Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Syok merupakan suatu keadaan kegawat daruratan yang ditandai dengan
kegagalan perfusi darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan
metabolisme sel. Dalam keadaan berat terjadi kerusakan sel yang tak dapat
dipulihkan kembali (syok ireversibel), oleh karena itu penting untuk mengenali
keadaan-keadaan tertentu yang dapat mengakibatkan syok, gejala dini yang
berguna untuk penegakan diagnosis yang cepat dan tepat untuk selanjutnya
dilakukan suatu penatalaksanaan yang sesuai.
Satu bentuk syok yang amat berbahaya dan mengancam jiwa penderitanya
adalah syok kardiogenik. Pada syok kardiogenik ini terjadi suatu keadaan yang
diakibatkan oleh karena tidak cukupnya curah jantung untuk mempertahankan
fungsi alat-alat vital tubuh akibat disfungsi otot jantung. Hal ini merupakan suatu
keadaan gawat yang membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat, bahkan
dengan penanganan yang agresif pun angka kematiannya tetap tinggi yaitu antara
80-90%. Penanganan yang cepat dan tepat pada penderita syok kardiogenik ini
mengambil peranan penting di dalam pengelolaan/penatalaksanaan pasien guna
menyelamatkan jiwanya dari ancaman kematian. (muttaqin,arif. 2009)
Syok kardiogenik ini paling sering disebabkan oleh karena infark jantung
akut dan kemungkinan terjadinya pada infark akut 5-10%. Syok merupakan
komplikasi infark yang paling ditakuti karena mempunyai mortalitas yang sangat
tinggi. Walaupun akhir-akhir ini angka kematian dapat diturunkan sampai 56%
(GUSTO), syok kardiogenik masih merupakan penyebab kematian yang terpenting
pada pasien infark yang dirawat di rumah sakit.

1
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah mengeksplorasi semua hal yang
mengenai kegawat daruratan sistem kardiovaskuler yaitu syok kardiogenik
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi dari syok kardiogenik
b. Mengetahui etiologi, klasifikasi, dan manifestasi klinis pada syok
kardiogenik
c. Mengetahui patofisiologi dan pathway pada syok kardiogenik
d. Mengetahui komplikasi dan pemeriksaan penunjang pada syok
kardiogenik
e. Mengetahui penatalaksanaan medis, keperawatan dan kolaborasi pada
syok kardiogenik
f. Mengetahui asuhan keperawatan pada syok kardiogenik.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Syok Kardiogenik adalah suatu sindrom klinis dimana jantung tidak mampu
memompakan darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhaan metabolisme
tubuh akibat disfungsi otot jantung (Bruner & Suddarth, 2011)
Shock kardiogenik merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang
berhubungan dengan metabolisme seluler yang abnormal, yang umumnya
disebabkan oleh perfusi jarigan yang buruk. Disebut juga kegagalan sirkulasi
perifer yang menyeluruh dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat (Smeltzer, S,
2010)
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi
jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada
definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik
biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg,
atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan
pengeluaran urin (kurang dari 20 ml/kg/jam atau <400 ml/hari) dengan laju nadi
lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada
batas yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.
(Bruner & Suddarth, 2011)
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau
gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas.
Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah
jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung, otak,
ginjal).` Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok
kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai komplikasi MI, namun bisa juga terajdi
pada temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati dan disritmia. (Hudak &
Gallo, 2007)
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang
tidak adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik

3
jantung, manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang
lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan. (Smeltzer, 2010)
B. Etiologi
Banyak factor yang merupakan penyebab syok kardiogenik antara lain
1. kehilangan daya kontraksi pada infark,
2. penurunan daya kontraksi karena gagal jantung
3. perforasi septal ventricular
4. penyakit katup jantung tamponade
5. pneumotorak ventral dan peninggian kontraksi afterload pada ventrikel kanan
yang disebabkan oleh emboli paru dan hipertensi pulmonal
6. Infark Miocardium (muttaqin ,arif.2009)
C. Patofisiologi
Sekitar 15 kejadian syok kardiognik merupakan komplikasi dari klien infark
mokardium akut, Terjadi penurunan curah jantung karena tidak adkuatnya tekanan
pengisian ventrikel kiri (LVFP). Ketika sekitar 40% daerah ventrikel mengalami
infark, maka terjadi peningkatan kemungkinan tgerjadinya syok kardiogenik

Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang


mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke
jaringan. Nekrosis fokal diduga merupakan akibat dari ketidakseimbangan yang
terus-menerus antara kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Pembuluh koroner
yang terserang juga tidak mampu meningkatkan aliran darah secara memadai
sebagai respons terhadap peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen jantung
oleh aktivitas respons kompensatorik seperti perangsangan simpatis. Sebagai akibat
dari proses infark kontraktilitas ventrikel kiri dan kineranya menjadi sangat
terganggu. Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu
menyediakan curah Jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi
jaringan. Maka dimulailah siklus yang terus berulang siklus dimulai dengan
terjadinya infark yang berlanjut dengan gangguan fungsi miokardium. Kerusakan
miokardium, baik iskemia maupun infark pada miokardium mengakibatkan
perubahan metabolisme dan terjadi asidosis metabolik pada miokardium yang

4
berlanjut pada gangguan pada kontraktilitas miokardium. Hal ini berakibat pada
penurunan isi sekuncup yang dikeluarkan oleh ventrikel. Gangguan fungsi
miokardium yang berat akan menyebabkan menurunya curah jantung dan hipotensi
arteri. Akibat menurunnya perfusi koroner yang lebih lanjut, akan meningkatkan
hipoksia miokardium yang bersiklus ulang pada iskemia dan kerusakan
miokardium ulang. Dari siklus ini dapat ditelusuri bahwa siklus syok kardiogenik
ini harus diputuskan sedini mungkin untuk menyelamatkan miokardium vertrikel
kiri dan mencegah perkembangan menuju tahap irreversibel di mana
perkembangannya akan menuju pada aritmia dan kematian. Pengaruh sistemik syok
akhirnya akan membuat syok menjadi ireversibel. Beberapa organ terserang lebih
cepat dan berat daripada yang lain seperti telah diketahu miokardium menderita
kerusakan yang paling dini pada keadaan syok. Cacat mekanis akibat infark
miokardium juga dapat menyebabkan gangguan fungsi miokardium yang bermakna
dan syok (Muttaqin, Arif, 2009)

5
D. Pathway

Hudak & Gallo, 2007)

6
E. Manifestasi Klinis
Keluhan Utama Syok Kardiogenik menurut Bruner & Suddarth (2011) :
1. Oliguri (urin < 400 ml/hari).
2. Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
3. Nyeri substernal seperti IMA.
Tanda Penting Syok Kardiogenik :
1. Tensi turun < 80-90 mmHg.
2. Takipneu dan dalam.
3. Takikardi.
4. Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.
5. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru.
6. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.
7. Sianosis.
8. Diaforesis (mandi keringat).
9. Ekstremitas dingin.
10. Perubahan mental.
F. Komplikasi
1. Cardiopulmonary arrest
2. Disritmia
3. Gagal multisistem organ
4. Stroke
5. Tromboemboli (Muttaqin, Arif, 2009)
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemantauan enzim dan EKG
Enzim-enzim jantung diukur dengan EKG 12-lead yang dilakukan setiap hari
untuk mengkaji tingkat kerusakan miokardium. Enzim jantung Meningkat bila
terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,misalnya infark miokard (Kreatinin
fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim
LDH).

7
2. Pemantauan hemodinamik
Pemantauan hemodinamik akan dilakukan untuk mengkaji secara akurat
respons klien terhadap pengobatan. Pada banyak institusi, keadaan ini akan
mengharuskan klien untuk dipindah ke unit perawatan intensif. Jalur arterial
akan dipasang untuk pemantauan tekanan darah secara akurat dan kontinu, juga
memberikan akses untuk mendapatkan sampel darah yang sering tanpa harus
melakukan fungsi vena secara berulang. Kateter arteri pulmonal multilumen
akan dipasang untuk mengukur tekanan arteri pulmonal dan curah jantung klien.
3. EKG
Mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan
kerusakan pola.
4. ECG
Mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel
hipertrofi, disfungsi penyakit katub jantung.
5. Rontgen dada
Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau
hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan
pulmonal.
6. Scan Jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
7. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji
potensi arteri koroner.
8. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretic.
9. Oksimetri nadi
Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk PPOM.
10. AGD

