Anda di halaman 1dari 4

TINJAUAN PUSTAKA

Patofisiologi dan Diagnosis Buta Warna


Kartika, Keishatyanarsha Kuntjoro, Yenni, Yohanie Halim
Dokter Internship, Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya
Jakarta, Indonesia

ABSTRAK
Buta warna adalah suatu kelainan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu.
Prevalensi buta warna di Indonesia sebesar 0,7%. Buta warna sering menjadi masalah saat seseorang harus memilih jurusan dalam jenjang
pendidikan, khususnya untuk pekerjaan yang membutuhkan pengodean warna dalam pekerjaan.

Kata kunci: Buta warna, patofisiologi, diagnosis

ABSTRACT
Color blindness is a disorder caused by an inability of the eye cone cells to capture a certain color spectrum. The prevalence of color blindness
in Indonesia is 0.7%. Color blindness may become problematic in choosing a major in education and especially for job assignment that require
color coding. Kartika, Keishatyanarsha Kuntjoro, Yenni, Yohanie Halim. Pathophysiology and Diagnosis of Color Blindness.

Key words: Color blindness, pathophysiology, diagnosis

PENDAHULUAN bekerja bersama seperti lensa kamera masuk menjadi impuls-impuls saraf yang akan
Buta warna dapat menyulitkan atau bahkan untuk memfokuskan bayangan sehingga diteruskan ke otak. Di bagian inilah, proses
membuat seseorang tidak mampu melakukan dapat ditangkap oleh retina yang terletak di penglihatan warna berlangsung.
pekerjaan tertentu yang membutuhkan belakang mata, yang bertindak seperti film
persepsi warna dalam tanggung jawabnya, pada kamera. Struktur-struktur inilah yang Bagian fovea terdiri dari sel kerucut namun
seperti pilot karena banyak aspek penerbang- berpengaruh ada persepsi warna.3 bentuknya menyerupai batang. Perbedaan
an bergantung pada pengodean warna.1,2 penting antara sel batang dan kerucut
Bayangan yang masuk ke bola mata akan adalah fungsinya. Fungsi sel batang adalah
Prevalensi buta warna di Indonesia adalah diproyeksikan ke retina. Retina merupakan untuk melihat dalam kondisi kurang cahaya
sebesar 0,7% (Riskesdas 2007), sedangkan di lapisan setipis lembaran jaringan yang sedangkan sel kerucut bertugas untuk
Amerika Serikat pada tahun 2006 menurut terletak di bagian belakang bola mata berisi penglihatan dengan cahaya yang cukup.3,4,6
Howard Hughes Medical Institute, terdapat sel-sel fotoreseptor seperti sel batang dan
7% pria, atau sekitar 10.5 juta pria, dan 0.4% kerucut yang akan mengubah bayangan yang
wanita tidak dapat membedakan merah
dari hijau, atau mereka melihat merah dan
hijau secara berbeda dibandingkan populasi
umum. Sejumlah 95 % gangguan buta warna
terjadi pada reseptor warna merah dan hijau
pada mata pria.2,3

Faktor utama yang sampai saat ini dipercaya


sebagai penyebab utama buta warna adalah
faktor genetik yang sex-linked, artinya kelainan
ini dibawa oleh kromosom X. Hal ini yang
menyebabkan lebih banyak penderita buta
warna laki-laki dibandingkan wanita.3

ANATOMI BOLA MATA


Persepsi visual sangat dipengaruhi oleh
struktur anatomi mata. Kornea dan lensa Gambar 1 Anatomi bola mata7 Gambar 2 Penampang melintang retina7

Alamat korespondensi email: inez.kartika@yahoo.com

268 CDK-215/ vol. 41 no. 4, th. 2014


TINJAUAN PUSTAKA

ke otak dibandingkan sampai menampilkan Buta warna umumnya dianggap lebih banyak
warna. Teori trikromatik ini tidak diragukan, terdapat pada laki-laki dibanding perempuan
tetapi tidak dapat menjelaskan fenomena dengan perbandingan 20:1. Buta warna
transmisi ke otak. herediter merupakan kelainan genetik sex-
2. Teori Hering’s opponent colors linked pada kromosom X ayah dan ibu. Anak
Hering mengajukan teori lawan warna perempuan menerima satu kromosom X dari
dengan observasinya meliputi penampilan ibu dan satu dari ayah. Dibutuhkan hanya
warna, kontras warna, foto setelah jadi, dan satu gen untuk penglihatan warna normal.
defisiensi penglihatan warna. Hering mencatat Anak laki-laki, menerima kromosom X dari
penemuannya bahwa warna tertentu ibu dan Y dari ayah, jika gen X tunggal tidak
tidak terjadi secara bersamaan, contohnya mempunyai gen fotopigmen maka akan
kemerahan-kehijauan dan kekuningan- terjadi buta warna.
kebiruan. Hering menemukan bahwa kontras
warna ikut berpengaruh untuk membedakan Dikenal hukum Kollner yang menyatakan defek
warna yang berpasangan. penglihatan warna merah hijau merupakan
Gambar 3 Sel batang dan kerucut7 3. Teori modern opponent colors lesi saraf optik ataupun jalur penglihatan,
Teori ini bertentangan dengan teori sedangkan defek penglihatan biru kuning
trikromatik. Teori ini menyatakan bahwa akibat kelainan pada epitel sensori retina
warna yang diterima di reseptor warna dikirim atau lapis kerucut dan batang retina. Terdapat
ke retina untuk diubah sinyalnya dan baru pengecualian Hukum Kollner:
dikirim ke otak.7 • Neuropati optik iskemik, atrofi optik
pada glaukoma, atrofi optik diturunkan
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI secara dominan, atrofi saraf optik tertentu
Buta warna dapat terjadi secara kongenital memberikan cacat biru kuning.
atau didapat akibat penyakit tertentu. Buta • Defek penglihatan merah hijau pada
warna yang diturunkan tidak bersifat progresif degenerasi makula, mungkin akibat kerusakan
dan tidak dapat diobati. Pada kelainan makula retina yang terletak pada sel ganglionnya.
(retinitis sentral dan degenerasi makula sentral), • Pada degenerasi makula juvenile terdapat
sering terdapat kelainan pada penglihatan buta biru kuning, merah hijau atau buta warna
Gambar 4 Gambaran representatif distribusi sel-sel kerucut warna biru dan kuning, sedang pada kelainan total, sedangkan degenerasi makula stardgart
S,M,L di retina7 saraf optik akan terlihat gangguan penglihatan dan fundus flavimakulatus mengakibatkan
warna merah dan hijau.1,4,6,7 gangguan pada warna merah hijau.
Berdasarkan responsivitasnya, sel kerucut • Defek penglihatan warna biru dapat pula
dibagi menjadi 3 macam, S cone, M cone, L cone, terjadi pada peningkatan tekanan intraokular.
sedangkan sel batang hanya terdiri dari satu tipe
sel. Penamaan ini berdasarkan pada sensitivitas Gangguan penglihatan biru kuning terdapat
sel terhadap panjang gelombang cahaya pada glaukoma, ablasio retina, degenerasi
short wavelength, middle wavelength, dan pigmen retina, degenerasi makula senilis dini,
long wavelength. Ada juga yang menamakan myopia, korioretinitis, oklusi pembuluh darah
panjang gelombang ini sebagai RGB (red, green, retina, retinopati diabetik dan hipertensi,
dan blue) namun, penamaan SML dirasa lebih papil edema, dan keracunan metil alkohol
tepat. Pada sel kerucut, terdapat 3 tipe yang serta pada penambahan usia. Ganguan
menampilkan warna, sedangkan sel batang penglihatan merah hijau terdapat pada
hanya satu macam, menunjukkan bahwa sel kelainan saraf optik, keracunan tembakau dan
batang tidak mampu mengidentifikasi warna. racun, neuritis retrobulbar, atrofi optik, dan lesi
Sel S tersebar merata pada seluruh retina, kompresi traktus optikus.
namun tidak terdapat di daerah tengah fovea.
Perbandingan jumlah L:M:S adalah 12:6:1. KLASIFIKASI BUTA WARNA
Defek penglihatan warna atau buta warna
Mekanisme penglihatan warna dapat dapat dikenal dalam bentuk7:
dijelaskan menurut teori-teori di bawah ini: 1. Trikromatik, yaitu keadaan pasien
1. Teori trikromatik mempunyai 3 pigmen kerucut yang mengatur
Pada teori ini, dikenal 3 reseptor yang sensitif fungsi penglihatan. Pasien buta warna jenis ini
terhadap 3 spektrum warna yaitu merah, hijau, Gambar 5 Pola penurunan kromosom7 dapat melihat berbagai warna, tetapi dengan
dan biru. Gambaran warna muncul karena X’: kromosom abnormal, kotak kuning: karier genetik, kotak interpretasi berbeda dari normal. Bentuk
rasio signal dari 3 reseptor warna yang dikirim merah: orang dengan defisiensi penglihatan warna defisiensi yang paling sering ditemukan:

