Anda di halaman 1dari 18

Makna Seks Bebas Pranikah Di Kalangan Remaja (Studi Pada Remaja Di Mantang,

Kecamatan Mantang, Kabupaten Bintan)

I. Latar Belakang

Dalam setiap kehidupan pasti semua orang pernah mengalami proses perubahan. Namun
tidak semua dalam perubahan masyarakat itu sesuai dengan nilai dan norma sosial, ada pula
yang melakukan aktivitasnya tidak sesuai dengan nilai dan norma. Karena tidak sesuai
dengan nilai dan norma sehingga terjadi penyimpangan sosial. Oleh karena itu, dalam masa
perubahan masyarakat, banyak sekali timbul masalah sosial, yang meng-akibatkan
perubahan-perubahan pula terhadap nilai-nilai kemasyarakatan lama yang dianggap tidak
sesuai lagi dengan tuntutan zaman (Abdulsyani, 2012)

Titik permasalahan yang menjadikan sekelompok orang menjadi menyimpang adalah


cara manusia itu sendiri dalam mencapai tujuan. Semua orang memiliki tujuan dan kehendak
untuk kepuasan diri. Namun tidak semua orang mendasarkan diri pada tatanan nilai dan
norma yang ada dalam memenuhi kebutuhannya. Ada sebagian kelompok orang menilai
bahwa nilai dan norma justru dianggap sebagai bentuk pengekangan atas kebebasan dirinya.
Motif untuk mencapai tujuan dengan caranya sendiri tanpa mengindahkan nilai dan norma
masyarakat itulah yang menjadi faktor pendorong sekelompok orang melakukan
penyimpangan (Kolip dan Setiadi, 2013)

Perilaku dapat dianggap menyimpang apabila tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-
norma sosial yang berlaku dalam masyarakat atau dengan kata lain penyimpangan adalah
segala macam pola perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri terhadap kehendak
masyarakat (Herdiyanto). Senada dengan itu, situasi sosial yang tidak diinginkan oleh
sejumlah orang karena dikhawatirkan akan mengganggu sistem sosial dan perilaku orang-
orang yang terlibat didalamnya merupakan perilaku yang menyimpang dari nilai atau norma-
norma ( Adang dan Anwar, 2013). Sejalan dengan itu, Kartini Kartono menyatakan bahwa
perilaku menyimpang adalah tingkah laku yang tidak adekuat, tidak bisa di terima oleh
masyarakat pada umumnya, dan tidak sesuai dengan norma sosial yang ada (Kartono, 2013)
Minddendorff menyatakan bahwa ada kenaikan jumlah juvenile delinquency (kejahatan
anak remaja) dalam kualitas, dan peningkatan dalam kegarangan serta kebengisannya yang
lebih banyak dilakukan dalam aksi-aksi kelompok dari pada tindak kejahatan individual.
Juvenile Delinquency ialah perilaku jahat/dursila, atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda
merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan
oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah
laku menyimpang (Kartono, 2005)..
Juvenile berasal dari bahasa Latin “juvenilis”, artinya anak-anak, anak muda, ciri
karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja. Delinquent berasal dari
kata Latin “delinquere ” yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas
artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, peneror,
tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila, dan lainlain. Fakta kemudian menunjukkan
bahwa semua tipe kejahatan remaja itu semakin bertambah jumlahnya dengan semakin
lajunya perkembangan industrialisasi dan urbanisasi.
Di kota-kota industri dan kota besar yang cepat berkembang secara fisik, terjadi kasus
kejahatan yang jauh lebih banyak daripada dalam masyarakat primitif atau di desa-desa.
Kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh remaja di bawah usia 17 tahun sangat beragam
mulai dari perbuatan yang amoral dan anti sosial tidak dapat dikategorikan sebagai
pelanggaran hukum. Bentuk kenakalan remaja tersebut seperti: kabur dari rumah, membawa
senjata tajam, dan kebut-kebutan di jalan, sampai pada perbuatan yang sudah menjurus pada
perbuatan kriminal atau perbuatan yang melanggar hukum seperti; pembunuhan,
perampokan, pemerkosaan, seks bebas, pemakaian obat-obatan terlarang, dan tindak
kekerasan lainnya yang sering diberitakan media-media masa.
Disadari atau tidak disadari pasti semua orang pernah melakukan tindakan menyimpang,
baik dalam skala besar maupun kecil akan berakibat terganggunya keseimbangan kehidupan
dalam masyarakat. Tindakan menyimpang dapat terjadi di mana saja, kapan saja, dan
dilakukan oleh siapa saja. Sejauh mana penyimpangan itu terjadi, besar atau kecil, dalam
skala luas atau sempit tentu akan berakibat terganggunya keseimbangan kehidupan dalam
masyarakat(Herdiyono,). Memang tidak ada alasan untuk mengasum-sikan hanya mereka
yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena
pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi
tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang berwujud
penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri dari dorongan-
dorongan untuk menyimpang.
Namun dalam hal ini peneiti lebih memfokuskan pada perilaku menyimpang pada remaja
yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Perilaku seks di luar nikah bukanlah
barang baru, mengingat gejala itu sudah sudah menjadi menu berita sehari-hari di berbagai
media massa. Gejala-gejala ini secara umum diakui sebagai salah perbuatan menyimpang
sebab sistem nilai dan norma sosial yang berlaku pada umumnya adalah persyaratan
seseorang untuk menjalin hubungan seks adalah melalui proses yang dibenarkan menurut
norma-norma, baik norma susila, norma agama maupun norma hukum.8
Berdasarkan survei yang telah dilakukan bahwa ketika mulai beranjak dewasa (usia 18),
survei menunjukkan bahwa lebih dari 60 persen individu pernah melakukan hubungan seks.9
Belakangan ini memang hubungan seks pranikah menjadi fenomena yang melanda kaum
remaja.
Seks bebas sendiri mencapai 18,3%. Pada tahun 2010, hamil di luar nikah karena
diperkosa sebanyak 3,2%; karena sama-sama mau sebanyak 12,9% dan tidak terduga
sebanyak 45%. Seks bebas sendiri mencapai 22,6%. Selain itu, menurut data yang diperoleh
dari Media Indonesia, rata-rata terdapat 17% kehamilan yang terjadi per tahun, merupakan
kehamilan yang tidak diinginkan (Andayani,2005).
Banyak yang ingin melakukannya lantaran ingin tahu. Wajar saja secara alamiah
manusia perlu seks. Namun, seks yang seperti apa? Seks yang telah diatur secara hukum
maupun agama. Nah, seks bebas dalam artian hubungan badan di luar pernikahan dianggap
sebagai kesalahan. Pilihan saya jatuh kepada masa remaja itu adalah karena masa remaja
adalah bagian umur yang sangat banyak mengalami kesukaran dalam hidup.10 Remaja
sebagai generasi muda merupakan aset bangsa yang sangat penting karena pada pundaknya
terletak tanggung jawab kelangsungan hidup bangsa.
Remaja adalah pribadi yang terus berkembang menuju kedewasaan, dan sebagai proses
perkembangan yang berjalan natural, remaja mencoba berbagai perilaku yang terkadang
merupakan perilaku yang berisiko (Smet, 1994). Masa remaja merupakan masa peralihan dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa muda. Masa remaja berada dalam kisaran usia 12-24
tahun (WHO) atau 10-19 tahun (kemenkes RI, 2008) merupakan masa yang penting dalam
perkembangan fisik dan psikis individu. Pada masa ini terjadi perubahan-perubahan besar dan
cepat dalam proses pertumbuhan fisik, kognitif dan psikososial atau tingkah laku serta
hormonal yang termasuk salah satunya adalah tentang sex (Pinem, 2009).

kematangan secara seksual membuat remaja menjadi mudah terangsang akan hal-hal yang
berbau seksualitas karena dorongan seksual yang meningkat Kematangan dan perkembangan
seorang remaja sering kali terpengaruhi oleh banyaknya masalah yang dihadapi baik secara
internal maupun eksternal ( Pudjono,1993)
Seksualitas merupakan kebutuhan biologis yang kodrati sifatnya seperti halnya kebutuhan
makan, akan tetapi pemahaman seksualitas tidak lepas dari konteks sosial budaya yang telah
ikut mengaturnya sebab itu pemahaman perilaku dan orientasi seksualitas dapat berbeda dari
satu budaya ke budaya lain atau dari jangka waktu satu ke jangka waktu yang lain. Masalah
seksual mungkin sama panjangnya dengan perjalanan hidup manusia, karena kehidupan
manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Meskipun demikian masalah seksual seakan-
akan tidak pernah habis dan tuntas dibahas orang dari masa ke masa.Ironisnya, pada saat
remaja awal menghadapi masa peralihan, mulai timbul jarak antara remaja awal dan orangtua
(Collins, dkk dalam Fulligni dan Eccles, 1993). Hal tersebut timbul karena pada masa
peralihan remaja juga merupakan masa penting dalam hubungan sosialnya Remaja awal
cenderung untuk lebih dekat dengan teman-teman sebayanya. Seringkali, teman sebaya
menjadi pusat bertanya dan berdiskusi dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi.
Termasuk permasalahan seksualitas yang ingin diketahuinya.
Seks pranikah dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku
menyimpang. Tingkah laku menyimpang adalah tingkah laku yang tidak bisa diterima oleh
masyarakat pada umumnya, dan tidak sesuai dengan norma sosial yang ada (Kartono, 2013).
Dijelaskan di dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat
penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial
yang berlaku. Untuk mengetahui latar belakang perilaku menyimpang perlu membedakan
adanya perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena si
pelaku kurang memahami aturan-aturan yang ada, sedangkan perilaku menyimpang yang
disengaja bukan si pelaku tidak mengetahui aturan yang ada. Pada kondisi tertentu perilaku
menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang menggangu. Kondisi tersebut apabila di
dukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan disertai sifat atau kepribadian yang
kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-
perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat.
Adanya perubahan hormon seksual yang dialami remaja, maka dorongan untuk
melakukan seks pun meningkat. Mereka mulai tertarik pada jenis kelamin lain, mereka mulai
mengenal apa yang dinamakan cinta, saling memberi dan menerima kasih sayang dari orang
lain. Hal ini merupakan awal ketertarikan lawan jenis, yang kemudian berlanjut dengan
berpacaran di mana ekspresi perasaan pada masa pacaran diwujudkan dengan bersentuhan,
berpegangan tangan, berpelukan, dan berciuman serta bercumbuan yang pada dasarnya
adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksualnya. Maka dari itu
pacaran merupakan pintu masuk pertama terjadinya penyimpangan seksual.
Seks bebas merupakan hubungan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan tanpa
adanya ikatan perkawinan. Menurut Desmita (2005) mengemukakan berbagai bentuk tingkah
laku seksual, seperti berkencan intim, bercumbu, sampai melakukan kontak seksual. Bentuk-
bentuk perilaku seks bebas yaitu: Petting adalah upaya untuk membangkitkan dorongan
seksual antara jenis kelamin dengan tanpa melakukan tindakan intercourse. Oral –genital
seks adalah aktivitas menikmati organ seksual melalui mulut. Tipe hubungan seksual model
oral-genital ini merupakan alternative aktifitas seksual yang dianggap aman oleh remaja
masa kini. Sexual intercourse adalah aktivitas melakukan senggama. Pengalaman
Homoseksual adalah pengalaman intim dengan sesama jenis.
Menurut Sarwono (2002) beberapa bentuk perilaku seks bebas, yaitu: Kissing, Saling
bersentuhan antara dua bibir manusia atau pasangan yang didorong oleh hasrat seksual.
Necking, Bercumbu tidak sampai pada menempelkan alat kelamin, biasanya dilakukan
dengan berpelukan, memegang payudara, atau melakukan oral seks pada alat kelamin tetapi
belum bersenggama. Petting, Bercumbu sampai menempelkan alat kelamin, yaitu dengan
menggesek-gesekkan alat kelamin dengan pasangan namun belum bersenggama. Intercourse,
Mengadakan hubungan kelamin atau bersetubuh diluar pernikahan.
Di Indonesia pada remaja berusia 15 tahun ditemukan bahwa 39% remaja perempuan dan
57% remaja laki-laki melakukan petting. Kemudian data penelitian juga menunjukkan bahwa
frekuensi untuk melakukan hubungan sexual intercourse lebih banyak terjadi pada remaja
laki-laki dibandingkan dengan remaja perempuan.
Fenomena Seks Bebas dan kecenderungan terhadap seks di Kalangan Remaja Persentase (%)
Pernah menonton film porno 97% Pernah ciuman, petting, seks oral 93,7% Remaja SMP & SMU
tidak perawan/perjaka lagi 62,7% Remaja SMP & SMU pernah Aborsi 21,2% (Komnas
Perlindungan Anak, 2007).
Seks mereka bersifat tidak tetap atau cenderung tidak setia pada pasangan mereka.
Dengan demikian seks pranikah dapat didefinisikan sebagai aktivitas hubungan seksual yang
tidak teratur dan dilakukan sebelum menikah, sesuai dalam penelitian ini perilaku seks
pranikah yang di maksud ialah aktivitas hubungan badan yang dilakukan bersama pasangan
kencannya. Karena melakukan hubungan seks pranikah bersama pasangan didasarkan pada
perasaan suka sama suka. Apabila terus dibiarkan akan dapat berdampak buruk dan semakin
membahayakan bagi diri remaja itu sendiri, keluarga maupun orang lain. Karena itu sudah
menjadi tanggung jawab semua pihak dan menjadi pemikiran serius bagi orang tua,
masyarakat, pendidik, agamawan bahkan remaja itu sendiri.
Banyaknya variasi seksualitas dan perilaku seksual membutuhkan perspektif yang holistik
atau menyeluruh. Bagaimanapun kesehatan seksual memiliki banyak dimensi antara lain
sosio-kultural, agama dan etika, psikologi dan biologis. Dimensi sosio-kultural merupakan
dimensi yang melihat bagaimana seksualitas muncul dalam relasi antar manusia, bagaimana
seseorang menyesuaikan diri dengan tuntutan peran dari lingkungan sosial serta bagaimana
sosialisasi peran dan fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia. Dengan kata lain
seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang menentukan apakah perilaku
tersebut di terima atau tidak berdasarkan kultur yang ada sehingga keragaman kultural secara
global menyebabkan variabilitas yang sangat luas dalam norma seksual dan menghadirkan
spektrum tentang keyakinan dan nilai yang luas. Misalnya, perilaku yang tidak diperbolehkan
selama pacaran, hal-hal yang di anggap merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan
larangan dalam perilaku seksual atau menentukan peran yang boleh dan tidak boleh dinikahi.
Singkatnya, setiap masyarakat memainkan peran yang sangat kuat dalam membentuk nilai
dan sikap seksual juga dalam membentuk atau menghambat perkembangan dan ekspresi
seksual anggotanya. Misalnya, bagi penganut bangsa timur khususnya Indonesia, melakukan
hubungan intim di luar nikah merupakan sebuah aib walaupun sekarang mulai memudar,
akan tetapi bagi masyarakat barat hal tersebut merupakan hal yang wajar dan biasa terjadi.

Berbagai data diatas, ternyata banyak sekali penyimpangan sosial pada seksual pranikah
remaja berangkat dari pergaulan negatif. Bagi sebagian remaja, pergaulan atau gaul
merupakan sebuah keharusan. Masalah akan timbul bila pergaulan yang dijalani seringkali
tidak diimbangi dan dibentengi dengan citra diri. Hal itu akan mengakibatkan remaja bergaul
tanpa kendali, tanpa batasan norma, etika, hukum dan agama.
Pengaruh-pengaruh inilah yang mengakibatkan adanya perubahan-perubahan dalam perilaku
serta pandangan remaja terhadap apa yang boleh dilakukan dalam berpacaran sudah begitu
memperihatinkan.

Kecamatan Mantang merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Bintan yang


dahulunya merupakan Kabupaten Kepulauan Riau. Kecamatan ini merupakan pemekaran dari
Kecamatan Bintan Timur, yang letaknya di Pulau Bintan. Pembentukan Kecamatan Mantang
berdasarkan Peraturan Daerah Kab. Bintan No.12 Tahun 2007 yaitu tentang pembentukan
Kecamatan Toapaya, Kecamatan Mantang, Kecamatan Bintan Pesisir dan Kecamatan Sri
Kuala Lobam yang di tetapkan di Kijang tanggal 23 Agustus tahun 2007 (Lembaran Daerah
Kab. Bintan No.12 Tahun 2007). Peresmian Kecamatan Mantang telah dilakukan oleh Bupati
Bintan pada tanggal 05 Desember tahun 2007, sejak itu resmilah Kecamatan Mantang yang
memiliki luas ± 1.223,10 Km2, dengan luas perairan ± 1.109,10 Km2 ( 91% ) dan luas
daratannya sebesar ± 114,00 Km2 ( 9% ).
Kecamatan Mantang terbagi menjadi 4 ( empat ) desa dengan jumlah penduduk yaitu:
berbatasan langsung Sebelah Utara : Kecamatan Bintan Timur dan Kecamatan Bintan Pesisir
Sebelah Selatan : Kecamatan Senayang Kabupaten Lingga

Sebelah Barat : Kecamatan Teluk Bintan dan Kec. Galang

Sebelah Timur : Kecamatan Bintan Pesisir

Kecamatan mantang sebagian besar terletak di pulau mantang. Pulau-pulau yang ada
di kecamatan mantang saat ini terdiri dari 39 pulau, dimana 14 diantaranya sudah dihuni dan
25 yang lain merupakan pulau-pulau kecil yang masih kosong. Luas daratan adalah +-
114.00km2, sedangkan lautan 1109.10km2 dengan total luas kecamatan mantang sebesar +-
1223.10km2.

Salah satu kabupaten yang banyak terjadi penyimpangan sosial terkait sek bebas
adalah Bintan. Kepala BPMP-KB Bintan, Kartini menjelaskan peningkatan kenakalan remaja
terutama pelecehan seksual di Bintan dari tahun 2013 hingga 2014 mengalami peningkatan
hampir 200 persen. Hal ini tentu saja, menjadi perhatian khusus pihak BPMP-KB Bintan
untuk lebih intensif dalam mengatasi persoalan tersebut.Untuk jumlah kasus yang terjadi se
lama 2014 saja ada 30 kasus kenakalan remaja yang mayoritas persoalan seks bebas. Angka it
u meningkat dua kali lipat dari tahun 2013 silam. Ada 69.075 anak perempuan (usia masih ba
wah umur) terpaksa menikah dini karena berbagai faktor. Umumnya karena hamil duluan aki
bat pergaulan bebas. Ada juga tindak kekerasan seksual atau pencabulan dan pemerkosaan
serta terhimpit perekonomian keluarga.“Yang mengejutkan, dari 69.075 wanita di bawah um
ur yang nikah dini di Kepri, sebanyak 41,86 persennya disumbangkan dari anak bawah umur
asal Bintan. Tepatnya sebanyak 10.012 anak. Mereka terpaksa berkeluarga karena mengalami
berbagai kasus,” ungkap Uliantina Meity, kepala BKKBN Kepri.

Terutama di Mantang terdapat dengan jumlah penduduk sekitar Mantang lama 973,
Mantang besar 1.436, Mantang baru 999 orang dan Dendun 1.045 orang dengan total
keseluruhan berjumlah 4453 orang, dan jumlah remaja pada umur 12-17 tahun 283 orang
dimana laki-laki 130 orang dan perempuan 153 orang (mantang,2016)

Penelitian yang berkaitan dengan perilaku seks bebas di kalangan remaja sudah
banyak dilakuakan. Penelitian-penelitian tersebut antara lain penelitian yang dilakukan oleh
Fitrawati (2002) dengan judul “seks dan Seksualitas dikalangan siswa SMU 9 Padang”,
Penelitian ini menemukan masih banyak remaja yang miskin informasi yang benar dan tepat
tentang seks, seksualitas dan perilaku seksual. Sehingga pengetahuan dan pemahaman
mereka masih ada yang tidak tepat, bahkan keliru mengenai seks, seksualitas dan perilaku
seksual. Tindakan dan frekuensi perilaku seksual remaja juga sudah mengalami perubahan,
dimana ditemukan tindakan yang sudah menjurus pada pergaulan bebas walaupun dari hasil
penelitian ini tidak sampai melakukan hubungan badan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku seksual yang dilakukan remaja tersebut secara garis besarnya disebabkan oleh faktor
eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar individu seperti teman, lingkungan, orangtua dan
pengaruh media massa. Sedangkan faktor internal yang merupakan faktor yang berasal dari
individu sendiri dari hasil penelitian ini tidak terlalu berpengaruh.
Nanik Utarini (2003) dengan judul “Hubungan antara peer group dan latar belakang
keluarga dengan sikap remaja terhadap perilaku seks pranikah”, Penelitian ini menemukan
bahwa jumlah anggota peer group, keterlibatan anggota peer group dalam perilaku seks
bebas pra nikah, tingkat pendidikan kepala keluarga, tinggi rendahnya aktifitas keagamaan
dalam keluarga dan ada atau tidaknya pendidikan seks dalam keluarga memiliki hubungan
yang signifikan dengan sikap remaja terhadap perilaku seks bebas pra nikah.
Penelitian yang dilakukan oleh Roni Chandra tahun 2002 mengenai “Kontrol sosial
masyarakat terhadap perilaku seks pra nikah mahasiswa di pemondokan” (Studi di
kelurahan Air Tawar Barat kecamatan Padang Utara). Penelitian ini menemukan bahwa
perilaku seks pra nikah mahasiswa dilakukan oleh mahasiswa pemondokan yang berasal dari
luar Sumatera Barat. Pacaran merupakan perilaku yang sudah umum yang sering diikuti oleh
perilaku seks pra nikah dengan tingkatan : (1) berpegangan tangan 14% (2) berpelukan 15%
(3) berciuman 47% (4) berhubungan intim 14%. Sebagian perilaku seks pra nikah sebagian
besar dilakukan di pemondokan. Kontrol sosial masyarakat yang rendah menyebabkan makin
tingginya perilaku seks pra nikah mahasiswa di pemondokan.
Terakhir adalah penelitian Lolita Anggraini (2005) dengan judul “perilaku seks bebas
remaja pedesaan”. Hasil penelitian ini didapatkan alasan remaja pedesaan berperilaku seks
bebas adalah (1) remaja yang sifatnya ingin coba-coba (2) pengaruh teman sebaya (3)
kurangnya perhatian orangtua (4) kurangnya pengamalan agama (5) kurangnya pengetahuan
remaja tentang seks bebas. Sedangkan kontrol sosial masyarakat terhadap remaja yang
melakukan seks bebas sangat longgar. Ini disebabkan karena hilangnya ketauladanan dari
para tokoh dan pemimpin di nagari ini. Penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya.
Penelitian ini lebih banyak mengkaji tentang makna perilaku menyimpang yaitu seks bebas
bagi pelajar SMP. Penelitian terhadap pelajar SMP dilakukan karena ternyata saat ini perilaku
seks bebas yang dilakukan pelajar SMP cukup tinggi, pada pelajar SMP kondisi masih labil
dan baru memasuki tahap ahil balik serta relatif baru menstruasi ternyata juga telah
melakukan perilaku seks bebas. Penelitian ini sengaja dilakukan di Sumatera Barat karena
merupakan kawasan yang terkenal dengan slogan Adat Basandi Syara’, Syara Basandi
Kitabullah. Remaja sekarang ini telah banyak lupa nilai dan norma adat di suatu daerah,
semua itu sudah banyak dilupakan oleh remaja. Etika dan nilai dalam suatu adat sudah tidak
diperhitungkan lagi, mereka terus asyik dengan prilaku yang di anggap remaja itu benar.
Berbagai data diatas, ternyata banyak sekali penyimpangan sosial pada seksual
pranikah remaja berangkat dari pergaulan negatif. Bagi sebagian remaja, pergaulan atau gaul
merupakan sebuah keharusan. Masalah akan timbul bila pergaulan yang dijalani seringkali
tidak diimbangi dan dibentengi dengan citra diri. Hal itu akan mengakibatkan remaja bergaul
tanpa kendali, tanpa batasan norma, etika, hukum dan agama.
Pengaruh-pengaruh inilah yang mengakibatkan adanya perubahan-perubahan dalam
perilaku serta pandangan remaja terhadap apa yang boleh dilakukan dalam berpacaran sudah
begitu memperihatinkan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk men
eliti dengan judul: “Makna Seks Bebas Pranikah Di Kalangan Remaja (Studi Pada Rema
ja Mantang, Kecamatan Mantang, Kabupaten Bintan)”.

II. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perumusan masalah yang akan
diteliti adalah “ Bagaimana makna Seks Bebas Pranikah Di Kalangan Remaja Di Manta
ng, Kecamatan Mantang, Kabupaten Bintan?”

III. Tujuan dan kegunaan penelitian

1. Tujuan penelitian

Tujuan Penelitian adalah jawaban terhadap masalah yang akan dikaji dalam penelitin.
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan maka tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui makna Seks Bebas Pranikah Dikalangan Remaja Di Kec. Mantang Kabupa
ten Bintan.

2. Kegunaan penelitian
a. Secara praktis : Dilihat dari kegunaan penelitian secara praktis penelitian ini dihar
apkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dan pemikiran serta dapat
membantu sebagai bahan informasi mengenai Makna Seks Bebas Pranikah Dikala
ngan Remaja Di Mantang Kecamatan Mantang Kabupaten Bintan
b. secara teoritis : Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan informasi dala
m penelitian-penelitian berikutnya dengan permasalahan penelitian yang sama sert
a menjadi referensi pustaka bagi pemenuhan kebutuhan.

IV. Tinjauan Pustaka

Sebagai kerangka dasar dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori yang berhub
ungan dengan Makna Seks Bebas Pranikah Di Kalangan Remaja Mantang, Kec. Mantang Ka
bupaten Bintan

1. Makna
Berangkat dari pemikirian herbert blumer tentang interaksionalisme si
mbolik yang terdapat makna-makna yang menunjuk kepada sifat khas dari inte
raksi antar manusia. Kekhasannya adalah bahwa manusia saling menerjemahk
an dan saling mendefinisikan tindakannya. Bukan hanya sekedar reaksi belaka
dari tindakan seseorang terhadap orang lain. Tanggapan seseorang tidak di bua
t secara langsung terhadap tindakan orang lain, tetapi didasarkan atas “makna”
yang diberikan terhadap tindakan orang lain itu. Interaksi antar individu, diant
arai pengunaan simbol-simbol, interpretasi atau dengan saling berusaha untuk
saling memahami maksud dari tindakan masing-masing. Jadi dalam proses int
eraksi manusia itu bukan suatu proses dimana adanya stimuus secara otomatis
dan langsung menimbulkan tanggapan atau respon. Tetapi antara stimulus yan
g di terima dan respon terjadi sesudahnya, diantarai oleh proses interpretasi ole
h si aktor. Jelas proses interpetasi ini adalah proses berpikir yang merupakan k
emampuan yang khas yang di miliki manusia.
2. Seks bebas
Seks bebas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hubungan dua jenis
kelamin tanpa adanya ikatan penikahan yang sah. Selanjutnya pengukuran seks
bebas dikalangan remaja sebagai variabel penelitian ini dilihat berdasarkan
indicator pendorong terjadinya seks bebas, sebagai berikut:
a. Proses belajar atau yang dipelajari, yaitu bentuk perilaku yang terjadi akibat
seringnya membaca buku yang berbau porno, menonton vedio porno serta melihat
foto-foto vulgar dari media massa elektronik maupun media massa massa cetak
serta bentuk perilaku dari pengaruh ajakan teman sebaya untuk melakukan
tindakan yang salah (seks bebas).
b. Proses interaksi, yakni bentuk perbuatan yang melibatkan proses komunikasi
yang sering terjalin antara teman sebaya yang mendukung untuk melakukan seks
bebas dengan saling melindungi, saling merahasiakan, serta ketidakpedulian
untuk menegur perbuatan yang salah (seks bebas). Kemudian kurangnya control
orang tua pada anak dan kurangnya pendidikan agama,
c. Aturan yang longgar, yakni bentuk perbuatan melanggar atauran-aturan yang ada
dilingkungan sekitar karena merasa aturan yang ada tidak perlu dipatuhi, karena
tak ada sanksi yang tegas disekitar lingkungan sekitar, dalam hal ini pelanggaran
dengan membawa pasangan serta menjemput di tengah jalan
d. Factor individu yakni suatu perbuatan yang salah yang diperoleh melalui teknik
pergaulan melalui adanya dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk
melakukan sesuatu sesuai yang diinginkan. Dalam hal ini didasari atas dasar
pembuktian cinta dan mencoba-coba.
3. Remaja
Menurut definisi yang dirumuskan WHO, remaja adalah suatu masa pertumbuhan
dan perkembangan saat individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda
tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual, individu mengalami
perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak – kanak menjadi dewasa, terjadi
peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang relatif lebih
mandiri (Fatimah, 2006).
Remaja dalam ilmu psikologis juga diperkenalkan dengan istilah lain, seperti
puberteit, adolescence, dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering pula dikaitkan
pubertas atau remaja. Remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa
kanak-kanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun. Masa
remaja terdiri dari masa remaja awal usia 12-15 tahun, masa remaja pertengahan usia
15-18 tahun, dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun (Monks, et al. 2002). Masa
remaja disebut juga sebagai periode perubahan, tingkat perubahan dalam sikap, dan
perilaku selama masa remaja sejajar dengan perubahan fisik (Hurlock,2004).
Menurut ciri perkembangannya masa remaja dibagi tiga tahap yaitu masa remaja
awal 10 -12 tahun, masa remaja tengah 13 – 15 tahun dan masa remaja akhir 16 – 19
tahun. Ciri – ciri perkembangan remaja perlu dipahami, agar penanganan masalah yang
berkaitan dengan kesehatan reproduksinya dapat dilakukan lebih baik (Depkes RI, 2001).
Ciri khas remaja awal lebih dekat dengan teman sebayanya, ingin bebas, lebih
banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berfikir abstrak. Ciri khas tahap
remaja tengah, yaitu mencari identitas diri, timbul keinginan berkencan mempunyai rasa
cinta yang mendalam, mengembangkan kemampuan berfikir abstrak, berkhayal tentang
aktifitas seks. Ciri khas taraf akhir, yaitu pengungkapan kebebasan diri, lebih sensitif
dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa
cinta, mampu berfikir abstrak (Depkes RI, 2001).
Perubahan psikis yang terjadi pada masa remaja ditandai dengan keinginan untuk
menyendiri, keengganan untuk bekerja, merasa bosan, kegelisahan yang menguasai diri,
emosional, kurang percaya diri, mengkhayal dan berfantasi, mengalami rasa malu yang
berlebihan, keinginan untuk mencoba hal yang belum diketahui, keinginan untuk
menjelajah dan suka akan aktivitas kelompok (Fatimah, 2006).
1. Ciri-ciri masa remaja
Gunarsa (2001) menyebutkan bahwa masa remaja sebagai masa peralihan dari
masa anak ke masa dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai
persiapan memasuki masa dewasa. Semua aspek perkembangan dalam masa remaja
secara global berlangsun antara umur 12–21 tahun, dengan pembagian usia 12-15
tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, 18- 21
tahun adalah masa remaja akhi (Monks,etal. 2002).
2. karakteristik remaja

Menurut Makmun (2003) karakteristik perilaku dan pribadi pada masa remaja terbagi
ke dalam dua kelompok yaitu remaja awal (11-13 dan14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16
dan 18-20 tahun) meliputi aspek:
a. Fisik, laju perkembangan secara umum berlangsung pesat, proporsi ukuran tinggi,
berat badan seringkali kurang seimbang dan munculnya ciri-ciri sekunder.
b. Psikomotor, gerak-gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan serta aktif
dalam berbagai jenis cabang permainan.
c. Bahasa, berkembangnya penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik mempelajari
bahasa asing, menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung segi erotik,
fantastik, dan estetik.
d. Sosial, keinginan menyendiri dan bergaul dengan banyak teman tetapi bersifat
temporer, serta adanya kebergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai
semangat konformitas yang tinggi.
e. Perilaku kognitif
1. Proses berfikir sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidahlogika formal
(asosiasi, diferensiasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak, meskipun
relatif terbatas,
2. Kecakapan dasar intelektual menjalani laju perkembangan yang terpesat,
3. Kecakapan dasar khusus (bakat) mulai menujukkan kecenderungan-
kecenderungan yang lebih jelas.
f. Moralitas
1. Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua
dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua.
2. Sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidahkaidah atau sistem
nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh para
pendukungnya.
3. Mengidentifikasi dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe
idolanya.
g. Perilaku Keagamaan
1. Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan tuhan mulai dipertanyakan
secara kritis dan skeptis.
2. Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup.
3. Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas pertimbangan
adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya.
h. Konatif, emosi, afektif, dan kepribadian
1. Lima kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri, dan
aktualisasi diri) menunjukkan arah kecenderungannya.
2. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalnya masih labil dan belum terkendali seperti
pernyataan marah, gembira atau kesedihannya masih dapat berubah-ubah dan silih
berganti.
V. Konsep operasional

Agar tidak terjadi salah penafsiran terhadap objek yang akan diteliti, maka perlu dijela
skan beberapa konsep yang akan dioperasionalkan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut

1. Makna
Berangkat dari tokoh Herbert Blumer tentang intraksionalisme simbolik yang
bertumpu pada tiga primis yaitu:
a. Manusia bertinndak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada
pada sesuatu itu bagi mereka,
b. Makna tersebut berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain,
c. Makna tersebut di sempurnakan di saat proses interaksi sosial berlangsun
2. Seks bebas

Seks bebas yang di maksud disini adalah seks bebas yang di dasari atas suka s
ama suka yang dilakukan pada pranikah yang di lakukan oleh kalangan remaja yang p
ada akhirnya menjadi kecanduan serta menimbulkan keresahan masyarakat setempat

3. Remaja
Menurut definisi yang dirumuskan WHO, remaja adalah suatu masa pertumbuhan
dan perkembangan saat individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan
tanda tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual, individu
mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak – kanak menjadi
dewasa, terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada
keadaan yang relatif lebih mandiri (Fatimah, 2006).

VI. Metode penelitian

1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang akan di gunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Jenis penelitian kualitatif
adalah jenis penelitian yang berusaha menggali, memahami, dan mencari
fenomena sosial yang kemudian menghasilkan data yang mendalam.
Dari sisi definisi, penelitian kualitatif adalah yang memanfaatkan wawancara terb
uka untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan dan perilaku individu atau k
elompok (Moleong, 2007: 280). Sedangkan tipe penelitian deskriptif adalah tipe p
enelitian yang dapat menggambarkan situasi, keadaan sosial atau hubungan tertent
u secara tertentu (Neuman, 2000: 20).
Jenis Penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif dalam penelitian i
ni akan memberikan gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat, dengan men
cari dan menggunakan data secara langsung pada informan yang di anggap kompe
ten di mana peneliti di sini sebagai instrumen penelitian. Hal ini sesuai dengan tu
juan dari penelitian ini, fenomena makna seks bebas pranikah di kalangan remaja
desa mantang kecamatan mantang kabupaten bintan. Sehingga peneliti ini membut
uhkan data berupa kata-kata tertulis dan lisan.
2. Lokasi penelitian
Penelitian ini di lakukan di mantang kecamatan mantang kabupaten bintan me
ngingat mantang merupakan desa yang baru mekar dan menuju kecamatan yang m
andiri.dalam proses perkembangan ini lokasi ini tidak terlepas dai masalah sosial.
Salah satunya adalah kasus seks bebas. Mengingat bahwa seks bebas adalah salah
satu kasus yang masih tergolong aib dalam pandangan masyarakat mantang yang
mayoritas melayu maka orang yang melakukan seks bebas pranikah tidaklah tamp
ak secara kasat mata. Namun dengan berbagai kemudahan akses media maka dapa
t diketahui ada nya seks bebas pranikah di wilayah ini.
3. Teknik pemilihan informan
Sesuai dengan jenis penelitian bahwa penelitian kualitatif tidak menggunakan
pendekatan populasi dan sampel tetapi yang digunakan dengan pendekatan secara
intensif ke informan yang akan dijadikan sumber data dalam penelitian ini. Penelit
ian menggunakan teknik purposif sampling yaitu teknik pengambilan sampel sum
ber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu itu, misalnya orang
tertentu yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin
sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek atau situ
asi sosial yang diteliti. Pemilihan informan dalam penelitian ini berdasarkan penil
aian atau karakteristik yang diperoleh data sesuai dengan penelitian. (Sugiono, 20
13:218-219).
Adapun informan yang akan diambil dalam penelitian ini disesuaikan dengan
kriteria yang telah ditetapkan peneliti yakni:
1. Remaja yang pernah melakukan hubungan seks bebas pranikah
2. Pihak puskesmas yang menangani masalah langsung tentang prilaku seks
bebas di mantang
3. Keluarga yang telah menikah hamil di luar nikah akibat pergaulan seks bebas
4. Pihak-pihak instasi terkait yang melakukan razia seperti karang taruna,
babimkatmas.
4. Sumber data
a. Data primer
Data primer adalah Menurut Sugiyono (2009:308) bahwa sumber primer
adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data
primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari wawancara dengan key
informance (informan kunci) dan informan lain sebagai pendukung. Sumber ini di
dapat langsung melalui informan.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data, misalnya lewat dokumen atau orang lain. (Sugiyono 2009:308).
Data sekunder diperoleh melalui studi dokumentasi, baik dari buku, jurnal, dan
situs internet untuk mendukung penelitian yang dilakukan, sehingga akan di
peroleh data tentang Fenomena Seks Bebas Pranikah Di Kalangan Remaja Kec.
Mantang, Kab Bintan
Tabel
Sumber Data Bahasan Informan

Data Sekunder Informasi (data) seks 1. Jurnal atau penelitian


bebas yang ada di Bintan terdahulu tentang seks bebas
2. Berbagai sumber media yang
memiliki pemberitaan mengenai
seks bebas. Seperti :
a) Riau pos
b) Barometer rakyat
c) Batam pos
d) Tanjungpinang pos
e) Sijori kepri
f) Media indonesia

VII. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data yang berhubungan dengan penelitian ini, maka


digunakan alat sebagai berikut:

a. Observasi
Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yan sistematis terhadap gejala-
gejala yang diteliti. Observasi menjadi salah satu teknik pengumpulan data apabila
sesuai dengan tujuan penelitian, direncanakan dan dicatat secara sistematis, serta
dapat dikontrol keandalan dan kesahihannya (Husaini Usman dan Purnomo Setiady
Akbar, 2009: 52). Observasi yang akan peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah
mengamati bagaimana perilaku dan tingkah laku remaja yang melakukan Seks Bebas
Pranikah Yang Ada Di Kec. Mantang, Kabupaten Bintan.
b. Wawancara
Wawancara adalah pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada informan
dan dibantu dengan pedoman wawancara yang telah disesuaikan dengan bahan
penelitian.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung
ditujukan kepada subjek penelitian. Dokumen yang diteliti dapat berupa berbagai
macam, seperti foto-foto, buku harian, surat pribadi, laporan, notulen rapat, catatan
kasus dalam pekerjaan sosial, dan dokumen lainnya (Irawan Soehartono, 2008 : 70-
71). Dalam hal ini peneliti menggunakan dokumen berupa penelitian terdahulu yang
pernah meneliti tentang seks bebas pranikah, buku panduan yang sesuai dan dari
website resmi yang berkaitan.

VIII. Teknik Analisis Data

Pada prinsipnya analisis merupakan proses mengolah data dan menyusun data
sistematis untuk mempermudah di baca dan diinterpretasikan. Untuk mewujudkan ini peneliti
menggunakan analisis data secara kualitatif. Metode ini digunakan untuk menjelaskan data
yang telah di susun dalam kalimat-kalimat yang mengandung pengertian dan dapat
disimpulkan. Dengan analisis secara kualitatif, peneliti berharap dapat memberikan
penjelasan yang akan mudah untuk diterima dan dimengerti oleh masyarakat.

Miles dan Huberman (Silalahi, 2010:339) kegiatan analisa terdiri dari tiga alur
kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu :

a. Reduksi Data
Reduksi data yaitu suatu bentuk proses analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan dan transformasi dari catatan data yang diperoleh di
lapangan dengan cara membuat ringkasan dan menelusuri tema permasalahan serta
mengorganisasikan data dengan sedemikian rupa hingga dapat ditarik kesimpulan-
kesimpulan akhirnya dan diverifikasi.
b. Penyajian data
adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian
data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif. Penyajian juga dapat berbentuk
matriks, grafik, jaringan, dan bagan. Semua dirancang guna menggabungkan
informasi yang tersusun dalam bentuk yang padu dan mudah dipahami.
c. Penarikan kesimpulan atau veritifikasi
merupakan kegiatan di akhir penelitian kualitatif. Penelitian harus sampai pada
kesimpulan dan melakukan verifikasi, baik dari segi makna maupun kebenaran
kesimpulan yang disepakati oleh subjek tempat penelitian itu dilaksanakan (Husaini
Usman, 2009).

Anda mungkin juga menyukai