Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS (DM)

DENGAN ULKUS

A. PENGERTIAN
American Diabetes Association (2016) menyatakan bahwa diabetes mellitus
adalah penyakit kronik yang kompleks yang memerlukan pengobatan terus menerus
dengan menurunkan berbagai faktor resiko untuk mengkontrol gula darah penderita
diabetes mellitus.
Diabetes mellitus adalah penyakit gangguan metabolik menahun akibat insulin
yang dihasilkan oleh pankreas kurang atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin
secara efektif sehingga menyebabkan peningkatan kadar gula darah (Riset Kesehatan
Dasar, 2013).
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kinerja
insulin atau kedua-duanya (ADA, 2010).
Menurut WHO, Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit
atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid
dan protein sebagai akibat dari insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat
disebabkan oleh gangguan produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar
pankreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin
(Depkes, 2008).
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan
diktatorial insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender
dan ulkus  adalah ajal jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya
kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau,ulkus diabetikum juga
merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati
perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitussebagai
alasannya ialah utama morbiditas, mortalitas serta abnormalitas
penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk
terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan
plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (Zaidah 2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan
morbiditas jawaban Diabetes Melitus. Ulkus kaki Diabetesmerupakan komplikasi
serius jawaban Diabetes, (Andyagreeni, 2010).

          Kaki Diabetes

B. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY


Diabetes Tipe I 
Pada diabetes tipe ini terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hipereglikemia-
puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
              Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urine (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke
dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(Poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
              Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (Polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.
              Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-
asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini
akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turun menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti hiperventilasi, napas bau aseton dan bila
tidak ditangani akan mengakibatkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.

Diabetes Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin
yaitu retensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam
sel. Retensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan.
              Untuk mengatasi retensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan
dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II.
                                      
Pathway

C. KLASIFIKASI TIPE DM
Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group: Classification
and Diagnosis of Diabetes Melitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:
1. Klasifikasi Klinis
a. Diabetes Melitus
1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak
mengalami obesitas dan DMTTI dengan obesitas)
b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c. Diabetes Kehamilan (GDM)
2. Klasifikasi Risiko Statistic
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa
D. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor Genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes
tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki
tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)  tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya.
b. Faktor Imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon gila dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seakan-
akan sebagai jaringan asing.
c. Faktor Lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai pola
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel
sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler
yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien
dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal
ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif
insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan gila antara komplek
reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin,
tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Melitus tipe II disebut juga
Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-
bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi
terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang bekerjasama
dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
3. Diabetes dengan Ulkus
a. Faktor endogen:
1) Neuropati :
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan
penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi syok
dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan fatwa
darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler
2) Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
3) Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah)
pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan
penurunan fatwa darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan
memperberat timbulnya gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
 Adanya hormone aterogenik
 Merokok
 Hiperlipidem
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
 Kaki dingin
 Nyeri nocturnal
 Tidak terabanya denyut nadi
 Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
 Kulit mengkilap
 Hilangnya rambut dari jari kaki
 Penebalan kuku
 Gangrene kecil atau luas.
b. Faktor eksogen
1) Trauma
2) Infeksi
  
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
a. Hiperglikemia berpuasa
b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. Keletihan dan kelemahan
d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas
amis buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur
c. Komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
3.     Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, tempat akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut
emboli menawarkan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis  (lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola
dari fontaine:
a. Stadium I : Asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)
b. Stadium II : Terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri ketika istitrahat
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)
(Smeltzer dan Bare, 2001)
Klasifikasi :
Wagner membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:
Derajat 0        : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki ibarat “claw,callus “.
Derajat I          : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II         :Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
Derajat III        : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV      : Gangren jari kaki atau adegan distal kaki dengan atau
tanpa selulitis.
Derajat V        : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

DIABETES MELITUS (DM)


