Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan referat ini yang berjudul
“Rhinitis Atrofi”. Referat ini kami susun untuk melengkapi tugas di
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan RSU Bangkatan
Kota Binjai. Kami mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr. Yan Utama Nasution, SpTHT-KL yang telah membimbing dan
membantu kami dalam melaksanakan kepaniteraan dan dalam menyusun referat
ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format
referat ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran kami terima dengan tangan
terbuka.
Akhir kata kami berharap referat ini dapat berguna bagi rekan-rekan serta
semua pihak yang ingin mengetahui sedikit banyak tentang “Rhinitis Atrofi”.

Binjai, Febuari 2018

Penyusun

1|Rinitis Atrofi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ 1


DAFTAR ISI ....................................................................................................... 2
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 3
BAB II. ANATOMI HIDUNG ...................................................................... 5
2.1 ANATOMI ............................................................................... 5
2.2 PERDARAHAN HIDUNG ..................................................... 7
2.3 PERSARAFAN HIDUNG ....................................................... 8
2.4 DEFINISI.................................................................................. 8
2.5 INSIDENSI............................................................................... 9
2.6 KLASIFIKASI.......................................................................... 9
2.7 ETIOLOGI................................................................................ 10
2.8 PATOGENESIS........................................................................ 11
2.9 GEJALA KLINIS..................................................................... 12
2.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG............................................. 13
2.11 DIAGNOSIS............................................................................. 17
2.12 DIAGNOSIS BANDING.......................................................... 17
2.13 PENATALAKSANAAN.......................................................... 17
2.14 KOMP[LIKASI......................................................................... 19
2.15 PROGNOSIS............................................................................ 19
BAB III. KESIMPULAN.................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA

2|Rinitis Atrofi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rinitis atrofi merupakan penyakit infeksi hidung kronik, yang ditandai


oleh adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka. Secara klinis
mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering,
sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk. Rinitis atrofi merupakan suatu
penyakit yang sering dijumpai pada negara-negara berkembang. Rinitis atrofi
juga dikenal sebagai suatu rinitis kering, rinitis sika atau ozaena. Penyakit ini
dikenal dengan cirinya yang khas yaitu bau yang muncul dari rongga hidung.
Pada rinitis atrofi, foetor ex nasi atau bau rongga hidung tidak dirasakan oleh
penderita sehingga perasaan tidak nyaman dirasakan oleh orang sekitarnya,
bukannya oleh pasien terlebih lagi penyakit ini lebih sering menyerang
perempuan pada usia antara satu sampai tiga puluh lima tahun, terbanyak
pada usia pubertas, sehingga menimbulkan keluhan tersendiri bagi pasien.
Frekwensi penderita rhinitis atrofi wanita : laki adalah 3 : 1.1,2

Penyakit ini sering dikelompokkan menjadi 2 bentuk yaitu rinitis atrofi


primer (ozaena) dan rinitis atrofi sekunder akibat trauma operasi hidung, efek
samping radiasi, atau penyakit infeksi hidung kronik yang spesifik. Beberapa
teori sebagai penyebab rinitis atrofi primer adalah teori infeksi, endokrin,
defisiensi vitamin A dan D, serta gangguan pertumbuhan kavum nasi.
Patogenesis terjadinya rinitis artropi adalah adanya metaplasia epitel dan
fibrosis pada tunika propria. Patogenesis lain yang dicurigai penyebab
penyakit ini adalah adanya endarteritis pada arteriol terminal dan terjadinya
absorbsi pada tulang.2

Secara histopatologik tampak mukosa hidung menjadi tipis, silia


menghilang, metaplasia epitel torak bersilia menjadi epitel kubik atau gepeng
berlapis, kelenjar-kelenjar berdegenerasi dan atrofi serta jumlahnya berkurang

3|Rinitis Atrofi
dan bentuknya jadi kecil. Pengobatan ditujukan untuk menghilangkan faktor
penyebab dan untuk menghilangkan gejala. Pengobatan dapat diberikan secara
konservatif atau jika tidak menolong dilakukan operasi.2

4|Rinitis Atrofi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Hidung

Hidung terdiri dari hidung bagian luar dan rongga hidung. Hidung luar
berbentuk pyramid dengan bagian-bagiannya :

1. Pangkal hidung (bridge).

2. Dorsum nasi.

3. Puncak hidung.

4. Ala nasi.

5. Kolumela.

6. Lubang hidung.

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang rawan yang dilapisi oleh
kulit, jaringan ikat, dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan
atau menyempitkan lubang hidung. Rongga hidung atau cavum nasi
berbentuk terowongan dari depan kebelakang, dipisahkan oleh septum nasi
dibagian tengahnya menjadi cavum nasi kanan dan kiri dan lubang belakang
disebut nares posterior atau koana yang menghubungkan cavum nasi dengan
nasofaring.3

5|Rinitis Atrofi
Gambar 1. Anatomi Rongga Hidung

Bagian dari cavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi,
tepatdibelakang nares anterior disebut vestibulum. Vestibulum mempunyai
banyakkelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise.
Tipa cavumnasi yang mempunyai 4 (empat) buah dinding, yaitu dinding
lateral, medial,inferior, dan superior. Dinding medial hidung ialah septum
nasi. Septum dibentukoleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah
lamina perpendikularis osetmoid, vomer, Krista nasalis os maksila dan Krista
nasalis os palatina. Bagiantulang rawan adalah kartilago septum tampak
kolumela. Bagian depan dindinglateral hidung licin, yang disebut ager nasi
dan dibelakangnya terdapat konka-konka yang mengisi sebahagian besar
dinding lateral hidung.3

Pada dinding lateral terdapat 4 (empat) buah konka. Yang terbesar


danletaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang paling kecil
ialahkonka media, lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang
terkecildisebut konka suprema ini biasanya rudimenter. Diantara konka-
konka dandinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus.
Tergantungdari letak meatus ada 3 meatus yaitu superior, inferior, media.3

6|Rinitis Atrofi
Gambar 2. Anatomi dinding lateral hidung.4

2.2 Perdarahan Hidung

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari arteri etmoid


anterior dan posterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmikus,
sedangkan arteri oftalmikus berasal dari arteri karotis interna. Bagian bawah
rongga hidung mendapat pendarahandari cabang arteri maksila interna. Bagian
depan hidung mendapat pendarahan dari arteri fasialis. Pada bagian depan
septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri
etmoidalis anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor,yang
disebut pleksus kiesselbach. Pleksus kiesselbach letaknya superficial
danmudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis.3

7|Rinitis Atrofi
Gambar 2 . Perdarahan Hidung

2.3 Persarafan Hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris


dari nervus etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus
nasosiliaris yang berasal dari nervus oftalmikus (Nervus enam). Rongga
hidung lainnya sebahagian besar mendapat persarafan sensoris dari nervus
maksila melalui ganglion sfenopalatinum.3

2.4 Defenisi

Rinitis atrofi merupakan penyakit infeksi hidung kronik, yang ditandai


olehadanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka disertai
pembentukansekret yang kental dan tebal yang cepat mengering membentuk
krusta,menyebabkan obstruksi hidung, anosmia, dan mengeluarkan bau busuk.

8|Rinitis Atrofi
Rinitisatrofi disebut juga rinitis sika, rinitis kering, sindrom hidung-terbuka,
atauozaena.1

2.5 Insidensi

  Penyakit ini paling sering menyerang wanita usia 1 sampai 35


tahun,terutama pada usia pubertas dan hal ini dihubungkan dengan status
estrogen(faktor hormonal). Rinitis atrofi kebanyakan terjadi pada wanita,
angka kejadianwanita : pria adalah 3:1.3

Rinitis atrofi merupakan penyakit yang umum di negara-


negara berkembang. Penyakit ini muncul sebagai endemi di daerah subtropis
dan daerahyang bersuhu panas seperti Asia Selatan, Afrika, Eropa Timur dan
Mediterania.Pasien biasanya berasal dari kalangan ekonomi rendah dengan
status higiene buruk.3

2.6 Klasifikasi

 Rinitis atrofi berdasarkan gejala klinis diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Rinitis atrofi ringan, ditandai dengan pembentukan krusta yang tebal


danmudah ditangani dengan irigasi.

2. Rinitis atrofi sedang, ditandai dengan anosmia dan rongga hidung yang


berbau.

3. Rinitis atrofi berat, misalnya rinitis atrofi yang disebabkan oleh sifilis,
ditandaioleh rongga hidung yang sangat berbau disertai destruksi
tulang.

9|Rinitis Atrofi
Berdasarkan penyebabnya rinitis atrofi dibedakan atas:

1. Rinitis atrofi primer, merupakan bentuk klasik rinitis atrofi yang


didiagnosis pereksklusionam setelah riwayat bedah sinus, trauma
hidung, atau radiasi disingkirkan penyebab primernya
merupakan Klebsiella ozenae.

2. Rinitis atrofi sekunder, merupakan bentuk yang palng sering


ditemukan dinegara berkembang. Penyebab terbanyak adalah bedah
sinus, selanjutnyaradiasi, trauma, serta penyakit granuloma dan
infeksi.

Secara patologis, rinitis atrofi dapat dibagi menjadi dua, yakni tipe I,
adanyaendarteritis dan periarteritis pada arteriola terminal akibat infeksi
kronik yangmembaik dengan efek vasodilator dari terapi estrogen; dan tipe II,
terdapatvasodilatasi kapiler yang bertambah jelek dengan terapi estrogen.3

2.7 Etiologi

Etiologi rhinitis atrofi dibagi menjadi primer dan sekunder. Rinitis


atrofi primer adalah rhinitis atrofi yang terjadi pada hidung
tanpa kelainan sebelumnya, sedangkan rinitis atrofi sekunder merupakan
komplikasi dari suatu tindakan atau penyakit. Rinitis atrofi primer adalah
bentuk klasik dari rhinitis atrofi dimana penyebab pastinya belum diketahui
namun pada kebanyakan kasus ditemukan klebsiella ozaenae.5

Rinitis atrofi sekunder kebanyakan disebabkan oleh operasi sinus,


radiasi, trauma, penyakit infeksi, dan penyakit granulomatosa. Operasi sinus
merupakan penyebab 90% rhinitis atrofi sekunder. Penyakit granulomatosa
yang mengakibatkan rinitis atrofi diantaranya penyakit sarkoid, lepra,
danrhinoskleroma. Penyebab infeksi termasuk tuberkulosis dan sifilisSelain
faktordiatas, beberapa keadaan dibawah ini juga diduga sebagai penyebab
rinitis atrofi: Infeksi oleh kuman spesifik, yang sering ditemukan adalah

10 | R i n i t i s A t r o f i
spesies klebsiellaterutama Klebsiella Ozaena, kuman lain antara lain
stafilokokus, streptokokkus,dan pseudomonas aerugius. Selain itu
disebabkan oleh defisiensi besi, defisiensi vitamin A, sinusitis kronis,
kelainan hormonal, penyakit kolagen,yang termasuk dalam penyakit
autoimun.5

2.8 Patogenesis

 Analisis terhadap mukosa hidung menemukan hal yang sama baik


padarinitis atrofi primer maupun sekunder. Mukosa hidung yang normal
terdiri atasepitel pseudostratifikatum kolumnar, dan glandula mukosa dan
serosa. Pada rhinitis atrofi, lapisan epitel mengalami metaplasia squamosa dan
kehilangan silia. Hal ini mengakibatkan hilangnya kemampuan pembersihan
hidung dan kemampuan membersihkan debris. Glandula mukosa mengalami
atrofi yang parah atau menghilang sama sekali sehingga terjadi kekeringan.
Selain itu terjadi juga penyakit pada pembuluh darah kecil, andarteritis
obliterans yang dapat menjadi penyebab terjadinya rhinitis atrofi atau sebagai
akibat dari proses penyakit rhinitis atrofi itu sendiri.3

Sebagian besar kasus merupakan tipe I. Endarteritis di arteriola akan


menyebabkan berkurangnya aliran darah ke mukosa. Juga akan ditemui
infiltrasisel bulat di submukosa. Selain itu didapatkan sel endotel bereaksi
positif dengan fosfatase alkali yang menunjukkan adanya absorbsi tulang yang
aktif. Atrofi epitel bersilia dan kelenjar seromusinus menyebabkan
pembentukan krusta tebal yang melekat. Atrofi konka menyebabkan saluran
nafas jadi lapang. Ini juga dihubungkan dengan teori proses autoimun, dimana
terdeteksi adanya antibody yang berlawanan dengan surfaktan protein A.

Defisiensi surfaktan merupakan penyebab utama menurunnya


resistensi hidung terhadap infeksi. Fungsi surfaktan yang abnormal
menyebabkan pengurangan efisiensi klirens mucus dan mempunyai pengaruh
kurang baik terhadap frekuensi gerakan silia. Ini akan menyebabkan

11 | R i n i t i s A t r o f i
bertumpuknya lendir dan juga diperberat dengan keringnya mukosa hidung
dan hilangnya silia. Mukus akan mengering bersamaan dengan terkelupasnya
sel epitel, membentuk krusta yang merupakan medium yang sangat baik untuk
pertumbuhan kuman.3,5

2.9 Gejala Klinis

Keluhan biasanya berupa nafas berbau, ada ingus kental yang


berwarnahijau, ada kerak (krusta) hijau, ada gangguan penghidu (penciuman),
sakit kepala,dan merasa hidung tersumbat.

Pada pemeriksaan THT didapatkan rongga hidung sangat lapang,


konkainferior dan media hipotrofi atau atrofi, sekret purulen berwarna hijau,
dan krusta berwarna hijau.5

Gambar 3 . Hasil pemeriksaan endoskopi terlihat krusta kehijauan.

12 | R i n i t i s A t r o f i
Gambar 4 . Hidung luas dan lapang

2.10 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnosis


antara lain transluminasi, foto rongen sinus paranasal,
pemeriksaanmikroorganisme dan uji resistensi kuman, pemeriksaan darah
tepi, pemeriksaanFe serum dan pemeriksaan histopatologik.

13 | R i n i t i s A t r o f i
Gambar 5. Significant enlargement of the nasal cavities andhypoplasia of the
maxillary sinuses are seen.6

CT scan dianjurkan jika diagnosis meragukan. Pada CT scan


dapatditemukan :

Gambar 6 . Ct Scan Rinitis Atrofi.6

• penebalan mukoperiosteum sinus paranasal

14 | R i n i t i s A t r o f i
• kehilangan ketajaman dari kompleks sekunder osteomeatal untuk meresobsi
bula etmoid dan proses “uncinate”

• hipoplasia sinus maksilaris

• pelebaran kavum hidung dengan erosi dan membusurnya dinding lateral


hidung.

• resopsi tulang dan atrofi mukosa pada konka media dan inferior.

Gambar 7. (A) Axial and (B) Preoperative coronal computed tomography


(CT) imaging ofthe orbits and paranasal sinuses submucosal show extensive
destruction of theskull base and lateral nasal wall with no evidence of bone in
the right foveaethmoidalis. (C) Axial and (D) postoperative coronal CT
imaging show theacellular dermal allograft in the right ethmoidalis fovea
(white arrow) and nasaltampon Merocel supporting the skull base repair site
(yellow arrows).8

15 | R i n i t i s A t r o f i
Secara histopatologik tampak mukosa hidung menjadi tipis,
siliamenghilang, metaplasia epitel torak bersilia menjadi epitel kubik atau
gepeng berlapis, kelenjar-kelenjar berdegenerasi dan atrofi serta jumlahnya
berkurang dan bentuknya jadi kecil.9

Gambar 8 . Microphotograph menunjukkan metaplasia skuamosa.9

Gambar 9 . Microphotograph menunjukkan pembuluh darah melebar.9

16 | R i n i t i s A t r o f i
2.11 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan : anamnesis, pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan penunjang.1,2,3

2.12 Diagnosa Banding

Diagnosis banding rinitis atrofi adalah rinitis kronik TB, rinitis


kronik lepra, rinitiskronik sifilis, rinitis sika.3

2.13 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dapat diberikan secara konservatif atau kalau tidak


menolong dilakukan pembedahan. Pengobatan konservatif diberikan
antibiotic spectrum luas atau sesuai dengan uji resistensi kuman dengan dosis
yang adekuat sampai tanda-tanda infeksi hilang. Untuk menghilangkan bau
busuk dan membersihkan rongga hidung dari krusta dan sekret diberikan obat
cuci hidung. Digunakan larutan betadin satu sendok makan dalam 100cc air
hangat, ataularutan NaCl, NH4Cl, NaHCO3 aaa9, Aqua ad 300 cc, 1 sendok
makan dicampur 9 sendok makan air hangat.

Larutan dihirup ke dalam rongga hidung dan dikeluarkan lagi


denganmenghembuskan kuat-kuat, air yang masuk ke nasofaring dikeluarkan
melaluimulut, dilakukan dua kali sehari. Setelah itu diberikan vitamin A 3x
50.000 unitselama dua minggu dan preparat Fe. Bila ada sinusitis,
sinusitisnya diobati sampaituntas.1,2

Jika dengan pengobatan konservatif yang adekuat untuk jangka waktu


yangcukup lama tidak ada perbaikan, maka dilakukan operasi penutupan
lubanghidung atau implantasi untuk penyempitan rongga hidung. Prinsip
operasi penutupan lubang hidung adalah mengistirahatkan mukosa hidung.
Dengan demikian mukosa akan menjadi normal kembali . Penutupan ini

17 | R i n i t i s A t r o f i
dapat dilakukan pada nares anterior atau pada koana dan ditutup selama dua
tahun. Untuk menutupkoana dipakai jabir palatum.

Beberapa teknik operasi yang dilakukan antara lain:

1. Operasi YoungPenutupan total rongga hidung dengan flap. Telah


dilaporkan hasil yang baikdengan penutupan lubang hidung
sebagian atau seluruhnya dengan menjahitsalah satu hidung
bergantian masing-masing selama periode tiga tahun.

2. Operasi Young yang dimodifikasi Penutupan lubang hidung


dengan meninggalkan 3 mm yang terbuka.

3. Operasi LautenschlagerDengan memobilisasi dinding medial


antrum dan bagian dari etmoid,kemudian dipindahkan ke lubang
hidung.

4. Implantasi submukosa dengan tulang rawan, tulang, dermofit,


bahan sintetisseperti teflon, campuran triosite dan lem fibrin.

5. Transplantasi duktus parotis ke dalam sinus maksila (operasi


Wittmack) dengan tujuan membasahi mukosa hidung.

Adapun operasi yang bertujuan sebagai denervasi nasal antara lain:6

1. Simpatektomi servikal

2. Blokade ganglion Stellata

3. Blokade atau ekstirpasi ganglion sfenopalatina

Beberapa penelitian melaporkan operasi penutupan koana


menggunakan flap faring pada penderita rinitis atrofi anak berhasil dengan
memuaskan. Penutupan ini juga dapat dilakukan pada nares anterior yang
bertujuan untuk mengistirahatkan mukosa hidung.

18 | R i n i t i s A t r o f i
Gambar.10

Delapan belas bulan pasca operasi 4-mm 30 ° nasal endoskopi


menunjukkan (A)sebuah situs perbaikan baik mucosolized (lingkaran merah)
dari anterior dasartengkorak cacat yang tepat, dengan tengkorak utuh dasar
posterior (panah putihlebar), dan melebar rongga hidung bilateral. (A) kanan
dan (B) kiri gambarmenunjukkan rongga sinonasal superior dan (C) kanan
dan (D) kiri gambarmenggambarkan rongga hidung rendah. Putih panah tipis,
proses uncinate, panahhitam tipis, tengah konka, panah hitam lebar, hidung
septum, panah kuning tipis,turbinates inferior, panah hijau, lengkungan
choanal.7

2.14 Komplikasi

Komplikasi dari rinitis athrofi dapat berupa: perforasi septum,


faringitis,sinusitis, miasis hidung, hidung pelana.10

 2.15 Prognosis

Dengan operasi diharapkan perbaikan mukosa dan keadaan


penyakitnya.Pada pasien yang berusia diatas 40 tahun, beberapa kasus
menunjukkankeberhasilan dalam pengobatan.

19 | R i n i t i s A t r o f i
BAB III

KESIMPULAN

Rinitis atrofi merupakan penyakit infeksi hidung kronik, yang ditandai


olehadanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka. Penyakit ini paling
seringmenyerang wanita usia 1 sampai 35 tahun, terutama pada usia pubertas dan
hal ini dihubungkan dengan status estrogen (faktor hormonal). Rinitis atrofi
kebanyakanterjadi pada wanita, angka kejadian wanita : pria adalah 3:1.

Etiologi rinitis atrofi dibagi menjadi primer dan sekunder. Rinitis atrofi
primer adalah rhinitis atrofi yang terjadi pada hidung tanpa kelainan sebelumnya
sedangkan rinitis atorfi sekunder merupakan komplikasi dari suatu tindakan atau
penyakit. Rinitis atrofi primer adalah bentuk klasik dari rhinitis atrofi dimana
penyebab pastinya belum diketahui namun pada kebanyakan kasus ditemukan
klebsiella ozaenae.

Keluhan biasanya berupa nafas berbau, ada ingus kental yang


berwarnahijau, ada kerak (krusta) hijau, ada gangguan penghidu (penciuman),
sakit kepala dan merasa hidung tersumbat. Pada pemeriksaan THT didapatkan
rongga hidungsangat lapang, konka inferior dan media hipotrofi atau atrofi, sekret
purulen berwarna hijau, dan krusta berwarna hijau. Penatalaksanaan dapat
diberikan secara konservatif atau kalua tidak menolong dilakukan pembedahan.
Pengobatan konservatif diberikan antibiotikspektrum luas atau sesuai dengan uji
resistensi kuman dengan dosis yang adekuatsampai tanda-tanda infeksi hilang.

20 | R i n i t i s A t r o f i
DAFTAR PUSTAKA

1. Endang, M. & Nusjirwan, R. Rinorea, Infeksi Hidung dan Sinus dalam


Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,  Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher
Edisi V. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. Jakarta.
2. Thiagarajan, Balasubramanian. Atrophic Rhinitis. A Literature Review.
WebmedCentral: ENT Scholar Review articles 2012;3(4):WMC003261.
3. Irawan, Engki. Rinitis  Atrofi. FK- RSU Dr. Pirngadi dalam Buku Ajar
IlmuPenyakit Telinga Hidung Tenggorokan, Edisi III FKUI. 2010. Medan.
4. Probst R. Basic Otorhinolaryngology. New York: Thieme; 2006. P.1-27.
5. Munir, Delfitri. Penatalaksanaan Rinitis Atrofi (Ozaena) Secara
Konservatif. Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Majalah Kedokteran Nusantara. 2006: 39: 2.
6. Yuka Sevil Ari et all. A forgotten difficult entity: Ozena Report of
two  cases. Eastern Journal of Medicine 15. 2010: 114-117.
7. Thiagarajan, Balasubramanian. A review Atrophic rhinitis. Ent Scholar.
Rhinology. 2012 March 3.
8. Mark E. Friedel et all. Skull base defect in a patient with ozena
undergoingdacryocystorhinostomy. Allergy Rhinol (Providence). 2011
Jan-Mar; 2(1): 36– 39.
9. Marisa A. Earley, et all. Study of Histopathological Changes in
Primary Atrophic Rhinitis. ISRN Otolaryngol. 2011: 269479.
10. Asnir, Rizalina Arwinati. Rinitis Atrofi. Cermin Dunia Kedokteran.
2004:144.

21 | R i n i t i s A t r o f i

Anda mungkin juga menyukai