Anda di halaman 1dari 12

Asuhan Keperawatan Encephalitis

A. Konsep dasar Medis

1. Pengertian

Ensefalitis adalah merupakan proses radang akut yang melibatkan meningen dan jaringan
sampai tingkat yang bervariasi, infeksi ini relative lazim dan dapat disebabkan oleh sejumlah
agen yang berbeda. (Donna. L. Wong, 2000).

Enchepalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang dapat disebabkan
karena virus, bakteri, jamur dan parasit. Enchepalitis karena bakteri dapat masuk melalui
fraktur tengkorak. Sedangkan pada virus disebabkan karena gigitan serangga, nyamuk (arbo
virus) yang kemudian masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran darah. Pemberian
imunisasi juga berpotensi mengakibatkan enchepalitis seperti pada imunisasi polio.
Enchepalitis karena amuba diantaranya amuba Naegleria Fowleri, acantamuba culbertsoni,
yang masuk melalui kulit yang terluka. ( Dewanto, 2007).

Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa,
jamur, ricketsia atau virus. (Arif Mansur, 2000).

Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus. Terkadang
ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis atau komplikasi dari
penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri).
Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic.
(Tarwoto & Wartonah, 2007).

2. Etiologi

1. Mikroorganisme : bakteri, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus.

Macam-macam Encephalitis virus menurut Robin :

a. Infeksi virus yang bersifat epidermik :

- Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus coxsackie, virus ECHO.

- Golongan virus ARBO : Western Equire Encephalitis, St. Louis Encephalitis, Eastern
Equire Encephalitis, Japanese B. Encephalitis, Murray Valley Encephalitis.

b. Infeksi virus yang bersifat sporadic :

Rabies, herpes simplek, herpes zoster, limfogranuloma, mumps, limphotic, choriomeningitis


dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.

c. Encephalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca
vaksinia, pasca mononucleosis, infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus
respiratorius yang tidak spesifik.
2. Reaksi toksin seperti pada thypoin fever, campak, chicken pox.

3. Keracunan : arsenik, CO

3. Patofisiologi
4. Manifestasi Klinis

1. Demam

2. Sakit kepala dan biasanya pada bayi disertai jeritan

3. Pusing

4. Muntah

5. Nyeri tenggorokan

6. Malaise

7. Nyeri ekstrimitas

8. Pucat

9. Halusinasi

10. Kejang

11. Gelisah

12. Gangguan kesadaran

5. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan cairan serebrospinal warna dan jernih terdapat pleocytosis berkisar antara
50-200 sel dengan dominasi sel limfosit. Protein agak meningkat sedangkan glukosa dalam
batas normal.

2. Pemeriksaan EEG memperlihatkan proses inflamasi yang difuse “bilateral” dengan


aktivitas rendah.

3. Pemeriksaan virus ditemukan virus pada CNS didapatkan kenaikan titer antibodi yang
spesifik terhadap virus penyebab.

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dilakukan pada encaphilitis menurut Victor, 2001 antara lain :
a. Isolasi : bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan
pencegahan.

b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter :

a) Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.

b) Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.

c. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara
signifikan dapat menurun mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan
secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk
mencegah kekambuhan.

d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.

e. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak.

f. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah cairan yang
diberikan tergantung keadaan anak.

g. Glukosa 20 %, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa giving set
untuk menghilangkan edema otak.

h. Kortikosteroid intramusculas atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan


edema otak.

i. Mengontrol kejang : Obat ontikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang.


Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.

j. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.

k. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bisa diulang dengan dosis yang sama.

l. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip dengan
dosis 5 mg/kgBB/24 jam.

m. Mempertahankan ventilasi : bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (2-


31/menit)

n. Penatalaksanaan shock septik.

o. Mengontrol perubahan suhu lingkungan.

p. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang


mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan,
daerah proksimal beris dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2
mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi
dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol
bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral.
7. Komplikasi

Komplikasi pada encephalitis berupa :

a. Retardasi mental

b. Iritabel

c. Gangguan motorik

d. Epilepsi

e. Emosi tidak stabil

f. Sulit tidur

g. Halusinasi

h. Enuresis

i. Anak menjadi perusak dan melakukan tingakan asosial lain.

8. Masalah yang Lazim Timbul

1. Risiko infeksi b.d diseminata hematogen dari patogen. Stasis cairan tubuh. Penekanan
respon inflamasi (akibat obat). Pemajanan orang lain terhadap patogen.

2. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d edema cerebral yang


mengubah/menghentikan aliran darah/vena.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

4. Nyeri b.d adanya proses infeksi/inflamasi, toksin dalam sirkulasi.

5. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromoskuler penurunan kekuatan/ketahanan.

6. Hipertermi.

7. Risiko cedera.

8. Ketidakmampuan koping keluarga.

9. Distres spiritual b.d ketidakmampuan berinteraksi sosial, perubahan hidup, sakit kronis.

10. Defisit perawatan diri.

11. Disfungsi seksual.


B. Konsep dasar Asuhan Keperawatan Ensefalitis

I. Riwayat Penyakit

A. Keluhan Utama

Hal yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah kejang disertai penurunan tingkat kesadaran.

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada pengkajian klien ensefalitis biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan
akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan tersebut diantaranya sakit kepala dan
demam yang merupakan gejala awal yang sering terjadi. Sakit kepala berhubungan dengan
ensefalitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi selaput otak. Demam umumnya ada dan
tetap tinggi selama perjalanan penyakit.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau
menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkan klien mengalami campak, cacar
air, herpes, dan bronkopneumenia. Pengakajian pada anak mungkin didapatkan riwayat
menderita penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti virus influenza, varisela, adenovirus,
coxsachie, ekhovirus, atau parainfluenza, infeksi bakteri, parasit sel satu, cacing, fungus,
riketsia. Pengkajian penggunaan obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian
obat kortikosteroid, antibiotik dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotik)
dapat meningkatkan kompherensifnya pengkajian.

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh : Herpes dan lain-
lain. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus,Streptococcus, E, Coli, dan lain-lain.

E. Pengkajian Psikososiospiritual

Pengkajian psikologis klien ensefalitis meliputi beberapa penilaian yang memungkinkan


perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan perilaku
klien.

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga
dan masyarakat serta respon dan pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat. apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul
seperti ketakutan akan kecacatan, cemas, serta ketidak mampuan untuk untuk melakukan
aktifitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar biasa digunakan klien selama
masa setres, meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah kesehatan saat ini
yang telah diketahui dan perubahan perilaku akibat setres.

II. Pemeriksaan Fisik

1) Tanda-Tanda Vital (TTV)

Pada klien ensefalitis biasanya didapatkan peningkatan suhu lebih dari normal 39-41°.
Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dari selaput otak yang sudah
mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan
tanda-tanda peningkatan TIK. Jika disertai peningkatan frekuensi nafas sering berhubungan
dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada sistem pernafasan
sebelum mengalami ensefalitis. Tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena
tanda-tanda peningkatan TIK.

2) B1 (Breathing)

Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan
peningkatan frekuensi nafas yang sering didapatkan pada klien ensefalitis yang disertai
adanya gangguan pada sistem pernafasan. Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan
dan kiri. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan ensefalitis karena
akumulasi sekret dari penurunan kesadaran.

3) B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok hipovelemik) yang sering
terjadi pada klien ensefalitis yang telah mengganggu autoregulasi dari sistem kardiovaskuler.

4) B3 (Brain)

Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan


pengkajian pada sistem lainnya.

· Pengkajian tingkat kesadaran

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien ensefalitis biasanya berkisar pada tingkat letargi,
stupor dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma, penilaian GCS sangat penting
untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan.

· Pengkajian fungsi serebral

Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien ensefalitis tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
· Pengkajian saraf kranial

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf I-XII

Saraf I : biasanya pada klien ensefalitis tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada
kelainan.

Saraf II : tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema


mungkin didapatkan terutama pada ensefalitis supuratif disertai abses serebri dan efusi
subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK.

Saraf III, IV dan VI : pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien ensefalitis yang
tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut ensefalitis yang
telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di
dapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien ensefalitis mengeluh mengalami
fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.

Saraf V : pada klien ensefalitis didapatkan paralisis pada otot sehingga mengganggu proses
mengunyah.

Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris karena adanya paralisis
unilateral.

Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik, sehingga mengganggu pemenuhan


nutrisi via oral.

Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari
klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.

Saraf XII : lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra
pengecapan normal.

· Pengkajian sistem motorik

Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan, dan koordinasi pada ensefalitis tahap lanjut
mengalami perubahan.

· Pengkajian refleks

Pemeriksaan refleks profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat
refleks pada respon normal. Refleks patologis akan didapatkan pada klien ensefalitis dengan
tingkat kesadaran koma.

- Gerakan involunter : tidak ditemukan adanya tremor, tic dan distonia. Pada keadaan
tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan ensefalitis
disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan
dengan ensefalitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
· Pengkajian sistem sensorik

Pemeriksaan sensoris pada ensefalitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri dan suhu yang
normal, tidak ada sensasi abnormal dipermukaan tubuh, sensasi propriosefsi dan diskriminatif
normal. Inflamasi pada selaput otak mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali
pada ensefalitis. Tanda tersebut adalah kaku kuduk, yaitu adanya upaya untuk fleksi kepala
mengalami kesulitan karena adanya spasme otot-otot leher.

5) B4 (Bladder)

Pemeriksaan pada sistem kemih biasanya didapatkan penurunan volume urine output, yang
berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.

6) B5 (Bowel)

Mual sampai muntah karena peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada
klien ensefalitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang.

7) B6 (Bone)

Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien secara
umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu oleh orang lain.

III. Diagnosis Keperawatan

1) Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan peningkatan tekanan


intrakranial

2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi sekret,


kemampuan batuk menurun akibat penurunan tingkat kesadaran

3) Resiko pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik

4) Resiko tinggi trauma yang berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status
mental dan penurunan tingkat kesadaran

5) Nyeri yang berhubungan dengan iritasi lapisan otak

6) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,


penurunan kekuatan otot, penurunan kesadaran, kerusakan persepsi/kognitif

7) Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan kerusakan penerima rangsang


sensori, transmisi sensori, dan integrasi sensori

IV. Perencanaan
Sasaran klien dapat meliputi jalan nafas klien yang bersih dan kembali efektif, klien bebas
dari cedera, dan nutrisi klien terpenuhi

KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS YANG BERHUBUNGAN DENGAN


AKUMULASI SEKRET, KEMAMPUAN BATUK MENURUN AKIBAT PENURUNAN
KESADARAN

Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan jalan nafas kembali efektif

Kriteria : secara subjektif sesak nafas (-), frekuensi nafas 18-20 kali/menit. Tidak menggunakan alat
bantu nafas, retraksi ICS (-), ronki (-), mengi (-). Dapat mendemonstrasikan cara batuk efektif.

INTERVENSI RASIONALISASI

Kaji fungsi paru, adanya bunyi nafas tambahan, Memantau dan mengatasi komplikasi potensial.
perubahan irama dan kedalaman, penggunaan
otot-otot aksesori, warna dan kekentalan sputum Pengkajian fungsi pernafasan dengan interval yang
teratur adalah penting karena pernafasan yang
tidak efektif dan adanya kegagalan, karena adanya
kelemahan atau paralisis pada otot-otot interkostal
dan diafragma yang berkembang dengan cepat.

Atur posisi fowler dan semifowler Peninggian kepala tempat tidur memudahkan
pernafasan, meningkatkan ekspansi dada dan
meningkatkan batuk lebih efektif

Ajarkan cara batuk efektif Klien berada pada resiko tinggi jika tidak dapat
batuk dengan efektif,

Lakukan fisioterapi dada, vibrasi dada Terapi fisik dada membantu meningkatkan batuk
lebih efektif

Penuhi hidrasi cairan via oral, seperti minum air Pemenuhan cairan dapat mengencerkan mukus
putih, dan pertahankan asupan cairan 2.500 yang kental dan dapat membantu pemenuhan
ml/hari cairan yang banyak keluar dari tubuh

Lakukan pengisapan lendir dijalan nafas Pengisapan mungkin diperlukan untuk


mempertahankan kepatenan jalan nafas menjadi
bersih

RESIKO CEDERA YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJANG, PERUBAHAN STATUS


MENTAL, DAN PENURUNAN TINGKAT KESADARAN
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam perawatan klien bebas dari cedera yang disebabkan oleh kejang dan
penurunan tingkat kesadaran.

Kriteria : klien tidak mengalami cedera apabila terjadi kejang berulang

INTERVENSI RASIONAL

Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan Gambaran tribalitas sistem persarafan pusat
otot-otot muka lainnya memerlukan evaluasi yang sesuai dengan
intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya
komplikasi

Persiapkan lingkungan yang aman seperti Melindungi klien bila kejang terjadi
batasan ranjang, papan pengaman dan alat
suction selalu berada dekat klien

Pertahankan bedrest total selama fase akut Mengurangi resiko jatuh atau terluka jika vertigo,
sinkop dan ataksia terjadi

Kolaborasi pemberian terapi : diazepam, Untuk mencegah atau mengurangi kejang.


fenobarbital
Catatan : phenobarbital dapat menyebabkan
respiratorius depresi dan sedasi

RESIKO GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI : KURANG DARI


KEBUTUHAN TUBUH YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETIDAKMAMPUAN MENELAN,
KEADAAN HIPERMETABOLIK

Tujuan : dalam waktu 5x24 jam setelah mendapatkan intervensi nutrisi klien terpenuhi.

Kriteria : tidak adanya tanda malnutrisi dengan nilai laboratorium dalam batas normal.

INTERVENSI RASIONALISASI

kaji kemampuan klien dalam menelan, batuk dan Faktor-faktor tersebut menentukan kemampuan
adanya secret menelan klien dan klien harus dilindungi dari
risiko aspirasi

Auskultasi bising usus, amati penurunan atau Fungsi gastrointestinal tergantung pula pada
hiperaktivitas bising usus kerusakan otak, bising usus menentukan
responsfeeding atau terjadinya komplikasi
misalnya illeus

Timbang berat badan sesuai indikasi Untuk mengevaluasi efektivitas dari asupan
makanan
Berikan makanan dengan cara meninggikan Menurunkan risiko regurgitasi atau aspirasi
kepala

Pertahankan lingkungan yang tenang dan Membuat klien merasa aman sehingga asupan
anjurkan keluarga atau orang terdekat untuk dapat dipertahankan
memberikan makanan pada klien

V. Implementasi & Evaluasi

NO Hari/tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi

S:

O:

A:

P:

Referensi :

Nurarif, Amin Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda (North American Nursing Diagnosis Association) Nic-Noc, Panduan Penyusunan
Asuhan Keperawatan Profesional. Yogyakarta : MediaAction

Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarta : Salemba Medika

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai