO3)2

 Hidrasi
Merupakan suatu proses penambahan air didalam suatu mineral atau
material. Hidrasi biasanya terjadi selama proses hidrolisa, oksidasi,
karbonasi berlangsung. Kandungan air didalam mineral ditunjukkan
oleh rumus kimia dengan OH seperti mineral lempung dan dengan
n
H2O seperti Opal dan Gypsum. Sebagai contoh mineral anhidrit karena
oleh pengaruh air akan menjadi gypsum

(CaSO4) + H2O → CaSO4H2O)

 Hidrolisa
Proses ini sebetulnya hampir sama dengan proses hidrasi dimana kedua
proses tersebut dipengaruhi oleh adanya air. Disini air (H2O) akan
terurai menjadi unsur unsur hidrogen dan asam hidrogen unsur unsur
tersebut terutama akan merubah mineral mineral yang tidak setabil
golongan aluminium, silikat menjadi mineral lempung dengan jalan
menikat unsur- unsur oksigen hidrogen. Bersama dengan hidrolisa,
biasanya diikuti pula dengan proses karbonasi.

28
b) Pelapukan Secara Mekanik
Kebanyakan batuan sedimen adalah porous dan tidak terkonsolidasi
dengancbaik, sehingga batuan tersebut akan mudah mengalami pelapukan
secaracmekanik (disintegrasi). Proses proses atau faktor yang
mempengaruhicpelapukan mekanik tersebut adalah sebagai berikut:
 Frost Wedging
Air yang masuk pada pori pori batuan, ataupun patahan patahan sering
kali mengalami pembekuan atau pencairan. Pada waktu pembekuan air,
maka akan menimbulkan tekanan. Karena pembekuan dan pencairan
yang berkali-kali, maka lama kelamaan batuan tersebut akan pecah
menjadi fragmen-fragmen yang lepas. Proses ini akan efektif di daerah
daerah atau pegunungan pegunungan tinggi.
 Aktifitas Organisme
Sebagai contoh yang jelas dari aktifitas organisme adalah adanya akar
tumbuh-tumbuhan yang masuk pada retakan retakan batuan, sehingga
retakan itu akan terbuka makin lebar, akibatnya batuan akan mengalami
disintegrasi.
 Pengaruh Panas (Thermal Action)
Di daerah daerah kering, pergantian antara pengembangan dan
pengerutan sebagai akibat panas yang tinggi pada siang hari dan dingin
pada malam hari, menyebabkan terjadinya retakan retakan pada muka
lapisan. Proses ini akan efektif terutama pada batuan batuan padat,
berbutir halus yang tersingkap.
 Abrasi/Erosi
Peristiwa yang paling banyak terjadi didalam pelapukan mekanis
adalah abrasi, dimana abrasi ini bahkan mampu merusak batuan batuan
yang sangat kompak. Proses brasi sering dikenal dengan erosi. Media
yang utama didalam abrasi adalah air dan es. Sedangkan abrasi yang
dilakukan oleh angin dikenal dengan istilah nama korasi. Selama abrasi,
maka antar partikel itu sendiri akan saling bertumbukan, sehingga
mengakibatkan fragmen fragmen tersebut akan menjadi lebih kecil atau

29
halus. Kecepatan abrasi akan dipengaruhi oleh banyaknya partikel yang
diangkut dan kecepatan aliran. Dalam kondisi normal, kecepatan erosi
pada umumnya melebihi kecepatan pelapukan. Sumber sedimentasi
adalah material material hasil pelapukan. Hukum hukum aliran aliran
fluida mendasari pemahaman tingkah laku partikel dalam fluida,
kecepatan sedimentasi dan gerakan aliran. Kecepatan pengendapan
tergantung dari kekuatan aliran, serta besar, tingkat kebundaran dan
berat jenis partikel. Aliran fluida terdiri dari 2 macam yaitu aliran
laminer dan aliran turbulen. Aliran laminer umumnya berkecepatan
rendah dan bila terdapat ketidakteraturan (misal batu) aliran akan
membelok secara halus. Aliran turbulen mengalir lebih cepat, tidak
teratur, cenderung membentuk pusaran bila menjumpai hadangan
benda atau batas yang besar tidak teratur.

2) Transportasi (Pengangkutan)
Butiran butiran sedimen sebagai hasil daripada pelapukan batuan asal akan
mengalami pengangkutan oleh suatu media dan akan diendapkan pada suatu
tempat tertentu. Jarak transportasi sedimen dari batuan asal dapat jauh ataupun
dekat. Oleh karenanya sisa sisa tumbuhan dapat diendapkan pada rawa rawa
dimana mereka hidup dan kemudian mati, sedangkan abu vulkanik hasil
letusan gunung api dapat diangkut jauh sekali dari tempat asalnya. Kebanyakan
sedimen akan bergerak atau diangkut secara tidak teratur dan melalui
bermacam macam cara sebelum terjadi akhir pengendapan. Adapun media
transportasi ini dibedakan menjadi 4 (empat) macam yaitu:
 Media Air
Air adalah merupakan media transportasi yang paling penting, dimana dapat
berupa aliran, gelombang laut ataupun air tanah. Sedimen yang dibawa oleh
aliran air dapat berupa partikel padat atau berupa suspensi (larutan).
Berdasarkan kecepatan arus, maka transportasi yang berupa partikel padat
dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu kecepatan rendah disini pergerakan
partikel mengelinding dan terseret sepanjang dasar aliran. Butiran pasir

30
yang berukuran lebih besar akan lebih mudah bergerak daripada yang halus,
karena mempunyai permukaan yang lebih luas terhadap tekanan aliran.
Kecepatan lebih tinggi (sedang), pada kecepatan ini, partikel partikel
mempunyai 2 (dua) fase bergerak dan fase terhenti, sehingga akan terjadi
bentuk bentuk gelembur gelombang. Kecepatan tinggi, pada kecepatan ini
semua partikel akan bercampur dengan air dan dalam keadaan bergerak dan
akan terendapkan pada suatu cekungan setelah energi dari aliran tersebut
berkurang. Sedangkan untuk suspensi atau berupa larutan pada umumnya
terdiri dari unsur unsur Na, Ca, Mg merupakan ion ion yang mudah
membentuk larutan. Ion Na kebanyakan akan terangkut sampai di lautan.,
sedangkan Ca dan Mg kadang kadang terikat oleh mineral lempung, dan
dapat pula mencapai air laut.
 Media Angin
Angin merupakan media transportasi yang kurang efisien bila dibandingkan
dengan air. Meskipun begitu kecepatan angin biasanya melebihi arus air,
dan angin yang kencang dapat menggerakkan material material halus dalam
jumlah besar. Sedangkan yang dihasilkan oleh angin biasanya mempunyai
sortasi dan derajat kebundaran baik.
 Gravitasi
Media transportasi ini adalah penting terutama pada daerah daerah yang
berstadium muda. Bentuk sedimennya berupa kerucut kerucut, runtuhan di
dasar dasar tebing yang curam. Kombinasi antara air dan gravitasi akan
menjadi geseran yang disebut slumping (longsor). Longsoran yang terjadi
dilautan, juga menimbulkan adanya erosi pada dasar lautan.
 Es atau gleiser
Selama transportasi oleh es, sedikit sekali atau dapat dikatakan tidak terjadi
sortasi. Ciri endapan es terdiri dari bermacam macam ukuran fragmen atau
mineral bahkan sampai bongkah dan bisa fragmen segar ataupun seluruhnya
lapuk. Pada partikel besar biasanya dijumpai goresan goresan. Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara erosi dan transportasi
pertikel pertikel yang diangkut akan terjadi perubahan perubahan dari

31
ukuran butiran bertabah kecil, fragmen fragmen akan menjadi bulat, besar
butiran terlihat lebih seragam dan mineral yang tahan pelapukan makin
menonjol.

3) Pengendapan
Pengendapan adalah suatu proses diendapkannya suatu atau beberapa material
baik berupa partikel ataupun larutan di suatu tempat tertentu. Pengendapan bisa
terjadi karena :
1. Terjadi reaksi kimia (oksida besi)
2. Mekanis (gaya tarik bumi) pada partikel pasir, konglomerat.
3. Terjadi evaporasi dan adanya aktifitas organisme (karbonat)
Sedangkan kecepatan pengendapan bisa dipengaruhi oleh ukuran butir,
kecepatan aliran dan berat jenis suatu partikel atau material. Adapaun proses
terbentuknya batuan sedimen dapat anda lihat pada skema berikut ini.

Gambar 2.35 Skema Proses Terbentuknya Batuan Sedimen

32
2.2.1. Perlapisan Batuan Sedimen
Sifat utama batuan sedimen adalah perlapisan, sebab perlapisan berkaitan
sekali dengan suatu hasil proses pengendapan batuan yang dimanifestasikan
sebagai perwujudan bidang bidang batas batuan sedimentasi. Beberapa cara
mengenal perlapisan dapat didasarkan atas adanya:
1. Perubahan warna batuan
2. Perubahan susunan mineralogi
3. Perubahan macam batuan
4. Perubahan kekerasan batuan
5. Perubahan struktur sedimentasi dan lain lainnnya

Sifat kwalitatif besaran suatu perlapisan berkisar dari ukuran milimeter


hingga ratusan meter, oleh karena itu diadakan pembatasan besaran tersebut untuk
lebih mudah mempelajarinya. Mc Kee & Weir (1953) membagi ukuran perlapisan
sebagai berikut:
1. Lebih besar 120 cm dikatakan berlapis sangat tebal
2. 60 – 120 cm dikatakan berlapis tebal
3. 5 – 60 cm dikatakan berlapis tipis
4. 1 – 5 cm dikatakan berlapis sangat tipis
5. 0,2 – 1 cm dikatakan berlapis halus.
6. Kurang dari 0,2 cm dikatakan berlapis sangat halus

1) Struktur Sedimen
Merupakan kelainan kelainan dari perlapisan normal atau sering disebut
struktur batuan. Hal ini merupakan bagian kriteria kriteria yang dapat
menunjukkan keadaan lingkungan dimana batuan tersebut diendapkan.
Struktur batuan sedimen pada hakekatnya dibagi menjadi dua golongan besar
yaitu struktur unorganik dan struktur organik. Struktur unorganik terjadi oleh
proses mekanik dan kimia, sedangkan struktur organik terjadi akibat aktivitas
organisme. Struktur unorganik dapat dibagi menjadi dua macam yaitu struktur
primer dan struktur sekunder. Struktur primer terjadi pada saat sedimentasi

33
berlangsung, sedangkan struktur sekunder terjadi pada saat setelah proses
sedimentasi. Macam macam struktur sedimen :
a) Graded Bedding
Adalah lapisan batuan klastik kasar yang mempunyai susunan batiran yang
menghalus keatas. Susunan butir demikian dapat terjadi bila transportasi
cukup pekat, sehingga butiran kasar akan mengendap lebih awal dibanding
butiran yang berukuran halus. Media demikian sering dijumpai pada
endapan turbidit. Struktur ini dapat dipakai sebagai alat indikator untuk
menentukan top dan bottom dari lapisan batuan.
b) Cross Bedding (Silang Siur)
Adalah lapisan batuan saling memotong, cross bedding terjadi oleh karena
arus. Besar kecilnya cross bedding ditentukan oleh besar kecilnya arus,
sedangkan orientasinya dipengaruhi oleh arah arus. Berdasarkan pada
ketebalan lapisan cross bedding dapat dibagi atas cross bedding dan cross
lamination. Cross bedding mempunyai ketebalan unit lapisan yang lebih
tebal dari 1 cm. Cross bedding memiliki susunan lapisan yang berbeda
beda. Berdasarkan pada susunan unit lapisannya, cross bedding dapat
dibagi atas planar cross bedding dan trough cross bedding. Planar cross
bedding mempunyai tiga komponen perlapisan yaitu top set bedding, fore
bedding dan bottom set bedding. Planar cross bedding hanya teramati
dalam bentuk singkapan. Trough cross bedding mempunyai bidang
perlapisan yang saling memotong satu sama lainnya. Trough cross bedding
dapat dipakai untuk menentukan arah arus purba. Arah trough cross
bedding pada suatu daerah diukur dari satu tempat ke tempat lainnya.
c) Laminasi
Adalah lapisan batuan yang mempunyai ketebalan kurang dari 1 cm.
Laminasi terjadi pada sedimen berbutir halus seperti lempung atau lanau.
Laminasi terjadi karena adanya perbedaan kecepatan pasokan sedimen
pada daerah pengendapan. Variasi sedimentasi terjadi akibat perubahan
kandungan lanau pada batuan atau kandungan lempungnya.

34
d) Mud Crack
Adalah merupakan struktur yang terjadi pada daerah berlumpur. Pada saat
musim kering, permukaan tanah retak retak. retakan tersebut terawetkan
menjadi struktur mud crack. Struktur ini sering dipakai sebagai bukti
adanya ketidakselarasan antara dua formasi batuan.

Struktur organik adalah struktur pada batuan sedimen yang disebabkan


oleh adanya aktivitas organisme. Organisme dasar laut banyak yang membuat
rumahnya dengan membuat galian. Disamping membuat rumah, aktivitas
menggali juga dilakukan dalam usah mencari makanan. Struktur yang
terbentuk akibat aktivitas organisme antara lain:
a) Burrow (orring)
Adalah bekas galian binatang, galian tersebut bisa sejajar dengan
perlapisan atau tegak lurus terhadap perlapsan. Galian yang tegak lurus
terhadap perlapisan dilakukan binatang dalam usaha mengimbangi cepatna
penurunan dasar cekungan atau menyelamatkan diri dari energi
gelombang yang tinggi. Animal burrow dapat dipakai sebaga parameter
untuk menetapkan lingkungan pengendapan. Jenis organisme tertentu
mempunyai bentuk burrow yang berbeda satu sama lainnya.
b) Animal Track
Adalah merupakan jejak organisme yang acak. Banyak struktur laminasi
yang tidak terawetkan karena teracak oleh aktifitas organisme. Pada
lingkungan lower shore face. Perlapisan batuan tidak terbentuk, karena
teracak oleh organisme air laut.
c) Mold dan Cash
Mold dan cash adalah beks cetakan organisme. Bila cetakan menimbulkan
bekas yang cembung disebut mold. Sebaliknya bila bekasnya cekung
disebut cast. Jenis binatang yang mempnyai cangkang yang mudah larut
akan memberikan jejak fosil sebagai cast. Pada sisi lain cangkang
organisme dapat bertahan terhadap elarutan. Cangkang semacam ini sering
disebut mold.

35
1) Fosil
Fosil adalah sisa sisa dari pada jasad renik baik tumbuhan maupun hewan yang
telah terawetkan dan membatu. Dari fosil ini banyak sekali kegunaannya
diantaranya adalah untuk menentukan umur batuan, maupun menentukan
lingkungan pengedapan sebagai contoh adalah foraminifera, koral, sisa sisa
daun dan sebagainya. Berdasarkan cara terjadinya batuan sedimen secara garis
besar dibagi menjadi:
a) Batuan Sedimen Klastis
Batuan yang dibentuk oleh proses sedimentasi partikel partikel
batuan/mineral sebagai akibat adanya pelapukan mekanis/pisis. Contoh
batuan konglomerat, breksi, batu pasir, lempung dll.
b) Batuan Sedimen Non Klastis
Batuan ini terbentuk karena adanya konsentrasi daripada zat dalam larutan,
lalu terjadi penguapan, kemudian terkonsentrasi atau batuan yang
terbentuk oleh adanya kegiatan kegiatan organisme. Contoh batu gamping
terumbu, dolomit, endapan pospat, endapan silika, endapan evaporit,
batubara dll.
c) Batuan Sedimen Piroklastis
Batuan ini terbentuk dari hasil kegiatan gunung api, yang kemudian
mengalami proses seimentasi. Contoh, Breksi volkanik, Agglomerat, lapili
tuff, tuff kasar & tuff halus.

Klasifikasi Batuan Sedimen menurut Koesoemadinata adalah sebagai


berikut:
 Golongan detritus kasar : breksi, konglomerat, batu pasir.
 Golongan detritus halus : batu lanau, serpih, batu lempung dan batu
napal.
 Golongan karbonat ; batu gamping dan dolomit
 Golongan evaporit : gips, batu garam.
 Golongan batuan sedimen lainnya : batu bara, fosforit, rijang.

36
Beberapa batasan jenis batuan sedimen:
a) Konglomerat, adalah batuan sedimen klastis kasar yang terdiri atas
fragmen-fragmen berukuran lebih besar 2 mm, membundar-membundar
tanggung pada umumnya mempunyai pemilihan buruk. Fragmen-fragmen
konglomerat biasanya terdiri atas partikel-partikel yang tahan pelapukan
seperti : kwarsit, granit, kadang-kadang batu gamping dsb-nya.
b) Breksi, dibedakan dengan konglomerat karena banyaknya kandungan
kandungan sedimen klastik kasar yang terdiri atas fragmen –fragmen
berukuran lebih besar 2 mm, menyudut-menyudut tanggung.
c) Batu pasir (sand stone), adalah batuan sedimen klastik kasar dan kompak
yang disusun oleh partikel-partikel berukuran pasir (1/16 – 2 mm), baik
menyudut maupun membundar. Apabila batuan tersebut tidak kompak
maka disebut pasir.
d) Serpih (shale), adalah batuan sedimen klastik halus terdiri atas batuan
butiran lanau dan lempung (1/16 – 1/256 mm dan lebih kecil 1/256 mm),
laminasi dan berlapis tipis.
e) Batu lempung, adalah batuan sedimen klastik halus yang terdiri atas
partikel-partikel berukuran lebih kecil 1/256 mm kompak.
f) Napal, (“marl”), adalah batuan sedimen klastik halus yang disusun oleh
campuran gamping ( 65%) dan lempung ( 35%).
g) Batu gamping (“Limestone”), adalah batuan sedimen yang hampir
seluruhnya disusun oleh mineral kalsit. Sedangkan mineral lainnya dapat
berupa kwarsa, feldspar, mineral lempung ataupun sisa-sisa organisme.
Batu gamping sendiri bisa bersifat klastik maupun non klastik, tergantung
bagaimana batu gamping itu terbentuk.

Selama proses pengendapan berlangsung, dimana dari partikel partikel


hasil pelapukan kemudian ditransport lalu diendapkan, maka selama
pengendapan partikel yang fragmental menjadi batuan sedimen yang keras atau
kompak ini disebut Diagenesis. Jadi diagenesis adalah proses proses yang
berlangsung selama pengendapan batuan sedimen dalam tekanan dan

37
temperatur yang normal. Akibat dari diagenesis ini partikel partikel yang lepas
atau terpisah pisah menjadi batuan sedimen yang kompak atau keras.
Diagenesis dibedakan dengan metamorfisme adalah dimana dalam
metamorfisme proses berlangsung dalam tekanan dan temperatur yang sangat
tinggi, sedangkan dalam diagenesis tekanan dan temperatur normal. Macam
macam proses selama diagenesis adalah sebagai berikut:
 Kompaksi adalah adanya pembebanan sedimen diatasnya, maka akan
terjadi pemadatan atau kompaksi sehingga porositas menurun dan kadar
air dalam batuan mengurang atau mengkecil.
 Litifikasi atau pembatuan adalah merupakan tahap selanjutnya dari
kompaksi sehingga porositas terus menurun, dan menjadi kompak atau
membatu, atau konsolidated tetapi belum ada semen atau belum terjadi
penyemenan.
 Sementasi adalah proses penyemenan antar butiran.
 Autogenesis adalah pertumbuhan kristal dari larutan (insitu mineral)
biasanya berfungsi sebagai semen.
 Pelarutan adalah pada kedalaman yang dalam, maka pengaruh
temperatus atau tekanan akan melarutkan kristal atau mineral dalam
batuan, sehingga timbul rongga rongga.
 Replacement adalah proses penggantian (replace) mineral dalam batuan
digantikan dengan mineral baru karena proses kimiawi. Misalnya kalsit
diganti menjadi dolomit dan sebagainya.

2.2.2. Tekstur Batuan Sedimen


Tekstur adalah merupakan hubungan antar butiran dalam batuan sedimen,
dimana yang dimaksud butiran dalam batuan sedimen adalah menyangkut butiran
itu sendiri, matrik dan semen. Tekstur batuan sedimen dibedakan menjadi 2 (dua)
macam yaitu:
1) Tekstur Batuan Sedimen Klastik
Dalam batuan sedimen klastik maka butirannya terdiri dari butiran dan
matrik/massa.

38
Gambar 2.36 Tekstur Batuan Sedimen

Semen adalah merupakan zat perekat yang berfungsi merekatkan antara


butiran dengan butiran, maupun butiran dengan matrik. Unsur unsur tekstur
dari batuan sedimen klastik meliputi:
a) Ukuran butir, yang umum dipakai adalah ukuran butir skala went word
yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.1 Ukuran Partikela Skala Went Word


Diameter partikel/fragmen Nama partikel
> 256 mm Boulder
64 – 256 mm Couble
4 – 64 mm Peble
2 – 4 mm Granule
1 – 2 mm Very coarse sand
½ - 1 mm Coarse sand
¼ - ½ mm Medium sand
1/8 – ¼ mm Fine sand
1/16 – 1/8 mm Very fine sand
1/256 – 1/16 mm Silt/Lanau
< 1/256 mm Clay

b) Sortasi/Pemilahan
Sortasi atau pemilahan merupakan faktor atau dipengaruhi oleh
transportasi, jarak atau lamanya transport. Misalkan media transport angin

39
sortasinya lebih bagus daripada air, tetapi air sortasinya lebih bagus
daripada es dan seterusnya. Makin jauh jarak transport maka sortasi makin
baik. Dikatakan sortasi jelek apabila keseragaman butir sangat jelek, atau
sangat heterogen sebagai contoh konglomerat, breksi. Dikatakan baik
apabila butirannya seragam. Ada 3 (tiga) kategori sortasi yaitu well
sorting, medium sorting dan poor sorting.

2) Tekstur Batuan Sedimen Non Klastik


Tekstur untuk batuan sedimen non klastik umumnya terbentuk atau terjadi
karena proses kimia, ataupun evaporasi (penguapan). Tekstur untuk batuan
sedimen non klastik dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
a) Amorph ; bagi batuan yang tidak kristalin atau bentuk, sebagai contoh
adalah opal atau gelas. Batuan jenis ini jarang dijumpai dalam singkapan
yang luas.
b) Kristalin : dibedakan menjadi beberapa diantaranya adalah:
 Mikro kristalin ; batuan ini mempunyai ukuran kristal yang sangat
kecil/lembut, tidak bisa dilihat sengan mata telanjang maupun
mikroskop.
 Crypto kristalin jenis ini bisa kita lihat dengan mikroskop dengan
pembesaran yang tinggi.
 Mikro kristalin ; dikatakan kasar apabila mempunyai ukuran kristal
lebih besar dari 5 mm, sedangakan dikatakan sedang apabila
mempunyai ukuran kristal 1 - 5 mm , dan dikatakan halus mempunyai
ukuran kristal lebih kecil dari 1 mm.

2.2.3. Struktur Batuan Sedimen


Struktur dibedakan dengan tekstur, bila tekstur merupakan kenampakan
bagian dalam dari batuan sedimen, sedangakan struktur merupakan kenampakan
luarnya. Struktur sedimen dibedakan menjadi 2 macam yaitu:

40
1) Struktur Syngenetik (Struktur Primer)
Adalah struktur sedimen yang terbentuk selama proses sedimentasi
berlangsung.
2) Struktur Epygenetik (Struktur Sekunder)
Adalah struktur yang terjadi sesudah sedimentasi berlangsung. Struktur
sedimen ini sangat penting sekali kegunaannya, dengan struktur sedimen ini
kita dapat mengetahui arah arus, arah penyebaran batuan, menentukan top dan
bottom lapisan dan lain lainnya. Macam macam struktur sedimen syngenetik
(struktur primer) yaitu:
a) Graded Bedding : orientasi butiran makin keatas makin halus

Gambar 2.37 Struktur Graded Bedding

b) Laminasi : garis garis tipis pada lapisan batu pasir

Gambar 2.38 Struktur Laminasi

41
c) Cross bedding (silang siur) : bentuk lapisan saling menyilang

Gambar 2.39 Struktur Cross bedding

2.2.4. Pemerian Batuan Sedimen


Dalam mendiskripsikan atau memerikan batuan sedimen, baik itu berupa
contoh dari survey geologi, maupun serbuk pemboran maka kurang lebih harus
dideterminasi/didiskripsikan meliputi hal tersebut dibawah ini:
1. Warna ..........................(abu abu, coklat, putih, coklat kemerahan dll)
2. Tekstur ........................(klastik dan non klastik)
3. Semen .........................(silika, kalsit)
4. Kekerasan ................... (sangat keras = batu gamping)
(keras = gamping pasiran)
(lunak = lempung)
(loss/lepas = pasir)
5. Struktur sedimen.........(primer/skender sbg contoh laminasi, graded
bedding, cross bedding, burraw dan lain lainnya)
6. Komposisi mineral........(mineral primer, skender dll)
7. Kandungan fosil ...........(gastropoda, pelecipoda, foraminifera dll)
8. Porositas ......................(good, medium, poor, poorly)
9. Oil indication…………(kalau ada)

42
Gambar 2.40 Contoh Batuan Sedimen

2.3. Batuan Metamorf (Metamorphic Rocks)


Metamorfosa berasal dari kata meta dan morpih (meta = berubah; morph =
bentuk). Jadi metamorfosa berarti perubahan bentuk. Istilah tersebut pertama kali
dikemukakan oleh Lyell, pada tahun 1832 yang pada dewasa ini diartikan suatu
proses yang menyebabkan berubahnya susunan mineral dan struktur dari pada
batuan sesuai dengan keadaan fisik dan kimia yang mempengaruhinya. Pada

43
umumnya metamorfosa terjadi pada kedalaman lebih dari 20 Km. Yang
keseluruhan atau sebagian besar terjadi pada keadaan padat tanpa melalui fase cair
atau transportasi. Karenanya terjadilah rekonstruksi baru, dan terbentuklah batuan
baru pula, baik struktur maupun mineralnya yang disesuaikan dengan kondisi yang
baru pula.
Berbeda dengan anateksis adalah proses yang melalui “Total Melting” disini
terjadi peleburan dimana batuan semula padat melebur menjadi semacam magma
dan ini bukanlah termasuk dalam proses metamorfosa, jadi metamorfosa adalah
perubahan tanpa revolusi fase (fase padat dalam jangka panjang). khususnya dalam
batuan metamorfosa regional, dimana yang memegang peranan penting adalah P
(tekanan) dan T (temperatur) misalnya batuan berbagai jenis meniraloginya
dipengaruhi oleh keadaan fisik, tekanan dan temperatur. Batuan ubahan adalah hasil
suatu proses pada kedalaman yang cukup dalam. Oleh karena itu kita tidak mungkin
akan menemukan batuan ubahan dipermukaan bumi. Perubahan atau proses
metamorfosa bisa terjadi karena pengaruh temperatur yang tinggi, tekanan yang
besar, cairan kimia aktif atau gas. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses
metamorfosa adalah:
1) Panas
a) Geothermal gradien : yaitu kenaikan temperatur oleh semakin dalamnya
bila turun jauh kedalam bumi (rata-rata tiap 100 m, temperatur naik 3 OC).
b) Adanya gesekan antara masa batuan yang satu dengan yang lain.
c) Adanya intrusi magma.
2) Tekanan
Ada berbagai jenis atau macam tekanan
a) Tekanan searah (“Shearing Stress/Directed Pressure)
Dengan arah P (tekanan) tertentu atau terarah, merupakan salah satu faktor
penting yang mempengaruhi kemas batuan ubahan. Pengaruhnya adalah
perubahan bentuk, orientasi mineral, fracture, lipatan liatan kecil yang
kompleks. Tekanan juga akan menurunkan titik didih mineral dan
meninggikan daya solubilitas, karenanya ini penting didalamnya
rekristalisasi. Prinsip Rieke, menjelaskan bahwa larutan akan terjadi pada

44
titik titik yang mendapat tekanan paling besar didalam kristal, dan
kemudian mengendap pada daerah daerah yang tekanannya paling rendah.
Hal ini sangat penting dalam pembentukan foliasi batuan ubahan.
b) Tekanan Hidrostatis (Confining Pressure)
Tekanan merata ke seluruh penjuru yang besarnya tekanan merupakan
fungsi dari kedalaman. Tekanan ini akan mengubah volume dan
menghasikan fabric granular dan cenderung untuk membantu
perkembangan mineral mineral kurang padat didalam batuan ubahan.
Sehingga mineral mineral silikat alumina akan menghasilkan kianit dari
metamorfosa pada kedalaman besar, sedangkan karena metamorfosa
kontak dengan batuan beku di kedalaman yang dangkal mineral tersebut
akan menghasilkan andalusit (kurang padat) mineral mineral batuan
metamorfosa tingkat tinggi seperti hiperstene . secara umum batuan
ubahan yang terbentuk pada zona metamorfosa lebih dalam akan lebih
padat daripada hasil pada zona metamorfosa lebih dangkal.
3) Fluida dan Gas
Cairan dan gas mempunyai peran yang penting dalam proses metamorfose.
Fluida menjadi katalis dalam perubahan dari satu mineral ke meniral yang lain.
Fluida berasal dari tiga sumber yaitu air meteorik, air juvenil dan air mineral.
Air meteorik adalah air yang terjebak diantara pori batuan. Porositas batuan
dapat mencapai 80 %. Pori tersebut ditempati oleh air, yang disebut air
meteorik. Air tersebut dapat berperan dalam proses metamorfose. Katalis
lainnya adalah air juvenil. Air tersebut berasal dari tubuh intrusi. Pada akhir
proses diferensiasi, magma komposisi yang kaya akan air. Berikutnya katalis
yang berasal dari air mineral. Air mineral berasal dari mineral hidroksida.
Unsur air dari mineral yang terlepas, karena mineral tersebut berubah menjadi
mineral lain, yang bukan mineral hidroksida.

45
2.3.1 Tipe Batuan Metamorf
Berdasarkan pada cara terjadinya metamorfose dapat dibagi menjadi tiga
macam yaitu metamorfose regional, metamorfose kontak dan metamorfose
kataklastik. Metamorfose regional adalah metamorfose yang terjadi karena
pengaruh tekanan dan temperatur, yang bersifat regional. Metamorfose ini
berlangsung akibat tekanan deep burial dan pemanasan karena gradien geothermal.
Metamorfose kontak dapat terjadi bila ada kontak langsung antara batuan asal dan
intrusi. Pada proses tersebut temperatur mempunyai peran yang sangat penting.
Sebaliknya metamorfose kataklastik terjadi karena kontrol tekanan bersifat
dominan.
1) Metamorfose Regional
Metamorfose regional terjadi karena kombinasi berbagai penyebab, Turner
(1960). Diantaranya yaitu :
a) Invasi Magma Granitis
Magma granitis berkembang pada kerak kontinen. Magma tersebut
memberikan panas kepada batuan diatasnya. Sebagai akibatnya makin
dalam kulit bumi ditembus, semakin panas temperaturnya. Fenomena ini
dinyatakan dalam gradien geothermal, yaitu pertambahan temperatur tiap
100 m masuk kedalam kulit bumi, gradien geotermal umumnya berkisar
3-6 derajat celcius.
b) Deformasi Regional
Deformasi regional menyebabkan terjadinya tekanan berarah. Tekanan
semacam ini terjadi dibagian atas dari kulit bumi, pada saat suatu daerah
mengalami proses tektonik.
c) Deep Burial
Deep burial pada hakekatnya merupakan tekanan beban. Tekanan tersebut
berasal dari beban batuan sedimen yang menumpang diatasnya. Tekanan
mempunyai arah vertikal.
d) Statik Rekristalisasi
Proses rekristalisasi terjadi dibagian dalam dari cekungan. Gradien
geothermal telah menyebabkan temperatus naik terus kearah bagian dalam

46
cekungan. Pada temperatur tertentu mineral batuan tidak stabil, dan
mengalami perubahan mineralisasi. Mineral baru tumbuh tanpa adanya
unsur baru, yang masuk kedalam sistem.

