Anda di halaman 1dari 11

1.

Otak

e. Histologi

Otak dan medula spinalis dilindungi oleh tulang, jaringan ikat, dan cairan
serebrospinalis. Di dalam kranium dan foramen vertebrale terdapat meninges, yaitu suatu
jaringan ikat yang terdiri dari tiga lapisan, yaitu dura mater, araknoid mater, dan pia mater. Di
antara araknoid mater dan pia mater terdapat spatium subarachnoideum, tempat beredarnya
cairan serebrospinalis yang membasahi dan melindungi otak dan medula spinalis1.

Sel struktural dan fungsional jaringan saraf adalah neuron. Setiap neuron terdiri dari
soma atau badan sel, banyak dendrit, dan satu akson. Badan sel atau soma mengandung
nukleus, nukleolus, berbagai organel, dan sitoplasma atau perikarion. Dari badan sel muncul
tonjolan-tonjolan sitoplasma yang disebut dendrit yang membentuk percabangan dendritik.
Neuron dikelilingi oleh sel yang lebih kecil dan lebih banyak yaitu neuroglia, yaitu sel
penunjang nonneural yang memiliki banyak percabangan di SSP dan mengelilingi neuron,
akson, dan dendrit. Sel ini tidak terangsang atau menghantarkan impuls karena secara
morfologis dan fungsional berbeda dari neuron. Sel neuroglia dapat dibedakan dari
ukurannya yang jauh lebih kecil dan nukleus yang berwarna gelap dan jumlahnya sekitar
sepuluh kali lipat lebih banyak daripada neuron1.

Gambar 1. Bagian-bagian neuron (X100, H&E)2

Empat jenis sel neuroglia adalah astrosit, oligodendrosit, mikroglia, dan sel
ependimal. Astrosit adalah sel neuroglia terbesar dan paling banyak ditemukan di substansia
grisea. Astrosit terdiri dari dua jenis, yaitu astrosit fibrosa dan astrosit protoplasmik.
Oligodendrosit membentuk selubung mielin akson di SSP. Mikroglia berasal dari sumsum
tulang dan fungsi utamanya mirip dengan makrofag jaringan ikat. Sel ependimal adalah sel
epitel kolumnar pendek atau selapis kuboid yang melapisi ventrikel otak dan kanalis sentralis
medula spinalis1.

Otak dan medula spinalis mengandung substansia grisea dan substansia alba.
Substansia grisea terdiri dari neuron-neuron, dendrit-dendritnya, dan neuroglia, sedangkan
substansia alba tidak mengandung badan sel neuron dan terutama terdiri dari akson bermielin,
sebagian akson tidak bermielin, dan oligodendrosit penunjang1.

Gambar 2. Astrosit fibrosa dan kapiler di otak. Pewarnaan: metode Cajal. Pembesaran
sedang.1

Gambar 3.. Oligodendrosit otak. Pewarnaan: metode Cajal. Pembesaran sedang.1

Gambar 4. Mikroglia otak. Pewarnaan: metode Hortega. Pembesaran sedang.1


Gambar 5. Sel ependimal pada kanalis sentralis medula spinalis (X200, H&E)2

Sumber:

1. Eroschenko VP. Atlas Histologi diFiore’s dengan Korelasi Fungsional. Jakarta: EGC; 2008

2. Mescher LA. Junqueira's Basic Histology Text and Atlas. English: McGrawHill Medical.;
2009

2. Stroke

d. Klasifikasi

Ada beberapa klasifikasi yang telah dibuat untuk mempermudahkan dalam


penggolongan penyakit pembuluh darah otak. Stroke dapat diklasifikasikan menjadi :

A. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :


1) Stroke Iskemik atau Non Hemoragik dan berdasarkan perjalanan klinisnya
terdiri atas ;
a) Transcient Ischaemic Attack (TIA) : Defisit neurologis membaik
dalam waktu kurang dari 24 jam.
b) Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND) : Defisit neurologis
membaik kurang dari satu minggu.
c) Stroke in evolution atau progressing stroke : Kelainan neurologis yang
menunjukan perburukan secara tahap demi tahap dalam waktu
beberapa jam dan makin lama makin berat.
d) Completed stroke : Kelainan neurologis yang menetap dan tidak
berkembang lagi yang timbul dalam waktu beberapa menit hingga
beberapa jam yang diakibatkan kurangnya atau tidak adanya aliran
darah pada salah satu arteri otak atau cabang-cabangnya secara
mendadak1
2) Stroke Hemoragik :
a) Perdarahan intraserebral (PIS) : Perdarahan primer yang berasal dari
pembuluh darah dalam parenkim otak.
b) Perdarahan subaraknoid (PSA) : Suatu keadaan terdapatnya atau
masuknya darah ke dalam ruangan subaraknoid karena pecahnya
aneurisma atau sekunder dari perdarahan intra serebral1
B. Berdasarkan sistem pembuluh darah2:
1) Sistem karotis
2) Sistem vertebra-basilaris
C. Berdasarkan sindrom klinis yang berhubungan dengan lokasi lesi otak, maka stroke
dapat dikelompokkan menjadi3 :
1) Total Anterior Circulation Syndromes (TACS)
2) Partial Anterior Circulation Syndromes (PACS)
3) Posterior Circulation Syndromes (POCS)
4) Lacunar Syndromes (LACS)

Sumber:

1. Junaidi I. Hipertensi Pengenalan, Pencegahan, dan Pengobatan. Jakarta: PT Bhuana Ilmu


Populer; 2010

2. Rahmawati E. Prevalensi stroke iskemik pada pasien rawat inap di RSUP Fatmawati
[skripsi]. Jakarta Selatan; 2009.

3. Irfan M. Fisioterapi bagi Insan Stroke. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2010

i. Prognosis

Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease, disability,
discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut terjadi pada
stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek tersebut tidak menjadi lebih
buruk maka semua penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan
umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh 20 secara terus-
menerus selama 24 jam setelah serangan stroke1.

Prognosis fungsional stroke pada infark lakuner cukup baik karena tingkat
ketergantungan dalam activity daily living (ADL) hanya 19 % pada bulan pertama dan
meningkat sedikit (20 %) sampai tahun pertama. 30-60 % penderita stroke yang bertahan
hidup menjadi tergantung dalam beberapa aspek aktivitas hidup sehari-hari2. Dari berbagai
penelitian, perbaikan fungsi neurologik dan fungsi aktivitas hidup sehari-hari pasca stroke
menurut waktu cukup bervariasi. Suatu penelitian mendapatkan perbaikan fungsi paling cepat
pada minggu pertama dan menurun pada minggu ketiga sampai 6 bulan pasca stroke.

Prognosis stroke juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan keadaan yang terjadi
pada penderita stroke. Hasil akhir yang dipakai sebagai tolok ukur diantaranya outcome
fungsional, seperti kelemahan motorik, disabilitas, quality of life, serta mortalitas. Menurut
Hornig et al., prognosis jangka panjang setelah TIA dan stroke batang otak/serebelum ringan
secara signifikan dipengaruhi oleh usia, diabetes, hipertensi, stroke sebelumnya, dan penyakit
arteri karotis yang menyertai. Pasien dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan pasien dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien
dengan stroke minor. Tingkat mortalitas kumulatif pasien dalam penelitian ini sebesar 4,8 %
dalam 1 tahun dan meningkat menjadi 18,6 % dalam 5 tahun.

Sumber:

1. Asmedi A, Lamsuddin. Prognosis Stroke. Dalam: Manajemen Stroke Mutakhir. Suplemen


BKM XIV; 1998.

2. Bermawi M, Meliala L, Asmedi A. Nilai Prognostik Tekanan Darah Waktu Masuk Rumah
Sakit pada Penderita Stroke Infark Akut. Berkala Neuro Sains. 1(3); 2010.

6. Patofisiologi

c. Penurunan kesadaran

Penurunan kesadaran merupakan bentuk disfungsi otak yang melibatkan hemisfer kiri
ataupun kanan atau struktur - struktur lain dari dalam otak atau keduanya1. Penurunan
kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh misalnya pada
gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS dibatang otak,
terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon2. Mekanisme
fisiologis kesadaran dan koma mulai memperoleh titik terang sejak penelitian yang dilakukan
oleh Berger (1928) dan kemudian Brcmcr (1937). Mereka menyimpulkan bahwa salah satu
pusat kesadaran berlokasi di daerah forebrain mengingat bahwa koma merupakan akibat yang
terjadi secara pasif bilamana rangsang sensorik spesifik pada forebrain dihentikan atau
diputus. Pada masa berikutnya Morrison dan Dempsey (1942) menemukan adanya
talamokortikal difus yang tak terpengaruh segala sistem sensorik primer yang spesifik, atau
dengan kata lain ternyata di samping hal di atas ada mekanisme nonspesifik lain yang dapat
mempengaruhi kesadaran. Hal ini diperjelas oleh penemuan Moruni dan Mogoun pada tahun
1949 tentang suatu daerah tambahan pada formasio rektikulatis yang terletak di bagian netral
batang otak, yang bila dirangsang akan menimbulkan aktivasi umum yang nonspesifik pada
korteks serebri, yang disebut sebagai Sistem Aktivasi Rektikuler Asendens (ARAS -
Ascendence Retricular Activating System). Sistem ini mencakup daerah-daerah di tengah
batang otak, meluas mulai dari otak tengah sampai hipotalamus dan ralamus, dan
menjabarkan bahwa struktur-struktur tersebut mengirimkan transmisi efek-efek fisiologis
difus ke korteks baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam peranannya terhadap
arousal kesadaran. Bilamana ARAS binatang yang sedang tidur dirangsang secara langsung
dengan elektrode maka akan menampilkan desinkronlsasi gelombang EEG dan binatang ini
segera akan menjadi bangun. Sebaliknya bila ARAS digelombang EEG akan melambat dan
terjadi koma (balikan walaupun diberikan rangsangan yang kuat).
Secara anatomik, letak lesi yang menyebabkan penurunan kesadaran dapat dibagi menjadi
dua, yaitu : supratentorial (15%), infratentorial (15%)., dan difus (70%) misalnya pada
intoksikasi obat dan gangguan metabolik7.
A. Koma diensefelik7
Koma akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formasio retikularis di daerah
mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran) disebut koma diensefalik.
Secara anatomik, koma diensefalik dibagi menjadi dua bagian utama, ialah koma
akibat lesi supratentorial dan lesi infratentorial.
1) Lesi supratentorial pada umumnya berbentuk proses desak ruang atau space
occupying process, misalnya gangguan peredaran darah otak (GPDO atau
stroke) dalam bentuk perdarahan, neoplasma, abses, edema otak, dan
hidrosefalus obstruktif. Proses desak ruang tadi menyebabkan tekanan
intrakranial meningkat dan kemudian menekan formasio retikularis di
mesensefalon dan diensefalon (herniasi otak).
2) Lesi infratentorial meliputi dua macam proses patologik dalam ruang
infratentorial (fossa kranii posterior).pertama, proses diluar batang otak atau
serebelum yang mendesak sistem retikularis, dan yang kedua merupakan
proses di dalam batang otak yang secara langsung mendesak dan merusak
sistem retikularis batang otak. Proses yang timbul berupa:
a) penekanan langsung terhadap tegmentum mesensefalon (formasio
retikularis)
b) herniasi serebelum dan batang otak ke rostral melewati tentorium
serebeli yang kemudian menekan formasio retikularis di mesensefalon,
dan
c) herniasi tonsilo-serebelum ke bawah melalui foramen magnum dan
sekaligus menekan medula oblongata.
B. Koma kortikal-bihemisferik2
Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada terkecukupinya penyediaan
oksigen. Pada individu sehat dengan konsumsi okesigan otak kurang lebih
3,5ml/100gr otak/menit maka aliran darah otak kurang lebih 50ml/100gr otak/menit.
Bila aliran darah otak menurun menjadi 25-50ml/gr menit/otak, mungkin akan terjadi
kompensasi dengan menaikkan ekstraksi oksigen dari aliran darah. Apabila aliran
darah turun lebih rendah lagi maka akan terjadi penurunan konsumsi oksigen secara
proporsional.
Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang digunakan otak dan teroksidasi
menjadi karbondioksida dan air. Untuk memelihara integritas neuronal, diperlukan
penyediaan ATP yang konstan untuk mengeluarkan ion natrium dari dalam sel dan
mempertahankan ion kalium di dalam sel. Apabila tidak ada oksigen maka terjadilah
glikolisis anaerob untuk memproduksi ATP. Glukosa dapat berubah menjadi laktat
dan ATP, tetapi energi yang ditimbulkannya kecil.
Dengan demikian oksigen dan glukosa memegang peranan yang sangat penting dalam
memelihara keutuhan kesadaran. Namun demikian, walaupun penyediaan oksigen dan
glukosa tidak terganggu, kesadaran individu dapat terganggu oleh adanya gangguan
asam basa darah, elekrolit, osmolalitas, ataupun defisiensi vitamin.
1) Hipoventilasi diperkirakan berhubungan dengan hipoksemia, hiperkapnea,
gagal jantung kongestif, infeksi sistemik, serta kemampuan respiratorik yang
tidak efektif lagi. Dasar mekanisme terjadinya gangguan kesadaran apda
hipoventilasi belum diketahui secara jelas. Hipoksia merupakan faktor
potensial untuk terjadinya ensefalopati, tetapi bukan faktor tunggal karena
gagal jantung kongestif masih mempunyai toleransi terhadap hipoksemia dan
pada kenyataannya tidak menimbulkan ensefalopati. Retensi CO2 malahan
berhubungan erat dengan gejala neurologik. Sementara itu, munculnya gejala
neurologiuk bergantung pula pada lamanya kondisi hipoventilasi. Sebagai
contoh, penderita dengan hiperkarbia kronis tidak menunjukkan gejala
neurologik kronis dan penderita yang mengalami hiperkarbia akut akan segera
mengalami gangguan kesadaran sampai koma.
2) Anoksia iskemik adalah suatu keadaan dimana darah masih cukup atau dapat
pula kurang cukup membwa oksigen tetapi aliran darah otak tak cukup untuk
memberi darah ke otak. Penyakit yang mendasari biasanya menurunkan curah
jantung, misalnya: infark jantung, aritmia, renjatan dan refleks vasofagal, atau
penyakit yang meningkatkan resistensi vaskular serebral misalnya oklusi
arterial atau spasme. Iskemia pada umumnya lebih berbahaya daripada
hipoksia karena asam laktat tidak dapat dikeluarkan.
3) Anoksia anoksik merupakan gambaran tidak cukupnya oksigen masuk
kedalam darah. Dengan demikian baik isi maupun tekanan ioksigen dalam
darah menurun. Keadaan demikian ini terdapat pada tekanan oksigen
lingkungan yang rendah (tempat yang tinggi atau adanya gas nitrogen) atau
oleh ketidakmampuan oksigen untuk mencapai dan menembus membran
kapiler alveoli.
4) Anoksia anemik disebabkan oleh jumlah hemoglobin yang mengikat dan
membawa oksigen dalam darah menurrun. Sementara oksigen yang m,asuk ke
dalam darah cukup. Keadaan ini terdapat pada anemia maupun keracunan
karbonmonoksida.
5) Hipoksi atau iskemia difus akut disebabkan oleh dua keadaan, ialah kadar
oksigen dalam darah menurun cepat sekali atau aliran darah otak menurun
secara mendadak. Penyebab utamanya antara lain: obstruksi jalan napas,
obstruksi serebral secara masif, dan keadaan yang menyebabkan menurunnya
curah jantung secara mendadak. Trombosis atau emboli termasuk purpura
trombositopeni trombotika, koagulasi intravaskularis diseminata, endokarditis
bakterial akut, malaria falsiparum, dan emboli lemak, semuanya mampu
menimbulkan iskemia multifokal yang luas dan secara klinis akan memberi
gambaran iskemia serebral difus akut.
6) Gangguan metabolisme karbohidrat meliputi hiperglikemia, hipoglikemia dan
asidosis laktat. Diabetes melitus tidak mengangggu otak secara langsung.
Delirium, stupor dan koma biasanya merupakan gejala DM pada tahap
tertentu.
7) Gangguan keseimbangan asam basa meliputi asidosis metabolik dan
respoiratorik serta alkalosis respiratorik dan metabolik. Dari 4 jenis gangguan
asam basa tadi, hanya asidosis respiratorik yang bertindak sebagai penyebab
langsung timbulnya stupor dan koma. Asidosis metabolik lebih sering
menimbulkan delirium dan obtundasi. Alkalosis respiratorik hanya
menimbulkan bingung dan perasaan tidak enak di kepala. Satu alasan
mengapa gangguan keseimbangan asam basa sistemik sering tidak
mengganggu otak, ialah karena adanya mekanisme fisiologik dan biokimiawi
yang melindungi keseimbangan asam-basa di otak terhadap perubahan pH
serum yang cukup besar.
8) Uremia sering kali mengganggu kesadaran penderita. Namun demikian,
walaupun telah dilakukan penelitian yang cukup luas, penyebab pasti disfungsi
otak pada uremia belum diketahui. Urea itu sendiri bukan bahan toksik untuk
otak, karena infus dengan urea tidak menimbulkan gejala-gejala uremia;
sementara itu hemodialisis mampu memperbaiki gejala klinik uremia justru
kedalam cairan dialisis ditembahkan urea.
9) Koma hepatik sering dijumpai di klinik. Defisiensi atau bahan-bahan toksik
diperkirakan sebagai penyebab potensial koma hepatik, tetapi tidak satupun
yang memberi kejelasan tentang patofisiologinya. Meningkatnya kadar amonia
dalam darah di otak dianggap sebagai faktor utama terjadinya koma hepatik.
Amonia, dalam kadara yang tinggi dapat bersifat toksik langsung terhadap
otak.
10) Defisiensi vit. B sering kali mengakibatkan delirium, demensia dan mungkin
pula stupor. Defisiensi tiamin dianggap yang paling serius dalam diagnosis
banding koma. Defisiensi tiamin menimbulkan penyakit Wernicke, suatu
kompleks gejala yang disebabkan oleh kerusakan neuron dan vaskular di
substanta grisea, daerah sekitar ventrikulus, dan akuaduktus.
Sumber:

1. Kelly JP. Loss of Consciousness:


Pathophysiology and Implications in Grading
and Safe Return to Play. Journal of athletic training; 2001
2. Harsono. Koma dalam Buku Ajar Neurologi Klinis.Yogyakarta: GajahMada University
Press; 2008

h. Muntah hebat

Stimulus psikologis, naurologi, reflex, endokrin, dan kmiawi dapat menyebabkan


muntah. Sinyal sensori yang mencetuskan muntah terutama berasal dari faring, esophagus,
perut, dan bagian atas usus halus. Dan impuls saraf yang ditransmisikan oleh serbut saraf
eferen fagal dan saraf simpatis ke berbagai nuclei yang tersebar dibatang otak yang semuanya
bersama – sama disebut “Pusat muntah”. Dari sini, impuls motorik yang menyababkan
muntah sebenarnya ditransmisikan dari pusat muntah melalui jalur saraf cranial V, VII, IX,
X, dan XII ke saluran pencernaan bagin atas, melalui saraf fagal dan simpatis ke saluran yang
lebih bawah, da melalui saraf spinalis ke diafragma dan otot perut.

Antiperistalsis.

Pada tahap awal dari iritasi atau distensi berlebihan gastrointestinal, antiperistalsis
mulai terjadi, sering beberapa menit sebelum muntah terjadi. Antiperistalsis berarti gerakan
peristaltik ke arah atas saluran pencernaan, bukannya ke arah bawah. Hal ini dapat dimulai
sampai sejauh ileum di saluran pencernaan, dan gelombang antiperistaltik bergerak mundur
naik ke usus halus dengan kecepatan 2 sampai 3 cm/detik; proses ini benar – benar dapat
mendorong sebagian besar isi usus halus bagian bawah kembali ke duodenum dan lambung
dalam waktu 3 sampai 5 menit. menjadi sangat meregang, peregangan ini menjadi factor
pencetus yang meninbulkan tindakan muntah yang sebenarnya.

Aksi Muntah.

Sekali pusat muntah telah cukup dirangsang dan timbul perilaku, efek yang pertama adalah :

A. Nafas dalam
B. Naiknya tulang lidah dan laring untuk menarik sfingter esophagus bagian atas supaya
terbuka.
C. Penutupan glottis untuk mencegah aliran muntah memasuki paru.
D. Pengangkatan palatum mole untuk menutup nares posterior.

kemudian datang kontraksi diafragma yang kuat ke bawah bersama dengan kontraksi
semua otot dinding abdomen. Keadaan ini memeras perut diantara diafragma dan otot -
otot abdomen, membentuk suatu tekanan intragastrik sampai ke batas yang tinggi.
Akhirnya, sfingter esophageal bagian bawah berelaksasi secara lengkap, membuat
pengeluaran isi lambung ke atas melalui esophagus.

Sumber

Muzaenah T. Muntah. Purwokerto: Universitas Muhammadiyah Purwokerto; 2014.

10. Hubungan muntah hebat dengan kasus

Kemungkinan penyebab stroke pada pasien ini adalah karena pecahnya pembuluh darah di
otak (stroke hemoragik). Pecahnya pembuluh darah otak pada umumnya terjadi saat pasien
sedang beraktivitas, adanya nyeri kepala yang hebat, timbulnya defisit neurologis dalam
waktu beberapa menit hingga beberapa jam yang diikuti dengan adanya penurunan
kesadaran, disertai keluhan mual hingga muntah karena tekanan intrakranial yang meningkat.

Sumber:

Qurbany ZT, Wibowo A. Stroke hemoragik e.c hipertensi grade II. J Medula Unila. 5(2).
Agustus 2016; 116p.

Anda mungkin juga menyukai