8
Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia
dengan peningkatan tekanan karbondioksida. (Muttaqin, Arif, 2009)
H. Penatalaksanaan
Pengkajian Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksaan medis klien dengan syok kardiogenik adalah :
1. membatasi kerusakan miokardium lebih lanjut;
2. memulihkan kesehatan miokardium
3. memperbaiki kemampuan jantung untuk memompa secara efektif
Secara umum tujuan ini dicapai dengan meningkatkan suplai oksigen otot jantung
sambil mengurangi kebutuhan oksigen dengan menurunkan kerja ventrikel kiri.
a. oksigenasi
Pada tahap awal syok suplemen oksigen diberikan melalui nasal kanul
sebanyak 3-5 liter/menit. Pemantauan gas-gas darah arteri dan oksimetri
nadi akan menunjukan apakah klien membutuhkan metode pemberian
oksigen yang agresif. Oksigenasi dapat dilakukan dengan pemberian
oksigen tambahan dan pemasangan alat bantu pernapasan jika diperlukan.
b. Terapi Farmakologi
Tindakan farmakologis konvensional yaitu dengan mengoptimalkan beban
awal, beban akhir, dan kontraktilitas adalah sebesar 100%. Tingkat
kelangsungan hidup bergantung pada efektivitas tindakan untuk membatasi
meluasnya infark dan menyelamatkan miokard yang terserang, sehingga
dapat mengurangi kemungkinan gangguan ventrikel yang berat.
 Morfin
Jika klien mengalami nyeri dada, morfin sulfat diberikan melalui
intravena untuk menghilangkan nyeri. Selain menghilangkan nyeri,
morfin juga mendilatasi pembuluh darah. Tindakan ini mengurangi
beban kerja jantung dengan menurunkan tekanan pengisian jantung
(preload) mengurangi tekanan saat otot jantung harus memompakan
darah (afterload). Morfin juga bermanfaat dalam mengatasi ansietas
klien.
 Obat-obat Inotropik Positif

9
Obat-obat inotropik positif seperti: dopamin, dobutamin, dan amrinon,
digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas.
 Dopamin
Dopamin adalah vasopresor pilihan untuk syok kardiogenik.
Dopamin bisa iuga digunakan untuk meningkatkan denyut jantung
(efek beta l). Pada keadaan bradikardia di saat atropin tidak
menghasilkan kerja yang efektif pada dosis 2-20mg/kg/menit
 Dobutamin
Dobutamin (Dobutrex) adalah suatu obat simpatomimetik dengan
kerja beta adrenergik. Efek beta 1, meningkatkan kekuatan
kontraksi miokardium (efek inotropic) dan meningkatkan denyut
jantung(efek kronotropik positif).Diberikan dengan dosis 2,5-10
mikrogram/kg/m
 Diuretik
Pada diuretic, beban awal diturunkan dengan menurunkan volume
intravascular . pemberian diuretic yaitu 40-80 mg untuk kongesti paru
dan oksigenasi jaringan. Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi
supraventrikel.
 Nitrogliserin
Nitrogliserin digunakan sebagai redistribusi volume vaskular dengan
venodlator. Nitrogliserin juga menimbulkan efek vasodilator pada
sirkulasi koroner dan memperbaiki aliran darah coroner
 Vasodilator
Vasodilator arteri atau vasopresor dapat diberikan untuk mengurangi
beban akhir atau meningkatkan tekanan arteri
 Vasopresor
Obat-obat vasopresor seperti epinefrin, norepinefrin (levophed),dan
dopamindapat merangsang, baik reseptor alfa maupun beta dalam
kekuatan yang berbeda-beda.
 Norepinefrin
Norepinefrin (evarterenol, levophed) adalah suatu katekolamin dengan

10
kerja vasokonstriksi yang sangat kuat (efek alfa-adrenergik). obat ini
digunakan pada keadaan syok, sering digunakan sebagai obat terakhir
pada saat obat-obat seperti dopamin dan dobutamin gagal menghasilkan
tekanan darah yang memadai . Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m
 Natrium bikarbonat
Pemberian natrium bikarbonat untuk perbaikan asidosis metabolik.
 Trombolitik
Terapi trombolitik dilakukan pada jam-jam pertama infark untuk
rekanalisisi pembuluh darah yang terserang dan untuk menyelamatkan
miokardium
c. Terapi Cairan
Cairan selain medikasi cairan mengatasi syok kardiogenik. Pemberian
cairan harus dipantau dengan ketat perawat mendeteksi tanda kelebihan
cairan. Bolus cairan intravena yang terus ditingkatkan harus diberikan
dengan sangat hati-hati dimulai dengan jumlah 50 ml untuk menentukan
tekanan pengisian optimal untuk memperbaiki curah jantung
d. Pemasangan Pompa Balon Intra-Aorta
Bila klien tidak menunjukkan meski telah dilakukan pemberian oksigen,
terapi farmakologi dan boluscairan, alat bantu mekanik dapat digunakan
sebagai cara sementara untuk memperbaiki kemampuan jantung untuk
memompa. Intra-aortic balloon counterpulsation (IABC) adalah cara
bantuan sementara untuk memperbaiki sirkulasi
Fungsi IABC adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan volume sekuncup
b. Memperbaiki sirkulasi koroner.
c. Menurunkan preload
d. Menurunkan kerja jantung
e. Menurunkan kebutuhan oksigen miokardium
(Smeltzer, Suzane C.2011)

11
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian primer
a. Airway : penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan
mengenai adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada klien
yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula
pengkajian adanya suara napas tambahan seperti snoring.
b. Breathing : frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan,
retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru,
auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi,
wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
c. Circulation : dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output
serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik,
warna kulit, nadi.
d. Disability
Kaji : tingkat kesadaran dengan GCS, AVPU (alert, respon verbal, respon
pain, unrespon), terjadi penurunan kesadaran, ukuran pupil, respon terhadap
cahaya, adanya gangguan sensorik, motorik
e. Exposure
Mengkaji tanda-tanda trauma, odem (Ruhyanuddin, 2007)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan B1-B6 serta keadaan umum.
 B1(Breathing)
Gangguan pernapasan teriadi sekunder akibat syok. Komplikasi yang
mematikan adalah gangguan pernapasan yang berat. Kongesti paru-paru dan
edema intra-alveolar akan mengakibatkan hipoksia dan kemunduran gas-gas
darah arteri. Faktor-faktor ini memicu terjadinya syok pada paru yang sekarang
sering disebut sebagai sindrom distres pernapasan dewasa(ARDS) Takipnea,
dispneu dan ronki basah

12
 B2 (Blood)
Hematologi Selama syok yang berkelanjutan, dapat teriadi penggumpalan
komponen-komponen seluler intravaskular dari sistem hematologis yang akan
meningkatkan tahanan vaskular perifer lebih lanjut. Koagulasi intravaskular
difus (DIC) dapat terjadi selama syok berlangsung, yang akan memperburuk
keadaan klinis
 B3 (Brain)
Dalam keadaan normal, aliran darah serebral biasanya menunjukkan
autoregulasi yang baik, dengan usaha dilatasi sebagai respons terhadap
berkurangnya aliran darah atau iskemia. Namun, pengaturan aliran darah
serebral ternyata tidak mampu mempertahankan aliran dan perfusi yang
memadai pada tekanan darah di bawah 60 mmHg Selama hipotensi berat, yang
gejala-gejala defisit neurologis dapat ditemukan. Kelainan ini biasanya tidak
berlangsung terus jika klien pulih dari keadaan syok, kecuali jika disertai
dengan gangguan serebrovaskuler
 B4 (Bladder)
Perfusi ginjal yang menurun mengakibatkan anuria dengan keluaran kemih
kurang dan 20 mV jam. Dengan semakin berkurangnya curah jantung,
biasanya menurunkan pula keluaran kemih
 B5 (Bowel)
Saluran pencernaan : Iskemia saluran cerna yang berkepanjangan umumnya
mengakibatkan nekrosis hemoragik pada usus besar. Cedera usus besar dapat
mengeksaserbasi syok melalui penimbunan cairan pada usus dan absorpsi
bakteri dan endotoksin ke dalam sirkulasi. Penurunan motilitas saluran cerna
hampir selalu ditemukan pada keadaan syok. Hati : syok yang berkepanjangan
akan mengakibatkan gangguan sel-sel hati. Kerusakan sel dapat terlokalisir
pada zona-zona nekrosis yang terisolasi atau dapat berupa nekrosis hati yang
massif pada syok yang berat. Gangguan fungsi hati dapat terlihat nyata dan
biasanya bermanifestasi sebagai peningkatan enzim-enzim hati, glutamate
oksaloasetat transaminase serum (SGOT) dan glutamate-piruvat transaminase
serum (SGPT). Hipoksia hati juga merupakan mekanisme etiologi yang

13
mengawali komplikasi-komplikasi ini
 B6 (Bone)
Keringat dingin pada ekstremitas serta penurunan kemampuan otot (muttaqin,
arif.2009)
b. Pengkajian sekunder
Pengkajian ini dilakukan setelah pengkajian airway, breathing, circulation
ditemukan dan diatasi. Pengkajian sekunder meliputi :
1) Riwayat penyakit sekarang :
 Alasan masuk RS
 Waktu kejadian hingga masuk RS
 Mekanisme atau biomekanik
 Lingkungan keluarga, kerja, masyarakat sekitar
2) Riwayat penyakit dahulu
 Perawatan yang pernah dialami
 Penyakit lainnya antaralain : DM, Hipertensi, PJK, dan lain-lain
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit yang diderita oleh anggota keluarga
4) Pengkajian head to toe
 Pengkajian kepala, leher, wajah
 Pengkajian dada
 Pengkajian abdomen dan pelvis
 Pengkajian ekstremitas
 Pengkajian tulang belakang
5) Pemeriksaan Penunjang
6) Pengkajian
 Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin di
dapatkan Tachycardia dan dispnea pada saat beristirahat atau pada
saat beraktivitas).
 Sirkulasi

14
 Mempunyai riwayat IMA, Penyakit jantung koroner, CHF,
Tekanan darah tinggi, diabetes melitus.Tekanan darah
mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau
terlambatnya capilary refill time, disritmia.
 Suara jantung , suara jantung tambahan S3 atau S4mungkin
mencerminkan terjadinya kegagalan jantung/ ventrikel
kehilangan kontraktilitasnya.
 Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi katub atau
muskulus papilaris yang tidak berfungsi.
 Heart rate mungkin meningkat atau menglami penurunan
(tachy atau bradi cardia).
 Irama jantung mungkin ireguler atau juga normal.
 Edema: Jugular vena distension, odema anasarka, crackles
mungkin juga timbul dengan gagal jantung.
 warna kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.
 Eliminasi
Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.
 Nutrisi
Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit, berkeringat
banyak, muntah dan perubahan berat badan.
 Hygiene perseorangan
Dispnea atau nyeri dada atau dada berdebar-debar pada saat
melakukan aktivitas.
 Neorusensori
Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation.
 Kenyamanan
 Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan
beristirahat atau dengan nitrogliserin.
 Lokasi nyeri dada bagian depan substerbnal yang mungkin
menyebar sampai ke lengan, rahang dan wajah.

15
 Karakteristik nyeri dapat di katakan sebagai rasa nyeri yang
sangat yang pernah di alami.
 Sebagai akibat nyeri tersebut mungkin di dapatkan wajah yang
menyeringai, perubahan pustur tubuh, menangis, penurunan
kontak mata, perubahan irama jantung, ECG, tekanan darah,
respirasi dan warna kulit serta tingkat kesadaran.
 Respirasi
 Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat
perokok dengan penyakit pernafasan kronis.
 Pada pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan respirasi,
pucat atau cyanosis, suara nafas crakcles atau wheezes atau
juga vesikuler.
 Sputum jernih atau juga merah muda/ pink tinged.
 Interaksi sosial
Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan stresor, emosi yang
tak terkontrol.
 Pengetahuan
Mengkaji apakah keluarga dan pasien mengetahui tentang
penyakit yang di derita dan pengetahuan yang di miliki untuk
mengetahui cara penangganan penyakit jantung .
 Konsep diri
Gambaran diri, ideal diri, peran diri, harga diri, identitas diri.
 Spiritual
Mengkaji kebiasaan beribadan menurut kepercayaan yang
dimiliki pasien. (muttaqin,arif.2009)
B. Diagnosa Keperawatan / Prioritas Masalah
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran gas ditandai
dengan sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, batuk-batuk.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put
menurun, sianosis, edema (vena).

16
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme
reflek otot sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri
dada, dispnea, gelisah, meringis.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supley oksigen
dan kebutuhan (penurunan / terbatasnya curah jantung) ditandai dengan
kelelahan, kelemahan, pucat.
C. Intervensi Keperawatan
RENCANA KEPERAWATAN
NO. DIAGNOSA
KEPERAWATA TUJUAN INTERVENSI
N
1. pola nafas tidak Setelah diberikan 1. Buka jalan nafas, gunakan
efektif asuhan keperawatan teknik chin lift atau jaw thrust
berhubungan selama 3x 24 jam bila perlu
dengan diharapkan pasien 2. Posisikan pasien untuk
pertukaran gas dapat Mempertahankan memaksimalkan ventilasi
ditandai dengan tingkat oksigen yang 3. Identifikasi pasien perlunya
sesak nafas, adekuat untuk pemasangan alat jalan nafas
gangguan keperluan tubuh. buatan
frekwensi Kriteria hasil : 4. Pasang mayo bila perlu
pernafasan, 5. Lakukan fisioterapi dada
1. Tanpa terapi
batuk-batuk 6. Keluarkan secret dengan batuk
oksigen, SaO2 95
atau suction
% dank lien tidan
7. Auskultasi suara nafas, catat
mengalami sesak
adanya suara tambahan
napas.
8. Lakukan suction pada mayo
2. Tanda-tanda vital
9. Berikan bronkodilator bila
dalam batas
perlu
normal
3. Tidak ada tanda-
tanda sianosis.

17
10. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
11. Monitor espirasi dan status O2
12. Monitor rata-rata kedalaman,
irama dan usaha espirasi
13. Catat pergerakan dada, amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
14. Monitor suara nafas seperti
dengkur
15. Monitor pola nafas : bradipnea,
takipnea, kusmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
16. Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak adanya
ventilasi atau suara tambahan
Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan
2. Ketidakefektifan Setelah diberikan 1. Pantau TD, catat adanya
ferfusi jaringan asuhan keperawatan hipertensi sistolik secara terus
perifer selama 3X 24 jam menerus dan tekanan nadi yang
berhubungan gangguan perfusi semakin berat.
dengan gangguan jaringan berkurang / 2. Pantau frekuensi jantung, catat
aliran darah tidak meluas selama adanya Bradikardi, Tacikardia
sekunder akibat dilakukan tindakan atau bentuk Disritmia lainnya.
gangguan perawatan di RS

18
vaskuler ditandai Kriteria Hasil: 3. Pantau pernapasan meliputi
dengan nyeri, pola dan iramanya.
1. Daerah perifer
cardiac out put 4. Catat status neurologis dengan
hangat
menurun, teratur dan bandingkan dengan
2. Tidak sianosis
sianosis, edema keadaan normalnya
3. Gambaran EKG
(vena) 5. Lihat pucat, sianosis, belang,
tak menunjukan
kulit dingin, atau lembab. Catat
perluasan infark
kekuatan nadi perifer.
RR 16-24 x/ menit
tak terdapat
clubbing finger
kapiler refill 3-5
detik, nadi 60-100x
/ menit. TD 120/80
mmHg
3. Gangguan rasa Setelah dilakukan Pain Management
nyaman nyeri asuhan keperawatan
1. Lakukan pengkajian nyeri
berhubungan selama 3x 24 jam nyeri
secara komprehensif ( lokasi,
dengan trauma klien berkurang,
karakteristik, durasi,
jaringan dan dengan kriteria :
frekuensi,kualitas dan faktor
spasme refleks
1. Mampu pesipitasi)
otot sekunder
mengontrol nyeri 2. Observasi reaksi non verbal
akibat gangguan
(tahu penyebab dari ketidaknyamanan
viseral jantung
nyeri, mampu 3. Ginakan teknik komunikasi
ditandai dengan
menggunakan teraipetik untuk mengetahui
nyeri dada,
teknik pengalaman nyeri klien
dispnea, gelisah,
nonfarmakologi 4. Evaluasi pengalaman nyeri
meringis
untuk mengurangi masa lalu
nyeri) 5. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri

19
2. Melaporkan bahwa seperti suhu ruangan,
nyeri berkurang pencahayaan, kebisingan
dengan 6. Ajarkan tentang teknik
menggunakan pernafasan / relaksasi
managemen nyeri 7. Berikan analgetik untuk
3. Mampu mengenali menguranggi nyeri
nyeri (skala, 8. Evaluasi keefektifan kontrol
intensitas, nyeri
frekuensi, dan 9. Anjurkan klien untuk
tanda nyeri beristirahat
4. Menyatakan rasa 10. Kolaborasi dengan dokter
nyaman setelah jika keluhan dan tindakan
nyeri berkurang nyeri tidak berhasil
5. Tanda vital dalam Analgetic Administration
rentang normal
1. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis dan frekuensi
2. Berikan obat sesuai indikasi,
contoh:
 Antiangina, seperti
nitrogliserin (Nitro-Bid,
Nitrostat, Nitro-Dur).
 Penyekat-B, seperti
atenolol (tenormin);
pindolol (visken);
propanolol (inderal).
 Analgesik, seperti morfin,
meperidin (demerol)
 Penyekat saluran kalsium,
seperti verapamil (calan);
diltiazem (prokardia).

20
4. Intoleransi Setelah diberikan 1) Periksa tanda vital sebelum
aktivitas askep selama 3x24 dan segera setelah aktivitas,
berhubungan jam, diharapkan pasien khususnya bila pasien
dengan ketidak dapat melakukan menggunakan vasolidator,
seimbangan aktifitas dengan diuretik, penyekat beta
suplay oksigen mandiri 2) Catat respon kardio pulmonal
dengan kebutuhan Kriteria Hasil terhadap aktivitas, catat
(penurunan atau 1. Klien tidak mudah takikardi, disritmia, dispnea,
terbatasnya curah lelah berkeringat, pucat
jantung) ditandai 2.Klien tidak lemas 3) Kaji presipitator atau
dengan kelelahan, 3.Klien tidak pucat penyebab kelemahan, contoh
kelemahan, pucat pengobatan, nyeri, obat
4) Instruksikan pasien tentang
tehnik penghematan energi,
mis; menggunakan kursi saat
mandi, duduk saat menyisir
rambut atau menyikat gigi,
melakukan aktifitas dengan
perlahan.
5) Berikan dorongan untuk
melakukan aktivitas/
perawatan diri bertahap jika
dapat ditoleransi, berikan
bantuan sesuai kebutuhan
6) Evaluasi peningkatan
intoleran aktivitas
7) Kalaborasi dan
Impelementasikan program
rehabilitasi jantung atau
aktivitas

21
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan
mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta
efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama penderita
mengalami syok
Syok adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler
(jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh
dalam jumlah yang memadai yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan
oksigenasi jaringan. Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan
berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung
atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau
dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau
infeksi)
Pnyebab yang terjadi gangguan kontraktilitas miokardium, disfungsi
ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti paru dan/atau hipoperfusi
iskemik, Infark miokard akut ( AMI), Komplikasi dari infark miokard akut, seperti:
ruptur otot papillary,ruptur septum, atau infark ventrikel kanan, dapat
mempresipitasi (menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik pada pasien dengan
infark-infark yang lebih kecil
Manifestasi klinis : oliguri (urin < 20 mL/jam), Nyeri substernal seperti
IMA. Gangguan kontraktilitas miokardium.
B. Saran
1. Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya menjadi
seorang perawat profesional agar dapat lebih peka terhadap tanda dan gejala
ketika menemukan pasien yang mengalami syock sehingga dapat melakukan
pertolongan segera.
2. Mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan emergency untuk melakukan
pertolongan segera kepada pasien yang mengalami syok

22
DAFTAR PUSTAKA

Bruner & Suddarth. 2011,Keperwatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta


Doenges M.E. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 6. EGC, Jakarta .
Hudak & Gallo. 2007. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif .2009. Askep Klien Dengan Gangguan Sistem Kariovaskuler.
Jakarta: Salema Medika
Smeltzer, S. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.

23

Anda mungkin juga menyukai