2) Metamorfose Dinamik/Kataklastik
Metamorfose kataklastik terjadi oleh deformasi bari batuan, karena adanya
orogenesa atau tektonik. Kehadiran tektonik pada suatu cekungan
menyebabkan terjadinya perlipatan, pensesaran, longsoran dan penghancuran.
Batuan yang dihasilkan lebih memperlihatkan hubungan tekstural
dibandingkan dengan hubungan mineralogi. Proses rekristalisasi sangat minim,
didalam batuan yang mengalami deformasi kataklastik. Batuan yang dihasilkan
oleh deformasi tersebut dapat dikelompokan atas:
a) Breksi Sesar
Breksi sesar ditandai oleh hadirnya fragmen fragmen tajam dari berbagai
ukuran yang tersusun dalam matrik batuan serupa. Matrik terebut memiliki
butiran yang lebih halus. Fragmen breksi memperlihatkan retakan retakan.
Beberapa komponen mineral memperlihatkan belahan yang bengkok atau
terlipat.
b) Milonit
Milonit terbentuk oleh batuan yang terjadi tepung akibat sesar. Batuan
relatif stabil tetapi berubah menjadi tepung, akibat deformasi. Tidak
terlihat adanya proses rekristalisasi. Bagian bagian batuan berbutir halus
diselingi oleh lensa lensa batuan asal yang hancur, terorentasi secara linier
sepanjang arah gerak deformasi.
c) Gneis Augen
Mineral fielspar sangat tahan terhadap deformasi. Batuan yang mengalami
deformasi akan hancur, sementara mineral felspar pada batuan tersebut
tetap utuh. Produk dari deformasi menghasilkan fabrik gneisose dengan
mineral felspar yang muncul sebagai fenokris.

47
3) Metamorfose Sentuh/Termal/Kontak
Metamorfose yang terjadi akibat intrusi terhadap batuan asal. Intrusi
memberikan panas dan tekanan. Makin dekat ketubuh intrusi makin besar
temperatur, dan tekanan yang diterimanya. Pada metamorfose ini temparatur
(T) menjadi paling dominan peranannya dalam proses perubahan dalam
batuan.

2.3.2 Tekstur Batuan Metamorf


Tekstur batuan metamorf dapat dibagi berdasarkan ukuran butir dan
hubungan geometri butiran. Menurut Becke, tekstur batuan metamorf terdiri dari
granoblastik, porpiroblastik, idioblastik, xenoblastik, poikiloblastik,
blastoporpiritik dan blastopitik Struktur batuan metamorf pada hakekatnya
merupakan fabrik. Fabrik batuan metamorf dapat dibagi berdasar pada hubungan
geometri dan bentuk mineral. Pada batuan metamorf dapat dikenal fabrik
kataklastik, hornfelsik, granulose porpiroblastik, foliasi dan gneisose
1) Tekstur
Becke mengusulkan penamaan tekstur batuan metamorf menggunakan kata
blastik. Tekstur batuan metamorf diberikan nama berdasarkan pula hubungan
geometri antara matrik dan fenokris (butiran mineral). Berikut ini macam
macam tekstur batuan metamorf
a) Tekstur Granoblastik
Terdiri dari mineral-mineral granular (equidimensional), dengan batas-
batas sutura (tidak teratur), dengan bentuk mineral anhedral, misalnya
kuarsa.

48
Gambar 2.41 Tekstur Granoblastik

b) Tekstur Idioblastik
Tekstur pada batuan metamorf di mana bentuk mineral-mineral
penyusunnya berbentuk euhedral
c) Tekstur Xenoblastik
Tekstur batuan metamorf yang dibangun oleh mineral yang tidak memiliki
bentuknya anhedral
d) Tekstur Porpiroblastik Tekstur pada batuan metamorf dimana suatau
kristal besar (fenokris) tertanam pada massa dasar yang relatif halus

Gambar 2.42 Tekstur Porpiroblastik

49
e) Tekstur Poikiloblastik
Tekstur batuan metamorf yang menyerupai tekstur poikilitik pada batuan
beku, beberapa kristal kecil tumbuh sebagai inklusi dalam kristal yang
lebih besar

Gambar 2.43 Tekstur Poikiloblastik

f) Tekstur Blastoporpiritik
Tekstur batuan metamorf yang berasal dari tekstur batuan beku porpiritik,
dinamakan blastoporpiritik
g) Tekstur Blastopitik
Tekstur batuan metamorf yang merupakan dari tekstur diabasik pada
batuan beku, dinamakan blastopitik

2.3.3 Struktur Batuan Sedimen


Struktur pada batuan metamorf yang dapat diamati dalam ukuran contoh
disebut fabrik. Fabrik ini mencerminkan orientasi pada mineral pada masa dasar
dalam batuan. Pada bautan metamorf dapat diamati fabrik diantaranya sebagai
berikut:
a) Fabrik Kataklastik
Fabrik kataklastik terjadi dari fragmen batuan yang hancur akibat
deformasi mekamik. Hancuran dapat sekian halus yang disebut milonit.

50
Gambar 2.44 Fabrik Kataklastik

b) Fabrik Hornfelsik
Fabrik hornfelsik terdapat pada batuan metamorf dengan butir mineral
yang relatif sama besar dan tidak memiliki orientasi terentu.

Gambar 2.45 Fabrik Hornfelsik

c) Fabrik Granulose
Fabrik granulose dibangun oleh mineral granular seperti kuarsa, feldspar,
piroksin, garnet, kalsit, dolomt dan lain lain. Mineral dengan bentuk pipih
atau linier sangat jarang dijumpai. Contoh batuan dengan fabrik tersebut
adalah marmer, granulit dan lain lainnya.

51
Gambar 2.46 Fabrik Granulose

d) Fabrik Foliasi
Fabrik foliasi disebut juga dengan fabrik skistose. Fabrik ini dibangun oleh
mineral pipih, diantaranya mineral mika.

Gambar 2.47 Fabrik Foliasi

e) Fabrik Gneisose
Fabrik ini dibangun oleh mineral oleh penjajaran mineral mineral granular
atau berbutir kasar, umumnya berupa kwarsa dan feldspar. Struktur ini
seringkali memperlihatkan belahan belahan tidak rata (perlapisan mineral
membentuk jalur yang putus putus). Nama batuannya disebut gneis
(genis).

52
Gambar 2.48 Fabrik Gneisose

2.3.4 Klasifikasi Pemeraian Batuan Metamorf


Henry (1962) mengikuti jejak dari Pirson, yang membuat klasifikasi batuan
metamorf berdasarkan teksturnya. Batuan metamorf pada umumnya dibedakan
menjadi 2 (dua) yaitu batuan metamorf yang mempunyai tekstur foliasi dan non
foliasi. Struktur non foliasi berlaku pada batuan metamorf dengan fabrik granulose
dan gneisose. Selanjutnya struktur foliasi dimiliki oleh batuan dengan fabrik
skistose.
Turner (1948) mengusukan klasifikasi batuan metamorf yang didasarkan
atas empat kriteria, yaitu asosiasi batuan dilapangan, komposisi mineral, fabrik dan
komposisi kimia. Metode ini sangat sulit diterapkan untuk aplikasi dilapangan.
Berikut diberikan klasifikasi Huang (1962). Yang telah dimodifikasi. Klasifikasi ini
didasarkan atas, komposisi mimeral dan fabrik. Berdasarkan klasifikasi tersebut
batuan metamorf dapat dipisahkan atas:
1) Gneis
Batuan ini mempunyai fabrik gneisose. Komposisi utama mineral mempunyai
bentuk granular. Diantara butir mineral granular, terdapat mineral yang
mempunyai bentuk lamelar, diantaranya mika, batuan gneis dapat dibedakan
secara detail atas nama nama komponen utamanya. Diantara batuan gneis
adalah Augen gneis, gneis kuarsa felspatik, dan gneis hornblende. Batuan gneis
ada yang berasal dari batuan sedimen maupun dari batuan beku. Gneis yang

53
berasal dari batuan sedimen disebut paragneis, sedang yang berasal dari batuan
beku dinamakan ortogneis.
2) Skiss
Batuan ini mempunyai fabrik skistose atau foliasi. Komposisi utama mineral
terdiri dari muskovit dan klorit. Penamaan batu skiss ditentukan oleh komposisi
mineral lainnya.
a) Skiss klorit adalah skiss komponen utamanya mineral klorit
b) Skiss pelitik mika adalah batuan skiss yang masih nampak seperti batu
lempung, tetapi telah memperlihatkan pertumbuhan mineral muskovit,
klorit dan kuarsa.
c) Skiss marmer adalah batuan skiss dengan komposisi mineral utamanya
terdiri dari kalsit dan mika.
3) Filit
Filit mempunyai fabrik antara slaty dan skistose. Komposisi utama dari filit
terdiri dari mika dan klorit. Mineral lainnya magnetit, hematit, turmalin. Pada
batuan ini masih nampak batuan asal yang bersifat lempungan.
4) Sabak
Batu sabak mempunyai fabrik slaty. Batuan ini berbutir halus, memperlihatkan
skistose yang sejajar. Mineral pembentuk sangat sulit dikenal secara
megaskopis. Terbentuk secara metamorfosa regional berderajat rendah batuan
asal dari batu serpih, batu lempung.
5) Granulit
Batuan ini mempunyai fabrik granulose. Komponen utama pembentuk batuan
terdiri dari felspar dan piroksin. Mineral lainnya yang dapat dijumpai dalam
jumlah sedikit antara lain garnet, kianit dan lain lainnya.
6) Kuarsit
Kuarsit mempunyai fabrik granulose. Komposisi utama mineralnya terdiri dari
kuarsa. Mineral lainnya yang dapat tumbuh antara lain garnet, muscovit,
silimanit dan lain lainnya.

54
7) Marmer
Marmer mempunyai fabrik granulose, komposisi utama mineral terdiri dari
kalsit. Mineral lainnya, yang dapat dijumpai antara lain diopsit, tremolit.
Batuan ubahan ini bersal dari batu gamping berbutir halus-kasar, akibat
metamorfosa kontak atau regional.
8) Milonit
Milonit adalah batuan ubahan berbutir halus-gelas, akibat adanya pengaruh
tekanan searah yang kuat. Batuan ini sering dijumpai pada sesar/patahan.

Gambar 2.49 Contoh Batuan Metamorf

55
BAB III
MINERALOGI

Mineral sudah ada dan dipakai sejak manusia itu lahir. Pada jaman dahulu
senjata manusia biasanya dibuat dari “agat” yang cukup keras. Agat bahkan
digunakan untuk kampak penebang. Dengan kemajuan peradaban manusia, mineral
akhirnya menjadi bahan yang diperdagangkan sebagai barang permata, seperti
intan, zamrud, safir dan sebagainya. Mineral juga dipakai dalam industri baik
sebagai bahan baku pembuatan barang industri atau sebagai penunjang. Sebagai
contoh mineral kuarsa merupakan bahan baku pembuatan kaca. Intan dapat
digunakan untuk melapisi mata bor agar mampu digunakan pada batuan yang
sangat keras. Dengan keterlibatan banyak mineral dalam kehidupan manusia sehari
hari pengetahuan mineral dikembangkan sejak tahun 1546. Berbagai cara
dipergunakan orang untuk dapat mengidentifisir mineral. Mineral dipelajari sifat
sifat fisiknya, sifat kimia, sifat optik dan cara terjadinya. Berbagai mineral
ditambang dan diolah untuk diambil salah satu unsur pembentukannya, seperti
bauxite, cassiterite, magnetik, pirolusite dan sebagainya. Beberapa unsur sering
dijumpai dalam keadaan murni
seperti emas, perak, intan dan sebagainya.
Mineral adalah suatu benda padat homogen yang terdapat dialam terbentuk
secara alamiah (anorganik), mempunyai komposisi kimia pada batas batas tertentu
dan mempunyai atom atom yang tersusun secara teratur. Kumpulan satu jenis
mineral atau lebih yang membentuk atau menyusun kerak bumi disebut batuan.
Mineral dialam kadang mempunyai bangun geometri tertentu. Mineral yang
demikian disebut mineral kristalin. Suatu kristal akan tumbuh apabila mempunyai
lingkungan yang cocok bagi pertumbuhan mineral tersebut. faktor faktor yang
mengontrol penurunan temperatur secara pelan akan memberi kesempatan suatu
subtance mengkristal. Selain itu, tekanan yang tinggi mengakibatkan subtance
sukar mengkristal. Penurunan temperatur yang tiba tiba dapat menyebabkan
mineral tidak mempunyai bentuk atau struktur atom yang tertentu yang disebut

56
“amorph” Untuk mendeterminasikan sebuah mineral dapat didasarkan pada hal hal
sebagai berikut :
 Sifat fisik ( meliputi warna, kilap, bentuk, kekerasan, belahan dll)
 Bentuk kristal atau sistem sumbu kristal
 Sifat optik (penelitian tanda tanda optik dibawah mikroskop) dll.

Dengan kemajuan ilmu dalam bidang mineral ternyata bentuk mineral yang
berbagai ragam itu dapat dikelompokkan dalam 7 (tujuh) sistem sumbu. Sistem
sumbu ini sangat berguna untuk mempelajari bentuk bentuk dari mineral itu.
Adapun sistem sumbu kristalografi tersebut terdiri dari:
1) Sistem sumbu reguler
2) Sistem sumbu tetragonal
3) Sistem sumbu orthorombis
4) Sistem sumbu hexagonal
5) Sistem sumbu trigonal
6) Sistem sumbu monoklin dan
7) Sistem sumbu triklin

Dasar penggolongan sistem kristal tersebut ada tiga hal, yaitu:


 Jumlah sumbu kristal,
 Letak sumbu kristal yang satu dengan yang lain dan
 Parameter yang digunakan untuk masing-masing sumbu kristal

Adapun ke tujuh sistem sumbu kristal tersebut akan dijelaskan sebagai berikut
dibawah ini :

3.1. Sistem Reguler (Isometrik)


Sistem ini juga disebut sistem reguler, bahkan sering dikenal sebagai sistem
kubus/kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3(tiga), semuanya sama panjang dan
saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu dapat dibolak balik

57
karena masing masing mempunyai panjang dan kedudukan yang sama satu dengan
lainnya.

Gambar 3.1 Sistem Kubik: (a) Asli, (b) Modifikasi

Bentuk kristal yang termasuk kedalam sistem sumbu ini dibagi dalam
beberapa kelas yaitu:
1) Kelas Hexaoktahedron
Bentuk dasar yg paling sederhana adalah bentuk kubus. Seluruh bidangnya
memotong tegak lurus, satu sumbu dan sejajar dengan sumbu yang lain. Bentuk
dasar yang kedua adalah oktahedron yang merupakan dua piramid yang
simetris. Bidang bidang dari oktahedron dapat memotong ketiga sumbu sama
panjang atau memotong dua sumbu sama panjang dan sejajar dengan sumbu
yang lain dan sebagainya.
a) Kelas hexatetrahedron
Pada kelas ini yang menjadi bentuk dasar adalah bidang 4, suatu bangun
yang dibatasi oleh 4 bidang yang sama dan sebangun, masing masing
merupakan segitiga sama sisi. Tetrahedron dikenal ada dua macam yaitu
tetrahedron positif dan negatif.
b) Kelas pyritohedron.
Pyritohedron merupakan suatu bentuk yang sering dijumpai khas untuk
mineral pyrite. Bentuk ini dibatasi oleh 12 bidang segi lima yang sama dan
sebangun. Posisi masing masing bidang merupakan bangun limas yang
sejajar dengan salah satu sumbu.

58
Dibawah ini salah satu contoh mineral halit yang mempunyai sistem sumbu
kubik atau Isometrik

Gambar 3.2 Mineral Halit Dengan Sumbu Mineral Isometrik

3.2. Sistem Tetragonal


Sama dengan sistem isometrik, sistem ini mempunyai 3 sumbu kristal yang
masingmasing saling tegak lurus terhadap satu sama yang lain. Sumbu a dan b
mempunyai satuan panjang yang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih
panjang atau lebih pendek akan tetapi pada umumnya lebih panjang (sumbu a = b
≠ c).

Gambar 3.3 Sistem Tetragonal: (a) Asli, (b) Modifikasi

59
Pada sistem ini terdapat beberapa bentuk dasar yaitu pyramid, prisma,
sphene, pinakoid. Pyramid merupakan dua limas yang bertemu pada satu titik. Lima
yang garis potong bidang bidangnya memotong salah satu sumbu disebut sphene.
Selanjutnya dua bidang sejajar yang tegak lurus, salah satu sumbu disebut pinakoid.
Kalau beberapa bidang sejajar salah satu sumbu disebut prisma.
Bentuk yang termasuk dalam system sumbu ini dibagi menjadi beberapa
kelas diantaranya sebagai berikut :
a) Kelas ditetragonal dipyramidal
Kelas ini meliputi bentuk ditetragonal dipyramid dan ditetragonal prisma.
b) Kelas tetragonal scalenohedral
Kelas ini mempunyai dua bentuk dasar yaitu tetragonal disphenoid dan
tetragonal scalenohedron.
c) Kelas tetragonal dipyramidal
Kelas ini dibangun oleh bentuk prisma, pyramid atau kombinasi antara
prisma dan pyramid.

Penamaan dalam sisem ini selalu dengan menyebut sistemnya. Bentuk


bentuknya banyak yang mirip dengan system reguler. Perbedaannya hanya terletak
pada arah memanjang sumbu c. Dibawah ini salah satu contoh mineral yang
mempunyai sumbu mineral tetragonal.

Gambar 3.4 Mineral Scheelite Dengan Sumbu Mineral Tetragonal

60
3.3. Sistem Orthorombik
Sistem ini disebut juga orthorombis dan mempunyai 3 sumbu kristal a, b,
dan c yang saling tegak lurus satu dengan yang lain. Ketiga sumbu kristal tersebut
mempunyai panjang yang berbeda.

Gambar 3.5 Sistem Orthorombik: (a) Asli, (b) Modifikasi

Pada sistem ini dicirikan tidak mempunyai sumbu ganda 4. Bentukbentuk


dasar yang terdapat pada sistem ini adalah pyramid, prisma dan pinakoid. Dibawah
ini salah satu contoh mineral yang mempunyai sumbu mineral ortorombik.

Gambar 3.6 Mineral Belerang Dengan Sistem Sumbu Mineral Ortorombik

61
3.4. Sistem Heksagonal
Sistem ini mempunyai empat sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus
terhadap ketiga sumbu yang lain. Sumbu a, b, dan d masing-masing saling
membentuk sudut 1200 satu terhadap yang lain (Gambar 4.4). Sumbu a, b, dan d
mempunyai panjang yang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang
atau lebih pendek (umumnya lebih panjang). Sumbu ini dibedakan dengan sistem
trigonal adalah pada sumbu putaran (simetri) pada sumbu c. Sumbu c pada sistem
hexagonal merupakan sumbu putaran ganda 6 sedangkan pada sistem trigonal
merupakan sumbu putaran ganda 3. Bentuk dasar yang sering dijumpai adalah
pyramid, prisma, pinakoid, rombohedron dan sebagainya.

Gambar 3.7 Sistem Heksagonal: (a) Asli, (b) Modifikasi

Gambar 3.8 Mineral Apatite Dengan Sistem Sumbu Mineral Heksagonal

62
3.5. Sistem Trigonal
Beberapa ahli memasukkan sistem ini ke dalam sistem heksagonal.
Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya bila pada trigonal
setelah terbentuk bidang dasar, yang berbentuk segienam kemudian dibuat segitiga
dengan menghubungkan dua yitik sudut yang melewati satu titik sudutnya.

Gambar 3.9 Sistem Trigonal: (a) Asli, (b) Modifikasi

Dibawah ini salah satu contoh mineral yang mempunyai sistem sumbu
mineral trigonal.

Gambar 3.10 Mineral Kalsit Dengan Sistem Sumbu Mineral Trigonal

63
3.6. Sistem Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga
sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu b; b tegak lurus
terhadap c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu
tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling
panjang dan sumbu b yang paling pendek.

Gambar 3.11 Sistem Monoklin: (a) Asli, (b) Modifikasi

Gambar 3.12 Mineral Gypsum Dengan Sistem Sumbu Mineral Monoklin

64
3.7. Sistem Triklin
Sistem ini mempunyai tiga sumbu yang satu dengan lainnya tidak saling
tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.

Gambar 3.13 Sistem Triklin: (a) Asli, (b) Modifikasi

Di bawah ini salah satu contoh mineral yang mempunyai sistem sumbu
triklin.

Gambar 3.14 Mineral Rodokrosit Dengan Sistem Sumbu Mineral Triklin

Dari penjelasan penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan pada tabel


berikut di bawah ini:

65
Tabel 3.1
Sistem Sumbu Kristalografi
No. Sistem Sumbu Jumlah Sumbu Panjang Sumbu Posisi Sumbu
1 Reguler 3 a=b=c a┴b┴c
2 Tetragonal 3 a=b≠c a┴b┴c
3 Orthorombis 3 a≠b≠c a┴b┴c
└ a & b = 120°
Hexagonal /
4 4 a=b=d≠c └ b & d = 120°
Trigonal
c ┴ abd
a┴b
5 Monoklin 3 a≠b≠c
└ ac > 90°
└ ab > 90°
6 6 Triklin 3 a≠b≠c
└ ac > 90°

3.8. Sifat Fisik Mineral


Sifat fisik dari mineral banyak sekali, didalam hal ini hanya akan
dikemukakan yang pokok pokok saja yaitu : warna, bentuk, kilap (luster), goresan,
kekerasan (hardness), belahan (cleavage), pecahan (fracture), rasa dan bau. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat di bawah ini:
1) Warna
Kesan warna dari suatu mineral ditentukan oleh kecenderungan dari mineral
tersebut untuk menyerap gelombang cahaya seperti diketahui bahwa cahaya
putih sebenarnya dapat diuraikan menjadi berbagai warna, mineral menyerap
semua cahaya akan memberikan warna hitam, sedang mineral yang
memantulkan semua cahaya akan terlihat putih atau transparant.
Beberapa mineral mempunyai warna yang tertentu dan karakteristik. Warna
demikian disebut “Idiochromatic” sebaliknya warna mineral sering sekali
berubah akibat adanya unsur unsur asing. Sebagai contoh mineral kuarsa yang
murni mempunyai warna putih bening. Dengan adanya unsur unsur tertentu
mineral ini dapat berwarna kecubung, warna demikian disebut “allochromatic”

66
2) Bentuk
Di alam jarang sekali dijumpai bentuk bentuk mineral yang ideal, sehingga
penamaan bentuk yang digunakan lebih bersifat praktis yaitu sebagai berikut:
 Prismatik adalah bentuk bentuk menyerupai prisma contoh kuarsa
 Tabular adalah bentuk bentuk yang berlapis lapis tebal contoh gypsum
 Lamellar adalah bentuk bentuk yang berlembar lembar contoh mika.
 Fibroas adalah bantuk mineral yang tumbuh seperti serabut
 Pellet adalah bentuk mineral yang bulat contoh glaukonit
 Asikular adalah bentuk meniral yang menyerupai jarum
 Granular adalah mempunyai bentuk butiran contoh garnet
 Kubus adalah bentuk mineral menyerupai kubus contoh pyrit dan
sebagainya

Telah diutarakan bahwa bentuk meniral di alam jaran sekali dijumpai


dalam bentuk yang sebenarnya. Hal ini disebabkan karena gangguan gangguan
lingkungan tumbuhnya. Mungking ruang gerak yang terlalu sempit atau
penurunan temperatur yang sangat cepat. Mineral yang tumbuh dan memiliki
bentuk yang sebenarnya disebut berbentuk Euhedral. Kalau sebagian saja yang
tumbuh normal disebut berbentuk subhedral. Dalam kondisi tertentu mineral
tidak memiliki bentuk yang sebenarnya, tetapi lebih menyesuaikan dengan
ruang tumbuhnya, disebut berbentuk unhedral.
3) Kilap
Adalah penampakan permukaan mineral terhadap pantulan sinar. Hal ini akan
dipengaruhi oleh sifat sifat tembus cahaya, indek bias dan struktur mineral.
Kilap mineral dibagi 2 (dua) yaitu kilap logam dan non logam. Kilap non logam
dibagi bagi lagi menjadi kilap kaca, adamantin, resin, greas, mutiara, sutera dan
yang tidak memberikan kilap disebut “dull”
 Kilap kaca adalah sedikit mengkilap tembus cahaya atau sedikit tembus
cahaya,
 contoh mineral kuarsa, kalsit, feldspar, piroksin dan sebagainya.

67
 Kilap adamansin adalah kilapnya gemerlapan seperti intan.
 Resin adalah kilapnya seperti resin, contoh sphalerite
 Greas adalah kilapnya seperti berlemak, contoh nephelin
 Mutiara adalah memberi kilap seperti mutiara, contoh talk
 Kilap sutera adalah kilapnya menyerupai sutera, contoh asbes.
 Dull adalah tidak memberikan kilap seperti kaolin, kapur, dan lain lain.
4) Goresan
Goresan warna dari pada mineral dalam keadaan sebagai tepung warna ini
dapat diamati apabila mineral tersebut digoreskan pada benda putih yang
permukaannya kasar dan mempunyai kekerasan yang lebih besar. Dalam hal
kekerasan mineral lebih besar maka yang terlihat warna goresan dari benda
putih itu sendiri. Warna goresan kadang kadang berbeda dengan warna mineral
itu sendiri. Mineral pyrit mempunyai warna kuning emas, tetapi goresannya
berwarna hitam kehijauan, mineral piroksin berwarna hitam kehijauan, tetapi
goresannya berwarna putih.
5) Kekerasan
Adalah ketahanan mineral terhadap suatu goresan. Ini diukur berdasarkan suatu
skala yang dibuat oleh MOHS. Skala ini mempunyai harga dari 1 paling lunak
hingga skala 10 untuk mineral yang paling keras 10, sebagai parameter
digunakan mineral berikut:
 Kekerasan 1 adalah mineral talk,
 Kekerasan 2 adalah mineral gipsum,
 Kekerasan 3 adalah mineral kalsit,
 Kekerasan 4 adalah mineral fluorit,
 Kekerasan 5 adalah mineral apatit,
 Kekerasan 6 adalah mineral ortoklas/feldspar,
 Kekerasan 7 adalah mineral kuarsa,
 Kekerasan 8 adalah mineral topaz,
 Kekerasan 9 adalah mineral korundum, dan
 Kekerasan 10 adalah mineral intan.

68
Dilaboratorium pengetesan kekerasan mineral dilakukan dengan
menggunakan skala Mohs. Mineral yang lebih lunak akan tergores dengan
mineral yang lebih keras. Sebagai contoh mineral dengan kekerasan 6 dapat
digores dengan skala kekerasan 7, tetapi tidak tergores oleh skala kekerasan 5.
Pengukuran kekerasan mineral dilapangan tidak dilakukan dengan
menggunakan skala mohs, tetapi dengan alat alat lain yang kekerasannya sudah
diketahui. Alat alat yang sering digunakan adalah:
 Kuku mempunyai kekersan kurang lebih 2,5
 Uang tembaga mempunyai kekerasan 3
 Pisau saku mempunyai kekerasan 5,5
 Kikir terbuat dari baja mempunyai kekerasan 6,5
 Prosedur pengetesan kekerasan sama dengan cara dilaboratorium.
 Pengukuran kekerasan dapat dilakukan dengan menggunakan “
 hardnesspencil”. Satu zat hardnesspencil terdiri dari feldspar (6), kuarsa
(7),
 Zircon (7,5), Topas (8), chrysoberyel (8,5), Korundum (9), dan intan
(10).
6) Belahan
Suatu mineral mudah dibelah melalui bidang tertentu yang disebut bidang
belahan. Bidang bidang sejajar dengan struktur mineral itu sendiri. Bidang
belahan dapat halus, licin mengkilat, dapat merupakan bidang rata saja atau
kadang kadang merupakan bidang yang sedikit bergelombang(bidang kasar).
Selanjutnya bidang belahan kadang kadang sangat sulit dikenal dan hanya
diketahui setelah melihatnya dengan seksama. Belahan dapat dibagi menjadi
beberapa macam yaitu:
 Belahan sempurna adalah bidang belahan licin mengkilat. Sebagai
contoh belahan pada mineral mineral biotit, gypsum dan kalsit.
 Belahan baik adalah bidang belahan rata. Sebagai contoh belahan
mineral-mineral ortoklas, hornblende, piroksin dan sebagainya.

69
 Belahan district adalah bidang belahan kasar, tidak merata. Sebagai
contoh pada mineral mineral sphene, apatit, rutil dan sebagainya
 Belahan indistinet adalah bidang belahan tak jelas, sulit dikenal, kecuali
dengan pengamatan seksama. Contohnya pada mineral mineral pyrit,
korundum, garnet dan sebagainya
Pada diskripsi sifat belahan akan disebut kwalitasnya (sempurna sampai
dengan indistinet) dan selanjutnya arahnya (searah). Belahan dengan dua arah
akan disebutkan sudut yang diapit oleh kedua belahan sebagai contoh mineral
piroksin dengan belahan baik, mempunyai dua arah yang saling tegak lurus.
Mineral hornblende mempunyai belahan baik, dua arah dengan yang mengapit
sudut 560.
7) Pecahan
Pecahan merupakan karakter permukaan apabila mineral pecah kearah yang
bukan bidang belahan. Pecahan mineral cenderung membentuk pola yang
tertentu sebagai berikut:
 Konkoidal adalah pecahan melengkung menyerupai kulit kerang atau
pecahan botol.
 Even adalah pecahan yang membentuk bidang hampir rata.
 Uneven adalah pecahan membentuk permukaan teratur.
 Speintery adalah mineral pecah menjadi pecahan pecahan kecil kecil.
8) Rasa
Mineral tertentu mempunyai rasa kalau dijilat terutama mineral yang mau larut
kedalam air, rasa yang dijumpai pada beberapa mineral diantaranya adalah:
 Asam rasa dari mineral belerang.
 Dingin rasa dari mineral sodium nitrat
 Asin rasa dari mineral halit.
9) Bau
Beberapa mineral sering memiliki bau yang khas, bau tersebut muncul kalau
dicium, waktu dipanaskan atau digores. Diantara bau yang sering dijumpai
adalah:
 Bau lempung dapat tercium pada kaolin

70
 Bau bawang bau ini timbul pada saat mineral arsenopyrite dipanaskan.
 Bau belerang bau yang terjadi pada waktu mineral sulfida digores dan
sebagainya.

71
DAFTAR PUSTAKA

Bateman, A.M., & Jensen, M. L., 1981. Economic Mineral Deposit, New York :
John Willey & Sons.

Billing M.P, 1972 Structural Geology, Prenice Hull Inc. Englewood Cliffs, New
Jersey.

Krumbein W,C and Sloss L.L, 1965, Stratigraphy and Sedimentations, chapter 4
properties in sedimentary Rocks p.93-131 W.H Freeman and Co San
Francisco.

Pettijohn F.L. 1957. Sedimentary Rock, Chapiter 2, Texture p. 13-51, Harper and
Bross, New York.

Sitter De, L.U. 1956, Structural geology ; Mc. Graw Hill Book Company Inc-
Kagokuska Company Ltd. Tokyo.

Berry L.G. And Mason Brian. 1961, Mineralogy, Modern Asia Editions, W.H
Freeman and Co, San Francisco, Charles E Tuttle Co Tokyo.

Walter, T. Huang, 1962, Petrology, Mc. Graw-Hill Book Company, New York.

Sukendar Asikin, 1978, Dasar dasar geologi struktur, Departemen Teknik Geologi
ITB –Bandung.

72

Anda mungkin juga menyukai