Panduan PP 3 6 Pelayanan Pasien Dialisis
Panduan PP 3 6 Pelayanan Pasien Dialisis
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Suatu kondisi kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, yang
didefinisikan sebagai abnormalitas struktural atau fungsional ginjal, dengan atau
tanpa penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang bermanifestasi sebagai
kelainan patologis atau kerusakan ginjal; termasuk ketidakseimbangan komposisi
zat di dalam darah atau urin serta ada atau tidaknya gangguan hasil pemeriksaan
pencitraan
2. LFG yang kurang dari 60 mL/menit/1,73 m2 lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal
Hemodialisis (HD) adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunkan alat
khusus dengan tujuan mengatasi gejala dan tanda akibat laju filtrasi glomelurus yang
rendah sehingga diharapkan dapat memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup
pasien.
Unit Hemodialisis adalah tempat pelayanan hemdialisis yang terdiri dari minimal 4 mesin
dialisis, didukung dengan unit permurnian air (water treatment) dan peralatan pendukung
serta mempunyai tenaga medis, minimal terdiri dari 2 Perawat`Mahir HD, 1 Dokter
bersertifikat HD, yang diawasi oleh 1 orang Dokter Internis bersertifikat HD dan
disupervisi oleh 1 orang Internis-Konsultan Ginjal Hipertensi (KGH).
Falsafah
Pada keadaan gagal ginjal, pasien membutuhkan terapi pengganti fungsi ginjal untuk
memperpanjang dan mempertahankan kualitas hidup yang optimal. Terapi pengganti
ginjal terdiri dari hemodialisis, CAPD dan transpalasi. Terapi gagal ginjal yang ideal
adalah transplantasi ginjal. Akan tetapi karena masih terdapat kendala faktor biaya dan
keterbatasan donor maka di Indonesia dialisis masih merupakan Terapi Pengganti Ginjal
(TPG) yang utama. Terapi pengganti ginjal ini merupakan sebagian dari pengobatan
pasien gagal ginjal. Selain TPG masih dibutuhkan pengobatan lain seperti vitamin D,
eritropoetin, obat pengikat fosfor, dll.
1
pemerintah dan masyarakat. Dialisis potensial menimbulkan risiko, oleh karena itu
keselmatan pasien serta kualitas pelayanan harus selalu diperhatikan
Pengorganisasian
Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Unit Layanan Hemodialisis di dalam Rumah Sakit dari aspek
kompetensi, SDM, fasilitas sarana serta kepemilikan menyebabkan bervariasinya
pengelolaan layanan mulai dari organisasi sampai pembiayaan di rumah sakit.
Ketenagaan
Ketenagaan pelayanan hemodialis terdiri dari :
• Teknis
• Tenaga administrasi
Kompetensi
Supervisor
2
Seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal Hipertensi (Dokter
Sp-PD-KGH) yang diakui oleh Pernefri, dan bertugas sebagai Pengawas Supervisor.
Disamping itu dapat juga bertugas sebagai Dokter Penanggung Jawab Unit Dialisis dan
atau Dokter Pelaksana Unit Hemodialisis.
Penanggung Jawab
Seorang dokter Spesialis Penyakit Dalam (Dokter Sp.PD) yang telah mendapat
pelatihan dialisis di Pusat Pelatihan Dialisis yang diakui atau dikreditasi oleh Pernefri dan
bertugas sebagai Penanggung Jawab Unit Dialisis. Disamping itu dapat juga bertugas
sebagai Dokter Pelaksana Unit Hemodialisis
Dokter Pelaksana
Seorang dokter yang telah mendapat pelatihan dialisis di Pusat Pelatihan Dialisis
yang diakreditasi oleh Pernefri dan bertugas sebgai Dokter Pelaksana Unit Hemodialisis
Perawat Mahir
Perawat yang telah menempuh pendidikan khusus dialisis dan perawat ginjal
insentif di pusat pelatihan dialisis yang diakui Pernefri
Perawat
Seorang lulusan Akademi Keperawatan yang memberikan asuhan keperawatan
dan membantu tugas perawat mahir HD.
Teknisi
Minimal SMU/STM atau perawat dengan pelatihan khusus mesin dialisis dan
perlengkapannya. Bertugas : menyiapkan mesin dan perlengkapannya,
menjalankan dan merawat mesin dialisis dan pengolah air, bekerjasama dengan
teknisi pabrik pembuatnya (produsen/agen).
Perijinan
Perijinan Unit Hemodialisis di Rumah Sakit Islam Pati mengikuti ijin rumah sakit dengan
disertai verifikasi dari PERNEFRI setelah unit hemodialisis memenuhi persyaratan yang
diperlukan.
Pelayanan Hemodialisis
3
B. Prosedur Pelayanan Hemodialisis
Hemodialisis
4
ALUR PELAYANAN DAN RUJUKAN PASIEN HEMODIALISIS
UGD
Rawat Rawat
Inap Jalan
ICU
HEMODIALISA
Kasir PULANG
5
Bangunan dan Prasarana
1. Unit hemodialisis Rumah Sakit Islam Pati mempunyai bangunan dan prasarana sbb.:
a. Ruangan Hemodialisis
b. Ruangan Pemeriksaan/konsultasi.
c. Ruangan dokter.
d. Ruangan perawat.
e. Ruangan reuse.
f. Ruangan pengolahan air.
g. Ruangan sterilisasi alat.
h. Ruangan Penyimpanan obat.
i. Ruangan administrasi.
j. Ruangan pendaftaran/penerimaan pasien dan rekam medik.
k. Ruang penunjang non medik yang terdiri dari pantry, gudang peralatan,
tempat cuci.
l. Ruang tunggu keluarga pasien.
m. Toilet yang masing-masing terdiri dari toilet untuk petugas, pasien dan
untuk penunggu pasien.
n. Spoelhok.
4. Mempunyai fasilitas listrik dan penyediaan air bersih(water treatment) yang memenuhi
persyaratan kesehatan.
5. Mempunyai sarana utnuk mengolah limbah dan pembuangan sampah sesuai peraturan
yang berlaku (septic tank besar/rujukan limbah padat infeksius).
6. Memiliki fasilitas akses untuk dapat mengirim laporan berkala ke Supervisor dan
PERNEFRI Pusat (Register PERNEFRI).
Sistem Pembiayaan
1. Sumber
Asuransi ; BPJS
Perusahaan
6
Lain-lain.
Konsul dokter
Tindakan ;
Jasa medik
Waktu pelayanan
Pengendalian Limbah
7
Dalam rekam medis dicatat diagnosis medik (berdasarkan ICD X) untuk
pelaporan ke Dinas Kesahatan yang kemudian diteruskan ke Departemen
Kesehatan.
Sistem rujukan
Pengertian Rujukan
adalah suatu upaya pelimpahan tanggung jawab dan wewenang secara timbal
balik dalam pelayanan kesehatan untuk menciptakan suatu pelayanan kesehatan
paripurna.
Rujukan internal adalah rujukan antar spesialis dalam suatu ruangan rumah sakit.
Rujukan eksternal adalah rujukan antar spesialis keluar rumah sakit dengan
mengikuti sistim rujukan yang ada.
Pembinaan manajemen.
B. Tujuan
C. Manfaat
Pedoman hemodialisis Rumah Sakit Islam Pati ini diharapkan bermanfaat bagi semua
pihak terutama pengelola unit pelayanan hemodialisis.
8
BAB II
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
A. Pengertian
B. Etiologi
Chronic Kidney Disease ( CKD ) terjadi setelah berbagai macam penyakit yang
merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus
dan bilateral.
C. Patofisiologi
Semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-
beda dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat
saja benar- banar rusak atau berubah struktur.
“Bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa
nefron yang masih utuh tetap bekerja normal”. Uremia akan timbul bila jumlah
9
nefron sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit
yang tidak dapat dipertahankan lagi.
tubulus dalam tiap nefron, meskipun GFR untuk seluruh massa nefron menurun di
bawah normal
10
Toksik Uremik
↓GFR
Sekresi parathormon
Kalsium di tulang ↓
Met.aktif vit D↓
11
dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang
mukosa lambung dan usus.
Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak
mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
Pankreatitis
Kelainan mata
Kardiovaskuler :
Hipertensi
Pitting edema
Edema periorbital
Pembesaran vena leher
Friction Rub Pericardial
Kelainan kulit
Gatal
Kering bersisik
- Konfusi
12
- Disorientasi
- Kejang
- Perubahan Perilaku
Kardiomegali.
Kardiovaskular Hipertensi
Retinopati dan enselopati hipertensif
Beban sirkulasi berlebihan
Edema
13
Gagal jantung kongestif
Perikarditis (friction rub)
Disritmia
14
Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi
Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut menjadi
paraplegi
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
- Ureum kreatinin.
- Mikrobiologi urin
- Kimia darah
- Elektrolit
- Imunodiagnosis
Laki-laki :
CCT =
15
72 x kreatinin serum ( mg/dL )
Bersihan kreatinin :
Nilai normal :
1. Diagnostik
- USG.
- Nefrotogram.
- Pielografi retrograde.
- Pielografi antegrade.
16
- RetRogram
- USG.
7. Managemen Terapi
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease (
CKD ) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Alur manajemen terapi pada klien Cronic Kidney Desease (CKD) dan terminal
sebagai berikut;
CKD
Terapi konservatif
gagal
17
e) Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
d) Kendalikan hiperfosfatemia.
f) Terapi hIperfosfatemia.
f) Terapi anemia.
1. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolik
18
a) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
b) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan
7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
2) Anemia
b) Anemia hemolisis
Hemosiderosis
Supresi sumsum tulang
Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana
transplantasi ginjal.
3) Kelainan Kulit
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden meningkat
pada klien yang mengalami HD.
19
Keluhan :
Bersifat subyektif
Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan
lichen symply
Hidroxyzine 10 mg P.O
b) Easy Bruishing
4) Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
a) HD reguler.
5) Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi, tipe
vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :
1. Terapi pengganti
20
Adalah terapi yang menggantikan fungsi ginjal yang telah mengalami kegagalan
fungsi ginjal baik kronik maupun terminal. Pada masa sekarang ini ada dua jenis
terapi :
a) Hemodialisa
8. Komplikasi
1. Hipertensi.
2. Hiperkalemia.
3. Anemia.
4. Asidosis metabolik.
5. Osteodistropi ginjal.
6. Sepsis.
7. Neuropati perifer.
8. Hiperuremia.
21
BAB III
HEMODIALISIS
1. Latar Belakang
Hemodialisis atau hemodialisa (haemodialysis) adalah suatu metode yang
diperuntukkan bagi para penderita gagal ginjal yang berfungsi untuk membuang
produk sisa metabolisme seperti potasium dan urea dari darah. Sisa metabolisme
yang tidak dibuang dan menumpuk dalam darah akan menjadi racun bagi tubuh.
Pada penderita gagal ginjal, ginjal mereka sudah tidak dapat membersihkan darah
dari sisa metabolisme. Sehingga dibutuhkan terapi pengganti ginjal untuk
menggantikan fungsi ginjal. Saat ini hemodialisis merupakan terapi pengganti
ginjal yang paling banyak dilakukan.
Tahapan gagal ginjal kronik dibagi beberapa cara, salah satunya dengan
memperhatikan faal ginjal yang masih tersisa. Bila faal ginjal yang masih tersisa
sudah minimal sehingga usaha-usaha pengobatan konservatif yang berupa diet,
pembatasan minum, obat-obatan, dan lain-lain tidak memberi pertolongan yang
diharapkan lagi, keadaan tersebut diberi nama gagal ginjal terminal (GGT). Pada
stadium ini terdapat akumulasi toksin uremia dalam darah yang dapat
membahayakan kelangsungan hidup pasien. Pada umumnya faal ginjal yang
masih tersisa, yang diukur dengan klirens kreatinin (KKr), tidak lebih dari 5
mL/menit/1,73 m2. Pasien GGT, apa pun etiologi penyakit ginjalnya, memerlukan
pengobatan khusus yang disebut pengobatan atau terapi pengganti (TP).
Peralatan untuk terapi hemodialisis terdiri dari dializer, water treatment,
larutan dialisat (konsentrat) serta mesin hemodialisis dengan sistem monitor.
Berikut bagan pada proses hemodialisa :
22
Gambar 1. Alur hemodialisis
Prinsip-prinsip dasar yang digunakan saat proses hemodialisis ada 2, yaitu
dialisis dan ultrafiltrasi (konveksi). Dialisis adalah suatu proses dimana komposisi
zat terlarut dari satu larutan diubah menjadi larutan lain melalui membran
semipermiabel. Molekul-molekul air dan zat-zat terlarut dengan berat molekul
rendah dalam kedua larutan dapat melewati poripori membran dan bercampur
sementara molekul zat terlarut yang lebih besar tidak dapat melewati barier
membran semipermiabel. Proses penggeseran (eliminasi) zat-zat terlarut (toksin
uremia) dan air melalui membran semipermiabel atau dializer berhubungan
dengan prose difusi dan ultrafiltrasi (konveksi).
Proses difusi
Proses difusi adalah proses pergerakan spontan dan pasif zat terlarut.
Molekul zat terlarut dari kompartemen darah akan berpindah kedalam
kompartemen dialisat setiap saat bila molekul zat terlarut dapat melewati
membran semipermiabel demikian juga sebaliknya. Kecepatan proses difusi zat
terlarut tergantung kepada koefisien difusi, luas permukaan membran dializer dan
perbedaan konsentrasi.
23
Proses ultrafiltrasi
Proses ultrafiltrasi adalah proses pergeseran zat terlarut dan pelarut secara
simultan dari kompartemen darah kedalam kompartemen dialisat melalui
membran semipermiabel. Proses ultrafiltrasi ini terdiri dari ultrafiltrasi hidrostatik
dan osmotik.
a. Ultrafiltrasi hidrostatik
1. Transmembrane pressure (TMP)
TMP adalah perbedaan tekanan antara kompartemen darah dan
kompartemen dialisat melalui membran. Air dan zat terlarut didalamnya
berpindah dari darah ke dialisat melalui membran semipermiabel adalah
akibat perbedaan tekanan hidrostatik antara kompertemen darah dan
kompartemen dialisat. Kecepatan ultrafiltrasi tergantung pada
perbedaan tekanan yang melewati membran.
2. Koefisien ultrafiltrasi (KUf)
Besarnya permeabilitas membran dializer terhadap air bervariasi
tergantung besarnya pori dan ukuran membran. KUf adalah jumlah
cairan (ml/jam) yang berpindah melewati membran per mmHg
perbedaan tekanan
(pressure gradient) atau perbedaan TMP yang melewati membran.
b. Ultrafiltrasi osmotik
Dimisalkan ada 2 larutan “A” dan “B” dipisahkan oleh membran
semipermiabel, bila larutan “B” mengandung lebih banyak jumlah partikel
dibanding “A” maka konsentrasi air dilarutan “B” lebih kecil dibanding
konsentrasi larutan “A”. Dengan demikian air akan berpindah dari “A” ke
“B” melalui membran dan sekaligus akan membawa zat -zat terlarut
didalamnya yang berukuran kecil dan permiabel terhadap membran,
akhirnya konsentrasi zat terlarut pada kedua bagian menjadi sama.
24
membran dializer dapat terbuat dari Sellulose, Sellulose yang disubstitusi,
Cellulosynthetic dan Synthetic. Spesifikasi dializer dinyatakan dengan
Koefisient ultrafiltrasi (Kuf) disebut juga permeabilitas air. Kuf adalah
jumlah cairan (ml/jam) yang berpindah melewati membran per mmHg
perbedaan tekanan (pressure gradient) atau perbedaan TMP yang
melewati membran. Besarnya permeabilitas membran dializer terhadap air
bervariasi, tergantung besarnya pori dan ukuran membran.
KoA dializer merupakan koefisien luas permukaan. Transfer adalah
kemampuan penjernihan dalam ml/menit dari urea pada kecepatan aliran
darah dan kecepatan aliran dialisat tertentu. KoA ekuivalen dengan luas
permukaan membran, makin luas permukaan membran semakin tinggi
klearensi urea.
Dializer ada yang memiliki high efficiency atau high flux. Dializer
high efificiency adalah dializer yang mempunyai luas permukaan membran
yang besar. Dializer high flux adalah dializer yang mempunyai pori-pori
besar yang dapat melewatkan molekul yang lebih besar, dan mempunyai
permeabilitas tinggi terhadap air.
Ada 3 tipe dializer yang steril dan bersifat disposibel yaitu bentuk
hollow-fiber (capillary) dialyzer, parallel flat dialyzer dan coil dialyzer.
Setiap dializer mempunyai karakteristik masing-masing untuk menjamin
efektifitas proses eliminasi dan menjaga keselamatan penderita. Yang
banyak beredar dipasaran adalah bentuk hollow-fiber dengan membran
selulosa.
25
Gambar 2. Skema Proses Hemodialisis
1.2.2 Water treatment
Air yang dipergunakan untuk persiapan larutan dialisat haruslah air
yang telah mengalami pengolahan. Air keran tidak boleh digunakan
langsung untuk persiapan larutan dialisat, karena masih banyak
mengandung zat organik dan mineral. Air kran ini akan diolah oleh water
treatment sistem bertahap. Berikut gambar sistematika water treatment:
Feed Water System
Intake Pump
Sand Filter
Carbon Filter
Ion-exchange system
Micron-Filters
Purifier
Ultra Violet Sterilizer
Ultra Micron filtration
Water Pumps
Circulation System Gambar 3. Water Treatment
26
1.2.3 Larutan dialisat
a. Dialisat asetat
Dialisat asetat telah dipakai secara luas sebagai dialisat standar
untuk mengoreksi asidosis uremikum dan untuk mengimbangi
kehilangan bikarbonat secara difusi selama proses hemodialisis. Dialisat
asetat tersedia dalam bentuk konsentrat yang cair dan relatif
stabil.Dibandingkan dengan dialisat bikarbonat, maka dialisat asetat
harganya lebih murah tetapi efek sampingnya lebih banyak. Efek
samping yang sering muncul seperti mual, muntah, kepala sakit, otot
kejang, hipotensi, gangguan hemodinamik, hipoksemia, koreksi asidosis
menjadi terganggu, intoleransi glukosa, meningkatkan pelepasan sitokin.
Adapun komposisi dialisat asetat dan bikarbonat adalah sebagai berikut
(tabel : 1 )
Dialisat asetat Dialisat bikarbonat (mEq/l)
Komponen
(mEq/l) Lar. asam Lar. bikarbonat Lar. final
Natrium 143 80 60 140,0
Kalium 2,0 2,0 - 2,0
Kalsium 1,75 1,75 - 1,75
Magnesium 0,75 0,75 - 0,75
Klorida 112 87 25 117,0
Bikarbonat - - 35 31,0
Asetat 38 - - 4,0
Asam asetat - 4 - -
Glukosa - 8,33 - 8,33
b. Dialisat Bikarbonat
Dialisat bikarbonat terdiri dari 2 komponen konsentrat yaitu larutan
asam dan larutan bikarbonat. Kalsium dan magnesium tidak termasuk
dalam konsentrat bikarbonat karena konsentrasi yang tinggi dari
kalsium, magnesium dan bikarbonat dapat membentuk kalsium dan
magnesium karbonat. Larutan bikarbonat sangat mudah terkontaminasi
mikroba karena konsentratnya merupakan media yang baik untuk
27
pertumbuhan bakteri. Kontaminasi ini dapat diminimalisir dengan
waktu penyimpanan yang singkat. Konsentrasi bikarbonat yang tinggi
dapat menyebabkan terjadinya hipoksemia dan alkalosis metabolik
yang akut. Namun dialisat bikarbonat bersifat lebih fisiologis walaupun
relatif tidak stabil. Biaya untuk sekali hemodialisis bila menggunakan
dialisat bikarbonat relatif lebih mahal dibandingkan dengan dialisat
asetat.
1.2.4 Mesin hemodialisis
Mesin hemodialisis terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan
larutan dialisat dan sistem monitor. Pompa darah berfungsi untuk
mengalirkan darah dari tempat tusukan vaskuler kepada dializer.
Kecepatannya antara 200-300 ml per menit. Untuk pengendalian
ultrafiltrasi diperlukan tekanan negatif. Lokasi pompa darah biasanya
terletak antara monitor tekanan arteri dan monitor larutan dialisat. Larutan
dialisat harus dipanaskan antara 34-390 C sebelum dialirkan kepada
dializer, karena suhu larutan dialisat yang terlalu rendah ataupun melebihi
suhu tubuh dapat menimbulkan komplikasi. Sistem monitoring setiap
mesin hemodilisis sangat penting untuk menjamin efektifitas proses
dialisis dan keselamatan penderita.
28
1.2.5 Tusukan Vaskuler
Tusukan vaskuler (blood access) merupakan salah satu aspek
teknik untuk program HD akut maupun kronik. Tusukan vaskuler
merupakan tempat keluarnya darah dari tubuh penderita menuju dializer
dan selanjutnya kembali lagi ketubuh penderita. Ada 2 tipe tusukan
vaskuler yaitu tusukan vaskuler sementara dan permanen.
29
BAB IV
INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI HEMODIALISIS
Indikasi
Pasien yang memerlukan hemodialisis adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan
memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi :
Pada CRF:
Kontraindikasi
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah
hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan
sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi
dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler
30
pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi.
Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer,
demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati
dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).
31
BAB V
TUJUAN HEMODIALISIS
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain
:
1. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang
lain.
2) Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
3) Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
4) Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
32
BAB VI
KOMPLIKASI HEMODIALISIS
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama
tindakanhemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
1. Kramotot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya
hemodialisa sampai mendeteksi waktu berakhirnya hemodialisa. Kram
otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat
dengan volume yang tinggi.
2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,
rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati
otonomik dan kelebihan tambahan berat cairan.
3. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa,
penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat
berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
5. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu
dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6. Pendarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat
dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin
selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
7. Gangguanpencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai
dengan sakit kepala.
33
8. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang
tidak adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
34
BAB VII
PROSEDUR HEMODIALISIS
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa
darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran
“arterial”, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai
darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum:
jarum “arterial” diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula atau
tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di
klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian
hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal
salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk
memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat
disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu
dengan pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah
pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke
dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan
zat sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam
yang mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara.
Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis
35
diberikan melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa
kebanyakan obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali
memang diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau
selang postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri
dengan mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan
membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang
kedalam perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli
peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
36
BAB VIII
TATA LAKSANA HEMODIALISA
37
18. Mengembalikan posisi dialiser ke posisi semula dimana ‘inset’ diatas dan
‘outset’ dibawah.
19. Menghubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10
menit siap untuk dihubungkan dengan pasien (soaking).
C. Persiapan pasien.
1. Menimbang BB
2. Mengatur posisi pasien.
3. Observasi KU
4. Observasi TTV
5. Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti dibawah ini:
38
BAB IX
PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian Pre HD
Pengkajian Post HD
39
BAB XI
ADEKUASI HEMODIALISIS
40
6. Tidak didapatkan komplikasi akibat uremia.
7. Tercapai rehabilitasi pribadi, keluarga dan profesi.
8. Kualitas hidup yang memadai.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi adekuasi hemodialisis adalah :
Aliran larutan dengan molekul besar dengan High Flux
Membran biocompatibility
Inisiasi HD
Dosis HD / Nutrisi
Pemeriksaan Kt/v; URR rutin (minimal setiap bulan)
Kualitas hidup
Adekuasi hemodialisis diukur dengan menghitung Urea Reduction Ratio
(URR) dan (Kt/V). Kt/V urea digunakan untuk merencanakan peresepan
hemodialisis serta menilai adekuasi hemodialisis, sedangkan Urea reduction ratio
(URR) atau Rasio Reduksi Urea (RRU) merupakan pedoman yang sederhana dan
praktis untuk menilai adekuasi hemodialisis.
National Cooperative Dialysis Study (NCDS), merupakan penelitian
prospektif skala luas pertama yang menilai adekuasi hemodialisis. Dalam
penelitian ini disimpulkan bahwa urea merupakan pertanda yang memadai untuk
penilaian adekuasi hemodialisis, dan tingkat kebersihan urea dapat dipakai untuk
prediksi keluaran (outcome) dari penderita. Lowrie dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa blood urea-nitrogen (BUN) yang tinggi menyebabkan
meningkatnya morbiditas.
41
klearensi dalam satuan L/menit, diperhitungkan dari KoA dializer serta kecepatan
aliran darah dan kecepatan aliran dialisat, t adalah waktu tindakan hemodialisis
dalam satuan menit. Kt/V akan bernilai lebih dari 1,2 saat evaluasi menandakan
bahwa sudah mencukup syarat normal. Kt/V menjadi metode pilihan untuk
mengukur dosis dialisis yang diberikan karena lebih akurat menunjukkan
penghilangan urea, bisa dipakai untuk mengkaji status nutrisi pasien dengan
memungkinkan perhitungan angka katabolisme protein yang dinormalisir, dan
bisa dipakai untuk peresepan dialisis untuk penderita yang memiliki fungsi renal
residual.5,20. Dalam menggunakan rumus ini diasumsikan bahwa konsep yang
dipakai adalah model single-pool urea kinetik. Cara ini merupakan
penyederhanaan dari perhitungan Model Kinetic Ureum (MKU), dimana Kt
merupakan jumlah bersihan urea dari plasma dan V merupakan volume distribusi
dari urea. K dalam satuan L/menit, diperhitungkan dari KoA dializer serta
kecepatan aliran darah dan kecepatan aliran dialisat, t adalah waktu tindakan HD
dalam satuan me nit, sedangkan V dalam satuan liter. Rumus yang dianjurkan
oleh NKF-DOQI adalah generasi kedua yang dikemukakan oleh Daugirdas.
Dimana :
1. Ln adalah logaritma natural.
2. R adalah BUN setelah dialisis dibagi BUN sebelum dialisis
3. t adalah lama waktu dialisis dalam jam.
4. UF adalah volume ultrafiltrasi dalam liter.
5. W adalah berat pasien setelah dialisis dalam kg.
Penghitungan dilakukan sesuai dengan Rumus Linier Daugirdas yang lebih
sederhana berupa:
Kt/V = 2,2 – 3,3 (R-0,03) - UF/W)
Dimana :
1. R adalah BUN setelah dialisis dibagi BUN sebelum dialisis.
2. UF adalah volume ultrafiltrasi dalam liter.
3. W adalah berat pasien setelah dialisis dalam kilogram.
42
4. Re-evaluasi dari data NCDS menunjukkan bahwa Kt/V kurang dari 0,8
dihubungkan dengan meningkatnya morbiditas, sedangkan Kt/V1,0-1,2
dihubungkan dengan mortalitas yang rendah. Batasan minimal Kt/V
ialah lebih dari 1,2 untuk penderita yang menjalani hemodialisis 3 kali
seminggu. Sedangkan untuk kelompok penderita diabetes, Collins
menganjurkan menaikkan Kt/V menjadi 1,4. Hemodialisis 2 kali
seminggu hanya dilakukan untuk sementara dan hanya untuk penderita
yang masih mempunyai klirensia > 5 ml/menit.
Rumus-rumus sebelumnya :
- Kt/V = Ln(BUN sebelum HD/BUN sesudah HD) (Gotch,1985)
- Kt/V = 0,04 PRU-1,2 (Jindal,1987)
BUN sebelum HD – BUN sesudahHD
- Kt/V = (Barth, 1988)
BUN mid
43
Dalam sebuah penelitian dengan menggunakan RRU untuk mengukur dosis
dialisis, telah ditunjukkan bahwa penderita yang menerima RRU ³60% memiliki
mortalitas yang lebih rendah dari yang menerima RRU 50%.
44
euvolemia yang lebih baik dan dapat mengurangi komplikasi kardiovaskuler.
Hemodialisis dianggap adekuat, jika :
Morbiditas / mortalitas menurun jangka pendek / panjang
Pelaksanaan secara rutin
Kualitas hidup baik
Parameter :
Kt/v: 0,7 – 1,2
URR: 55 – 75% (rata-rata 65%)
45
Secara individual semestinya kita harus selalu merencanakan dosis HD yang
akan dilakukan dalam setiap tindakan HD, adapun target minimal yang ditentukan
untuk Kt/V =1,2 atau setara dengan RRU ³65% (NKF- DOQI).
Dalam merencanakan dosis HD sebaiknya diperhitungkan Kt/V 1,3 atau
setara dengan RRU 70%, karena terdapatnya hal-hal yang berpengaruh :
a. Yang dilakukan lebih rendah dari yang direncanakan .
1. Aliran darah sebenarnya lebih lambat dari yang tertera dipanel.
2. Aliran darah dilambatkan karena alasan tertentu.
3. Resirkulasi.
4. Waktu tindakan HD yang sesungguhnya lebih pendek dari yang
direncanakan.
5. KoA dializer lebih rendah dari yang tertera dalam spesifikasi pabrik.
6. V penderita lebih besar dari pada yang tertera dalam normogram.
b. Yang dilakukan lebih tinggi dibanding yang direncanakan.
1. Blood urea-nitrogen (BUN) paska-HD lebih rendah karena tidak
tepatnya pengambilan sample seperti resirkulasi kardiopulmonari.
2. V dari penderita lebih kecil dari pada yang tertera dalam normogram.
3. Dializer lebih efisien, waktu tindakan HD lebih panjang.
Pada umumnya kita akan memberikan jumlah dialisis maksimum yang bisa
diterima penderita dalam waktu tertentu. Idealnya memakai dializer dengan nilai
KoA tinggi untuk seluruh penderita, bahkan untuk penderita kecil dan untuk
wanita. Pemakaian dializer KoA tinggi dan penggunaan larutan dialisis bikarbonat
tidak akan mengakibatkan peningkatan efek samping.
Dializer KoA tinggi biasanya relatif lebih mahal. Di beberapa tempat
dimana pemakaian ulang tidak tersedia, dan biaya yang tinggi melemahkan
pemakaian dialyzer ini. Juga dibeberapa tempat yang masih menggunakan larutan
dialisis asetat, pemakaian dializer KoA tinggi bisa meningkatkan efek samping.
Terlepas dari biaya, dializer KoA tinggi (KoA >700) perlu dipakai pada pasien
besar, terutama penderita pria yang besar yang padanya V yang ditafsirkan >45
liter. Pada penderita besar dialysis selama 4 jam, memakai dializer KoA rendah,
walaupun kecepatan aliran darah tinggi tidaklah mungkin memadai.11 Dializer
KoA tinggi juga perlu dipakai dalam dialysis singkat (<3,5 jam). Kecepatan aliran
46
darah yang tinggi dan menggunakan dialiser KoA rendah tidak akan memberikan
dialisis yang memadai.
Pemakaian kecepatan aliran darah yang tinggi, dialiser KoA tinggi, dan
durasi dialisis pendek bisa memberikan penghilangan ureum yang memadai tetapi
tidak selalu menjamin klearensi yang memuaskan dari bahan berat molekul yang
lebih besar, karena penghilangan bahan ini tidak meningkat dengan kecepatan
aliran darah yang tinggi. Pada saat ini banyak pusat dialisis yang memakai dializer
besar dengan membran fluks tinggi, yang memiliki klearensi molekul tengah yang
lebih tinggi dari pada dialiser yang lama. Beberapa pusat dialisis masih
mendukung pendekatan dialysis yang lama dan lambat dengan memakai dializer
KoA rendah serta kecepatan arus darah relatif rendah, dan lama dialisis 4 jam atau
lebih dan memberikan Kt/V ³1,0.
Dari beberapa penelitian menyatakan bahwa perlunya pemberian dosis HD
yang maksimum agar tercapai target AHD, seperti penelitian Port FK dkk
melaporkan bahwa penderita dengan RRU >75% dibanding RRU 70-75%
mempunyai resiko relatif lebih rendah daripada RRU 70-75% pada penderia berat
badan rendah dan sedang. Wood HF dkk membandingkan membran high-flux dan
membran low-flux polysulfone, mendapatkan bahwa membran high-flux
menurunkan resiko mortalitas pada penderita non diabetetes.
47
BAB XII
KEBIJAKAN REUSE HEMODIALISI RSI
A. Latar belakang
• Pertimbangan biaya
• First use reaction : hipotensi, nyeri punggung, mual, muntah, nyeri dada,
wheezing, nafas pendek,; akibat aktifasi complement dan ethylen oxide.
B. Identifikasi
Nama
48
jumlah reuse
pelaksana
C. Pembilasan (rinsing)
• Harus konsisten ; tekanan air, kecepatan aliran, jenis aliran (terus menerus,
pulsatil), reverse ultrafiltration
D. Pengujian (testing)
• Volume residual dalam hollow fiber (FBV, TCV), bila < 80% tidak
dipergunakan lagi.
• Pengujian kebocoran
E. Sterilisasi
49
• Formaldehyde minimum konsentrasi 4 %, < 4% dapat terjadi infeksi
atypical mycobacteria. Penyimpanan pada suhu tinggi (40 C)
meningkatkan efikasi formaldehyde meskipun dengan konsentrasi 2%
Pembersihan sterilant
• Harus ada protokol baku (sebagai dokumen) untuk setiap tahapan prosedur
ini.
50
• Risiko terjadinya infeksi akibat sterilisasi yang tidak adekuat, pernah
dilaporkan terjadinya outbrake infeksi dengan mycobacterium, gram
negative bacteriemia, fungiemia.
H. Toksisitas Kumulatif
• Anti-N-like antibody
51
DAFTAR PUSTAKA
Soeparman & Waspadji, 2007, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi V,
FKUI, Jakarta
Materi Pendidikan dan Pelatihan Dialisis untuk Dokter Umum dan Spesialis
RSUP Dr. Kariadi Semarang Periode Oktober 2013
Materi Pendidikan dan Pelatihan Dialisis untuk Perawat Angkatan XV RSUP Dr.
Sardjito Jogjakarta Periode Agustus 2013
52