F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan
kronik :
1. Komplikasi Akut
Komplikasi akut terjadi sebagai jawaban dari ketidakseimbangan jangka pendek
dari glukosa darah.
a. Hipoglikemia.
Keadaan hipoglikemia juga termasuk dalam komplikasi akut DM, di mana
terjadi penurunan kadar glukosa darah sampai < 60 mg/dL. Pasien DM
yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan mengalami keadaan
hipoglikemia. Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia
misalnya pasien meminum obat terlalu banyak (paling sering golongan
sulfonilurea) atau menyuntik insulin terlalu banyak, atau pasien tidak
makan setelah minum obat atau menyuntik insulin.
Gejala hipoglikemia antara lain banyak berkeringat, berdebar-debar,
gemetar, rasa lapar, pusing, gelisah, dan jika berat, dapat hilang kesadaran
sampai koma. Jika pasien sadar, dapat segera diberikan minuman manis
yang mengandung glukosa. Jika keadaan pasien tidak membaik atau pasien
tidak sadarkan diri harus segera dibawa ke rumah sakit untuk penanganan
dan pemantauan selanjutnya.
b. Ketoasidosis diabetic (DKA)
Keadaan yang termasuk dalam komplikasi akut DM adalah ketoasidosis
diabetik (KAD) dan Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH). Pada dua
keadaan ini kadar glukosa darah sangat tinggi (pada KAD 300-600 mg/dL,
pada SHH 600-1200 mg/dL), dan pasien biasanya tidak sadarkan diri.
c. Sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2. Komplikasi Kronik
Umumnya terjadi 10 hingga 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar)
Penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol dalam waktu lama akan
menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan saraf. Pembuluh darah
yang dapat mengalami kerusakan dibagi menjadi dua jenis, yakni
pembuluh darah besar dan kecil. Yang termasuk dalam pembuluh darah
besar antara lain:
 Pembuluh darah jantung, yang jika rusak akan menyebabkan
penyakit jantung koroner dan serangan jantung mendadak
(mengenai sirkulasi coroner)
 Pembuluh darah tepi, terutama pada tungkai, yang jika rusak akan
menyebabkan luka iskemik pada kaki (vaskular perifer)
 Pembuluh darah otak, yang jika rusak akan dapat menyebabkan
stroke (vaskular selebral)
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata
(retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk
memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang dilema ibarat impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Ulkus/gangrene
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1) Grade 0 : tidak ada luka
2) Grade I   : Kerusakan hanya hingga pada permukaan kulit
3) Grade II : Kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4) Grade III : Terjadi abses
5) Grade IV : Gangren pada kaki adegan distal
6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai
3. Komplikasi Jangka Panjang dari Diabetes

Organ/jaringan Yg terjadi Komplikasi


yg terkena
Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk Sirkulasi yg jelek
& menyumbat arteri berukuran menyebabkan penyembuhan
besar atau sedang di jantung, luka yg jelek & bisa
otak, tungkai & penis. menyebabkan penyakit
Dinding pembuluh darah kecil jantung, stroke, gangren kaki
mengalami kerusakan & tangan, impoten & infeksi
sehingga pembuluh tidak
dapat mentransfer oksigen
secara normal & mengalami
kebocoran
Mata Terjadi kerusakan pada Gangguan penglihatan & pada
pembuluh darah kecil retina akhirnya bisa terjadi kebutaan
Ginjal       Penebalan pembuluh darah Fungsi ginjal yg buruk 
ginjal Gagal ginjal
      Protein bocor ke dalam air
kemih
      Darah tidak disaring secara
normal
Saraf Kerusakan saraf karena      Kelemahan tungkai yg
glukosa tidak dimetabolisir terjadi secara tiba-tiba atau
secara normal & karena fatwa secara perlahan
darah berkurang       Berkurangnya rasa,
kesemutan & nyeri di tangan
& kaki
      Kerusakan saraf menahun
Sistem saraf Kerusakan pada saraf yg      Tekanan darah yg naik-
otonom mengendalikan tekanan darah turun
& saluran pencernaan       Kesulitan menelan &
perubahan fungsi pencernaan
disertai serangan diare
Kulit Berkurangnya fatwa darah ke      Luka, infeksi dalam (ulkus
kulit & hilangnya rasa yg diabetikum)
menyebabkan cedera berulang      Penyembuhan luka yg
jelek
Darah Gangguan fungsi sel darah Mudah terkena infeksi,
putih terutama infeksi saluran kemih
& kulit
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5%
lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi.
2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180%
maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin:  + nilai
ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang  populer: carik celup
memakai GOD.
3. Benda keton dalam urine: materi urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-
hidroksibutirat tidak terdeteksi.
4. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol,
HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet
cellantibody).

H. PENATALAKSANAAN
1. Medis
a. Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a) Mekanisme kerja sulfanilurea
 Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
 Kerja OAD tingkat reseptor
b) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek
lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
 Biguanida pada tingkat prereseptor
 Ekstra pankreatik
(1) Menghambat penyerapan karbohidrat
(2) Menghambat glukoneogenesis di hati
(3) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(4) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah
reseptor insulin
(5) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek
intraseluler
b.    Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada ketika tertentu tidak dapat dirawat dengan
OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
2) Insulin dibutuhkan pada keadaan :
a)    Penurunan berat tubuh yang cepat.
b)    Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c)     Ketoasidosis diabetik.
d)    Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
2.  Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain
dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan
mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan.
Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan
penutupan ulkus dengan kassa steril.
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada
Diabetes Melitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah,
sedangkan tujuan jangka panjangnya ialah untuk menghindari terjadinya
komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a. Diet
Diet dan pengendalian berat tubuh merupakan dasar untuk menawarkan
semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar
glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.
Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah diubahsuaikan dengan
kandungan kalorinya. Sebagai pedoman jumlah kalori yang dibutuhkan
sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah:
1) Kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
2) Normal : BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk : BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa
oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melaksanakan pemantaunan kadar glukosa darah secara berdikari
diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
d. Terapi
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan
kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
e. Pendidikan Kesehatan
Tujuan dari pendidikan ini ialah agar pasien dapat mempelajari keterampilan
dalam melaksanakan penatalaksanaan diabetes yang berdikari dan bisa
menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.
Pendidikan Kesehatan Perawatan Kaki
1. Hiegene Kaki:
a. Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara
menekan, jangan digosok
b. Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan
ukiran yang berlebih
c. Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong
d. Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit
e. Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit
f. Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara
kaki direndam dalam air hangat sekitar 10 menit kemudian gosok
dengan handuk atau dikikir jangan dikelupas.
2. Alas kaki yang tepat
3. Mencegah syok kaki
4. Berhenti merokok
f. Kontrol Nutrisi dan Metabolic
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan
luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan kuat dalam proses
penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan
albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau
gangren dibutuhkan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak
20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat menyebabkan
fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika
pada infeksi atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya
penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi
turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai
perawatan pasien secara total.
g. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi
weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, dingklik roda, sepatu yang
tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit
dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari.
Hal ini dibutuhkan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa
nyeri, sehingga akan terjadi syok berulang ditempat yang sama menyebabkan
basil masuk pada tempat luka.
h. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan
pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
1) Derajat 0 : Perawatan lokal secara khusus tidak ada.
2) Derajat I – V : Pengelolaan medik dan bedah minor
ASUHAN KEPERAWATAN
A.   PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus dilakukan
mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan
utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan
sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes melitus :
1.  Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melaksanakan acara dan koma
2.  Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung ibarat IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas
bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
3.  Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
4.  Nutrisi
Nausea, vomitus, berat tubuh menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
5.  Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan ibarat mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi,
letargi, koma dan bingung.
6.  Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
7.  Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
8.  Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
9.  Seksualitas
Adanya peradangan pada tempat vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten
pada pria.

B.   DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Nyeri akut b/d biro injuri fisik
2.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bekerjasama dengan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi bekerjasama dengan faktor
biologis.
3.      Kerusakan integritas jaringan bekerjasama dengan faktor mekanik: perubahan
sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
4.      Kerusakan mobilitas fisik bekerjasama dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi
aktifitas, penurunan kekuatan otot
5.      Kurang pengetahuan bekerjasama dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber
informasi.
6.      Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya
7.      PK: Hipo / Hiperglikemi
8.      PK : Infeksi

C.   RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri akut b/d biro Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
injuri fisik asuhan       Lakukan pegkajian nyeri secara
keperawatan,tingkat komprehensif termasuk lokasi,
kenyamanan klien karakteristik, durasi, frekuensi,
meningkat, dan kualitas dan ontro presipitasi.
dibuktikan dengan level2.  Observasi  reaksi nonverbal dari
nyeri: ketidaknyamanan.
klien dapat melaporkan3.  Gunakan teknik komunikasi
nyeri pada petugas, terapeutik untuk mengetahui
frekuensi nyeri, ekspresi pengalaman nyeri klien sebelumnya.
wajah,  dan menyatakan4.  Kontrol ontro lingkungan yang
kenyamanan fisik dan menghipnotis nyeri ibarat suhu
psikologis, TD 120/80 ruangan, pencahayaan, kebisingan.
mmHg, N: 60-1005.  Kurangi ontro presipitasi nyeri.
x/mnt, RR: 16-20x/mnt 6.  Pilih dan lakukan penanganan nyeri
Control (farmakologis/non farmakologis)..
nyeri dibuktikan dengan7.  Ajarkan teknik non farmakologis
klien melaporkan gejala (relaksasi, distraksi dll) untuk
nyeri dan control nyeri. mengetasi nyeri..
8.  Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri.
9.  Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
10.         Kolaborasi dengan dokter bila
ada komplain wacana pemberian
analgetik tidak berhasil.
11.         Monitor penerimaan klien
wacana administrasi nyeri.

Administrasi analgetik :.
1.  Cek acara pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
2.  Cek riwayat alergi..
3.  Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
4.  Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
5.  Berikan analgetik sempurna waktu
terutama ketika nyeri muncul.
6.  Evaluasi efektifitas analgetik, tanda
dan gejala efek samping.

2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


nutrisi kurang dari asuhan keperawatan,1. kaji pola makan klien
kebutuhan tubuh klien 2. Kaji adanya alergi makanan.
bd mengambarkanstatus 3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.
ketidakmampuan nutrisi 4. Kolaborasi dg andal gizi untuk
tubuh adekuat dibuktikan penyediaan nutrisi terpilih sesuai
mengabsorbsi zat- dengan BB stabil tidak dengan kebutuhan klien.
zat gizi terjadi mal nutrisi,5. Anjurkan klien untuk meningkatkan
bekerjasama tingkat energi adekuat, asupan nutrisinya.
dengan faktor masukan nutrisi adekuat 6. Yakinkan diet yang dikonsumsi
biologis. mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
7. Berikan informasi wacana kebutuhan
nutrisi dan pentingnya bagi tubuh
klien.
Monitor Nutrisi
1. Monitor BB setiap hari jikalau
memungkinkan.
2. Monitor respon klien terhadap situasi
yang mengharuskan klien makan.
3. Monitor lingkungan selama makan.
4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak bersamaan dengan waktu klien
makan.
5. Monitor adanya mual muntah.
6. Monitor adanya gangguan dalam
proses mastikasi/input makanan
misalnya perdarahan, abuh dsb.
7. Monitor intake nutrisi dan kalori.

3. Kerusakan Setelah dilakukan Wound care


integritas jaringan asuhan keperawatan, 1.    Catat karakteristik luka:tentukan
bdfaktor mekanik: Wound healing ukuran dan kedalaman luka, dan
perubahan meningkat pembagian terstruktur mengenai
sirkulasi, imobilitas dengan criteria: pengaruh ulcers
dan penurunan Luka mengecil dalam 2.    Catat karakteristik cairan secret yang
sensabilitas ukuran dan peningkatan keluar
(neuropati) granulasi jaringan 3.    Bersihkan dengan cairan anti bakteri
4.    Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
5.    Lakukan nekrotomi K/P
6.    Lakukan tampon yang sesuai
7.    Dressing dengan kasa steril sesuai
kebutuhan
8.    Lakukan pembalutan
9.    Pertahankan tehnik dressing steril
ketika melaksanakan perawatan luka
10. Amati setiap perubahan pada balutan
11. Bandingkan dan catat setiap adanya
perubahan pada luka
12. Berikan posisi terhindar dari tekanan

4.. Kerusakan Setelah dilakukan Terapi Exercise : Pergerakan sendi


mobilitas fisik bd Asuhan keperawatan,
1.    Pastikan keterbatasan gerak sendi
tidak nyaman dapat teridentifikasi yang dialami
nyeri, intoleransi Mobility level 2.     Kolaborasi dengan fisioterapi
aktifitas, penurunan Joint movement: aktif. 3.    Pastikan motivasi klien untuk
kekuatan otot Self care:ADLs mempertahankan pergerakan sendi
Dengan criteria hasil: 4.    Pastikan klien untuk mempertahankan
1.     Aktivitas fisik pergerakan sendi
meningkat 5.    Pastikan klien bebas dari nyeri
2. ROM normal sebelum diberikan latihan
3. Melaporkan perasaan
6.    Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual;
peningkatan kekuatan keteraturan, Latih ROM pasif.
kemampuan dalam Exercise promotion
bergerak 1.    Bantu identifikasi  acara latihan yang
4. Klien bisa sesuai
melaksanakan aktivitas 2.    Diskusikan dan instruksikan pada
5. Kebersihan diri klien klien mengenai latihan yang tepat
terpenuhi walaupun Exercise terapi ambulasi
dibantu oleh perawat
1.    Anjurkan dan Bantu klien duduk di
atau keluarga tempat tidur sesuai toleransi
2.    Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai
toleransi
3.    Fasilitasi penggunaan alat Bantu

Self care assistance:


Bathing/hygiene, dressing, feeding
and toileting.
1.    Dorong keluarga untuk berpartisipasi
untuk kegiatan mandi dan kebersihan
diri, berpakaian, makan dan toileting
klien
2.    Berikan perlindungan kebutuhan
sehari – hari hingga klien dapat
merawat secara mandiri
3.    Monitor kebersihan kuku, kulit,
berpakaian , dietnya dan pola
eliminasinya.
4.    Monitor kemampuan perawatan diri
klien dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari
5.    Dorong klien melaksanakan acara
normal keseharian sesuai kemampuan
6.    Promosi acara sesuai usia

5. Kurang Setelah dilakukan Teaching : Dissease Process


pengetahuan asuhan keperawatan, 1.    Kaji  tingkat pengetahuan klien dan
wacana penyakit pengetahuan klien keluarga wacana proses penyakit
dan perawatan nya meningkat. 2.    Jelaskan wacana patofisiologi
Knowledge : Illness penyakit, tanda dan gejala serta
Care dg kriteria : penyebab yang mungkin
1  Tahu Diitnya 3.    Sediakan informasi wacana kondisi
2  Proses penyakit klien
3  Konservasi energi 4.    Siapkan keluarga atau orang-orang
4  Kontrol infeksi yang berarti dengan informasi wacana
5  Pengobatan perkembangan klien
6  Aktivitas yang
5.    Sediakan informasi wacana diagnosa
dianjurkan klien
7  Prosedur pengobatan 6.    Diskusikan perubahan gaya hidup
8  Regimen/aturan yang mungkin dibutuhkan untuk
pengobatan mencegah komplikasi di masa yang
9  Sumber-sumber akan datang dan atau kontrol proses
kesehatan penyakit
10                    Manajeme7.    Diskusikan wacana pilihan wacana
n penyakit terapi atau pengobatan
8.    Jelaskan alasan dilaksanakannya
tindakan atau terapi
9.    Dorong klien untuk menggali pilihan-
pilihan atau memperoleh alternatif
pilihan
10. Gambarkan komplikasi yang mungkin
terjadi
11. Anjurkan klien untuk mencegah efek
samping dari penyakit
12. Gali sumber-sumber atau dukungan
yang ada
13. Anjurkan klien untuk melaporkan
tanda dan gejala yang muncul pada
petugas kesehatan
14. kolaborasi dg  tim yang lain.
6. Defisit self care Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri
asuhan keperawatan,1. Monitor kemampuan pasien terhadap
klien bisa Perawatan diri perawatan diri
Self care :Activity Daly2. Monitor kebutuhan akan personal
Living (ADL) dengan hygiene, berpakaian, toileting dan
indicator : makan
   Pasien dapat3. Beri perlindungan hingga klien
melaksanakan acara mempunyai kemapuan untuk merawat
sehari-hari (makan, diri
berpakaian, kebersihan,4. Bantu klien dalam memenuhi
toileting, ambulasi) kebutuhannya.
   Kebersihan diri5. Anjurkan klien untuk melaksanakan
pasien terpenuhi acara sehari-hari sesuai
kemampuannya
6. Pertahankan acara perawatan diri
secara rutin
7. Evaluasi kemampuan klien dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
8. Berikan reinforcement atas perjuangan
yang dilakukan dalam melaksanakan
perawatan diri sehari hari.
7. PK: Hipo / Setelah dilakukan Managemen Hipoglikemia:
Hiperglikemi asuhan keperawatan,
1.    Monitor tingkat gula darah sesuai
diharapkan perawat indikasi
akan menangani dan
2.    Monitor tanda dan gejala
meminimalkan episode hipoglikemi ; kadar gula darah < 70
hipo / hiperglikemia mg/dl, kulit dingin, lembab pucat,
tachikardi, peka rangsang, gelisah,
tidak sadar , bingung, ngantuk.
3.    Jika klien dapat menelan berikan jus
jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit
hingga kadar gula darah > 69 mg/dl
4.    Berikan glukosa 50 % dalam IV
sesuai protokol
5.    K/P kolaborasi dengan andal gizi
untuk dietnya.

Managemen Hiperglikemia
1.    Monitor GDR sesuai indikasi
2.    Monitor tanda dan gejala diabetik
ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl,
pernafasan amis aseton, sakit kepala,
pernafasan kusmaul, anoreksia, mual
dan muntah, tachikardi, TD rendah,
polyuria, polidypsia,poliphagia,
keletihan, pandangan kabur atau kadar
Na,K,Po4 menurun.
3.    Monitor v/s :TD dan nadi sesuai
indikasi
4.    Berikan insulin sesuai order
5.    Pertahankan saluran IV
6.    Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7.    Konsultasi dengan dokter jikalau
tanda dan gejala Hiperglikemia
menetap atau memburuk
8.    Dampingi/ Bantu ambulasi jikalau
terjadi hipotensi
9.    Batasi latihan ketika gula darah >250
mg/dl khususnya adanya keton pada
urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi
( frekuensi & irama, warna kulit,
waktu pengisian kapiler, nadi perifer
dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
Monitor status cairan I/O sesuai
kebutuhan
8. PK : Infeksi Setelah dilakukan 1.   Pantau tanda dan gejala infeksi
asuhan keperawatan, primer & sekunder
perawat akan 2.   Bersihkan lingkungan setelah dipakai
menangani / pasien lain.
mengurangi komplikasi 3.   Batasi pengunjung bila perlu.
defesiensi imun   4.   Intruksikan kepada keluarga untuk
mencuci tangan ketika kontak dan
sesudahnya.
5.   Gunakan sabun anti miroba untuk
mencuci tangan.
6.   Lakukan basuh tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
7.   Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.
8.   Pertahankan teknik aseptik untuk
setiap tindakan.
9.   Lakukan perawatan luka dan dresing
infus setiap hari.
10.  Amati keadaan luka dan sekitarnya
dari tanda – tanda meluasnya infeksi
11.  Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan
12.  Berikan antibiotik sesuai program.
13.  Monitor hitung granulosit dan WBC.
14.  Ambil kultur jikalau perlu dan
laporkan bila hasilnya positip.
15.  Dorong istirahat yang cukup.
16.  Dorong peningkatan mobilitas dan
latihan.
17.  Ajarkan keluarga/klien wacana tanda
dan gejala infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

ADA, 2010. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus Diabetes Care USA. 27 : 55

ADA, 2016. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus Diabetes Care USA. 22 : 60

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,  Vol 3, Edisi 8, Penerbit
RGC, Jakarta.
. Depkes R.I., 2008. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA


Intervention Project, Mosby.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC)second Edition, IOWA


Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online] cited 12
Februari 2012], avaible from URL: http://www.hyves.web.id/askep-diabetes-melitus/

Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga

Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas). (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian RI tahun 2013.Diakses: 19 Oktober 2014, dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%20
2013.pdf.

Anda mungkin juga menyukai