CDK-215/ vol. 41 no. 4, th. 2014 269


TINJAUAN PUSTAKA

• Protanopia, keadaan yang paling sering Terdapat hanya sedikit defek atau yang efektif
ditemukan dengan defek pada penglihatan hanya satu tipe pigmen sel kerucut. Hal ini
warna merah hijau atau kurang sensitifnya jarang, 1 dalam 100.000. Tajam penglihatan
pigmen merah kerucut (hilangnya fotopigmen normal, tidak tedapat nistagmus, tidak terdapat
L cone) karena tidak berjalannya mekanisme diskrimanasi warna. Biasanya disebabkan
red-green opponent. monokromasi biru, terkait kromosom X
• Deuteranopia, kekurangan pigmen hijau resesif, yang menyebabkan mutasi gen yang
kerucut (hilangnya fotopigmen M cone) menyandi opsin kerucut merah dan hijau.
sehingga tidak dapat membedakan warna
kemerahan dan kehijauan karena kurang DIAGNOSIS
berjalannya mekanisme viable red-green Buta warna kadang menyebabkan tidak
opponent. dapat mengerjakan pekerjaan tertentu
• Tritanopia (tidak kenal biru), terdapat seperti di pabrik cat, konveksi, kapten kapal,
kesulitan membedakan warna biru dari dan pengawas lalu lintas. Pemeriksaan buta
kuning karena hilangnya fotopigmen S-cone. warna dilakukan dengan uji anomaloskop, uji
Farnsworth Munsell 100 hue, uji Holmgren,
3. Monokromatik (akromatopsia atau buta dan uji Ishihara. Uji Farnsworth dan Ishihara
warna total), hanya terdapat satu jenis pigmen sering digunakan sebagai pemeriksan
sel kerucut, sedangkan dua pigmen lainnya optamologis. Defek penglihatan warna merah-
Gambar 6 Penglihatan pada (a) normal, (b) protanopia, (c) rusak. Pasien sering mengeluh fotofobia, hijau secara kualitatif dievaluasi dengan tes
deuteranopia, dan (d) tritanopia7 tajam penglihatan kurang, tidak mampu Pseudoisokromatik (Ishihara). Defek penglihatan
membedakan warna dasar atau warna antara biru-kuning dengan tes Farnsworth Munsell.
• Deuteranomali, dengan defek pada (hanya dapat membedakan hitam dan putih), Evaluasi defek penglihatan kuantitatif dapat
penglihatan warna hijau atau kelemahan silau, dan nistagmus. Kelainan ini bersifat menggunakan Anomaloskop nagel.7
fotopigmen M cone atau absorpsi M cone autosomal resesif.
bergeser ke arah gelombang yang lebih • Monokromatisme sel batang (rod Uji Farnsworth terdiri dari 4 set chips yang
panjang sehingga diperlukan lebih banyak monochromatism) harus disusun sesuai dengan progression of
hijau untuk menjadi kuning baku. Disebut juga suatu akromatopsia (seluruh hue. Orang dengan defisiensi penglihatan
• Protanomali, kelemahan fotopigmen L komponen pigmen warna kerucut tidak beberapa warna akan membuat kesalahan
cone atau absorpsi L cone ke arah gelombang normal), terdapat kelainan pada kedua mata menyusun chips pada lokasi di sekitar hue
yang lebih rendah, diperlukan lebih banyak bersama dengan keadaan lain, seperti tajam circle. Tes ini dapat membedakan tipe defisiensi
merah untuk menggabung menjadi kuning penglihatan kurang dari 6/60, nistagmus, penglihatan warna dan mengevaluasi tingkat
baku pada anomaloskop. Protanomali dan fotofobia, skotoma sentral, dan mungkin keparahan diskriminasi warna.
deutronomali terkait kromosom X dan, di terjadi akibat kelainan sentral hingga
Amerika, terdapat pada 5% anak laki-laki. terdapat gangguan penglihatan warna total,
• Tritanomali, merupakan defek penglihatan hemeralopia (buta silang), tidak terdapat buta
warna biru atau fotopigmen S cone atau senja atau malam, dengan kelainan refraksi
absorpsi S cone bergeser ke arah gelombang tinggi. Insidens sebesar 1 dalam 30.000
yang lebih panjang. Kelainan ini bersifat dan pewarisan secara autosomal resesif
autosomal dominan pada 0,1% pasien. menyebabkan mutasi gen yang menyandi
protein photoreceptor cation channel or cone
2. Dikromatik, yaitu pasien mempunyai 2 transducin.
pigmen kerucut, akibatnya sulit membedakan • Monokromatisme sel kerucut (cone
warna tertentu.7 monochromatism)

