Anda di halaman 1dari 14

Irigasi secara umum dapat didefenisikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan

mendapatkan air guna menunjang kegiatan pertanian, dimana tujuan mendapatkan air
tersebut dilakukan dengan usaha pembuatan bangunan dan jaringan saluran untuk
membawa dan membagi air secara teratur ke petak-petak yang sudah dibagi. Sumber air
untuk irigasi dapat berasal dari berbagai jenis antara lain air hujan, air sungai , maupun
air tanah.

Irigasi tidak hanya digunakan untuk mendistribusikan air, ada juga beberapa fungsi
irigasi antara lain :
1.Membasahi tanah
Hal ini merupakan salah satu tujuan terpenting, karena tumbuhan banyak memerlukan
air selama masa tumbuhnya. Pembasahan tanah ini bertujuan untuk memenuhi
kekurangan air apabila hanya ada sedikit air hujan.
2.Merabuk tanah
Membasahi tanah dengan air sungai yang banyak mengandung mineral
3.Mengatur suhu tanah
Tanaman dapat tumbuh dengan baik dengan suhu yang optimal. Air irigasi dapat
membantu tanaman untuk mencapai suhu yang optimal tersebut.
4. Membersihkan tanah
Hal ini bertujuan untuk menghilangkan hama tanaman seperti ular, tikus, serangga, dan
lain-lain. Selain itu dapat juga membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tanaman ke
saluran pembuang
5.Memperbesar ketersediaan air tahnah
Muka air tanah akan naik apabila digenangi air irigasi yang merembes. Dengan naiknya
muka air tanah, maka debit sungai pada musim kemarau akan naik.

II.1.1 Jenis-Jenis Sistem Irigasi


Pemilihan sistem irigasi untuk suatu daerah tergantung dari keadaan topografi, biaya,
dan teknologi yang tersedia. Berikut ini akan dibahas empat jenis sistem irigasi
1.Irigasi gravitasi ( Open gravitation irrigation )
Sistem irigasi ini memanfaatkan gaya gravitasi bumi untuk pengaliran airnya. Dengan
prinsip air mengalir dari tempat yang tinggi menuju tempat yang rendah karena ada
gravitasi. Jenis irigasi yang menggunakan sistem irgiasi seperti ini adalah :
a.Irigasi genangan liar
Irigasi mengalirkan air ke permukaan sawah melalui bangunan pengatur meliputi :
• Irigasi tanah lebak
Pada Irigasi tanah lebak ( lebak tanah yang lebih rendah di sepanjang sungai ) pada saat
air besar ( sehabis hujan ),air akan melimpah ke sisi sungai. Pada saat air surut maka ada
sedikit sisa air yang tertinggal
• Irigasi banjir
Prinsip irigasi banjir ini hamper sama dengan irigasi tanah lebak, yang membedakan
pada irigasi banjir dataran di sisi sungai bukan dataran lebak sehingga diperlukan pintu
air. Pinti air dibuka sewaktu sungai mulai banjir agar air dapat mengairi dataran sisi
sungai. Bila air mulai surut maka pintu air ditutup agar air tidak kembali ke sungai.
• Irigasi pasang surut
Sisitem irigasi ini memanfaatkan pasang surut dari air laut untuk mengairi sawah. Irigasi
pasang surut ini dapat dikendalikan sepenuhnya dengan cara pada saat air pasang
diharapkan lapisan air bagian atas yang masih tawar dapat memenuhi kebutuhan lahan.
Sedangkan pada saat surut dilakukan proses drainase
b.Irigasi genangan dari saluran
Sistem pemberian air dan pembuangan dapat dikendalikan seluruhnya meliputi :
• Irigasi genangan
Digunakan untuk tanaman yang memerlukan banyak air ( misalnya : padi ). Sistem ini
murah dalam penyelengaraan akan tetapi air yang digunakan cenderung banyak dan
boros, karena lahan harus tetap basah.
• Irigasi petak jalur ( border strip irrigation )
Jenis irigasi ini sangat baik untuk tembakau, jagung, dan tanaman yang sejenisnya ).
Dalam jenis irigasi ini diusahakan agar lahan tidak terlalu landai agar air tidak terlalu
cepat turun.
• Irigasi petak ( basin irrigation )
Jenis irigasi ini dipergunakan untuk perkebunan
c. Irigasi alur dan gelombang
Irigasi mengalirkan air melalui alur-alur yang ada di sisi deretan tanaman. Banyaknya
alur akan sangat bergantung pada macam tanah, kemiringan, dan jenis tanaman.
Kecepatan pengaliran tidak boleh terlalu besar, karena apabila terlalu besar akan terjadi
pengerusan.

2. Irigasi siraman ( close gravitation irrigation )


Pada sistem irigasi ini air dialirkan melalui jaringan pipa dan disemprotkan ke permukaan
tanah dengan kekuatan mesin pompa air. Sistem ini biasanya digunakan apabila
topografi daerah irigasi tidak memungkinkan untuk penggunaan irigasi gravitasi. Ada
dua macam sistem irigasi saluran :
a.Pipa tetap
Sistem ini membutuhkan banyak instalasi pipa. Oleh karena itu pengunaan sistem
seperti ini akan lebih mahal, tetapi lebih awet
b.Pipa bergerak
Sistem ini membutuhkan sedikit instalasi pipa, namun biasanya pipa yang digunakan
cepat rusak.Keuntungan dengan menggunakan sistem irigasi ini adalah tanah dengan
topografi tidak teratur dapat dialiri serta erosi dapat dihindari,kehilangan air sedikit,
serta suhu udara dapat diatur. Kerugian dengan menggunakan sistem ini adalah modal
yang diperlukan cukup besar, pemberian air dipengaruhi angina, sera pekerjaan tanah
dilakukan dalam keadaan tanah basah.
3. Irigasi bawah permukaan ( sub-surface irrigation )
Pada sistem ini air dialirakan dibawah permukaan melalui saluran-saluran yang ada di
sisi-sisi petak sawah. Adanaya air ini mengakibatkan muka air tanah pada petak sawah
naik. Kemudian air tanah akan mencapai daerah penakaran secara kapiler sehingga
kebutuhan air akan dapat terpenuhi. Syarat untuk menggunakan jenis sistem irigasi
seperti ini antara lain :
• Lapisan tanah atas mempunyai permeabilitas yang cukup tinggi
• Lapisan tanah bawah cukup stabil dan kedap air berada pada kedalaman 1,5 meter – 3
meter.
• Permukaan tanah relatif sangat datar
• Air berkualitas baik dan berkadar garam rendah
• Organisasi pengaturan air berjalan dengan baik

4.Irigasi tetesan ( trickle irrigation )


Air dialirkan melalui jaringan pipa dan diteteskan tepat di daerah penakanran tanaman
dengan menggunakan mesin pompoa sebagai tenaga penggerak. Perbedaan jenis sistem
irigasi ini dengan sistem irigasi siraman adalah pipa tersier jalurnya melalui pohon,
tekanan yang dibutuhkan kecil ( 1 atm ). Sistem irigasi tetsan ini memiliki keuntungan
antara lain :
• Tidak ada kehilangan air,karena air langsung menetes dari pohon
• Air dapat dicampur dengan pupuk
• Pestisida tidak tercuci
• Dapat digunakan di daerah yang miring

II.1.2 Klasifikasi jaringan irigasi


Untuk klasifikasi jaringan irigasi apabila ditinjau dari segi pengaturannya maka dapat
dibedakan menjadi tiga jenis yakni :
a.Jaringan irigasi sederhana
Di dalam irigasi sederhana ,pembagian air tidak diukur dan diatur sehingga kelebihan air
yang ada pada suatu petak akan dialirkan ke saluran pembuang. Pada jaringan ini
terdapat beberapa kelemahan antara lain adanya pemborosan air, sering terjadi
pengendapan, dan pembuangan biaya akibat jaringan dan penyaluran yang harus dibuat
oleh masing-masing desa.
b.Jaringan irigasi semi teknis
Di dalam irigasi jaringan semi teknis, bangunan bendungnya terletak di sungai lengkap
dengan pintu pengambilan tanpa bangunan pengukur di bagian hilirnya. Beberapa
bangunan permanen biasanya sudah dibangun di jaringan saluran. Bangunan pengaliran
dipakai untuk melayani daerah yang lebih luar disbanding jaringan irigasi sederhana.
c.Jaringan irigasi teknis
Pada jaringan irigasi teknis, saluran pembawa dan saluran pembuang sudah benar-benar
terpisah. Pembagian air dengan menggunakan jaringan irigasi teknis adalah merupakan
yang paling efektif karena mempertimbangkan waktu seiring merosotnya kebutuhan air.
Pada irigasi jenis ini dapat memungkinkan dilakukan pengukuran pada bagian hilir.
Untuk lebih jelasnya pengklasifikasian jaringan irigasi di atas dapat dilihat pada table
berikut ini
Tabel II.1 Klasifikasi Jaringan Irigasi

II.2 Saluran Irigasi


Air yang dibutuhkan oleh tanaman biasanya akan dialirkan melalui saluran pembawa.
Sedangkan kelebihan air yang ada pada suatu petak akan dibuang melewati saluran
pembuang. Saluran pembawa dan pembuang ini merupakan saluran irigasi yang paling
utama. Apabila dilihat dari segi fungsinya,maka saluran irigasi dapat dibagi atas :
1.Saluran Pembawa
Saluran pembawa berfungsi membawa/ mengalirkan air dari sumber ke petak sawah.
Dari tingkat percabangannya, maka saluran pembawa ini dibedakan menjadi
• Saluran Primer
Berfungsi membawa air dari sumbernya dan membagikannya ke saluran sekunder atau
membawa air dari jaringan utama ke jaringan sekunder untuk dibagikan ke petak-petak
tersier yang akan dialiri.Air yang dibutuhkan untuk irigasi dapat berasal dari
sungai,danau, maupun waduk. Akan tetapi umumnya penggunaan air sungai lebih baik,
karena air sungai mengandung banyak zat lumpur yang merupakan pupuk bagi tanaman.
Batas akhir dari saluran primer adalah bangunan bagi yang terakhir.
• Saluran Sekunder
Dari saluran primer air disadapa melalui saluran-saluran sekunder untuk mengaliri
daerah yang sedapat mungkin dikitari oleh saluran-saluran alam yang dapat digunakan
untuk membuang air hujan yang berlebihan. Fungsi utama dari saluran sekunder adalah
membawa air dari saluran primer dan membagikannya ke saluran tersier. Sedapat
mungkin saluran pemberi merupakan saluran punggung sehingga dengan demikian air
dapat dibagi untuk kedua belah sisi. Yang dimaksud dengan saluran punggung adalah
saluran yang memotong atau melintang terhadap garis tinggi sedemikian rupa melalui
titik tertinggi daerah sekitarnya, sehingga dapat mengaliri petak yang ada di bagian kiri
dan kanan dari saluran
• Saluran Tersier
Fungsi utama dari saluran tersier adalah membawa air dari saluran sekunder dan
membagikannya ke petak-petak sawah yang memiliki luas antara 75 ha- 125 ha. Jika
saluran tersier disadap dari saluran sekuder,maka saluran tersier juga dapat
membagikan air ke sisi kanan-kiri saluran
2.Saluran Pembuang
Fungsi utama dari saluran pembuang adalah membuang sisa atau kelebihan air yang
terdapat pada petak sawah ke sungai. Biasanya digunakan saluran lembah yaitu saluran
yang memotong atau melintang terhadap garis tinggi sedemikian rupa hingga melewati
titik terendah dari daerah sekitar. Jadi saluran melalui lembah dari ketinggian tanah
setempat.

2.3 Petak Irigasi


Petak irigasi adalah daerah-daerah yang akan dialiri oleh sumber air, baik dari
sungai,danau, maupun waduk dengan menggunakan suatu bangunan pengambilan yang
dapat berupa bendungan, rumah pompa ataupun pengambilan bebas. Perencanaan
petak sawah yang dilakukan adalah perencaaan terhadap luas dan batas petak tersier
serta tempat penyadapan airnya. Petak irigasi dapat dibagi atas 3 jenis yakni :
1.Petak Primer
Petak atau gabungan dari petak-petak sekunder yang mendapat air langsung dari
saluran induk. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil airnya
dari sumber air. Daerah di sepanjang saluran primer tidak dapat dilayani dengan mudah
dengan cara menyadap air dari saluran sekunder. Apabila saluran primer melewati
sepanjang garis tinggi, maka daerah saluran primer yang berdekatan harus dialiri oleh
saluran primer.
2.Petak Sekunder
Kumpulan dari beberapa petak tersier yang langsung mendapat air dari saluran
sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di
saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder umumnya merupakan
topografi yang cukup jelas, misalnya saluran pembuang. Luas petak sekunder berbeda-
beda, tergantung pada situasi daerah. Saluran sekunder sering terletak pada punggung
medan, mengaliri kedua sisi saluran hingga saluran pembuang yang membatasinya.
Saluran sekunder boleh juga direncanakan sebagai saluran garis tinggi yang mengairi
lereng-lereng medan yang lebih rendah.
3.Petak Tersier
Petak tersier adalah petak-petak sawah yang mendapat aliran air dari bangunan sadap
pada bangunan sekunder. Perencanaan dasar yang berhubungan dengan unit tanah
adalah petak tersier. Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada
bangunan sadap tersier yang menjadi tanggung jawab dinas pengairan. Bangunan sadap
tersier mengalirkan airnya ke saluran tersier. Di petak tersier pembagian air, eksploitasi
dan pemeliharaan menjadi tanggung jawab petani yang bersangkutan di bawah
bimbingan pemerintah. Hal ini juga menentukan luas petak tersier. Petak yang
terlampau besar akan mengakibatkan pembagian air yang tidak efisien. Faktor-faktor
penentu lain dalam petak tersier adalah jumlah petani dalam satu petak, topografi, serta
jenis tanaman. Pada petak-petak yang akan ditanami padi, luas idealnya berkisar antara
50 – 100 ha, bahkan terkadang mencapai 150 ha. Petak tersier dibagi menjadi petak-
petak kwarter yang masing-masing luasnya antara 8-15 ha. Petak tersier harus
berbatasan langsung dengan saluran sekunder ataupun saluran primer. Pengecualian
apabila petak tersier tidak secara langsung terletak di sepanjang jaringan irigasi utama.
Yang dengan demikian memerlukan saluran muka tersier yang membatasi petak-petak
tersier lainnya.

2.4 Sistem Tata Nama ( Nomenklatur )


Untuk nama-nama yang akan diberikan untuk petak,saluran, daerah,dan bangunan
irigasi harus jelas dan tidak boleh memiliki tafsiran yang ganda. Nama-nama tersebut
dibuat dengan tujuan, apabila ada bangunan baru, nama bangunan lama tidak perlu
diubah.
1.Daerah Irigasi
Nama yang diberikan sesuai dengan nama daerah setempat atau desa setempat yang
terdekat dengan bangunan utama atau sungai yang diambil airnya untuk keperluan
irigasi. Apabila ada dua sumber pengambilan atau lebih, maka penamaan ada baiknya
disesuaikan dengan desa-desa yang dilayani oleh sumber pengambilan tersebut.
2.Jaringan Irigasi Utama
Saluran primer sebaiknya diberi nama sesuai dengan daerah atau desa yang dilayani
oleh saluran tersebut. Saluran irigasi sekunder sebaiknya diberi nama sesuai dengan
daerah yang terletak di petak sekunder. Petak sekunder sebaiknya diberi nama
mengikuti saluran sekunder.
3.Jaringan Irigasi Tersier
Petak tersier sebaiknya diberi nama sesuai dengan bangunan sadap tersier dari
bangunan utama.
Syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam pemberian nama atau indeks antara lain
adalah :
• Sebaiknya terdiri dari satu huruf
• Huruf itu dapat menyatakan petak, saluran, atau bangunan
• Letak objek dan saluran beserta arahnya
• Jenis saluran pembawa atau pembuang
• Jenis bangunan untuk pembagian dan pemberian air, misalnya sipon,talang
• Jenis petak ( primer,sekunder, tersier )
Cara pemberian nama :
• Bangunan utama diberi nama dengan kampong terdekat daerah irigasi sungai yang
disadap
• Saluran induk diberi nama sesuai dengan nama sungai atau nama kampong terdekat,
kemudian diberi indeks 1,2,3, dan seterunsnya untuk menyatakan ruas saluran
• Saluran sekunder diberi nama sesuai dengan kampong terdekat
• Bangunan bagi/sadap diberi nama sesuai dengan nama saluran di hulunya dan diberi
indeks 1,2,3 dan seterusnya.
• Bangunan silang seperti gorong-gorong, sipon, ataupun talang diberi indeks
1a,1b,2a,2b dan seterusnya sesuai letak pada ruas saluran
• Di dalam petak tersier diberi kotak yang yang dibagi atas 3 bagian yang diberi kode
saluran, bagian kiri bawah luas daerah aliran (ha ), dan bagian kanan debit yang mengalir
( l/dt )

2.5 Bangunan Air


II.5.1. Bangunan Utama
Bangunan utama adalah semua bangunan yang direncanakan di sungai atau aliran air
untuk membelokkan air ke dalam jaringan irigasi, biasanya dilengkapi dengan kantong
lumpur agar bias mengurangi kadar sedimen yang berlebihan serta memungkinkan
untuk mengukur dan mengatur air yang masuk.
Untuk keperluan jaringan irigasi yang mengalirkan air dari sumber ke petak sawah
dibutuhkan bangunan utama. Di Indonesia,ada enam jenis bangunan utama yang sudah
dibangun atau sering dibangun yakni :
a.Bendung Tetap
Merupakan suatu bangunan air yang dibangun melintang dengan sungai dan sengaja
dibuat untuk meninggikan muka air dengan ambang tetap sehingga air sungai dapat
disadap dan dialirkan secara gravitasi ke jaringan irigasi. Kelebihan airnya dililmpahkan
ke hilir dengan terjunan yang dilengkapi dengan kolam olak dengan maksud untuk
meredam energi.
Ada dua (2) jenis tipe bendung tetap apabila dilihat dari bentuk struktur ambang
pelimpahnya yakni :
• Ambang tetap yang lurus dari tepi ke tepi kanan sungai artinya as ambang tersebut
berupa garis lurus yang menghubungkan dua titik tepi sungai.
• Ambang tetap yang berbelok-belok seperti gigi gergaji. Tipe ini diperlukan apabila
panjang ambang tidak mencukupi dan biasanya untuk sungai dengan lebar yang kecil
tetapi debitnya cukup besar. Dengan menggunakan ambang jenis ini, akan didapat
panjang ambang yang lebih besar. Untuk menerapkan ambang jenis ini ada beberapa
syarat yang harus diperhatikan antara lain debitnya harus relatif stabil, tidak membawa
material terapung berupa batang-batang pohon, serta efektifitas panjang bendung
gergaji terbatas pada kedalaman air pelimpasan tertentu.
b.Bendung Gerak Vertikal
Merupakan suatu bangunan yang terdiri dari tubuh bendung dengan ambang tetap yang
rendah dilengkapi dengan pintu-pintu yang dapat digerakkan secara vertical maupun
radial. Tipe bendung ini mempunyai fungsi ganda yakni mangatur tinggi muka air di hulu
bendung kaitannya dengan muka air banjr, dan meninggikan muka air sungai, kaitannya
dengan penyadapan air untuk berbagai keperluan. Operasional di lapangan dilakukan
dengan membuka pintu seluruhnya pada saat banjir besar, serta membuka pintu
sebagian pada saat banjir sedang dan kecil. Pintu ditutup pada saat keadaan normal
untuk kepentingan penyadapan air. Tipe bendung gerak ini hanya dibedakana dari
bentuk pintu-pintunya antara lain:
• Pintu geser atau sorong banyak digunakan untuk lebar dan tinggi bukaan yang kecil
dan sedang. Diupayakan pintu tidak terlalu berat karena akan memerlukan perlatan
angkat yang lebih besar dan mahal. Sebaiknya pintu cukup ringan tetapi memiliki
kekakuan yang tinggi sehingga apabila diangkat tidak mudah bergetar karena gaya
dinamis aliran air.
• Pintu radial memiliki daun pintu berbentuk busur dengan lengan pintu yang sendinya
tertanam pada tembok sayap atau pular. Konstruksi seperti ini dimaksudkan agar daun
pintu lebih ringan untuk diangkat dengan menggunakan kabel atau rantai
c.Bendung Karet ( Bendung Gerak Horisontal )
Pada bendung karet memiliki dua bagian pokok yaitu : Tubuh bendung yang terbuat dari
karet, dan pondasi beton berbentuk plat beton sebagai dudukan tabung karet, serta
dilengkapi dengan satu ruang control untuk mengontrol mengembang dan
mengempisnya tabung karet.

