Anda di halaman 1dari 17

ASPEK SOSIAL BUDAYA YANG BERKAITAN

DENGAN ADAT PERSALINAN KALA I,II,DAN III

Kelompok 4 :

Santi Tri Utami


Siti Amalia Rahmawati
Sri Wahyuni
Sri weta Sari Ningseh
Suci Mayang Sari
Syagita Irena Noviaratri
Tengku Elvi Novirahayu

Dosen Pembimbing : Melly Wardanis,SKM,M.Kes

POLTEKKES KEMENKES RIAU


PRIODI D4-KEBIDANAN TINGKAT I
T.A 2015-2016
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua karena atas limpahan
berkah dan hidayah-NYA kami kelompok 7 dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Adat Persalinan”

Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata
kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar kami yaitu ibu Melly Wardanis,SKM,Mkes
yang telah membimbing kami,dan kepada teman-teman semua yang memberikan
dukungannya kepada kami.

Kami menyadari bahwa daalam makalah ini masih banyak kekurangan


dalam hal pembuatan,penyusunan,ataupun materi yang disajikan belum lengkap.
Untuk itu kami harapkan kritik dan saran yang dapat mendorong kami untuk
menyempurnakan makalah selanjutnya.

Sekian dan terima kasih.

Pekanbaru, 24 April 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR. ...................................................................................................... i


DAFTAR ISI. ..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang. ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah. ....................................................................................................... 1
1.3 Tujuan. ......................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat. ...................................................................................................................... 2

BAB II
2.1 Tinjauan Pustaka................................................................................................3

BAB III
3.1 Masalah..............................................................................................................4

BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pengertian Persalinan................................................................................................... 5
4.2 Aspek Sosial Budaya Persalinan di Masyarakat. ......................................................... 6
4.3 Kebudayaan Selama Persalinan di Beberapa Daerah. ................................................. 8
4.4 Pandangan Bidan Tentang Budaya Masyarakat Selama Persalinan. ........................... 11

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan. ................................................................................................................. 12
5.2 Saran. ........................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA. ........................................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan manusia.


Di era globalisasi sekarang ini dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrem
menuntut semua manusia harus memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu
masalah yang kini banyak merebak di kalangan masyarakat adalah kematian
ataupun kesakitan pada ibu dan anak yang sesungguhnya tidak terlepas dari
faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka
berada.
Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya
seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat
antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali
membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak.
Menjadi seorang bidan bukanlah hal yang mudah. Seorang bidan harus
siap fisik maupun mental, karena tugas seorang bidan sangatlah berat. Bidan yang
siap mengabdi di kawasan pedesaan mempunyai tantangan yang besar dalam
mengubah pola kehidupan masyarakat yang mempunyai dampak negatif tehadap
kesehatan masyarakat.. Tidak mudah mengubah pola pikir ataupun sosial budaya
masyarakat. Apalagi masalah proses persalinan yang umum masih banyak
menggunakan dukun beranak.
Ditambah lagi tantangan konkret yang dihadapi bidan di pedesaan adalah
kemiskinan, pendidikan rendah, dan budaya. Karena itu, kemampuan mengenali
masalah dan mencari solusi bersama masyarakat menjadi kemampuan dasar yang
harus dimiliki bidan.
Untuk itu seorang bidan agar dapat melakukan pendekatan terhadap
masyarakat perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang meliputi
tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan
sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain
yang berkaitan dengan wilayah tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah aspek kebudayaan persalinan di masyarakat?
2. Bagaimana dampaknya bagi profesi bidan?

1
1.3 Tujuan

1. Memaparkan aspek kebudayaan persalinan di masyarakat.


2. Membandingkan tiap aspek kebudayaan dari tiap daerah yang berbeda.

1.4 Manfaat
Diharapkan mampu memberikan manfaat kepada pembaca, agar mengetahui
tentang berbagai kebudayaan pada waktu proses persalinan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persalinan
Menurut beberapa ahli mengemukakan persalinan normal sebagai berikut:
Persalinan normal adalah proses pergerakan keluarnya janin, plasenta, dan
membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Proses ini berawal dari pembekuan
dan dilatasi serviks akibat kontraksi uterus dengan frekuensi,durasi, dan kekuatan
yang teratur ( Rohani, 2011).
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi
baik pada ibu maupun pada janin (Syaifuddin, 2002, hal.: 100).
Persalinan normal adalah persalinan yang :
1. Terjadi pada kehamilan aterm (bukan prematur atau postmatur)
2. Mempunyai onset yang spontan (tidak diinduksi)
3. Selesai setelah 4 jam dan sebelum 24 jam sejak saat awitannya (bukan
partus atau partus lama)
4. Mempunyai janin (tunggal) dengan presentasi verteks (puncak kepala) dan
oksiput pada bagian anterior pelvis
5. Terlaksana tanpa bantuan artificial (seperti forceps)
6. Tidak mencakup komplikasi (seperti perdarahan hebat)
7. Mencakup pelahiran plasenta yang normal (Helen Farrer, 2001. hal.: 118).
Secara garis besar, persalinan normal dapat didefinisikan sebagai proses
pengeluaran produk konsepsi yang viable melalui jalan lahir. Persalinan juga ada
yang yang memalui operasi yang biasa disebut Seksio Sesarea.

Seksio Sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan


melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
3
BAB III
MASALAH
3.1 Masalah
Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan semua
manusia. Dalam era globalisasi dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrem
pada masa ini menuntut semua manusia harus memperhatikan aspek sosial
budaya. Salah satu masalah yang kini banyak merebak di kalangan masyarakat
adalah kematian ataupun kesakitan pada ibu dan anak yang sesungguhnya tidak
terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat
dimana mereka berada.
Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya
seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat
antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali
membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak.
Pola makan, misalnya, pacta dasarnya adalah merupakan salah satu selera
manusia dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap
daerah mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak
yang disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap
beberapa makanan tertentu.
Indonesia terkenal dengan berbagai macam budayanya, sehingga tidak
heran jika penanganan terhadap suatu hal berbeda-beda di setiap daerah, termasuk
dalam perawatan ibu dan bayi pasca melahirkan. Namun, kita harus bijak dalam
memilah tradisi yang salah atau benar dalam perawatan ibu dan bayi karena
ketidaktahuan ini bisa jadi dapat menimbulkan masalah serius.
Faktanya, setiap 4 menit, ada 3 kematian akibat komplikasi kehamilan dan
persalinan di seluruh dunia. Faktor budaya perlu dipertimbangkan dalam hal ini
karena jarang tersentuh oleh pihak medis meskipun banyak faktor lainnya yang
menyumbang angka kematian tersebut.

4
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pengertian Persalinan

Menurut beberapa ahli mengemukakan persalinan normal sebagai berikut:


Persalinan normal adalah proses pergerakan keluarnya janin, plasenta, dan
membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Proses ini berawal dari pembekuan
dan dilatasi serviks akibat kontraksi uterus dengan frekuensi,durasi, dan kekuatan
yang teratur ( Rohani, 2011).
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi
baik pada ibu maupun pada janin (Syaifuddin, 2002, hal.: 100).
Persalinan normal adalah persalinan yang :
1. Terjadi pada kehamilan aterm (bukan prematur atau postmatur)
2. Mempunyai onset yang spontan (tidak diinduksi)
3. Selesai setelah 4 jam dan sebelum 24 jam sejak saat awitannya (bukan
partus atau partus lama)
4. Mempunyai janin (tunggal) dengan presentasi verteks (puncak kepala) dan
oksiput pada bagian anterior pelvis
5. Terlaksana tanpa bantuan artificial (seperti forceps)
6. Tidak mencakup komplikasi (seperti perdarahan hebat)
7. Mencakup pelahiran plasenta yang normal (Helen Farrer, 2001. hal.: 118).

5
4.2 Aspek Sosial Budaya Persalinan di Masyarakat

Ada suatu kepercayaan yang mengatakan minum rendaman air rumput


Fatimah akan merangsang mulas. Memang,rumput Fatimah bias membuat mulas
pada ibu hamil,tapi apa kandungannya belum diteliti secara medis. Jadi,harus
dikonsultasikan dulu ke dokter sebelum meminumnya. Soalnya,rumput ini hanya
boleh diminum pada pembukaannya sudah mencapai 3-5 cm,letak kepala bayi
sudah masuk panggul,mulut rahim sudah lembek atau tipis,dan posisi ubun-ubun
kecilnya normal.
Jika letak ari-arinya di bawah atau bayinya sungsang,tak boleh minum
rumput ini karena sangat bahaya. Tarlebih jika pembukaannya belum ada, tapi si
ibu justru dirangsang mulas pakai rumput ini,bisa-bisa janinnya malah naik ke
atas dan membuat sesak nafas si ibu. Mau tak mau,akhirnya dilakukan jalan
operasi.
Keluarnya lendir semacam keputihan yang agak banyak menjelang
persalinan,akan membantu melicinkan saluran kelahiran hingga bayi lebih mudah
keluar. Keluarnya cairan keputihan pada usia hamil tua justru tak normal,apalagi
disertai gatal,bau,dan berwarna. Jika terjadi,segera konsultasikan ke dokter.
Ingat,bayi akan keluar lewat saluran lahir. Jika vagina terenfeksi,bisa
mengakibatkan peradangan selaput mata pada bayi. Harus diketahui pula, yang
membuat persalinan lancer bukan keputihan,melainkan air ketuban. Itulah
mengapa ,bila air ketuban pecah duluan,persalinan jadi seret.
Minum minyak kelapa memudahkan persalinan. Minyak kelapa,memang
konotasinya bikin lancer dan licin.namun dalam dunia kedokteran,minyak tak ada
gunanya sama sekali dalam melancarkan keluarnya sang janin. Mungkin secara
psikologis,ibu hamil meyakini,dengan minum dua sendok minyak kelapa dapat
memperlancar persalinannya.
Makan duren,tape,dan nanas bisa membahayakan persalinan.ini benar
karena bisa mengakibatkan pendarahan atau keguguran. Duren mengandung
alkohol,jadi panas ke tubuh.begitu juga tape. Untuk masakkan yang menggunakan
arak ,sebaiknya dihindari. Buah nanas juga,karena bisa
mengakibatkan keguguran.

6
Makan daun kemangi membuat ari-ari lengket,hingga mempersulit
persalinan.yang membuat lengket ari-ari bukan daun kemangi,melainkan ibu yang
pernah mengalami dua kali kuret atau punya banyak anak,missal empat anak. Ari-
ari lengket bisa berakibat fatal karena kandungan harus diangkat. Ibu yang pernah
mengalami kuret sebaiknya melakukan persalinan di RS besar.hingga,bila terjadi
sesuatu dapat ditangani segera.
Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun
beranak untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Beberapa
penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-
praktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu.
Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek
yang membawa resiko infeksi seperti "ngolesi" (membasahi vagina dengan
rninyak kelapa untuk memperlancar persalinan), "kodok" (memasukkan tangan ke
dalam vagina dan uterus untuk rnengeluarkan placenta) atau "nyanda" (setelah
persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandardan kaki diluruskan ke depan
selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya
disebabkan karena beberapa alasan antara lain dikenal secara dekat, biaya murah,
mengerti dan dapat membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan
kelahiran anak serta merawat ibu dan bayi sampai 40 hari. Disamping itu juga
masih adanya keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan yang ada. Walaupun
sudah banyak dukun beranak yang dilatih, namun praktek-praktek tradisional
tertentu rnasih dilakukan. lnteraksi antara kondisi kesehatan ibu hamil dengan
kemampuan penolong persalinan sangat menentukan hasil persalinan yaitu
kematian atau bertahan hidup.
Secara medis penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah
perdarahan, infeksi dan eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut
bila tidak ditangani secara tepat dan profesional dapat berakibat fatal bagi ibu
dalam proses persalinan. Namun, kefatalan ini sering terjadi tidak hanya karena
penanganan yang kurang baik tepat tetapi juga karena ada faktor keterlambatan
pengambilan keputusan dalam keluarga.

7
Terutama di daerah pedesaan, keputusan terhadap perawatan medis apa
yang akan dipilih harus dengan persetujuan kerabat yang lebih tua; atau keputusan
berada di tangan suami yang seringkali menjadi panik melihat keadaan krisis yang
terjadi. Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan
dapat menghambat tindakan yang seharusnya dilakukan dengan cepat.

4.3 Kebudayaan Selama Persalinan di Beberapa Daerah

Indonesia terkenal dengan berbagai macam budayanya, sehingga tidak


heran jika penanganan terhadap suatu hal berbeda-beda di setiap daerah, termasuk
dalam perawatan ibu dan bayi pasca melahirkan. Namun, kita harus bijak dalam
memilah tradisi yang salah atau benar dalam perawatan ibu dan bayi karena
ketidaktahuan ini bisa jadi dapat menimbulkan masalah serius.
Faktanya, setiap 4 menit, ada 3 kematian akibat komplikasi kehamilan dan
persalinan di seluruh dunia. Faktor budaya perlu dipertimbangkan dalam hal ini
karena jarang tersentuh oleh pihak medis meskipun banyak faktor lainnya yang
menyumbang angka kematian tersebut.
1. Kebudayaan Persalinan di Beberapa Daerah di Jawa
a. Di Daerah Ngawi
Di daerah ngawi dukun bayi bekerja sama dengan bidan. Sewaktu
menunggu persalinan bukan hanya keluarga dan suami saja yang menunggu,
tetapi disini dukun bayi yang memberikan motivasi serta memijat perut si ibu.
Sedangkan bidan belum ada di samping ibu yang akan bersalin, tetapi tempat
bersalin ibu sudah berada dirumah bidan.
Saat pembukaan sudah lengkap, dukun yang menunggui ibu yang akan
melahirkan, kemudian selanjutnya akan melaporkan kepada bidan. Pada waktu
melahirkan dukun bayi tetap berada di samping ibu,

8
Saat plasenta sudah terlepas, suami membersihkan plasenta dari darah
yang menempel. Plasenta lalu dikubur di depan rumah, diberi lampu, dan diberi
pengaman dari bambu agar binatang tidak dapat merusak plasenta tersebut. Ada
juga plasenta yang dihanyutkan ke sungai, tujuannya agar si bayi mempunyai
pengalaman yang lebih jauh dan luas. Setelah melahirkan, ibu memakai stagen
atau gurita agar perut tidak kendur, minum jamu kunir asam agar darahnya lancar,
serta memakai kebaya atau jarik agar mudah beraktivitas.
b. Di daerah Magetan
Suami menunggu di samping istri sambil memberi motivasi, memberikan
air minum seperti minuman dari daun Fatima, serta menanyakan tentang
persalinan kepada pak kyai, dan memintakan minuman dari pak kyai.
Pada saat memasuki kala II suami tetap berada di dekat istri, memberi
semangat saat istri mengejan agar kesakitannya berkurang lalu membaca doa-doa
untuk menenangkan istri. Ketika plasenta sudah terlepas, bidan mengurusi dan
mencucikan plasenta.
c. Di Daerah Ponorogo
Bidan memberi pengetahuan dan juga tuntunan apabila pasien merintih
(misal: istighfar), membelai-belai agar memberi perasaan bahwa kita ada di
sampingnya. Keluarga memberi air minum kepada ibu yang bersalin dari orang-
orang yang dianggap pinter.
Saat kelahiran apabila bayi sulit keluar, ibu diberi air remasan daun randu
dan juga jalan lahir (vagina) diolesi dengan air randu tersebut. Plasenta atau ari-
ari, dipotong lalu dicuci 3 kali, diberi beberapa ramuan seperti: beras, jarum,
benang, kemiri, kembang boreh, buku yang ditulisi hari, tanggal, bulan, dan tahun
lahirnya si bayi, diberi juga bawang merah dan bawang putih, kencur, jahe, kunir,
dan uang logam yang disebut tembusan bumi.
Selanjutnya plasenta dimasukkan kedalam kendi, lali ditanam dan disiran
dengan kembang parem. Semuanya itu agar bayi tidak rewel. Tapi jika ari-ari sulit
keluar, biasanya rambut ibu yang panjang ujungnya digulung dan dimasukkan
dimulut agar ibu tersedak dan ari-ari keluar. Setelah ibu melahirkan, dukun bayi
membenarkan (memijat perut ibu perlahan)dan denga kain menekan vagina ke
atas agar posisi rahim kembali seperti semula.

9
d. Di Daerah Pacitan
Ibu diberi air minum yang terbuat dari rendaman kayu lotrok, atau diberi
air minum yang terbuat dari rendaman ari-ari kucing. Jalan lahir atau vagina
diolesi dengan minyak kelapa, dan minyak kelapa diminum juga. Suami berada di
dekat istri dengan posisi menyangga pundak istri (menyundang), ubun-ubun
ditiup-tiup oleh suami.
Agar kelahiran menjadi lebih cepat mulut si ibu dimasukkan pucuk rambut
si ibu hingga ibu muntah (rambut yang panjang). Ibu juga diberi telur ayam Jawa
yang sudah direbus. Plasenta dicuci bersih kemudian di “bumbu” dengan kunyit,
spirtus, garam lalu ditempatkan dibaskom. Selanjutnya si ibu dianjurkan memakai
bengkung.

2. Kebudayaan Persalinan di Nusa Tenggara


Di Nusa Tenggara, ibu yang baru melahirkan diasapi di tempat tidur dengan
meletakkan tungku yang panas dan berasap di bawah tempat tidur. Masyarakat
daerah tersebut percaya bahwa tindakan tersebut bertujuan agar ibu dan bayi tidak
digigit nyamuk, lebih kuat, dan terhindar dari sakit. Padahal secara medis,
pengasapan ibu dan bayi dapat menimbulkan risiko bagi ibu dan bayi. Risiko yang
mungkin dapat ditimbulkan adalah dehidrasi karena kepanasan serta risiko
pneumonia karena menghirup asap di ruang tertutup.
3. Kebudayaan Persalinan di Daerah Papua
Di daerah Papua, terdapat kebiasaan menempatkan ibu hamil yang akan
melahirkan di kandang ternak. Secara medis tentu saja hal ini sangat berisiko bagi
ibu dan bayi karena umumnya kandang ternak sangat tidak bersih untuk proses
melahirkan. Selain itu, banyak ibu di daerah pedalaman Papua yang masih
melahirkan dengan cara yang tradisional dengan berjuang seorang diri di pinggir
sungai.
Bayangkan bagaimana cara sang ibu untuk memotong tali pusat yang
kemungkinan jika dilakukan seorang diri akan rentan menimbulkan infeksi akibat
tidak higienisnya alat pemotong pusat. Selain itu, sebagian masyarakat di sana
juga mempercayai bahwa jika ibu melahirkan anak kembar, maka si ibu harus
memilih salah satu anak untuk dibawa pulang dan membunuh salah satunya. Hal
tersebut disebabkan oleh keyakinan bahwa anak kembar adalah dua saudara yang
akan tumbuh saling bermusuhan.

10
Masih banyak lagi tradisi yang perlu mendapatkan perhatian akibat
perlakuan yang kurang tepat dalam penanganan perawatan ibu dan bayi baru lahir.
Sebaiknya, ada program yang melakukan pendekatan-pendekatan kepada
masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil, calon ibu, dan keluarga
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi. Pendekatan
kepada keluarga juga sangat diperlukan dikarenakan tindakan yang dilakukan
kepada ibu dan bayi cenderung atas masukan dari suami, ibu ayah kandung, ibu
ayah mertua, atau kakek nenek yang mewarisi tradisi-tradisi tersebut.
4.4 Pandangan Bidan Tentang Budaya Masyarakat Selama Persalinan
Sebagai bidan, dalam melihat kebudayaan masyarakat tempat bekerja
harus mampu memaklumi mayarakat tersebut. Karena sebenarnya persalinan bagi
orang awamkurang dipahami atau bahkan tidak dimengerti. Mereka baru tahu
setelah bidan menjelaskannya. Kebudayaan dalam suatu masyarakat pastinya akan
dianggap baik oleh masyarakat setempat, tetapi bidan harus mampu menimbang
dampak positif dan negatif dari suatu kebudayaan terhadap proses persalinan.
Kebudayaan-kebudayaan yang ada, selama tidak menganggu kerja bidan
dalam menolong persalinan maka tidak menjadi masalah. Apalagi jika justru
kebudayaan tersebut ada yang membantu kerja bidan misalnya kesediaan seorang
suami menunggu istrinya saat bersalin dengan member motivasi. Jelas itu akan
mempermudah kerja bidan.

11
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari daerah-daerah yang dibahas tentang budaya selama persalinan, ada
beberapa persamaan dan perbedaan. Walaupun berbeda, namun semua itu
dianggap baik bagi semua masyarakat yang melaksanakan kebudayaan tersebut.
Dalam memandang kebudayaan di suatu masyarakat, seorang bidan harus mampu
melihat dampak baik buruknya, jika hal itu dilakukan. Prinsipnya, kebudayaan itu
boleh dilakukan asalkan tidak mengganggu kerja bidan dan keadaan pasien.

5.2 Saran
Dengan mengetahui keadaan budaya di masyarakat, diharapkan seorang tenaga
medis terutama bidan, dapat menerapkan ilmu dengan baik dan mampu
mengkomunikasikan segala tindakan yang berkaitan dengan persalinan kepada
masyarakat sesuai dengan kebudayaan mereka, sehingga tidak ada salah faham
dalam berkomunikasi.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/doc/282216857/jurnal-persalinan-pdf
digilib.unimus.ac.id
poltekkes-denpasar.ac.id/.../JURNAL.KEBIDANAN.VOLUME
www.listpdf.com
http://www.apikescm.ac.id/ejurnalinfokes/images/volume1/handayani.pdf
journal.ui.ac.id
https://mitaerdila.wordpress.com/.../budaya-kehamilan-dan-persalinan
ejournal.undip.ac.id
https://ml.scribd.com/doc/.../Aspek-Sosial-Budaya-Selama-Persalinan
repository.usu.ac.id
https://ml.scribd.com/doc/136487238/persalinan-Normal-pdf
eprints.undip.ac.id
fkep.unand.ac.id/images/persalinan_normal
library.upnvj.ac.id/pdf/5FKS1KEDOKTERAN/0810211162/bab.2.pdf
https://fkunmul04.files.wordpress.com/2008/11/60_langkah_apn.pdf
www.fk.unair.ac.id/pptfiles/Mekanisme%20Persalinan.ppt
https://id.wikipedia.org/wiki/Persalinan_normal
https://wisuda.unud.ac.id
www.loontar.top/teori-persalinan
kumpulan-askep.com/blog/teori-persalinan-normal-pdf

13
Pertanyaan :

1. - Apa contoh aspek budaya dalam masyarakat dan apa dampaknya?


- Bagaimana tentang masalah dari rumput fatimah tersebut?(Annita
Rahmayani)

 Jawaban:
 - salah satu contohnya ialah,meminum air rendaman rumput
fatimah dapat meneyebabkan kontraksi.
 - rendaman rumput fatimah tersebut sebaiknya jangan dilakukan
karena dapat menyebabkan kontraksi yang abnormal dan tidak
memiliki dapak yang baik bagi ibu.
2. Bagaimana cara bidan untuk menyarankan kepada ibu hamil agar tidak
percaya kepada orang lain tentang mitos-mitos yang ada?(Rani Musil)
 Jawaban: Dengan cara meyakinkan,memberikan pengetahuan dan
menjelaskan secara detail apa yang baik dan apa yang buruk untuk
dilakukan ibu hamil tersebut .
3. Sosial budaya apakah yang memiliki dampak buruk dan dampak yang
bagus?(Yessy Arisman)
 Jawaban:
 Dampak (+): memakan telur dan madu pada saat persalinan,karena
madu dan telur dapat memberikan tenaga bagi ibu. Dan telur juga
memiliki kandungan protein yang bagus bagi tubuh.
 Dampak (-) : meminum air rendaman rumput fatimah,karena
rendaman tersebut dapat menyebabkan dari yang awalnya sudah
kontraksi akan menjadi kontraksi yang abnormal.

Anda mungkin juga menyukai