Anda di halaman 1dari 8

II.

2 Pterigium
II.2.1 Definisi
Pertumbuhan abnormal yang terdiri atas jaringan kolagen yang berbentuk
segitiga dengan dasar di limbus dan puncaknya berada di kornea. Penyakit
tersebut pada umumnya berjalan progresif di nasal atau temporal kornea, namun
biasanya berada di sisi nasal.4
Pterigium adalah suatu perluasan pinguecula ke kornea seperti daging
berbentu segitiga, dan umumnya bilateral di sisi nasal.5
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang
bersifat degeneratif dan invasif.Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah
kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke kornea
berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea.
Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi akan berwarna merah dapat
mengenai kedua mata.2

Gambar 4. Pterigium

II.2.2 Etiologi
Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu neoplasma,
radang, dan degenerasi.2Pterigium disebabkan proses degenerasi akibat paparan
sinar UV berlebihan pada mata. Debu, angin, mata kering, dan iritasi juga
dikaitkan dengan penyebab terjadinya pterigium.6

II.2.3 Faktor Risiko

1
 Peningkatan paparan terhadap sinar ultraviolet, termasuk yang tinggal
iklim subtropis dan tropis
 Terlibat dalam pekerjaan yang membutuhkan kegiatan di luar ruangan
 Predisposisi genetik terhadap adanya pterigium yang terjadi ada di dalam
keluarga tertentu.5

II.2.4 Epidemiologi
Pterigium dilaporkan dua kali lebih terjadi pada laki-laki dibandingkan
dengan perempuan. Jarang pada pasien dengan pterigium sebelum usia 20 tahun.
Pasien yang lebih tua dari 40 tahun memiliki prevalensi pterigium lebih tinggi,
sementara pasien usia 20-40 tahun dilaporkan memiliki insidensi pterigium
tertinggi.5

II.2.5 Patogenesis
Ultraviolet adalah mutagen untuk tumor supresor gene p53 pada limbal
basal stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi
dalam jumlah berlebihan dan menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-sel
bermigrasi dan membentuk angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan degenerasi
kolagen dan terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular.Pada jaringan
subkonjungtiva terjadi degenerasi elastoik, proliferasi jaringan vaskular di bawah
epitelyang selanjutnya menembus dan merusak kornea.Kerusakan pada kornea
terdapat pada lapisan membran bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular,
yang sering disertai dengan inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal atau tipis
dan kadang terjadi displasia.7
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea.Pada keadaan
defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada
permukaan kornea.Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva
ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan
pertumbuhan jaringan fibrotik.Tanda ini juga ditemukan pada pterigium dan
karenan itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterigium merupakan

2
manifestasi dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat
sinar ultraviolet terjadi kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra.7

II.2.6 Patofisiologi
Patofisiologi pterigium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan
proliferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epitel.Histopatologi
kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan daerah basofilia
bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat
untuk jaringan elastik akan tetapi bukan jaringan elastik yang sebenarnya karena
jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase.5

Gambar 5. Histologi kornea pada pterigium

Pterigium memperlihatkan gambaran yang sama seperti pingekula.


Bedanya, pada pterigium lapisan Bowman dirusak.Destruksi lapisan Bowman

3
(panah 1) oleh jaringan fibrovaskular menghasilkan sebuah luka di kornea.
Terdapat juga formasi pannus (panah 2) dan inflamasi kronik (panah 3).7

II.2.7 Manifestasi Klinis


Mata merah dengan tajam penglihatan normal disertai jaringan
fibrovaskular konjungtiva yang tumbuh secara abnormal berbentuk seperti sayap
(wing shaped). Gangguan penglihatan dapat terjadi jika pterigium menutupi aksis
visual atau terdapat astigmatisme.6
Pterigium dapat tidak memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan
mata iritatif, merah dan mungkin menimbulkan astigmat yang akan memberikan
keluhan gangguan penglihatan. Pterigium dapat disertai dengan keratitis pungtata
dan dellen (penipisan kornea akibat kering) dan garis besi (iron line dari Stocker)
yang terletak di ujung pterigium.2

II.2.8 Diagnosis
II.2.8.1 Anamnesis
Pasien dengan pterigium menunjukkan berbagai macam keluhan mulai
dari tidak ada gejala sampai kemerahan, pembengkakan, gatal, iritasi, penglihatan
menjadi kabur berhubungan dengan peninggian lesi pada konjungtiva dan kornea
yang berdekatan pada satu atau kedua mata.5

II.2.8.2Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan dapat dijumpai benjolan atau tonjolan fibrovaskular
berbentuk segitiga dengan pinggiran yang meninggi dengan apeks yang mencapai
kornea dan badannya terletak pada konjugtiva inter palpebra. Bagian puncak dari
jaringan pterigium ini biasanya menampakkan garis coklat-kemerahan yang
merupakan tempat deposisi besi yang disebut garis Stocker. Pada umumnya
jaringan ini memiliki vaskularisasi yang baik dan biasanya terletak di nasal.8

4
Gambar 6. Pterigium

Pembagian pterigiumyaitu :
a. Tipe I
Meluas kurang 2 mm dari kornea.Stoker's line atau deposit besi dapat
dijumpai pada epitel kornea dan kepala Pterigium.Lesi sering
asimptomatis meskipun sering mengalami inflamasi ringan.Pasien dengan
pemakaian lensa kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat.
b. Type II
Menutupi kornea sampai 4 mm, bias primer atau rekuren setelah operasi,
berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmatisma.
c. Type III
Mengenai kornea lebih 4 mm dan mengganggu aksis visual.Lesi yang luas
terutama yang rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva
yang meluas ke fornik dan biasanya menyebabkan gangguan pergerakan
bola mata.

Pterigium dibagi ke dalam 4 derajat yaitu : www.inascrs.org/pterygium


a. Derajat 1 : jika Pterigiumhanya terbatas pada limbus kornea.
b. Derajat 2 : jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari
2 mm melewati kornea.

5
c. Derajat 3 : sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran
pupil mata dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam
keadaan normal sekitar 3 – 4 mm)
d. Derajat 4 : Pertumbuhan Pterigiummelewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.

II.2.8.3 Pemeriksaan Penunjang


Topografi kornea dapat sangat berguna dalam menentukan derajat
astigmatisme ireguler yang disebabkan oleh pterigium.5

II.2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan pterigium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan
pembedahan bila terjadi ganguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme
ireguler atau pterigium yang telah menutupi media penglihatan.Bila terdapat tanda
radang beri air mata buatan bila perlu dapat diberi steroid.Pemberian
vasokontriktor perlu kontrol dalam 2 minggu dan pengobatan dihentikan, jika
sudah ada perbaikan. Tindakan pembedahan kombinasi autograf konjungtiva dan
eksisi adalah suatu tindakan bedah plastik yang dilakukan bila pterigium telah
mengganggu penglihatan dan mengurangi resiko kekambuhan.2

II.2.9.1 Konsevatif
Pada keadaan dini pterigium tidak memerlukan terapi dan hanya
konservatif saja. Lindungi mata dari sinar matahari, udara kering, debu dengan
kacamata.2

II.2.9.2Farmakologis
Pada keadaan meradang, kemerahan dan rasa perih dari pterigium dapat
diatasi dengan:
a. Air mata buatan (GenTeal)
Air mata artifisial dapat memberi lubrikasi okuler untuk pasien dengan kornea
yang irreguler akibat tumbuhnya pterigium.
b. Prednisolone acetate

6
Suspensi kortikosteroid untuk penggunaan topikal. Penggunaan dibatasi
pada mata dengan inflamasi yang signifikan.2

II.2.9.3Bedah
Pembedahan dilakukan jika sudah ada keluhan penglihatan dan gangguan
kosmetik.Terdapat beberapa teknik dalam pembedahan.
a. Teknik Bare Sclera
Teknik ini melibatkan eksisi kepala dan tubuh pterigium, sementara
memungkinkan sklera untuk epitelisasi.Tingkat kekambuhan tinggi, antara
24 % dan 89 %, telah didokumentasikan dalam berbagai laporan.
b. Teknik Autograft Konjungtiva
Memiliki tingkat kekambuhan dilaporkan serendah 2 % dan setinggi 40 %
pada beberapa studi prospektif.Prosedur ini melibatkan pengambilan
autograft, biasanya dari konjungtiva bulbar superotemporal, dan dijahit di
atas sklera yang telah di eksisi pterigium tersebut.

c. Cangkok Membran Amnion


Mencangkok membran amnion juga telah digunakan untuk mencegah
kekambuhan pterigium. Meskipun keuntungkan dari penggunaan
membran amnion ini belum teridentifikasi, sebagian besar peneliti telah
menyatakan bahwa membran amnion berisi faktor penting untuk
menghambat peradangan dan fibrosis dan epithelialisai..Sebuah
keuntungan dari teknik ini dengan autograft konjungtiva adalah pelestarian
bulbar konjungtiva.Membran Amnion biasanya ditempatkan diatas sklera,
dengan membran basal menghadap ke atas dan stroma menghadap ke
bawah.Beberapa studi terbaru telah menganjurkan penggunaan lem fibrin
untuk membantu cangkok membran amnion menempel jaringan episcleral
dibawahnya. Lem fibrin juga telah digunakan dalam autografts
konjungtiva.2

II.2.10 Diagnosis Banding

7
 Karsinoma sel skuamosa
 Pseudopterigium
 Pinguecula
 Kista dermoid

II.2.11 Komplikasi
Komplikasi pterigium antara lain:
 Distrorsi dan/atau penglihatan sentral berkurang

 Mata merah

 Iritasi

 Scar (parut) kronis pada konjungtiva dan kornea.5

II.2.12 Prognosis
Kekambuhan tinggi pada negara yang beriklim tropis.

Anda mungkin juga menyukai