Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMOTHORAKS

A. DEFINISI PNEUMOTORAK
Pneumotorak merupakan suatu keadaan dimana terdapat akumulasi udara
ekstrapulmoner dalam rongga pleura, antara pleura visceral dan pariental, yang
dapat menyebabkan timbulnya kolaps paru. Pada keadaan normal rongga
pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang, terhadap
rongga dada.
Pneumotorak merupakan suatu keadaan terdapatnya udara di dalam rongga
pleura.(Arif Muttaqin,2008)

B. ETIOLOGI
1. Infeksi saluran napas
2. Adanya rupture ‘bleb’ pleura
3. Traumatik misalnya pada luka tusuk
4. Acute lung injury yang disebabkan materi fisik yang terinhalasi dan
bahan kimia
5. Penyakit inflamasi paru akut dan kronis (penyakit paru obstruktif
kronik(PPOK), TB Paru, fibrosis paru, abses paru, kanker dan tumor
metastase ke pleura.

C. KLASIFIKASI PNEUMOTORAK
Pneumotorak dapat diklasifikasikan menjadi spontan dan traumatic.
1. Traumatic dapat dibagi lagi menjadi :
a. Pneumotorak iatrogonik
Terjadi karena akibat komplikasi tindakan medis dan jenis ini
dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Pneumotorak traumatic iatrogonik aksedentil ini terjadi akibat
tindakan medis karena kesalahan/komplikasi tindakan tersebut,
misalnya pada tindakan parasentesis dada, biopsy pleura, biopsi
transbronkial, biopsy/aspirasi paru perkutaneus.
2) Pneumotorak traumatic iatrogonik artificial (delibarate)
merupakan pneumotorak yang sengaja dilakukan dengan cara
mengisi udara kedalam rongga pleura melalui jarum dengan suatu
alat Maxwell box. Biasanya untuk terapi tuberkolusis (sebelum
era antibiotic), atau untuk menilai permukaan paru.
b. Pneumotorak non-iatrogenik (accidental)
2. Pneumotoraks spontan dapat dibagi lagi menjadi primer (tanpa adanya
penyakit yang mendasari) ataupun sekunder (komplikasi dari penyakit
paru akut atau kronik).

D. PATOFISIOLOGI
Patofisologi narasi :
Pneumotoraks dapat disebabkan oleh trauma dada yang dapat mengakibatkan
kebocoran / tusukan / laserasi pleura viseral. Sehingga paru-paru kolaps
sebagian / komplit berhubungan dengan udara / cairan masuk ke dalam ruang
pleura. Volume di ruang pleura menjadi meningkat dan mengakibatkan
peningkatan tekanan intra toraks. Jika peningkatan tekanan intra toraks terjadi,
maka distress pernapasan dan gangguan pertukaran gas dan menimbulkan
tekanan pada mediastinum yang dapat mencetuskan gangguan jantung dan
sirkulasi sistemik.

Patofisiologi skema :

E. MANISFESTASI KLINIS
1. Pasien mengeluh awitan mendadak nyeri dada pluritik akut yang
terlokalisasi pada paru yang sakit
2. Nyeri dada pluritik biasanya disertai sesak napas, peningkatan kerja
pernapasan, dan dispnea
3. Gerakan dinding dada mungkin tidak sama karena sisi yang sakit tidak
mengembang seperti sisi yang sehat
4. Suara napas yang jauh tidak ada
5. Perkusi dada menghasilkan suara hipersonan
6. Takikardia sering terjadi menyertai tipe pneumotoraks
7. Tension pneumotorak
a. Hipoksimia (Tanda awal)
b. Ketakutan
c. Gawat napas (takipenea berat)
d. Peningkatan tekanan jalan napas puncak dan rerata, penurunan
komplians, dan auto-tekanan ekspirasi akhir positif (aotu-PEEP)
pada pasien yang terpasang ventilasi mekanis
e. Kolaps kardiovaskuler (frekuensi jantung >140kali/menit pada setiap
hal berikut: sianosis perifer, hipotensi)

F. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana dari kelainan ini bergantung pada tipe, ukuran manisfestasi klinis,
serta penyakit yang menyertai. Ukuran pneumotorak ditentukan berdasarkan
jarak antara apeks paru dengan kubah ipsilateral rongga toraks, seperti yang
terlihat pada rontgen toraks posisi tegak. Dikatakan pneumotoraks minimal bila
jaraknya adalah < 3 cm dan besar bila jaraknya > 3 cm.
Pada kelainan yang minimal biasanya tidak membutuhkan adanya intervensi
dan biasanya pasien cukup diobservasi kecuali menetapnya udara yang
terkumpul. Tidak dibutuhkan adanya tindakan yang lebih jauh lagi bila pada
pemeriksaan foto rontgen menunjukkan hasil yang sama dalam 24 jam. Pada
pneumotorak yang luas, dibutuhkan tatalaksana rawat inap.
Tatalaksana dari kelainan ini termasuk evakuasi udara dari rongga pleura dan
menutup kebocoran yang terjadi. Pada keadaan dimana udara yang terjebak
memiliki volume yang cukup besar dan pasien mengalami kesulitan bernapas,
dibutuhkan penusukan selang trakeostomi dan pemberian tekanan negatif
dengan menggunakan suction (-20 cmH2O). Selang trakeostomi ditusukkan
pada garis mid aksila sela iga 4-5. Paru harus mengalami ekspansi secara
lambat karena ekspansi secara cepat akibat evakuasi udara yang terjebak, dapat
menimbulkan komplikasi baru yaitu udem paru. Pada keadaan pneumotoraks
yang cukup luas, akan lebih baik untuk tidak memberikan tekanan negatif
secara terburu-buru namun sebaliknya membiarkan udara yang terjebak untuk
keluar secara perlahan-lahan dan kemudian membaik secara spontan
sebelun suction digunakan.
Suction dapat dipertahankan sampai tidak didapatkannya udara pada rongga
toraks. Suction kemudian dapat dilepas namun selang WSD dapat
dipertahankan. Jika pada pemantau selama 24 jam, tidak ditemukan adanya
udara lagi, maka selang dapat dilepas. Bila udara tetap ditemukan, maka hal
tersebut merupakan tanda adanya kerusakan permukaan lapisan udara pleura,
parenkim paru atau fistula bronkopleura yang membutuhkan tindakan operasi.

G. DISCHARGE PLAINNING
1. Biasakan konsumsi makanan yang banyak mengandung vitamin dan
bergizi
2. Istirahat yang cukup
3. Berhenti merokok dan hindari kontaminasi asap rokok
4. Berhenti minum alkohol
5. Kenali tanda gejala penyakit kurangi stress
6. Kontrol foto thoraks ulang setelah beberapa hari diperlukan untuk evaluasi
7. Apabila selama 7 hari pengamatan masih terdapat pneumotoraks maka
diperlukan tindakan aspirasi ataupun pemasangan WSD.

H. KOMPLIKASI
Tension pneumotoraks dapat disebabkan oleh pernapasan mekanis dan hal ini
mungkin mengancam jiwa. Pneumo - mediastinum dan emfisema subkutan
dapat terjadi sebagai komplikasi dari pneumotoraks spontan. Jika pneumo -
mediastinum terdeteksi maka harus dianggap terdapat ruptur esophagus /
bronkus.

ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMOTORAK


A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Anamnesis
Identitas klien yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa
yang dipakai, status pendidikan, dan pekerjaan klien/asuransi kesehatan.
Keluhan utama meliputi sesak napas , bernapas terasa berat padadada, dan
keluhan susah untuk melakukan pernapasan.
a) Riwayat Penyakit Saat Ini
Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama
semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat,
tertekan, dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Selanjutnya
dikaji apakah ada riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti
peluru yang menembus dada dan paru. Ledakan yang menyebabkan
peningkatan tekanan udara dan terjadi tekanan di dada yang mendadak
menyebabkan tekanan dalam paru meningkat. Kecelakaan lalu lintas
biasanya menyebabkan trauma tumpul di dada atau tusukan benda
tajam langsung menembus pleura.
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB
paru di mana sering terjadi pada pneumotoraks spontan.
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang mungkin menyebabkan pneumotorak seperti
kanker paru,asma, TB paru dan lain-lain.

d) Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikososial meliputi perasaan klien terhadap penyakitnya,
bagaimana cara mengatasinya, serta bagaimana perilaku klien pada
tindakan yan dilakukan terhadap dirinya.
2. Pemeriksaan Fisik
B1(Breathing)
 Inspeksi : Peningkatan usaha frekuensi pernapasan, serta penggunaan
otot bantu pernpasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang
asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga
melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit).
Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum purulen. Trakhea dan
jantung terdorong ke sisi yang sehat.
 Palpasi : Taktil Fremitus menurun pada sisi yang sakit. Di samping
itu, pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang antar-iga
bisa saja normal atau melebar.
 Perkusi : Suara ketok pada sisi yang sakit, hipersonor sampai timpani,
dan tidak bergetar. Batas jantung terdorong ke arah thoraks yang
sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi.
 Auskultasi : Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang
sakit. Pada posisi duduk, semakin ke atas letak cairan maka akan
semakin tipis, sehingga suara napas terdengar amforis, bila ada fistel
brongkhopleura yang cukup besar pada pneumotoraks terbuka.

B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor pneumotoraks pada status kardiovaskular yang
meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan pengisian
kapiler darah.

B3 (Brain)
Pada inspeksi, tingkat kesadaraan perlu dikaji. Selain itu, diperlukan juga
pemeriksaan GCS. Apakah compos mentis, somnolen atau koma.

B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh
kaarena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria. Oliguria merupakan
tanda awal dari syok.

B5 (Bowel)
Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan muntah,
penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.

B6 (Bone)
Pada trauma di rusuk dada, sering kali didapatkan adanya kerusakan otot
dan jaringan lunak dada sehingga meningkatkan resiko infeksi. Klien
sering dijumpai mengalami gangguan dalam memenuhi kebutuhan
aktivitas sehari-hari disebabkan adanya sesak napas, kelemahan dan
keletihan fisik secara umum.

3. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Radiologi : Gambaran radiologis pneumotoraks akan tampak
hitam, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi
paru.

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura
2. Resiko tinggi trauma pernapasan yang berhubungan dengan pemasangan
WSD

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya


ekspensi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga
pleura.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi pola pernapasan
klien kembali efektif.
Kriteria evaluasi :
Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada dalam batas normal, pada
pemeriksaan Rontgen thoraks terlihat adanya pengembangan dan paru, bunyi
napas terdengar jelas.
Rencana Intervensi Rasional
Identifikasi faktor penyebab kolaps Memahami penyebab dari kolaps paru
spontan, trauma keganasan, infeksi sangat penting untuk mempersiapkan
komplikasi mekanik pernapasan WSD pada pneumotorak dan
menentukan untuk intervensi lainnya.
Kaji kualitas, frekuensi, dan Dengan mengkaji kualitas, frekuensi
kedalaman pernpasan, laporkan setiap dan kedalaman pernpasan, kita dapat
perubahan yang terjadi. mengetahui sejauh mana perubahan
kondisi pasien.
Baringkan klien dalam posisi yang Penurunan difragma memperluas
nyaman, atau dalam posisi duduk. daerah dada sehingga ekspansi paru
bisa maksimal
Observasi tanda-tanda vital (nadi,RR) Peningkatan RR dan takikardi
merupakan indikasi adanya penurunan
fungsi paru
Lakukan auskultasi suara tiap 2-4 jam Auskultasi dapat menentukan kelainan
suara napas pada bagian paru,
kemungkinan akibat dari berkurangnya
atau tidak berfungsinya lobus,segmen
dan salah satu dari paru.
Pada daerah kolaps paru suara
pernapasan tidak terdengar tetapi bila
hanya sebagian yang kolaps suara
pernapasan tidak terdengar dengan
jelas. Hal tersebut dapat menentukan
fungsi paru yang baik dan ada tidaknya
atelektasis paru.
Bantu dan ajarkan klien untuk batuk Menekan daerah yang nyeri ketika
dan napas dalam yang efektif. batuk atau napas dalam. Penekanan
otot-otot dada serta abdomen membuat
batuk lebih efektif.
Kolaborasi untuk tindakan dekompresi Dengan WSD memungkinkan udara
dengan pemasangan WSD keluar dari rongga pleura dan
mempertahankan agar paru tetap
mengembang dengan jalan
mempertahankan tekanan negatif.

Resiko tinggi trauma pernapasan yang berhubungan dengan pemasangan


WSD.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi resiko trauma
pernapasan tidak terjadi
Kriteria evaluasi:
Irama, Frekuensi, dan kedalaman pernapasan dalam batas normal, pada
pemeriksaan Rontgen thoraks terlihat adanya pengembangan paru, bunyi nafas
terdengar jelas.

Rencana Intervensi Rasional


Kaji kualitas, frekuensi, dan Dengan mengkaji kualitas, frekuensi,
kedalaman pernapasan, laporkan setiap dan keadaaan pernapasan, kita dapat
perubahan yang terjadi. mengetahui sejauh mana perubahan
kondisi klien.
Observasi tanda-tanda vital (nadi, RR) Peningkatan RR dan Takikardi
merupakan indikasi adanya penurunan
fungsi paru.
Baringkan klien dalam posisi yang Posisi setengah duduk atau duduk dapat
nyaman, dalam posisi duduk mengurangi risiko pipa/selang WSD
terjepit.
Perhatikan undulasi pada selang WSD Undulasi (pergerakan cairan di selang
dan adanya gelembung udara yang
keluar dari air dalam botol WSD)
merupakan indikator bahwa drainase
selang dalam keadaan optimal. Bila
undulasi tidak ada, ini mempunyai
makna yang sangat penting karena
beberapa kondisi dapat terjadi, antara
lain.
· Motor suction tidak berjalan.
· Selang tersumbat atau terlipat.
· Paru telah mengembang.
Oleh karena itu, perawat harus yakin
apa yang menjadi penyebab, segera
diperiksa kondisi sistem drainase, dan
amati tanda-tanda kesulitan bernapas.
Anjurkan klien untuk memegang Menghindari tarikan spontan pada
selang apabila akan mengubah posisi selang yang mempunyai risiko
tercabutnya selang dari rongga dada.
Beri tanda pada batas cairan setiap Tanda atau batas pada botol dpat
hari, catat tanggal dan waktu. menjadi indikator dan bahan monitor
terhadap keadaan drainase WSD.
Botol WSD harus selalu lebih rendah Gravitasi. Udara dan cairan mengalir
dari tubuh. dari tekanan yang tinggi ke tekanan
yang rendah.
Beri penjelasan pada klien tentang Meningkatkan sikap kooperatif klien
perawatan WSD. dan mengrangi resiko trauma
pernapasan.
Bantu dan ajarkan klien untuk Menekan daerah yang nyeri ketika
melakukan batuk dan napas yang batuk atau nafas dalam. Penekanan
efektif. otot-otot dada serta abdomen membuat
batuk lebh efktif.

DAFTAR PUSTAKA

Nurarif,Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction
Muttaqin Arif. 2008. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai