Anda di halaman 1dari 2

Penjualan Obat Mengandung Prekursor Secara Bebas

Tanpa Pengawasan Apoteker di Minimarket

Rev: Tangerang, 28 Jan 2019, 12:30:23 WIB


Oleh: Munawir Prayogi, S.Farm., Apt.

Mengapa prekursor harus diawasi?

Tumbuh suburnya produksi illegal narkotika, psikotropika dan zat adiktif (napza) di Indonesia
tidak terlepas dari mudahnya mendapatkan prekursor. Prekursor adalah bahan kimia (chemical
substance) yang digunakan untuk memproduksi napza yang berdasarkan sifatnya dikategorikan
sebagai berikut :

 Prekursor bahan baku yakni bahan dasar untuk pembuatan narkotika-psikotropika yang
dengan sedikit modifikasi melalui beberapa reaksi kimia dapat menjadi narkotika atau
psikotropika (prekursor bahan baku misalnya efedrin, pseudoefedrin,
fenilpropanolamin/norefedrin);
 Prekursor reagensia merupakan bahan kimia pereaksi yang digunakan untuk mengubah
struktur molekul prekursor bahan baku menjadi narkotika dan psikotropika;
 Pelarut (solvent) yakni bahan yang ditambahkan untuk melarutkan atau memurnikan
zat yang dihasilkan.

Penggunaan prekursor dapat diumpamakan seperti pisau bermata dua. Pada satu sisi,
ketersediaan prekursor untuk kepentingan industri dalam negeri harus dipenuhi untuk
menjamin keberlangsungan perekonomian negara, namun disisi lain penyimpangan
penggunaan prekursor oleh pelaku kejahatan guna memproduksi narkotika dan psikotropika
illegal harus dicegah (BPOM, 2007).

Kini dapat dengan mudah kita jumpai obat-obatan mengandung prekursor dapat dijual bebas
di minimarket-minimarket, bahkan di pasar swalayan. Bahayanya, belum diketahui secara pasti
peredaran prekursor tanpa pengawasan Apoteker ini didapatkan dengan proses seperti apa di
minimarket/pasar swalayan. Seperti kita ketahui bahwa pemesanan prekursor memiliki surat
pesanan khusus dan yang menerimanya wajib seorang apoteker.

Banyak kasus di daerah-daerah yang faktanya obat-obatan mengandung prekursor banyak


disalahgunakan oleh kalangan remaja. Kini penyalahgunaan narkotika atau psikotropika
digantikan dengan adanya prekursor ini. Berdasarkan fakta di lapangan, hal yang sangat
disayangkan seperti ini pihak organisasi keprofesian Apoteker dan juga Badan POM belum
banyak melakukan aksi preventif dan inspeksi terkait maraknya penyalahgunaan obat-obat
mengandung prekursor ini.

Seperti yang kita tahu bahwa salah satu dari 9 peran farmasi adalah seorang pembelajar seumur
hidup. Banyaknya kasus ini kita jadi lebih banyak belajar, para apoteker seharusnya lebih
berperan aktif dalam menyuarakan dan lebih mengawasi kinerja organisasi keprofesian ini.
Apakah hal seperti ini akan dibiarkan terus menerus? Dengan mudahnya kita menjualbelikan
zat tersebut yang notabene tempat yang bukan seharusnya area pelayanan dan tempat
pengawasan apoteker dalam mendistribusikan obat ke masyarakat?

Anda mungkin juga menyukai