Bendung jenis ini berfungsi untuk meninggikan muka air dengan cara mengembungkan
tubuh bendung dan menurunkan muka air dengan cara mengempiskannya. Tubuh
bendung yang terbuat dari tabung karet dapat diisi dengan udara atau air dari pompa
udara atau air yang dilengkapi dengan instrument pengontrol udara atau air (
manometer ).
d.Bendung Saringan Bawah
Bendung ini berupa bendung pelimpah yang dilengkapi dengan saluran penangkap dan
saringan. Bendung ini meloloskan air lewat saringan dengan membuat bak penampung
air berupa saluran penangkap melintang sungai dan mengalirkan airnya ke tepi sungai
untuk dibawa ke jaringan irigasi. Operasional di lapangan dilakukan denga cara
membiarkan sedimen dan batuan meloncat melewati bendung, sedang air diharapkan
masuk ke saluran penangkap. Sedimen yang tinggi diendapkan pada saluran penangkap
pasir yang secara periodeik dibilas masuk sungai kembali.
e.Pengambilan Bebas
Pengambilan air untuk irigasi langsung dilakukan dari sungai dengan meletakkan
bangunan pengambilan yang tepat di tepi sungai yaitu, yaitu pada tikungan luar dan
tebing sungai yang kuat. Bangunan pengambilan ini dilengkapi dengan pintu, ambang
rendah dan saringan yang pada saat banjir pintu dapat ditutup supaya air banjir tidak
meluap ke saluran induk. Kemampuan menyadap air sangat dipengaruhi oleh elevasi
muka air di sungai yang selalu bervariasi tergantung debit pengaliran sungai tersebut.
Pengambilan bebas biasanya digunakan untuk daerah irigasi dengan luasan sekitar 150
ha dan masih pada tingkat irigasi semi teknis atau irigasi sederhana.
f.Pompa
Ada beberapa jenis pompa bila ditinjau dari sisi tenaga penggeraknya antara lain :
• Pompa air yang digerakan oleh tenaga manusia ( Pompa tangan )
• Pompa air dengan penggerak tenaga air ( air terjun dan aliran air )
• Pompa air dengan penggerak berbahan bakar minyak
• Pompa air dengan penggerak tenaga listrik
Pompa digunakan bila bangunan-banguna pengelak yang lain tidak dapat memecahkan
permasalahan pengambilan air dengan gravitasi, atau kalau pengambilan air relatif
sedikit dibandingkan lebar sungai. Dengan instalasi pompa pengambilan air dapat
dilakukan dengan mudah dan cepat. Namun dalam operasionalnya memerlukan biaya
operasi dan pemeliharaanya cukup mahal terutama dengan makin mahalnya bahan
bakar dan tenaga listrik.

II.5.2 Bangunan Pelengkap


Bangunan-bangunan atau perlengkapan yang akan ditambahkan ke bangunan utama
apabila diperlukan untuk kegiatan :
• Pengukuran debit dan muka air di sungai maupun di saluran
• Rumah untuk operasi pintu
• Peralatan komunikasi, tempat teduh serta perumahan untuk tenaga operasional,
gudang dan ruang kerja untuk kegiatan operasional dan pemeliharaan
• Jembatan di atas bendung, agar seluruh bagian bangunan utama mudah di jangkau,
atau agar bagian-bagian itu terbuka untuk umum
• Instalasi tenaga air mikro atau mini, tergantung pada hasil evaluasi ekonomi serta
kemungkinan hidrolik
• Bangunan tangga ikan untuk lokasi yang senyatanya perlu dijaga keseimbagan
biotanya.

