Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

KEPERAWATAN JIWA
ISOLASI SOSIAL

Disusun Oleh :
1. ADIAN PERTIWI (015.17.15.100)
2. DEWI MAHFUDOH (015.18.16.239)
3. DHEKY WINDI PRASETYO (015.18.16.240)
4. DHIKA NUR ALIFAH (015.18.16.241)
5. INTAN KUSUMA NINGRUM (015.18.16.263)
6. MUSTIKASARI FATIMAH (015.18.16.279)
7. WINDY ARADILA RAHMAJI NINGRUM (015.18.16.308)

YAYASAN PENDIDIKAN KESEHATAN KETONGGO


AKADEMI KEPERAWATAN PEMKAB NGAWI
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah “Asuhan
Keperawatan pada klien dengan Isolasi Sosial”.
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu mata
ajar Keperawatan Jiwa. Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak mendapat bimbingan
dan pengarahan dari berbagai pihak baik moril maupun materil.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena itu segenap
saran dan kritik membangun dari berbagai pihak sangat kami harapkan untuk perbaikan di
masa mendatang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr, Wb.

Ngawi, 20 September 2018

Penulisan

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i


DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................. 1
B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................................. 3
C. TUJUAN ...................................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN ISOLASI SOSIAL ............................................................................. 4
B. ETIOLOGI ................................................................................................................... 4
C. TANDA DAN GEJALA .............................................................................................. 7
D. RENTANG RESPON .................................................................................................. 9
E. PROSES TERJADINYA MASALAH ...................................................................... 10
F. MEKANISME KOPING ........................................................................................... 10
G. MASALAH KEPERAWATAN ................................................................................ 12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN ........................................................................................................... 13
B. DAMPAK MASALAH ............................................................................................. 15
C. ANALISA DATA ...................................................................................................... 15
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN ............................................................................... 15
E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN (INTERVENSI) ............................... 15
F. PELAKSANAAN ...................................................................................................... 22
G. EVALUASI................................................................................................................ 23
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN .......................................................................................................... 25
B. KRITIK DAN SARAN .............................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 26

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa adalah sbagai karakteristik positif yang menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan
kepribadianya (Herman, 2011). Gangguan jiwa merupakan manifestasi dari bentuk
penyimpanan perilaku akibat adanya distorsi emosi sehingga ditemukan
ketidakwajaran dalam bertingkah laku. Hal ini terjadi karena menurunnya semua
fungsi kejiwaan (Nasir & Muhith, 2011). Salah satu gangguan jiwa adalah skizofreni.
Skizofrenia merupakan kelainan jiwa yang menunjukan gangguan dalam fungsi
kognitif (pikiran) berupa disorganisasi (Nasir & Muhith, 2011). Salah satunya dapat
menyebabkan isolasi sosial (menarik diri). Isolasi sosial merupakan keadaan dimana
individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain di sekitarnya (Rusdi & Deden, 2013). Perilakuini biasanya
disebabkan oleh karena seseorang menilai dirinya rendah, sehingga timbul perasaan
malu untuk berinteraksi dengan orang lain (Fitria, 2012).
Menurut data World Health Organization (2013) menyebutkan bahwa angka
penderita gangguan jiwa mengkhawatirkan secara global sekitar 450 juta orang,
dengan masalah isolasi soaial sebanyak 24 juta orang dari seluruh penderita
skizofrenia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) tahun 2013 di perkirakan
mencapai 1,7 juta orang. Di indonesia mengalami gangguan jiwa dan degan masalah
isolasi sosial sekitar 3.85,600 kasus dari keseluruhan jumlah kasus skizofrenia
(Dhanu,2013). Berdasarkan data dari Dinas kesehatan provinsi jawa tengah tahun
2013 penderita gangguan jiwa mencapai 9.300 orang, julah pasien yang mengalami
isolasi sosial sebanyak 457 orang (Wardani,2013). Berdasarkan hasil pecatatan
Rekam Medik (RM). Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada bulan Januari sampai
Desember 2015, dari keseluruhan mencapai 1.01.613 kasus, ditemukan engan
masalah keperawatan Isolasi Sosial sebanyak 10.065 pasien.
Terjadinya isolasi sosial dipengaruhi oleh faktor predopsisi di antaranya
perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak
percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa
terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan.
Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi engan orang lain,
lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan sehari – hari

2
terabaikan. Dan hal ini ditunjang dengan beberapa faktor yaitu faktor tumbuh
kembang yang belum terpenuhi, komunikasi dengan keluarga, faktor sosial budaya.
Gangguan isolasi soaial juga di pengaruhi oleh presipitasi yaitu faktor eksternal
berasal dari lingkungan dan keluarga dan faktor internal berasal dari dalam diri
(Herman, 2011). Koping kelurga yang tidak efektif dapat menyebaban harga diri
rendah dan dapat berpera terjadinya isolasi sosial. Isolasi sosial juga dapat
menyebabkan halusinasi dan berpengaruh resiko mencederai diri, oranglain dan
lingkungan (Fitria 2009).
Klien dengan isolasi sosial seringkali diabaikan oleh keluarga dan masyarakat.
Isolasi sosial dapat di cegah dengan cara mekanisme kopng yang benar, pasien
mungkin merasa di tolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain. Untuk membina hubungan saling percaya
pada pasien isolasi sosial kadang – kadang memerlukan waktu yang lama dan
interaksi yang singkat dan sering, karena tidak mudah bagi pasien untuk percaya pada
orang lain. Untuk itu sebagai perawat harus konsisten bersikap terapeutik kepada
pasien. Selalu penuhi janji adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan. Pendekatan
yang konsisten akan membuahkan hasil. Bila pasien sudah percaya dengan anda
program asuhan keperawatan lebih mudah dilakukan (Nurhaeni, 2011).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien isolasi sosial?

C. TUJUAN
Tujuan Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran, diharapkan mahasiswa mampu mengerti cara
pemberian asuhan keperawatan dengan pasien Isolasi Sosial

Tujuan Khusus :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang etiologi dari Isolasi Sosial
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang tanda dan gejala Isolasi Sosial
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang patofisiologi Isolasi Sosial
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang komplikasi Isolasi Sosial
5. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penatalaksanaan pada Isolasi Sosial

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN ISOLASI SOSIAL


Menurut Kaliat (1999) dalam Deden & Rusdi (2013), isolasi sosial aalah
keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak
mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Klien mungkin merasa di tolak,
tidak di terima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan baik denganorang
lain.
Menurut Depkes RI (2000) dalam Herman (2011), isolasi sosial adalah suatu
gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak
fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaftif dan mengganggu fungsi seseorang
dalam hubungan sosial.
Dapat disimpulkan dari pengertian diatas bahwa isolasi sosial adalah suatu
sikap di mana individu menghindari diri dari interajsi dengan orang lain. Individu
merasa bahwa ia kehilangan hubunga akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk
membagi pperasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk
berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanifestasikan dengan sikap
memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan tidak sangup membagi pengamatan dengan
orang lain.

B. ETIOLOGI
Menurut Herman (2011), Terjadinya gangguan isolasi sosial dipegaruhi oleh
faktor predisposisi dan partisipasi. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak
percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, takut salah
terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan.
Keadaan ini menimbulkan perilaku idak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih
enyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan sehari - hari
diabaikan.

4
1. Faktor Predisposisi
Menurut Fitria (2012), Beberapa faktor predisposisi klien dengan isolasi sosial
antara lain :
a. Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada dua tugas perkembangan
yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
Bila tugas – tugas perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan
menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat
menimbulkan masalah.
Pada dasarnya kemampuan seseorang untu berhubngan sosial dengan proses
tumbuh kembang mulai dari usia bayi sampai usia lanjut untuk dapat
mengembangkan hubungan sosial yang positif, diharapkan setiap tahapan
perkembangan dapat dilalui dengan sukses. Sistem keluarga yang terganggu
dapat memunjang perkembangan respon sosial maladaptif.

Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal

Tahap Perkembanagan Tugas


Masa Bayi Menetapkan rasa percaya.
Mengembangkan otonomi dan awal perilaku
Masa Bermain
mandiri.
Belajar menunjukan, inisiatif, rasa tanggung
Masa Prasekolah
jawab, dan hati nurani.
Belajar berkompetisi, bekerja sama, dan
Masa Sekolah
berkmpromi.
Menjalin hubungan intim dengan teman sesama
Masa Praremaja
jenis kelamin.
Menjadi intim dengan teman lawan jenis atau
Masa Remaja
bergantung pada orang tua.
Menjadi saling bergantung antara orang tua
Masa Dewasa Muda
mencari pasangan, menikah, dan mempunyai anak.
Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah
Masa Tengah Biaya
dilalui.
Berduka karena kehilangan dan mengembangkan
Masa Dewasa Tua
perasaan keterikatan dengan budaya.

5
b. Faktor Komunikasi dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalm keluarga merupakan faktor pendukung
terhadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk
masalah dalam berkmunikasi sehingga menimbulkan keidajelasan (double
bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan
yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang
tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan
lingkungan dalam keluarga.
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi pertimbangan untu
mengembangkan gangguan tingkah laku :
1) Sikap bermusuhan/hostilitas.
2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek – jelekkan anak.
3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
4) Kurang kehangatan, kurang mempertahankan ketertarikan pada
pembicaraan anak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga,
kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dlam
pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan
musyawarah.
5) Ekspresi emosi yang tinggi.
c. Double bind (dua perasaan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan
yang membuat ingung dan kecemasannya menngkat).
d. Faktor Sosial Budaya
Mengasingkan diri dari lingkngan sosial merupakan suatu faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma
– norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota keluarga
yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyekit kronis, dan penyandang
cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
e. Faktor Biologis
Faktor biologis merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan
dalam gangguan hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi
terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak. Genetik merupakan salah
satu faktor pendukung gangguan jiwa.

6
2. Faktor Presipitasi
Menurut Fitria (2012), terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat
ditimbulkan oleh faktor internal dan eksternal seseorang.
Faktor presipitasi dapat dikelompokan sebagai berikut :
a. Faktor Eksternal
Contohnya adalah stresor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh
faktor sosial budaya seperti keluarga.
b. Faktor Internal
Contohnya adalah stresor psikologis, yaitu stress terjadi akibat ansietas atau
kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan individu untuk mengatasinya. Kecemasan yang tinggi akan
menyebabkan menurunnya kemampuaindividu untuk berhubungan dengan
orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu ntuk mengatasi masalah akan menimbulkan
berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik. Menurt teori
psikoanalisa perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat menahan
tekanan yang berasal dari dalam diri maupun realitas yang berasal dari luar.
Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi
stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hbungan ibu dan
anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu
terhambat.

C. TANDA DAN GEJALA


Menurut Fitria (2012), tanda dan gejala klien dengan gangguan isolasi sosial
antara lain :
1. Kurang sopan
Pasien terlihat menghindar. Misalnya saat di ajak bicara pasien malah pergi ke
tempat tidur pasien lainnya.
2. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
Pasien menyendiri dalam ruangan. Misalnya tidak peduli dengan kondisi
lingkungan, meskipun kondisi ruangan sedang ramai dan gaduh.
3. Ekspresi wajah kurang berseri
Pasien terlihat sedih, afek datar (tidak ada perubahan bila ada stimulus yang
menyenangkan / menyedihkan ).

7
4. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
Pasien penampilannya terlihat acak – acakkan. Misalnya baju terlihat kotor,
terbalik, rambut acak – acakan, bau badan.
5. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal.
Pasien tidak mau bercakap cakap dengan klien lain atau perawat. Misalnya pasien
di ajak bercakap cakap tidak mau menjawab pertanyaan perawat.
6. Mengisolasi diri
Pasien menyendiri dala ruangan, menarik diri dari linfkungan pergaulan, suka
melamun, berdiam diri. Misalnya pasien tidak mau berkumpul dengan teman
temannya, hanya berdiam di tempat tidur.
7. Tidak ada atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
Pasien tidak menghiraukan lingkungan sekitarnya meskipun dalam keadaan bersih
atau tidak. Misalnya pasien di suruh membersihkan lingkungan sekitarnya, tetapi
pasien menolak.
8. Asipan makanan dan minuman terganggu.
Pasien nafsu makannya menurun sehingga pasien terlihat kurus.
9. Retensi urine dan feces
Pasien kurang bergerak sehingga menyebabkan retensi urine (penumpukan urine)
dan konstipasi.
10. Aktivitas menurun
Pasien hanya berbaring di tempat tidur
11. Kurang enenrgi
Pasien terlihat lemas dan kurang bertenaga
12. Rendah diri
Pasien merasa minder saat di dekati pasien lain dan perawat.
13. Postur tubuh berubah.
Pasien saat tidur dengan posisi sikap fetus seperti janin.

Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah,


sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan oragn lain. Perilaku yang
tertutup dengan orang lain juga bias menyebabkan intoleransi aktivitas yang akhirnya
bias berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk melakukan perawatan diri secara
mandiri. (Fitria, 2012).

8
D. RENTANG RESPON
Rentang Respon Gangguan Interaksi Sosial / Isolasi Sosial.
Respon Adaptif Respon Maladaptive

Menyendiri Merasa Sendiri Menarik Diri


Otonomi Depedensi Ketergantungan
Bekerja Sama Curiga Manipulasi
Interdependen Curiga

Menurut Fitria (2012), berikut ini akan di jelaskan tentang respon yang terjadi pada
gangguan isolasi sosial :
1. Respon adaptif
Respon yang masih dapat di terima oleh norma norma sosial dan kebudayaan
secara umum yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas
normal ketika menyelesaikan masalah. Sikap yang termasuk dalam respon adaptif
di antaranya :
a. Menyendiri, respon yang di butuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang
terjadi di lingkungan sosialnya.
b. Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran dan perasaan dalam hubungan sosial.
c. Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan.
d. Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal.
2. Respon maladaptive
Respon yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan di suatu tempat.
Berikut ini adalah perilaku yg termasuk dalam respon maladaptif :
a. Menarik diri, sesesorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan
secara terbuka dengan orang lain.
b. Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga
tergantung dengan orang lain.
c. Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai obyek individu
sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
d. Curiga atau gagal mengembangkan cara percaya terhadap orang lain.

9
E. PROSES TERJADINYA MASALAH
Menurut Herman (2011), terjadinya gangguan ini di pangengaruhi oleh factor
predisposisi di antaranya perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut
salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan,
dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin
berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghibur dari orang
lain, dan kegiatan sehari hari terabaikan. Dan hal ini di tunjang dengan dengan
beberapa factor adalah factor tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan
yang harus di penuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Factor
komunikasi dalam keluarga merupakan factor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Factor sosial budaya merupakan suatu factor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Factor biologis merupakan salah satu factor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Gangguan isolasi sosial juga
dapat di timbulkan dari factor internal dan eksternal. Factor internal berasal dari
dalam diri, sedangkan factor eksternal berasal dari lingkungan dan keluarga.

F. MEKANISME KOPING
Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping pada klien isolasi sosial dalam
kehidupan sehari harinya, individu menghadapi pengalaman yang mengganggu
ekuilibrum kognitif dan efektifnya. Individu dapat mengalami perubahan hubungan
dengan orang lain dalam harapannya terhadap diri sendiri dengan cara negative.
Munculnya ketegangan dalam kehidupan mengakibatkan perilaku pemecahan
masalah (mekanisme koping) yag bertujuan untuk meredakan ketegangan tersebut.
Menurut Suliswati (2005), klien gangguan konsep diri menggunakan
mekanisme koping yang dapat di kategorikan menjadi dua yaitu koping jangka
pendek dan koping jangka panjang :
1. Koping jangka pendek.
Karakteristik koping jangka pendek :
a. Aktivitas yang dapat memberikan kesempatan lari sementara dari krisis.
Misalnya, menonton televise, kerja keras, olahraga berat.
b. Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara. Misalnya,
ikut kegiatan sosial politik, agama

10
c. Aktivitas yang memberi kekuatan atau dukungan sementara terhadap konsep
diri. Misalnya aktivitas yang berkompetisi yaitu pencapaian akademik atau
olahraga.
d. Aktivitas yang mewakili jarak pendek untuk membuat masalah identitas
menjadi kurang berarti dalam kehidupan. Misalnya penyalahgunaan zat.
2. Koping jangka panjang
Koping jangka panjang di kategorikan dalam penutupan identitas negative :
a. Penutupan identitas.
Adopsi identitas premature yang di inginkan oleh orang yang penting bagi
individu tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi dan potensi individu.
b. Identitas negative.
Asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat di terima oleh nilai nilai dan
harapan masyarakat.
Menurut Suliswati (2005), mekanisme pertahanan ego antara lain :
a. Fantasi, kemampuan menggunakan tanggapan tanggapan yang sudah ada
(dimiliki) untuk menciptakan tanggapan baru.
b. Disosiasi, respon yang tidak sesuai dengan stimulus.
c. Isolasi, menghindarkan diri dari interaksi dengan lingkungan luar.
d. Projeksi, kelemahan dan kekurangan pada diri sendiri di lontarkan pada orang
lain.
e. Displacement, mengeluarkan perasaan perasaan yang tertekan pada orang yang
kurang mengancam dan kurang menimbulkan reaksi emosi.

Pohon Masalah Isolasi Sosial


Resiko Tinggi Menciderai Diri, Orang Lain, Dan Lingkungan

Deficit Perawatan Diri Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Intoleransi Aktivitas Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronis

Koping Individu Dan Koping Keluarga Tidak Efektif

11
G. MASALAH KEPERAWATAN
Menurut Fitria (2012), masalah keperawatan yang muncul antara lain :
1. Isolasi sosial / gangguan interaksi sosial
2. Harga diri rendah kronis
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4. Deficit perawatan diri
5. Resiko tingi menciderai diri, orang lain dan lingkungan.

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Menurut Keliat (2005) Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari
proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan
kebutuhan atau masalah klien. Data yang di kumpulkan meliputi data biologis,
psikologis, sosial dan spiritual.
Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat di kelompokkan menjadi faktor
predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan
kemampuan koping yang di miliki klien. (Stuart Iarai, 2001 dalam Keliat 2005).
Untuk dapat menjaring data yang di perlukan, umumnya dikembangkan
formulir pengkajian dan etunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam
pengkajian.
1. Menurut Keliat (2005), pengkajian meliputi :
a. Identitas
Dalam pengkajian identitas klien meliputi nama klien, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, pendidikan, dan identitas penanggung jawab (nama, umur, alamat,
pekerjaan, dan nomor telepon yang dapat di hubungi)
b. Keluhan utama dan alasan masuk
Pengkajian alas an masuk kita kaji apa yang menyebabkan klien di bawa oleh
keluarga ke rumah sakit untuk saat ini, apa yang sudah di lakukan keluarga
untuk mengatasi masalah klien dan bagaimana hasilnya. Biasanya klien diam
saja dlam waktu lama (tidak mau berbicara), tidak mau makan, hanya
mengurung diri di kamar.
c. Factor predisposisi
Factor predisposisi pada klien gangguan isolasi sosial adalah :
1) Faktor perkembangan.
Kurangnya stimulasi, kasih sayang dan kehangatan dari keluarga,
kurangnya komunikasi dalam keluarga. Adanya tugas-tugas perkembangan
yang tidak terpengaruhi sehingga menghambat fase perkembangan sosial
2) Faktor biologis.
Adanya riwayat keturunan. Genetik merupakan salah satu faktor
pendukung gangguan jiwa.

13
3) Faktor sosial budaya.
Tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
d. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi pada klien gangguan isolasi sosial adalah:
1) Merupakan faktor yang dianggap menyebabkan pasien sakit jiwa atau
yang menyebabkan pasien mengalami kekambuhan.
2) Pengalaman yang tidak menyenangkan yang dialami pasien selama fase
perkembangan (kegagalan, kehilangan, perpisahan, kematian, trauma
selama tumbang) yang pernah dialami klien.
3) Bila tidak ditemukan adanya kejadian atau pengalaman tersebut, tetapi ada
riwayat putus obat atau berhenti minum obat, maka dapat dianggap bahwa
faktor presipitasi pasien mengalami kekambuhan adalah putus obat.
e. Status mental
Beberapa hal yang perlu dikaji status mental yaitu :
a) Penampilan fisik
b) Pembicaraan
c) Aktivitas motorik
d) Alam perasaan
e) Afek
f) Interaksi selama wawancara
g) Persepsi
h) Proses pikir
i) Isi pikir
j) Tingkat kesadaran dan orientasi
k) Memori
l) Tingkat konsentrasi dan berhitung
m) Kemampuan penilaian
n) Daya tilik diri
2. Menurut Herman (2011),
Data yang didapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu data
subjektif dan data objektif. Data yang langsung didapat oleh perawat disebut
sebagai data primer, dan data yang diambil dari hasi pengkajian atau dari hasil
catatan tim kesehatan lain disebut sebagai data sekunder.

14
B. DAMPAK MASALAH
Menurut Damaiyanti (2012) dampak masalah pada pasien isolasi sosial adalah :
1. Resiko Perilaku Kekerasan
Merupakan suatu keadaan yang dapat membahayakan fisik, diri sendiri,
lingkungan dan orang lain. Selain itu perilaku kekerasan juga dapat disebut
keadaan gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang akan marah dan melakukan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2010 dalam Damaiyanti, 2012).
2. Harga Diri Rendah
Merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi negative pada diri sendiri.
3. Isolasi sosial
Merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya
kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptip dan
mengganggu dalam hubungan sosial (Fitria, 2009).

C. ANALISA DATA
Data suyektif yaitu data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat
terhadap penyakitnya, situasi dan kejadian. Data ini didapatkan dari riwayat
keperawatan termasuk persepsi klien, perasaan, dan ide tentang status kesehatannya.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Firia (2012), masalah keperawatan yang muncul antara lain :
1. Isolasi Sosial/ Gangguan Interaksi Sosial.
2. Harga Diri Rendah Kronis.
3. Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi.
4. Deficit Perawatan Diri.
5. Risiko Tinggi Menciderai Diri, Orang lain, dan Lingkungan.

E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN (INTERVENSI)


Menurut Keliat (2005), Perencanaan terdiri dari tiga aspek, yaitu :
1. Tujuan Umum (TUM)
Menurut Keliat (2005), Tujuan umum berfokus pada penyelesaian permasalahan
(problem) dari diagnosis tertentu. Tujuan umum dapat dicapai jika serangkaian

15
tujuan khusu telah tercapai. Tujuan umum dalam rencana tindakan asuhan
keperawatan ini adalah klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
2. Tujuan Kusus (TUK)
Menurut Herman (2011), Tujuan khusus berfokus pada permasalahan
penyebab (etiologi) dari diagnosis tertentu. Tujuan khusus merupakan rumusan
kemampuan yang perlu di capai atau dimiliki klien. Tujuan kusus dapat di bagi
menjadi tiga , yaitu kemampuan kognitif yang di perlukan untuk menyelesaikan
etiologi dari diagnosis keperawatan, kemampuan psikomotor diperlukan agar
etiologi dapat teratasi, dan kemampuan afektif agar klien percaya pada
kemampuan menyelesaikan masalah.
3. Intervensi
Menurut Keliat (2005), rencana tindakan keperawatan disesuaikan dengan
tujuan khusus. Setiap tujuan khusus terdiri dari beberapa intervensi dan beberapa
criteria evaluasi. Tujuan khusus dapat tercapai jika serangkaian intervensi tersebut
telah tercapai sesuai dengan kriteria intervensi.
Intervensi keperawatan dalam asuhan keperawatan ini adalah:
a. Dengan diagnosa keperawatan isolasi sosial
TUM: Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Kriteia evaluasi : Setelah 3 kali interaksi klien menunjukkan tanda-tanda
percaya pada perawat:
1) Wajah cerah, tersenyum.
2) Mau berkenalan.
3) Ada kontak mata.
4) Bersedia menceritakan perasaan.
5) Bersedia mengungkapkan masalahnya.
Intervensi :
Bina hubungan saling percaya dengan klien:
a) Beri salam setiap berinteraksi.
b) Perkenalkan nama, nama panggilan perawat, dan tujuan berkenalan.
c) Tanyakan dan pangil nama kesukaan klien.
d) Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji.
e) Tanyakan perasaan klien dan masalah yang di hadapi klien.
f) Buat kontak interaksi yang jelas.

16
g) Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien.
TUK II : Klien mampu menyebutkan penyebab menarik diri.
Kriteria evaluasi: Setelah 3 kali interaksi klien dapat menyebutkan minimal
satu penyebab menarik diri dari:
1) Diri sendiri.
2) Orang lain.
3) Lingkungan.
Intervensi
a) Tanyakan pada klien tentang :
1. Orang yang tinggal serumah/teman sekamar klien.
2. Orang yang dekat dengan klien di rumah/di ruang perawatan.
3. Apa yang membuat klien dekat dengan mereka.
4. Orang yang tidak dekat dengan klien di rumah/di ruang perawatan.
5. Apa yang membuat klien tidak dekat dengan orang tersebut.
6. Upaya yang sudah di lakukan agar dekat dengan orang lain.
b) Diskusi dengan klien penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul
dengan orang lain.
c) Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
TUK III : Klien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan
kerugian menarik diri.
Kriteri evaluasi : Setelah 3 kali interaksi dengan klien dapat menyebutkan
keuntungan berhubungan sosial, misalnya :
1) Banyak teman.
2) Tidak kesepian.
3) Bisa diskusi.
4) Saling mendorong.
Dan kerugian menarik diri, misalnya:
1) Sendiri.
2) Kesepian.
3) Tidak bisa diskusi.
Intervensi :
a) Tanyakan pada klien tentang :
1. Manfaat hubungan sosial.
2. Kerugian menarik diri.

17
b) Diskusi bersama klien tentang manfaat berhubungan sosial dan kerugian
menarik diri.
c) Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
TUK IV : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.
Kriteria evaluasi : Setelah 3 kali interaksi klien dapat melaksanakan hubungan
sosial secara bertahap dengan :
1) Perawat.
2) Perawat lain.
3) Klien lain.
4) Kelompok.
Intervensi:
a) Observasi perilaku klien saat berhubungan sosial.
b) Beri motivasi dan bantu klien untuk berkenalan/berkomunikasi dengan:
1. Perawat lain.
2. Klien lain.
3. Kelompok.
c) Libatkan klin dalan trapi aktivitas kelompok (TAK) sosialisasi.
d) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan untuk mningkatkan
kemampuan klien bersosialisasi.
e) Bri motivasi klien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal yang
telah di buat.
f) Beri pujian terhadap kemampuan klien.

TUK V : Klien mampu menjelaskan perasaannya setelah berhubungan sosial.


Kriteria evaluasi : Setelah 3 kali interaksi klien dapat menjelaskan
perasaannya setelah berhubungan sosial dengan :
1) Orang lain.
2) Kelompok.
Intervensi:
a) Diskusikan dengan klien tentang perasaannya stelah berhubungan sosial
dengan :
1. Orang lain.
2. Kelompok.
b) Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.

18
TUK VI : Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan
sosial.
Kriteria Evaluasi:
Setelah 3 kali pertemuan keluarga dapat menjelaskan tentang:
1) Pengertian menarik diri.
2) Tanda dan gejala menarik diri.
3) Penyebab dan akibat menarik diri.
4) Cara merawat klien menarik diri.
Setelah 3 kali pertemuan keluarga dapat mempraktekkan cara merawat klien
menarik diri.
Intervensi :
a) Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung mengatasi
perilaku menarik diri.
b) Diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi perilaku
menarik diri.
c) Jelaskan pada keluarga tentang:
1. Pengertian menarik diri.
2. Tanda dan gejala menarik diri.
3. Penyebab dan akibat menarik diri.
4. Cara merawat klien menarik diri.
d) Latih keluarga cara merawat klien menarik diri.
e) Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang di berikan.
f) Beri motivasi keluarga.
g) Beri pujian kepada keluarga atas keterlibatannya mrawat klien di rumah
sakit.
TUK VII : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Kriteria evaluasi :
Setelah 3 kali interaksi klien menyebutkan:
1) Manfaat minum obat.
2) Kerugian tidak minum obat.
3) Nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat.
Setelah 3 kali interaksi klien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan
benar.

19
Setelah 3 kali interaksi klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa
konsultasi dokter.
Intervensi
Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat,
nama , warna , dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat.
a) Lakukan pemeriksaan TTV klien.
b) Pantau klien saat penggunaan obat.
c) Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar.
d) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.
e) Anjurkan klien untuk konsultasi kepada perawat jika terjadi hal-hal yang
tidak di inginkan.

b. Diagnosa keperawatan II :Harga Diri Rendah


TUM : klien memiliki konsep diri yang positip.
TUK I :klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria Evaluasi :
1) Ekspresi wajah bersahabat
2) menunjukkan rasa senang
3) ada kontak mata
4) mau berjabat tangan
5) mau menyebutkan nama
6) mau menjawab salam
7) klien mau duduk berdampingan dengan perwat
8) mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi:
a) Bina hubungan saling percaya dengan :
1. mengungkapkan prinsip komunikasi teraupetik yaitu sapa klien dengan ramah
baik verbal maupun non verbal, perkenalkan diri dengan sopan
2. tanyakan nama lengkap kliendan nama panggilanyang disukai klien
3. jelaskan tujuan pertemuan
4. jujur dan menepati janji
5. tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
6. beri perhatian kepeda klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.

20
TUK II : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positip yang
dimiliki klien.
Kriteria Evaluasi : Klien mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki :
1) Kemampuan yang dimiliki klien
2) Aspek positif keluarga
3) Aspek positif lingkungan yang dimiliki klien
Intervensi :
a) Diskusikan kemempuandan aspek positif yang dimiliki klien
b) Setiap bertemu klien di hindarkan dari memberi penilaian negative
c) Utamakan member pujian yang realistic
TUK III : Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Kriteria Evaluasi :
Klien menilai kemampuan yang dapat digunakan
Intervensi:
a) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama
sakit
b) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki.
TUK IV : Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki
Kriteria Evaluasi :
1) Klien membuat rencana kegiatan sehari-hari
2) Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Intervensi :
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan
1. Kegiatan mandiri
2. Kegiatan dengan bantuan sebagian
3. Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

21
TUK V : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan
kemampuannya.
Kriteria Evaluasi :
Klien melakukan kegiatan sesui kondisi sakit dan kemampuannya
Intervensi :
a) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b) Beri pujian atas keberhasilan klien
c) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
TUK VI : Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Kriteria Evaluasi :Klien memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga
Intervensi :
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan
hargadiri rendah
b) Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah

F. PELAKSANAAN

No Pasien Keluarga

SP 1. Bina Hubungan Saling Percaya 1. Mendiskusikan masalah yang


(BHSP) dirasakan keluarga dalam merawat
1.
2. Mengidentifikasi penyebab isolasi pasien
sosial pasien 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
3. Berdiskusi dengan klien tentang gejala isolasi sosial yang dialami
keuntungan berinteraksi dengan klien beserta proses terjadinya
orang lain 3. Menjelaskan cara-cara merawat
4. Berdiskusi dengan klien tentang pasien isolasi sosial
kerugian tidak berinteraksi dengan
orang lain
5. Mengajarkan pasien cara
berkenalan dengan satu orang
6. Menganjurkan klien memasukkan
kegiatan latihan berbincang-

22
bincang dengan orang lain dalam
kegiatan harian
SP 1. Bina Hubungan Saling Percaya 1. Melatih keluarga mempraktekkan
(BHSP) cara merawat pasien dengan
2.
2. Mengevaluasi jadwal kegiatan isolasi sosial
harian pasien 2. Melatih keluarga mempraktekkan
3. Memberikan kesempatan kepada cara merawat langsung kepada
pasien mempraktekkan cara pasien isolasi sosial
berkenalan dengan satu orang
4. Membantu pasien memasukkan
kegiatan berbincang-bincang
dengan orang lain sebagai salah
satu kegiatan harian
SP 1. Bina Hubungan Saling Percaya 1. Membantu keluarga membuat
(BHSP) jadwal aktivitas di rumah
3
2. Mengevaluasi jadwal kegiatan termasuk minum obat (discharge
harian pasien planning)
3. Memberikan kesempatan kepada 2. Menjelaskan follow up pasien
pasien mempraktekkan cara setelah pulang
berkenalan dengan dua orang atau
lebih
4. Menganjurkan klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
Sumber : Damaiyanti, Mukripah & Iskandar (2012)

G. EVALUASI
Menurut Keliat (2005), evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk
menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus-menerus
pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi
dapat dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan
membandingksn respon klien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan.

23
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP (Subyek, Obyek,
Assisment, Planning), sebagai pola pikir:
S : Respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A : Analisa ulang atas data subyektif dan obyektif urk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi
dengan masalah yang ada
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien

Rencana tindak lanjut dapat berupa:


1) Rencana teruskan, jika masalah tidak berubah
2) Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan
tetapi belum memuaskan
3) Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang
dengan masalah yang ada serta diagnose lama dibatalkan
4) Renc atau diagnose selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang diperlukan
adalah memelihara dan mempertahankan kondisi yang baru
Klien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evaluasi agar dapat melihat perubahan dan
berupaya mempertahankan dan memelihara perubahan yang positif. Pada evaluasi
sangat diperlukan reinforcement untuk menguatkan perubahan yang positif. Klien dan
keluarga juga dimotivasi untuk melakukan self-reinforcement (Keliat, 2005).
Pendokumentasian dalam setiap tindakan yang dilakukan perawat berperan penting
untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang tercapai atas tindakan
keperawatan yang telah dilakukan.

24
BAB IV
PENUTUP
C. Kesimpulan
Isolasi social adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Klien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain. Isolasi social merupakan upaya klien untuk menghindari
interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi
dengan orang lain.

D. Kritik dan Saran


Adapun saran yang penulis berikan agar kesehatan jiwa optimal:
1. Diharapkan pada keluarga klien apabila sudah pulang maka keluarga tetap melakukan
control ke RSJ.
2. Diharapkan adanya kerjasama dengan baik antara dokter, perawat dan tim medis
lainnya guna memperlancar proses keperawatan.
3. Diharapkan kepala keluarga harus sering mengunjungi klien ke RSJ karena dapat
membantu proses penyembuhan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M., dan Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Dhanu. (2013). Penderita Gangguan Jiwa Di Indonesia. (online).


(http://www.libary.upnj.ac.id). Diakses 12 September 2018

Fitria, Nita. (2012). Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP Dan SP). Jakarta: Salemba
Medika

Keliat, Budi Ana. Dkk. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2. Jakarta: EGC

Keliat, Budi Ana. Dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic
Course). Jakarta: EGC

Nasir, A., dan Muhith, A. (2010). Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa: Pengantar Dan Teori.
Jakarta: Salemba Medika

Saryono. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jogjakarta: Mitra Cendikia

Suliswati. dkk. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC

Wardani. (2013). Jumlah Gangguan Jiwa Isolasi Sosial Di Jawa Tengah. (Online).
(Http://Eprints.Com). Diakses 12 September 2018

Yosep, Iyus. (2011). Keperawatan Jiwa. Edisi Revisi. Bandung: Refika Aditama

26

Anda mungkin juga menyukai