Gambar 7 Uji Farnsworth7 Gambar 8 Tes Ishihara

270 CDK-215/ vol. 41 no. 4, th. 2014


TINJAUAN PUSTAKA

Uji Ishihara didasarkan pada menentukan tahun 1877, Holmgren mengambil ide ini TATA LAKSANA
angka atau pola yang ada pada kartu dengan dan menggunakan gulungan benang wol Tidak terdapat pengobatan untuk buta warna
berbagai ragam warna. Penapisan dengan berwarna sebagai pengganti kertas. yang diturunkan, sedangkan buta warna
uji Ishihara merupakan evaluasi minimum didapat diterapi sesuai penyebab. Beberapa
gangguan penglihatan warna. Uji ini memakai cara yang dapat digunakan sebagai alat
seri titik bola kecil dengan warna dan besar bantu penglihatan warna:3,6-8
berbeda (gambar pseudokromatik) sehingga • Lensa kontak dan kacamata specially
keseluruhan terlihat warna pucat dan tinted, yang dapat membantu uji warna
menyulitkan pasien dengan kelainan warna. namun tidak memperbaiki penglihatan
Penderita buta warna atau dengan kelainan warna.
penglihatan warna dapat melihat sebagian • Kacamata yang memblokade glare,
atau sama sekali tidak dapat melihat gambaran karena orang dengan masalah penglihatan
yang diperlihatkan. Pada pemeriksaan, pasien warna dapat membedakan sedikit warna
diminta melihat dan mengenali tanda gambar saat tidak terlalu terang.
yang diperlihatkan selama 10 detik. Gambar 9 Anomaloskop nagel
SIMPULAN
Nagel anomaloskop terdiri dari test plate yang Buta warna adalah kelainan penglihatan
bagian bawahnya berwarna kuning yang yang disebabkan ketidakmampuan sel-
dapat disesuaikan kontrasnya. Pasien berusaha sel kerucut mata untuk menangkap suatu
mencocokkan bagian atas sampai berwarna spektrum warna tertentu. Prevalensi buta
kuning dengan mencampur warna merah dan warna di Indonesia sebesar 0,7%. Buta warna
hijau. Orang dengan buta warna hijau akan sering menjadi masalah saat seseorang
menggunakan banyak warna hijau dan begitu harus memilih jurusan dalam jenjang
juga pada orang dengan buta warna merah. pendidikan khususnya untuk pekerjaan yang
membutuhkan warna sebagai kode dalam
Pada tahun 1837, August Seebeck pekerjaan.
menggunakan lebih dari 300 kertas berwarna
dan meminta pasien mencocokkan atau Tidak terdapat pengobatan untuk buta warna
menemukan warna yang sesuai dengan yang diturunkan, sedangkan buta warna
contoh warna yang diberikan, dan pada Gambar 10 Uji Holmgren Wool didapat diterapi sesuai penyebab.

DAFTAR PUSTAKA
1. Cassin B, Solomon S. Dictionary of Eye Terminology. 6th ed Florida: Triad Publ.Co; 2011.
2. Guest M. D’Este C. Impairment of colour vision in aircraft maintenance worker. Internat. Arch. Occup. and Environmental Health, October 2011; 84(7): 723-733
3. McIntyre D. Colour Blindness : Cause and Effects. UK. Dalton Publishing, 2002.
4. Ilyas HS. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi Dua, Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Jakarta : Sagung Seto. 2002.
5. Vaughan DG. Asbury T. General Ophthalmology ed. 17th ed, ch. 10. New York: Mc Graw Hill, Lange, 2008
6. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005.
7. Fairchild MD. Color Appearance Models. Second Ed. John Wiley & Sons, Ltd 2005 ISBN: 0-470-01216-1 (HB)
8. Lang GK. Ophthalmology. A Short Textbook. German: Thieme. 2000. Hal. 311.

CDK-215/ vol. 41 no. 4, th. 2014 271

Anda mungkin juga menyukai