II.5.3 Bangunan Bagi dan Sadap


a. Bangunan Bagi
Apabila air irigasi dibagi dari saluran primer sekunder, maka akan dibangun suatu
bangunan bagi. Bangunan bagi terdiri dari pintu-pintu yang dengan teliti mengukur dan
mengatur air yang mengalir ke berbagai saluran. Salah satu dari pintu-pintu bangunan
bagia berfungsi sebagai pengatur muka air, sedangkan pintu-pintu sadap lainnya
mengukur debit. Pada cabang saluran dipasang pintu pengatur untuk saluran terbesar
dan dipasang alat-alat pengukur dan pengatur di bangunan-bangunan sadap yang lebih
kecil
b. Bangunan pengatur
Bangunan pengatur akan mengatur muka air saluran di tempat-tempat di mana terletak
bangunan sadap dan bagi. Khususnya di saluran-saluran yang kehilangan tinggi
energinya harus kecil, bangunan pengatur harus direncana sedemikian rupa sehingga
tidak banyak rintangan sewaktu terjadi debit rencana. Misalnya pintu sorong harus dapa
diangkat sepenuhnya dari dalam air selama terjadi debit rencana, kehilangan energy
harus kecil pada pintu skot balok jika semua balok dipindahkan
c. Bangunan Sadap
• Bangunan Sadap Sekunder
Sadap Sekunder akan memberi air ke saluran sekunder dan oleh sebab itu melayani
lebih baik dari satu petak tersier. Kapasitas bangunan-bangunan sadap ini secara umum
lebih besar 0,25 m3/dtk.
Ada empat tipe bangunan yang dapat dipakai untuk bangunan sadap sekunder yakni :
o Alat ukur Romjin
o Alat ukur Crump-de Gruyter
o Pintu aliran bawah dengan alat ukur ambang lebar
o Pintu aliran bawah dengan alat ukur Flume
• Bangunan Sadap Tersier
Bangunan sadap tersier akan memberi air kepada petak-petak tersier. Kapasitas
bangunan sadap tersier berkisar anatar 50 l/dt samapai 250 l/dt. Banguana sadap yang
paling cock adalah alat ukur Romijin, jika muka air hulu diatur dengan bangunan
pengatur dan jika kehilangan tinggi energi merupakan suatu masalah.
Bila kehilangan tinggi energy tidak begitu menjadi masalah dan muka air banyak
mengalami fluktuasi, maka dapat dipilih alat ukur Crump-de Gruyter.

Untuk bangunan sadap tersier mengambil air dari saluran primer yang besar, dimana
permbuatan bangunan pengatur akan sangat mahal dan muka air yang diperlukan di
petak tersier lebih rendah disbanding elevasi air selama debit rendah di saluran, akan
menguntungkan untuk memakai bangunan sadap pipa sederhana dengan pintu sorong
sebagai bangunan penutup.

II.5.4 Bangunan Lain


Ada juga bangunan lain yang juga terkadang dibutuhkan dalam sebuah jaringan irigasi.
Beberapa bangunan tersebut antara lain :
a.Kolam olak
Kolam olak berfungsi sebagai peredam energi dari air yang mengalir dengan kecepatan
tinggi. Bila ada kehilangan energi yang besar akibat perbedaan tinggi muka air yang
cukup besar, maka diperlukan suatu bangunan terjun di dasar saluran yang disebut
kolam olak.
b.Talang
Talang adalah jembatan untuk menyeberangkan air dari tepi sungai ke tepi seberangnya.
Konstruksi dibuat dari bahan yang kuat dan awet seperti baja, beton, atau bahan yang
kurang kuat seperti kayu. Kecepatan air di dalam talang besi disarankan tidak melebihi
3m/dtk. Di dalam talang beton kecepatan air antara 2-2,5 m/dtk
c.Sipon
Sipon digunakan apabila selisih elevasi antara dua sisi yang bersilangan kecil dan apabila
pembuatan talang maupun gorong-gorong tidak memungkinkan. Pipa sipon dapat
dibaut dari beton bertulang. Pada bangunan bagi ada kalanya dijumpai penyadapan
langsung ke saluran tersier yang disebut bangunan sadap.

II.6 Kebutuhan Air


Kebutuhan air irigasi diperkirakan untuk menentukan skala final proyek yairu dengan
jalan melakukan analisis sumber air untuk keperluan irgasi. Perimbangan antara air yang
dibutuhkan dengan debit yang tersedia dipelajari dengan menggunakan data-data yang
ada. Ada banyak unsur yang mempengaruhi kebutuhan air dari suatu lahan yaitu :
a.Evapotranspirasi potensial
Evapotranspirasi adalah banyaknya air yang dilepaskan ke udara dalam bentuk uap air
yang dihasilkan dari proses evaporasi dan transpirasi. Evaporasi terjadi pada permukaan
air seperti danau, sungai, serta genangan air. Sedangkan transpirasi terjadi pada
tumbuhan akibat proses asimilasi. Untuk perhitungan evapotranspirasi ada beberapa
metoda yang digunakan antara lain Thornwaite, Blaney Criddle, dan Penman modifikasi.
Untuk setiap metoda, data yang digunakan berbeda-beda. Untuk metoda Thornwaite
memerlukan data temperatur dan letak geografis, untuk metoda Blaney Criddle
memerlukan data temperatur dan presentase penyinaran matahari, sedangkan metode
Penman modifikasi memerlukan data temperatur, kelembaban udara, presentase
penyinaran matahari, dan kecepatan angin.
Setiap metode sebenarnya bias digunakan tergantung data yang tersedia, namun
penggunaan metode Penman modifikasi lebih akurat karena metoda ini menggunakan
banyak data meteorologi dan klimatologi.
Untuk perhitungan di tugas kali ini digunakan metode Penman modifikasi yang dapat
dijabarkan sebagai berikut :
Rumus umum Penman Modifikasi : ET = c*(w*Rn + (1-w)*f(u)*(ea-ed))
Keterangan
ET : Evapotranspirasi dalam mm/hari
c : Faktor koreksi akibat keadaan iklim siang dan malam
w : Faktor bobot tergantung dari temperature udara dan ketinggian tempat
Rn : Radiasi netto ekivalien dengan evaporasi mm/hari
Rns : Gelombang pendek radiasi yang masuk = (1-α).(0,25+n/N ).Ra
Ra : Ekstra terrestrial radiasi matahari
Rnl : Gelombang panjang radiasi netto
N : Lama maksimum penyinaran matahari
1-w : Faktor bobot tergantung pada temperature udara
f(U) : Fungsi kecepatan angin = 0,27 * (1+u/100)
f(ed) : efek tekanan uap pada radiasi gelombang panjang
f(n/N) : efek lama penyinaran matahari pada radiasi gelombang panjang
f(t) : efek temperature pada radiasi gelombang panjang
ea : tekanan uap jenuh tergantung pada temperature
ed : ea * Rh/100
Rh : curah hujan efektif

b.Curah hujan efektif


Untuk mengaliri suatu sawah, maka perlu dipertimbangkan curah hujan efektif yang
akan digunakan. Biasanya untuk curah hujan efektif bulanan diambil 80% untuk
tanaman padi dengan kemungkinan tidak terpenuhi adalah 20%. Curah hujan efektif
dilakukan dari hasil analisis data curah hujan. Analisis data curah hujan bertujuan untuk
menentukan :
o Curah hujan efektif adalah bagian dari keseluruhan curah hujan yang tersedia secara
efektif untuk memenuhi kebutuhan air tanaman
o Curah hujan lebih dipakai untuk menghitung kebutuhan pembuangan/ drainase dan
debit banjir
Jadi yang dimaksud dengan Re adalah Rh yakni curah hujan efektif yang didapatkan dari
hasil 0,7 * R80, dimana R80 adalah curah hujan dengan kemungkinan
80% terjadi.Untukmencari nilai dari R80, maka yang perlu dilakukan adalah hal-hal
sebagai berikut :
o Mengumpulkan data curah hujan bulanan selama kurun waktu tertentu dari beberapa
stasiun curah hujan yang terdekat dengan daerah irigasi. Biasanya perhitungan
menggunakan minimal waktu 10 tahun, dan dibutuhkan 3 stasiun curah hujan yang
terdekat dengan daerah irigasi.
o Merata-ratakan data curah hujan dari beberapa stasiun yang diperoleh.
o Mengurutkan data curah hujan dari yang terkecil sampai yang terbesar.
o Mencari nilai R80 dengan mengguanakan rumus (N/n+1), dimana N adalah urutan dan
n adalah jumlah tahun yang diambil
o Menghitung nilai Re, dimana Re=0.7*R

c.Pola tanam
Agar kebutuhan air pada tanaman dapat terpenuhi dengan baik, maka perlu dilakukan
suatu pembagian. Pembagian tersebut merupakan pola tanam. Untuk pola tanam
hendaknya disesuaikan dengan ketersediaan sumber air untuk jaringan irigasi. Apabila
sumber air cukup banyak, maka pola tanam dalam satu tahun dapat berupa Padi-Padi-
Palawija, apabila sumber air yang tersedia cenderung sedikit, maka dapat digunakan
pola tanam Padi-Palawija-Palawija.

d.Koefisien tanaman
Setiap tanaman memiliki koefisien yang berbeda. Koefisien tanaman ini akan
berhubungan dengan nilai evapotranspirasi yang akan dipakai pada metoda Penman
modifikasi.Koefisien yang dipakai harus berdasarkan pada pengalaman dari proyek-
proyek irgasi yang ada.

Sebagai acuan biasanya diberikan table koefisien tanaman menurut NEDECO/PROSIDA


serta dari FAO. Koefisien tanaman yang biasanya dipergunakan di Indonesia adalah
koefisien tanaman untuk padi dan palawija, karena dianggap padi dan palawija
merupakan tanaman yang paling sering ditanam di Indonesia.

e.Perkolasi
Perkolasi adalah peristiwa meresapnya air ke dalam tanah, dimana tanah dalam keadaan
jenuh. Laju perkolasi sangat tergantung dari sifat-sifat tanah.
f.Pergantian Lapisan Air ( Water Level Replacement )
Pergantian lapisan air biasanya dilakukan setelah pemupukan. Pergantian lapisan air
dilakukan menurut kebutuhan. Jika tida ada penjadwalan yang khusus, hendaknya
melakukan pergantian sebanyak 2 kali, masing-masing 50 mm selama sebulan, dan dua
bulan setelah transplantasi
g.Masa Penyiapan Lahan ( Land Preperation )
Untuk petak tersier, jangka waktu yang dianjurkan untuk penyiapan lahan adalah 1,5
bulan. Bila penyiapan lahan terutama dilakukan dengan perlatan mesing, maka
penyiapan lahan dengan jangaka waktu 1 bulan dapat dilakukan.

Kebutuhan air untuk pengelolahan sawah bias diambil 200 mm. Hal ini meliputi
penjenuhan tanah, penggenangan sawah, dan pada awal transplantasi akan ditambah
lapisan 50 mm dari pergantian lapisan air. Angka 200 mm menyatakan bahawa tanah
tersebut bertekstur berat, cocok untuk digenangi air, dan belum ditanami selama kurang
lebih 2,5 bulan. Jika tanah itu dibiarkan berair lebih lama lagi, maka diambil angka 250
mm sebagai kebutuhan untuk penyiapan lahan. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan
juga memperhitungkan kebutuhan air untuk persemaian.

Dalam penentuan kebutuhan air, kebutuhan air akan diperhitungkan berdasarkan


kebutuhan air pada masa persiapan lahan, dan pada masa tanam. Untuk lebih
lengkapnya akan dijelaskan sebagai berikut :
• Kebutuhan air pada masa penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan
maksimum air irigasi pada suatu proyek irigasi. Ada faktor-faktor yang mempengaruhi
besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan antara lain :
 Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan lahan.
Yang menentukan lamanya waktu penyiapan lahan antara lain adalah ketersediaan
tenaga kerja dan kondisi sosial budaya sekitar
 Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan dapat ditentukan berdasarkan
kedalam dan proositas tanah di sawah dengan mengunakan metode yang dikembangkan
oleh Van de Goor dan Zijlstarai. Metode tersebut didasarkan pada laju air yang konstan
selama masa persiapan lahan, dan digambarkan melalui rumus berikut
IR = M*ek/(ek-1)
Keterangan :
IR : Kebutuhan air total dalam mm/hari
M : Kebutuhan air untuk menganti kehilangan air akibat evapotranspirasi sawah dan
perkolasi di sawah = E0+p
P : Perkolasi = M.T/S
T : Jangka waktu penyiapan lahan
S : Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah lapisan tanah air

Untuk menghitung kebutuhan air total penyiapan lahan dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut : DR = ( LP-Re )/ (0,64*8,64).
Keterangan
DR : Kebutuhan air bersih
LP : Kebutuhan air selama masa penyiapan lahan
Faktor 0,64 adalah nilai efisiensi dari saluran, dan 8,64 adalah konstanta pengubah
mm/hari menjadi l/dt/ha.
• Kebutuhan air pada masa tanam hamper sama cara perhitungannya dengan pada
masa persiapan lahan,yang membedakan adalah cara perhitungannya. Cara
perhitungannya akan diterangkan sebagai berikut
 Curah hujan efektif dihitung
 Nilai evapotranspirasi dihitung dengan menggunakan metode penman Modifikasi
 Nilai perkolasi dan pergantian lapisan air (WLR) dicari
 Menghitung ETc = ETo* c dimana c adalah koefisien tanaman rata-rata
 Menghitung kebutuhan air total ( bersih ) di sawah untuk padi menggunakan Re80,
sementara untuk palawija digunakan Re50.Untuk menghitung kebuthan air bersih
digunakan rumus :
NFR = ETc + p + WLR – Re
 Menghitung kebutuhan air irigasi
DR = NFR / 0,64*8,64

II.7 Dimensi Saluran


Untuk mengalirkan air dari sumber menuju daerah irigasi dibutuhkan saluran. Saluran
yang digunakan umumnya merupakan saluran terbuka yang berbentuk persegi,
setengah lingkaran, elips,dan trapesium. Untuk pengaliran air irigasi umumnya
digunakan saluran yang berbentuk trapesium karena ekonomis.Untuk mendesain
saluran perlu diperhatikan beberapa kriteria sebagai berikut :
a.Debit Rencana ( Q )
Nilai debit rencana dihitung dengan menggunakan rumus : Q = A*Dr, dimana A adalah
luas lahan sawah kumulatif.
b.Kecepatan aliran ( v )
Dihitung dengan menggunakan Rumus Strickler yakni : v = k*R2/3*S1/2, dimana R
adalah jari-jari hidraulik yang dihitung dengan cara perbandingan luas saluran dengan
keliling basah saluran, k adalah koefisien kekasaran saluran, dan S adalah kemiringan
saluran.
c.Luas penampang basah ( A )
Dihitung dengan rumus A = Q/v m2
d.Kemiringan talud ( m ) diperoleh melalui Tabel II.3
e.Nilai perbandingan b/h ( n )
Dihitung dengan rumus ( 0,96*Q0,25 ) + m
f. Ketinggian air ( h )
Dihitung dengan menggunakan rumus h = 3 * v1,56
g.Lebar dasar Saluran
Dihitung dengan rumus b = n*h
h.Lebar dasar saluran di Lapangan ( b’ )
Dibulatkan ke 5 cm terdekat dan ke atas.
i.Luas Basah rencana ( A’)
j.Keliling Basah ( P )
h.Jari-jari hidraulik ( R )
k.Koefisien kekasaran strickler melalui table 2.3
l.Kecepatan aliran rencana (v’)
m.Kemiringan saluran pada arah memanjang ( I )

Anda mungkin juga menyukai