Anda di halaman 1dari 3

BAB II

PEMBAHASAN

Pendidkan islam dalam pendekatan sosiologi

Sosiologi merupakn suatu disiplin ilmu sosial yang mempelajari tentang


masyarakat1. Masyarakat menurut Emile Durkheim seperti yang di kutip oleh Ishomurdin,
itu atas kelompok-kelompok manusia yang hidup secara kolektif2. Kehidupan tersebut
memerlukan interaksi antara satu dengan yang lain, sedangkan seorang sosiolog (Alvin
Bethrand di ikuti Bahrien T. Sugihen) memandang sosiologi sebagai ilmu yang
mempelajari dan menjelaskan tentang hubungan antar manusia (human relationship) 3.
Secara esensial sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan manusia dalam hidup di
tengah-tengah masyarakat.

Unsur pertama dalam sosiologi :

 Interaksi
 Masyarakat
 Proses &
 Kehidupan manusia

1. Menurut Aguste Comte, yang dinamakan masyarakat adalah kelompok-kelompok makhluk hidup dengan
realitas-realitas baru yang berkembang menurut hokum-hukumnya sendiri dan berkembang menurut pola
perkembangannya sendiri. Abdul Syani. Sosiologi Skematika, Teori , Dan Terapan. Bandung, Bumi
Aksara.1992. Hal :4
2. Ishomuddin.Sosiologi Perspektif Islam. Malang. UMM Press.1997. Hal : 9
3. Bahrun T. Sugihen.Sosiologi Pedesaan : Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.1996.Hal:4

Dalam prakteknya sosiologi juga di terapkan dalam pendidikan yang muncul ilmu
terapan yaitu sosiologi pendidikan yang di definisikan oleh Ary H. Gunawan sebagai
sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang
fundamental4. Sedangkan oleh S. Nasution sosiologi pendidikan di artikan sebagai ilmu
yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan2 untuk
mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik5.

Titik letak dari pandangan ini ialah prioritas kepada kebutuhan masyarakat dan bukan
kebutuhan individu, peserta didik adalah anggota masyarakat. Pengalaman pembangunan
Indonesia selama orde baru telah mengarah kepada paham developmentalisme yang
menekan kepada pencapaian pertumbuhan yang tinggi. Target pemberantasan buta huruf,
target pelaksanaan wajib belajar 9 tahun dan 12 tahun.

Salah satu pandangan sosiologisme yang sangat populer adalah konsiensialisme yang
di kumandangkan oleh ahli pikir pendidikan terkenal Peulo Freire. Seorang doktor sejarah
dan filsafat pendidikan universitas resive, brazil. Konsiensialisme yang di kumandangkan
Freire merupakan suatu pandangan pendidikanyang sangat mempunyai kadar politis karena
di hubunhgkan dengan situasi kehidupan politik terutama di negara-negara amerika latin.
Dalam pendidikan pembebasan Paulo freire melihat fungsi hakikat pendidikan sebagai
pembebasan manusia dari berbagai penindasan. Sekolah harus berfungsi membangkitkan
kesadaran bahwa manusia adalah bebas.
“Konseptualisasi”

Hakikat pendidikan dapat di kategorisasikan dalam dua pendapat yaitu pendekatan


epistemologis dan pendekatan ontologib atau metafisik, pendekatan yang berbeda-beda
akan melahirkan penekanan yang berbeda-beda pula dalam mendekati suatu objek.
Pendekatan tersebut mencari makna pendidikan sebagai ilmu yaitu objek yang akan
merupakan dasar analisis yang akn membangun ilmu pengetahuan yang di sebut ilmu
pendidikan. Artinya manuusia hanya dapat di manusiakan melalui proses pendidikan.

4. Ary H. Gunawan.Sosiologi Pendidikan : Suatu Analisis Sosiologi Tentang Perlbagai Problem Pendidikan.
Jakarta : Renika Cipta.2000. Hal:45
5. Ibid. Hal : 3

Dalam konsep epistemologi pendidikan, perbedaan materi pelajaran dan perbedaan


sosial-budaya-ekoonomi-politik yang di jalani peserta didik dan pendidik itu hanya
merupakan manifestasi bentuk luarnya, namun secara substansial sama.

Hakikat pendidikan dapat di golongkan atas dua kelompok besar yaitu Pendekatan
3
reduksionisme dan holistik-intergratif. Pendekatan reduksionisme melihat proses
pendidikan peserta didik dan keseluruhan termasuk lembaga-lembaga pendidikan,
menampilkan pandangan ontologis maupun metafisis tertentu mengenai hakikat
pendidikan.

Peserta didik, anak manusia, tidak hidup secara terisolasi tetapi dia hidup dan
berkembang di dalam suatu masyarakat tertentu, yang berbudaya, yang mempunyai visi
terhadap kehidupan di masa depan, bahwa pendidikan islam adalah suatu proses yang
komprehensif dari pengembangan kepirbadian manusia secara keseluruhan yang meliputi
intelektual, spriitual, emosi, dan fisik6. (M. Kamal Hasan dikutip Samsul Nizar).

Hakikat pendidikan adalah suatu proses menumbuhkembangkan eksistensi peserta


didik yang memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal,
Nasional, dan global.

Komponen-komponen hakikat pendidikan antara lain:

a. Pendidikan merupakan suatu proses berkesinambungan.


b. Proses pendidikan berarti menumbuhkembangkan eksistensi manusia
c. Eksistensi manusia yang memasyarakat
d. Proses pendidikan dalam masyarakat yang membudaya
e. Proses bermasyarakat yang membudaya mempunyai dimensi-dimensi waktu dan
ruang.

Komponen-komponen hakikat pendidikan itu harus di integralkan dalam kurikulum


pendidikan islam sebagai langkah awal membangun paradigma pendekatan hoolistic-
integratif. Sesuatu di luar konteks pembelajaran atau konteks sekolah yang masih
mempengaruhi atau membawa implikasi logis-konstruktif pada peserta didik dapat kita
asumsikan bahwa itu adalah kurikulum. (J. Galen Sailor & William M. Alexander).

6. Samsul Nizar.Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan Islam.Gaya Media Pratama.2001. Hal : 93

4
Performa kurikulum islam yang memegang konsep Continue Education dan Life
Long Education terbentuk dengan problem klasik yang tetap aktual karena masih sering
segar di persoalkan oleh para pakar pendidikan (islam) dan telah menjadi publik image
bahwa adanya dikotokonik dalam dunia pendidikan islam. Problema dikotonik mendorong
pada dualitas fundamental dan menfregmentasi atau mengkristalisasi paradigma menjadi
dua wilayah, yaitu : antara konservatif – status quo dan Liberal-konsektual7.

Nah…. Ketika tuntutan era menghendaki manusia instans dengan human resource
yang tinggi dan juga pada capability, pendidikan Liberal – Konstektual mampu untuk
menghadirkan dan menyajikannya. Akan tetapi karakteristik pendidikan Liberal-
Konstektual adalah sebagai refeksi pemikiran dan kultur abad XVIII-XIX yang di tandai
dengan isolirnya terhadap agama, skularisme Negara, materialme, penyangkalan terhadap
wahyu dan penghapusan nilai-nilai etika yang kemudian di gantikan dengan pragmatism 8.
Materialisme akan bermunculan sikap hedonistik – empiristik tanpa ada landasan pada
humanis teosentris.

Seharusnya sikap rasionalistik – empiristik di kembangkan dalam frame etiket yang


respresentatif untuk membangun peradaban manusia. Ketidak mampuan manusia untuk
mendeduktifkan dan meninduktifkan penjelajahannya terhadap nomena secara holistic-
komprehensif membutuhkan kurikulum atau planning of learning yang berdiferensial
qur’anik dan sunnatik. Dengan landasan itu nilai-nilai pendidikan yang terancang dalam
kurikulum dapat di jadikan sebagai Way Of Life yang di yakini sebagai respresentasi dari
kebenaran. Namun,metodologi klasiknya tidak akan pernah atau belum mampu
melahirkan manusia instans yang mempunyai human resource dan capability yang tinggi.
Seharusnya yang perlu di persiapkan oleh kurikulum untuk mencapai (goal) pendidikan
yang mempunyai sifat integrated dan komperhensif, mencakup ilmu agama dan ilmu
umum, maka ketika sifat integrated dan komperhensif mampu mewujudkan “ Consius Of
God dengan Spirit Liberating and Civitizing”.

7. Dua istilah tersebut adalah konstruksi dari penulis sendiri. Asumsi penulis berkenaan dengan istilah konservatif-
status qup bahwa pendidikan Islam masih berpatokan pada transfer of knowledge and sich tanpa mengembangkan
pada tataran metodologi ilmu pengetahuan. Ini di indikasikan dengan masih berpegang teguhnya para Sarjana
Pendidikan Islam pada nilai klasikalnya, walaupun pada hari ini paradigma tersebut ada pergeseran. Sedangkan
istilah Liberal-konstektual adalah Pendidikan Liberalis – Kontektual yang selalu mengikuti alur ruang dan waktu
atau dalam bahasa lain Pendidikan Liberalis-Konstektual terkonstruksi sesuai dengan tuntutan era.
8. Amrullah Achmad,Kerangka Dasar Masalah Paradigma Pendidikan Islam, dalam Pendidikan Islam.. Op Cit.
Hal : 86

Mengapa hal seperti itu harus di lakukan dengan rancangan dan langkah-langkah
kongkrit? Yang pertama dan paling fundamental di tarik keranah pendidikan sendiri adalah
pengkonstrukan mainstream dan paradigma intregrated atau pada penguasaan epistemologi
nondikotomiknya yang nantinya mampu untuk menciptakan konkrit solution. 5Artinya
kemampuan berfikir manusia harus merupakan suatu kemahiran dasar (basic skill).
Kemampuan berfikir tidak bisa di harapkan lahir dengan sendirinya sebagai by product
dari proses belajar mengajar.

Anda mungkin juga menyukai