Secara umum dalam memodifikasi stasiun kerja baru maupun mendesain ulang, perancang
seringkali dibatasi oleh faktor finansial maupun teknologi seperti, keleluasan memodifikasi,
ketersediaan ruangan, lingkungan, ukuran frekuensi alat yang digunakan, kesinambungan pekerjaan,
dan populasi yang menjadi target.
Menurut Das dan Sengupta (1993) pendekatan secara sistemik untuk menentukan sistemik dimensi
stasiun kerja dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi variabilitas populasi pemakai yang didasarkan pada etnik, jenis kelamin, dan
umur.
3. Dalam pengukuran antropometri perlu mempertimbangkan pakaian, sepatu dan posisi normal.
5. Tata letak dari alat-alat tangan, harus dalam kisaran jangkauan optimum.
Menurut Sandres & McCormick (1987), Peasant (1988), dan pulat (1992) bahwa ergonomi adalah
pengukuran dimensi tubuh atau karakteristik fisik tubuh yang relevan dengan desain tentang
sesuatu yang dipakai orang.
Dalam menentukan ukuran stasiun kerja, alat kerja, dan produk pendukung lainnya, data
antropometri tenaga kerja memegang peranan penting. Dengan mengetahui ukuran antropometri
tenaga kerja akan memudahkan membuat alat kerja yang sesuai dengan pekerja sehingga
menciptakan kenyamanan, kesehatan, keselamatan, dan estetika kerja.
Jadi dalam pengumpulan data antropometri yang akan digunakan untuk mendesain harus
memperhitungkan variabilitas pemakai atau pekerja seperti ukuran tubuh, jenis kelamin, umur, dan
ras atau etnik.
Posisi tubuh dalam kerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Beekerja dengan
posisi duduk mempunyai beberapa keuntungan yaitu pembebanan pada kaki, pemakaian energi, dan
keperluan untuk sirkulasi darah lebih kecil.
Tapi kerja dengan sikap duduk terlalu lama dapat menyebabkan otot perut melembek dan tulang
belakang melengkung sehingga cepat lelah. Untuk mendapatkan hasil kerja yang lebih baik tanpa
ada pengruh buruk bagi tubuh, perlu dipertimbangkan jenis pekerjaan yang sesuai dilakukan dengan
posisi duduk, antara lain:
7. Seluruh objek yang dikerjakan masih dalam jangkauan dalam posisi duduk.
Pada posisi duduk diperlukan pengaturan pada ketinggian landasan. Sediakan meja yang dapat naik
turun jika diperlukan, landasan kerja harus memungkinkan lengan menggantung pada posisi rileks
dari bahu, serta ketinggian landasan kerja tidak memeerlukan fleksi tulang belakang yang
berlebihan.
Sikap kerja berdiri juga banyak ditemukan di perusahaan. Sikap berdiri merupan sikap siaga baik fisik
maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat, dan teliti. Sikap kerja
berdiri lebih melelahkan, dan energi yang dikeluarkan lebih banyak 10-15% dibandingkan dengan
duduk.
Faktor kelelahan menjadi penyebab utama dari kerja berdiri dalam waktu yang lama. Untuk
meminimalkan pengaruh kelelahan dan keluhan subjektif maka pekerjaan harus didesain agar tidak
terlalu banyak menjangkau, membungkuk, atau melakukan gerakan dengan posisi kepala yang tidak
alamiah.
Beberapa pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan berdiri yaitu:
Clark (1996) mengkombinasikan dari posisi duduk dan berdiri menjadi desain sebagai berikut:
2. Perlu menjangkau sesuatu lebih dari 40 cm dan atau 15 cm diatas landasan kerja
3. Tinggi landasan kerja antara 90-120 cm, yang merupakan ketinggian yang paling baik untuk
posisi duduk maupun berdiri.