Anda di halaman 1dari 4

PARVOVIRUS (IHHN-VIRUS)

Parvovirus adalah virus DNA hewan yang paling sederhana. Karena kapasitas dari penyandiannya
dari genomnya kecil. Parvovirus adalah virus yang umumnya menyerang manusia, separuh dari orang
dewasa pasti pernah terkena pada masa kanak-kanaknya atau masa remajanya.

 Morfologi (struktur dan komposisinya)


Virion : ikosahedral, berdiameter 18-26 nm, 32 kapsomer
Komposisi : DNA (20 %), protein (80%)
Genom : DNA untai tunggal, linier, 5,6 kb, BM 1,5-2,2 juta
Protein : Dua selubung protein
Selubung : tidak punya selubung
Replikasi : Inti, berrgabtung pada fungsi sel inang yang membelah diri
Karateristik utama : Virus sangat sederhana, satu genus adalah cacat,-replikasi dan memerlukan
inang.

 Klasifikasi
Parvovirus manusia B19 manusia termasuk genus parvovirus, demikian juga genus panlekopenia
felinum dan parvovirus kanikum, keduanya merupakan pathogen serius pada penyakit hewan.
Parvovirus termasuk ordo parvovirales dam familia parvoviridae.

 Siklus Hidup
Parvovirus B19 manusia telah dikaitkan sebagai kuman penyebab penyakit. Parvovirus tidak cacat
memerlukan inang yang membelah diri untuk replikasi, dan penyakit parvovirus yang dikenal
mencerminkan sasaran tersebut.
Inang parvovirus adalah pinaeidae (keluarga udang) dan pembawa lain adalah udang laut.

 Penyakit Yang Ditimbulkan


 Infectious Hypodermal and Haematopoietic Necrosis Disease (IHHND) atau eritema
infektosum atau slappe cheek atau fifth disease atau penyakit kelima.
 Infeksi parvovirus ada kalanya menyebabkan janin dalam kandungan kekurangan darah
(anemia kronis) sehingga dapat mengakibatkan kematian janin atau keguguran janin.
 Krisis Aplastis Sementara, Parvovirus B19 merupakan penyebab dari krisis aplastis sementara
yang dapat mempersulit anemia hemolitik kronik.
 Infeksi pada Pasien Imunodefisiensi : Parvovirus B19 dapat menyebabkan anemia kronik
pada pasien dengan imun yang terganggu.

 Gejala
 Pada anak : gatal; demam; gangguan pernafasan; ruam, seperti bekas tamparan, muncul di
kedua pipi, setelah lewat dua hari sampai empat hari, barisan ruam menyebar ke seluruh
tubuh, lengan dan kaki. Selama beberapa hari sebelum ruam muncul, penyakit ini sudah
menular . Setelah anak sembuh dari infeksi parvovirus, dia akan memiliki kekebalan
sekaligus terlindung dari infeksi di kemudian hari.
 Pada dewasa : mungkin tidak mengalami gejala hanya berupa sakit sendi atau bengkak.
Gejala nyeri sendi tulang akan membaik dalam 1-2 minggu atau bahkan lebih lama.
 Anemia kronik
 Bisa juga batuk, sakit tenggorokan, atau pilek.
 Penularan
Parvovirus B19 dapat ditemukan dalam darah dan dalam sekresi pernafasan pasien yang teinfeksi,
penularan parvovirus dapat terjadi melalui ;
 Virus dapat tersedar melalui lender pernafasan orang yang terkena misalnya lewat batuk.
 Secara parenteral melalui tranfusi darah atau melalui produk darah yang terinfeksi.
 Secara vertical dari ibu ke janinnya.

 Penyebaran
Virus B19 tersebar luas. Infeksi dapat terjadi sepanjang tahun, pada semua kelompok umur, dan
sebagai wabah atau sebagai kasus sporadic. Infeksi paling lazim ditemukan sebagai wabah di sekolah.
Daerah atau tempat penyebaran infeksi ini antara lain adalah Amerika Serikat, Tengah, Selatan
serta Negara Indo Pasifik seperti hawai. Sedangkan daerah penyebaran di dalam negeri yaitu Sumatra,
Jawa, dan Bali.

 Pengobatan
Sampai saat ini belum ada obat atau vaksin untuk mencegah infeksi oleh parvovirus pada
manusia.Praktek pengendalian infeksi harus diikuti dengan pencegahan infeksi B19 terhadap petugas
kesehatan dari pasien krisis aplastis dan pasien defisiensi imun dengan infeksi B19.
Pengobatan hanya terbatas pada pengobatan terhadap gejalanya saja yaitu penberian parasetamol
untuk menurunkan demam dan obat untuk menggurangi gatal.Sering mencuci tangan dapat
mengurangi penyebaran virus ini.

Parvo virus adalah penyakit infeksi yang cukup sering terjadi pada anjing. Penyakit ini
disebabkan oleh Canine Parvovirus type 2 (CPV 2). Virus ini banyak menyerang anjing
muda, yaitu pada usia 6 sampai 16 minggu, namun anjing tua juga dapat terjangkit walaupun
jarang. Semua ras anjing dapat terserang virus ini terutama untuk ras Rottweiler, Dobermann,
Golden Retriever dan Labrador Retriever. Infeksi Canine Parvovirus (CPV), atau yang
dikenal dengan penyakit Muntaber pada anjing, mulai mencuat sekitar tahun 1980-an di mana
kasus muntah dan mencret berdarah banyak dijumpai di kalangan praktisi dunia kedokteran
hewan di Indonesia.

Virus canine parvovirus (CPV) ini termasuk dalam famili Parvoviridae. Diameter
virus CPV berkisar 20 nm, termasuk virus single stranded DNA, dan virionnya berbentuk
partikel ikosahedral serta tidak beramplop, dan perkembangbiakan virus ini sangat tergantung
pada sel inang yang sedang aktif membelah. Dalam gradien CsCl, CPV mempunyai
kepadatan gradien 1,43 g/ml. CPV terdiri dari 3 protein virus yaitu VP1, VP2, dan VP3
dengan berat molekul 82.500 sampai 63.500.
Infeksi CPV pertama kali ditemukan pada tahun 1978 dimana diperkirakan
merupakan mutasi dari feline parvovirus yang dikaitkan dengan Feline
Pan Leukopenia. Mutasi tersebut membuat virus ini menjadi lebih spesifik menyerang anjing.
Ada dua tipe parvovirus yang menginfeksi anjing. Canine parvovirus-1 (CPV-1), juga dikenal
sebagai “minute virus of canine”, yang relative dikenal sebagai virus nonpatogenik yang
kadang dihubungkan dengan gastroenteritis, pneumonitis, dan/atau myokarditis di anak
anjing yang sangat muda. Canine parvovirus-2 (CPV-2) lebih dikenal sebagai enteritis klasik
dari parvovirus.
Sifat virus
Virus canine parvovirus (CPV) sangat stabil pada pH 3 hingga 9 dan pada suhu 60°C
selama 60 menit. Karena virus ini tidak beramplop maka virus ini sangat tahan terhadap
pelarut lemak, tetapi virus CPV menjadi inaktif dalam formalin 1%, beta-propiolakton,
hidroksilamin, larutan hipoklorit 3%, dan sinar ultra violet. Virus CPV diketahui mempunyai
daya aglutinasi terhadap sel darah merah babi, kera dan kucing pada suhu 4°C dan 25°C pada
pH 6,0–7,2 tetapi tidak pada suhu 37°C.

Patogenesis
Saat ini CPV ditularkan secara alami melalui kontak langsung dengan anjing yang
terinfeksi CPV, atau makanan yang telah terkontaminasi virus CPV. Virus CPV dapat
diekresikan melalui feses, air seni, air liur dan kemungkinan melalui muntah. Virus CPV
pada feses dapat terdeteksi selama 10–14 hari. Transmisi penularan CPV dapat terjadi
melalui makanan, piring, tempat tidur dan kandang yang telah terkontaminasi virus CPV.
Penularan secara vertikal diduga dapat terjadi pada anjing yang sedang bunting.
Setelah CPV-2 menginfeksi tubuh, replikasi virus akan dimulai di jaringan limfoid
gastrointestinal, dari sini virus akan menyebar ke kripta dari usus kecil. Virus berlokasi di
epithelium lidah, mulut, dan mukosa esophagus, usus kecil, dan jaringan limfoid. Karena
CPV-2 menginfeksi sel germinal pada kripta intestinum, sel menjadi rusak dan filinya
memendek. Aktifitas mitosis dari sel myeloid dan sel limfoid juga menjadi target,
menyebabkan terjadi neutropenia dan limfopenia.
Infeksi Canine Parvo Virus melalui inhalasi/ingesti, terbawa sistem limfatik, tonsil,
nodus limfatik regional dan usus berkaitan dengan jaringan limfoid, tergantung rute
masuknya. Di sini replikasi primer virus terjadi dan dalam 3-5 hari akan terjadi viremia.
Target replikasi selanjutnya tergantung umur anjing. Jika anjing berumur 7 minggu dimana
sel myokardium secara cepat berkembang, maka sel ini menjadi sasaran utama CPV,
menimbulkan infeksi myokardial. Imunosupresi juga akan terjadi jika jaringan limfoid dan
sel yang sedang berkembang cepat pada sumsum tulang juga terinfeksi. Pada anjing berumur
lebih dari 7 minggu, dimana perkembangan myokardium selesai sempurna, maka CPV akan
mengubah targetnya ke saluran gastrointestinal, sehingga akan timbul gejala klinis yang
terkait dengan organ-organ pencernaan, sejalan dengan adanya imunosupresi akibat infeksi
pada sistem limfoid.

KESIMPULAN

Infeksi CPV merupakan infeksi virus yang akut, kontagius dan infeksius yang menyerang
anjing terutama anjing muda yang dapat berakibat fatal. Pada anak anjing umur di bawah 1
bulan umumnya infeksi CPV bertipe miokarditis, sedangkan pada umur yang lebih tua infeksi
CPV umumnya bertipe enteritis. Pemberian vaksinasi merupakan cara pencegahan yang
paling efektif untuk mengurangi kasus CPV. Monitoring kekebalan pasca vaksinasi perlu
dikembangkan untuk mengevaluasi program vaksinasi yang tepat dan menghindari kegagalan
vaksinasi dan mutasi agen CPV yang baru.

DAFTAR PUSTAKA

SENDOW, INDRAWARTI. 2003. Canine parvovirus pada anjing. Balai Penelitian Veteriner,
PO Box 151, Bogor 16114
AFSHAR, A. 1981. Canine Parvovirus infections. a review. Vet. Bull. 51: 605–612.
APPEL, M. and C.R. PARRISH. 1987. Canine parvovirus type 2. In: Virus infections of
carnivores”. M. APPEL. (Ed.) Elseviers, Science Publisher. Pp. 69–92.

 Daftar Pustaka
www.motherandbaby.com, yang diakses pada tanggal 13 Mei 2008
www.ilmu kedokteran.com, yang diakses pada tanggal 13 Mei 2008
www.jurnalnasional.com, yang diakses pada tanggal 13 Mei 2008
Jawetz, M., 1995, Mikrobiologi Kedokteran, Penerbit buku Kedokteran :EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai