Anda di halaman 1dari 12

RANGKUMAN EVALUASI, TES PERBUATAN, TES, KKM,

DAN SKALA SIKAP

TUGAS AKHIR

Ditujukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Pengantar Evaluasi Pembelajaran
Dosen Pengampu: Erna Labudasari, M. Pd

Oleh:
Nama : Velia Aprilianti
NIM : 160641220
Kelas : SD16.A5

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN ILMU DAN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................... i

ISI .................................................................................................................... 1

A. Evaluasi ................................................................................................ 1
B. Tes Perbuatan ....................................................................................... 3
C. Tes ........................................................................................................ 5
D. KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)................................................... 6
E. Skala Sikap ........................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................


ISI

A. Evaluasi
1. Pengertian Evaluasi
Menurut Arifin (2014:5), Evaluasi adalah suatu proses bukan suatu
hasil (produk). Hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi adalah kualitas
sesuatu, baik yang menyangkut tentang nilai atau arti, sedangkan kegiatan
untuk sampai pada pemberian nilai dan arti itu adalah evaluasi. Menurut
Yusuf (2015:20), Evaluasi adalah suatu proses penggambaran,
pemerolehan, dan penyediaan informasi yang berguna untuk penetapan
alternatif-alternatif keputusan. Menurut Ega (2016:15), Evaluasi
merupakan suatu proses, dimana informasi dan pertimbangan diolah untuk
membuat suatu kebijaksanaan yang akan datang.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi
adalah suatu proses pemberian makna, arti, nilai, atau kualitas tentang
suatu objek yang dievaluasi dan penyediaan informasi yang berguna untuk
membuat keputusan tentang suatu objek.
2. Ciri-ciri Evaluasi dalam Pembelajaran
Menurut Arikunto (2005:27), ciri-ciri evaluasi dalam pembelajaran
yaitu sebagai berikut:
a. Penilaian dilakukan secara tidak langsung.
b. Penggunaan ukuran kuantitatif, artinya menggunakan symbol bilangan
sebagai hasil pertama pengukuran.
c. Menggunakan unit-unit untuk satuan-satuan yang tetap karena IQ 105
termasuk anak normal.
d. Bersifat relatif, artinya tidak sama atau tidak selalu tetap dari satu
waktu ke waktu yang lain.
Berdasarkan kutipan diatas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri evaluasi
dalam pembelajaran yaitu penilaian dilakukan secara tidak langsung,
penggunaan ukuran kuantitatif, menggunakan unit-unit untuk satuan-
satuan yang tetap, dan bersifat relatif.
3. Prinsip-prinsip Umum Evaluasi
Menurut Arifin (2014:30), untuk memperoleh hasil evaluasi yang
lebih baik, maka kegiatan evaluasi harus bertitik tolak dari prinsip-prinsip
yaitu sebagai berikut:
a. Kontinuitas
Evaluasi tidak boleh dilakukan secara incidental karena
pembelajaran itu sendiri adalah suatu proses yang kontinu. Oleh sebab
itu, evaluasi pun harus dilakukan secara kontinu. Hasil evaluasi yang
diperoleh pada suatu waktu harus senantiasa dihubungkan dengan hasil-
hasil pada waktu sebelumnya, sehingga dapat diperoleh gambaran yang
jelas dan berarti tentang perkembangan peserta didik.
b. Komprehensif
Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu objek, guru harus
mengambil seluruh objek itu sebagai bahan evaluasi. Misalnya, jika
objek evaluasi itu adalah peserta didik, maka seluruh aspek kepribadian
peserta didik itu harus dievaluasi, baik yang menyangkut kognitif,
afektif, maupun psikomotor.
c. Adil dan Objektif
Dalam melaksanakan evaluasi, guru harus berlaku adil tanpa pilih
kasih. Guru juga harus bertindak secara objektif, apa adanya sesuai
dengan kemampuan peserta didik. Oleh karena itu evaluasi harus
didasarkan atas kenyataan (data dan fakta) yang sebenarnya, bukan
hasil manipulasi atau rekayasa.
d. Kooperatif
Dalam kegiatan evaluasi guru hendaknya bekerja sama dengan
semua pihak, seperti orang tua peserta didik, sesame guru, kepala
sekolah, termasuk dengan peserta didik itu sendiri. Hal ini dimaksudkan
agar semua pihak merasa puas dengan hasil evaluasi, dan pihak-pihak
tersebut merasa dihargai.
e. Praktis
Praktis mengandung arti mudah digunakan, baik oleh guru itu
sendiri yang menyusun alat evaluasi maupun orang yang akan
menggunakan alat tersebut. Untuk itu harus diperhatikan bahasa dan
petunjuk mengerjakan soal.
Berdasarkan kutipan diatas, dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip
umum evaluasi digunakan untuk mengukur hasil-hasil belajar yang telah
ditentukan dengan jelas dan sesuai dengan kompetensi serta tujuan
pembelajaran, dan digunakan juga untuk memperbaiki proses dan hasil
belajar. Adapun prinsip-prinsip umum evaluasi yaitu kontinuitas,
komprehensif, adil dan objektif, kooperatif, dan praktis.
B. Tes Perbuatan
1. Pengertian Tes Perbuatan
Menurut Arifin (2014:149), Tes perbuatan adalah tes yang menuntut
jawaban peserta didik dalam bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan.
Menurut Yessy (2015:16), Tes perbuatan adalah tes yang tugas-
tugasnya/pertanyaannya diberikan dalam bentuk tertulis/lisan.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa tes perbuatan
adalah tes yang menuntut jawaban peserta didik berupa perilaku, tindakan
yang pertanyaannya diberikan dalam bentuk tertulis maupun lisan.
2. Manfaat Tes Perbuatan
Menurut Arifin (2014:150), Tes perbuatan bermanfaat untuk
memperbaiki kemampuan perilaku peserta didik, karena secara objektif
kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh peserta didik dapat diamati dan
diukur sehingga menjadi dasar pertimbangan untuk praktik selanjutnya.
Berdasarkan kutipan diatas, dapat disimpulkan bahwa manfaat dari tes
perbuatan adalah untuk mengukur kemampuan peserta didik dan penguasaan
keterampilan peserta didik sehingga akan menjadi dasar pertimbangan untuk
praktik selanjunya.
3. Kelebihan dan Kekurangan Tes Perbuatan
a. Kelebihan Tes Perbuatan
Menurut Arifin (2014:150), kelebihan tes perbuatan yaitu sebagai
berikut:
1) Satu-satunya teknis tes yang dapat digunakan untuk mengetahui
hasil belajar dalam bidang keterampilan, seperti keterampilan
menggunakan komputer, keterampilan menggunakan bahasa asing,
keterampilan menulis indah, keterampilan menggambar dan
sebagainya.
2) Sangat baik digunakan untuk mencocokkan antara pengetahuan teori
dan keterampilan praktik, sehingga hasil penilaian menjadi lengkap.
3) Dalam pelaksanaannya tidak memungkinkan peserta didik untuk
menyontek.
4) Guru dapat mengenal lebih dalam tentang karakteristik masing-
masing peserta didik sebagai dasar tindak lanjut hasil penilaian,
seperti pembelajaran remedial.
b. Kekurangan Tes Perbuatan
Menurut Arifin (2014:151), kekurangan tes perbuatan yaitu sebagai
berikut:
1) Memakan waktu lama.
2) Dalam hal tertentu membutuhkan biaya yang besar.
3) Cepat membosankan.
4) Mememerlukan syarat-syarat pendukung yang lengkap, baik waktu,
tenaga, maupun biaya. Jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi,
maka hasil penilaian tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan
baik.
Berdasarkan kutipan diatas, dapat disimpulkan bahwa kelebihan tes
perbuatan yaitu untuk mengetahui hasil belajar dalam bidang
keterampilan, untuk mencocokkan antara pengetahuan teori dan
keterampilan praktik, untuk memungkinkan peserta didik agar tidak
mencontek, dan guru dapat mengenal lebih dalam karakteristik peserta
didik. Sedangkan kekurangan dari tes perbuatan yaitu memakan waktu
yang lama, membutuhkan biaya yang besar, cepat membosankan, dan
mememerlukan syarat-syarat pendukung yang lengkap, baik waktu,
tenaga, maupun biaya.
C. Tes
1. Pengertian Tes
Menurut Arikunto (2005:33), tes adalah suatu pengumpul informasi
yang bersifat lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan. Menurut
Arifin (2014:118), tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan
dalam rangka melaksanakan kegiatan pengukuran yang di dalamnya
terdapat beberapa pertanyaan, pernyataan, atau serangkaian tugas yang
harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik untuk mengukur aspek
perilaku peserta didik. Menurut Sudaryono (2014:7), tes adalah cara yang
atau prosedur yang dapat ditempuh dalam rangka pengukuran dan
penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau
serangkaian tugas (baik berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus
dijawab) atau perintah-perintah yang harus dikerjakan, sehingga atas dasar
data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut dapat dihasilkan nilai
yang melambangkan tingkah laku atau prestasi.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa tes adalah
suatu cara yang digunakan untuk mengukur dan menilai kemampuan
peserta didik dari beberapa pertanyaan, pernyataan, atau serangkaian tugas
yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik agar menghasilkan
nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi.
2. Fungsi Tes
Menurut Sudijono (2001:67), secara umum ada dua macam fungsi
yang dimiliki tes yaitu:
a. Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Tes berfungsi mengukur
tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta
didik setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka
waktu tertentu.
b. Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui
tes tersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauh program
pengajaran yang telah ditentukan, telah dapat dicapai
Berdasarkan kutipan diatas, dapat disimpulkan bahwa fungsi tes yaitu
sebagai alat pengukur terhadap peserta didik dan sebagai alat pengukur
keberhasilan program pengajaran.
3. Bentuk-bentuk Tes
Menurut Eko (2012:46), bentuk tes yang digunakan di lembaga
pendidikan dilihat dari segi sistem penskorannya dapat dikategorikan
menjadi dua, yaitu tes objektif dan tes subjektif. Tes objektif memberi
pengertian bahwa siapa saja yang memeriksa lembar jawaban tes akan
menghasilkan skor yang sama. Skor tes ditentukan oleh jawaban yang
diberikan oleh peserta tes. Tes subjektif adalah tes yang penskorannya
dipengaruhi oleh pemberi skor. Jawaban yang sama dapat memiliki skor
yang berbeda oleh pemberi skor yang berlainan.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa bentuk tes
jika dilihat dari sistem penskoran dibagi menjadi dua bagian, yaitu tes
objektif dan tes subjektif. Tes objektif adalah tes yang penskorannya hanya
dipengaruhi oleh objek jawaban atau respons yang diberikan oleh peserta tes,
sedangkan tes subjektif adalah tes yang penskorannya selain dipengaruhi oleh
jawaban peserta tes juga dipengaruhi oleh pemberi skor.
D. KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)
1. Pengertian KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)
Menurut Arikunto (2010:30), Istilah kriteria dalam penilaian sering
juga disebut sebagai tolak ukur atau standar. Kriteria, tolak ukur, standar
adalah sesuatu yang digunakan sebagai patokan atau batas minimal untuk
sesuatu yang diukur. Menurut Arikunto (2010:32), kriteria ketuntasan
minimal adalah salah satu prinsip penilaian pada kurikulum berbasis
kompetensi, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan
kelulusan peserta didik. Kriteria yang digunakan adalah nilai yang paling
rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan. Kriteria
ketuntasan maksimal biasanya menggunakan sepuluh jenjang penilaian
yaitu dari 1 sampai 10 atau dari 1 sampai 100.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa KKM
(Kriteria Ketuntasan Minimal) adalah kriteria paling rendah yang digunakan
untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan.
2. Fungsi Pembuatan KKM
Menurut Arikunto (2010:32), fungsi pembuatan KKM adalah sebagai
berikut:
a. Memudahkan evaluator (guru) dalam melakukan penilaian terhadap
objek yang akan dinilai karena ada patokan yang diikuti.
b. Untuk menjawab dan mempertanggungjawabkan hasil penilaian yang
sudah dilakukan.
c. Untuk mengekang masuknya unsur subjektif yang ada pada diri penilai.
d. Memberikan arahan kepada evaluator (guru) apabila evaluatornya lebih
dari satu.
Berdasarkan kutipan diatas, dapat disimpulkan bahwa fungsi
pembuatan KKM yaitu untuk memudahkan guru dalam menilai terhadap
objek karena ada patokan yang diikuti, untuk menjawab dan
mempertanggungjawabkan hasil penilaian yang sudah dilakukan, untuk
mencegah masuknya unsur subjektif yang ada pada diri penilai, dan
memberikan arahan kepada guru apabila evaluatornya lebih dari satu.
E. Skala Sikap
1. Pengertian Skala Sikap
Menurut Arifin (2014:159), sikap merupakan suatu kecenderungan
tingkah laku untuk berbuat sesuatu dengan cara, metode, teknik, dan pola
tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa orang-orang maupun
berupa objek-objek tertentu. Sikap mengacu kepada perbuatan atau
perilaku seseorang, tetapi tidak berarti semua perbuatan identik dengan
sikap. Perbuatan seseorang mungkin saja bertentangan dengan sikapnya.
Guru perlu mengetahui norma-norma yang ada pada peserta didik, bahkan
sikap peserta didik terhadap dunia sekitarnya, terutama terhadap mata
pelajaran dan lingkungan sekolah. Menurut Asrul, dkk. (2014:58), Sikap
juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki
oleh seseorang. Sikap dapat dibentuk untuk terjadinya perilaku atau
tindakan yang diinginkan. Menurut Sudjana (2017:80), skala sikap
digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu.
Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolah
(negatif), dan netral.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa skala sikap
adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap yang dimiliki
seseorang terhadap objek tertentu yang hasilnya akan berupa positif,
negatif, dan netral.
2. Kompnen-komponen Sikap
Menurut Arifin (2014:160), dalam mengukur sikap, guru hendaknya
memperhatikan tiga komponen sikap, yaitu:
a. Kognisi, yaitu berkenaan dengan pengetahuan peserta didik tentang
objek.
b. Afeksi, yaitu berkenaan dengan perasaan peserta didik terhadap objek.
c. Konasi, yaitu berkenaan dengan kecenderungan berperilaku peserta
didik terhadap objek.
Berdasarkan kutipan diatas, dapat disimpulkan bahwa sikap peserta
didik dapat diukur dengan memperhatikan tiga komponen sikap yaitu
kognisi (pengetahuan peserta didik terhadap objek), afeksi (perasaan
peserta didik terhadap objek), konasi (perilaku peserta didik terhadap
objek).
3. Langkah-langkah dalam menyusun skala Likert
Menurut Arifin (2014:160), salah satu model untuk mengukur sikap,
yaitu dengan menggunakan skala sikap yang dikembangkan oleh Likert.
Dalam skala Likert, peserta didik tidak disuruh memilih pertanyaan-
pertanyaan yang positif saja, tetapi memilih juga pertanyaan-pertanyaan
yang negatif. Tiap item dibagi ke dalam lima skala, yaitu sangat setuju,
setuju, tidak tentu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Setiap pertanyaan
positif diberi bobot 4, 3, 2, 1, dan 0, sedangkan pertanyaan negatif diberi
bobot sebaliknya 0, 1, 2, 3, dan 4.
Untuk menyusun skala Likert dapat mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Memilih variable afektif yang akan diukur.
b. Membuat beberapa pernyataan tentang variable afektif yang akan
diukur.
c. Mengklasifikasikan pernyataan positif dan negatif.
d. Menentukan jumlah gradual dan frase atau angka yang dapat menjadi
alternatif pilihan.
e. Menyusun pernyataaan dan pilihan jawaban menjadi sebuah alat
penilaian.
f. Melakukan uji coba.
g. Membuang butir-butir pernyataan yang kurang baik.
h. Melaksanakan penilaian.
Berdasarkan kutipan diatas, dapat disimpulkan bahwa langkah-
langkah untuk menyusun skala likert yaitu memilih, membuat beberapa
pernyataan tentang variael afektif, mengklasifikasikan pernyataan positif
dan negatif menentukan jumlah gradual dan frase atau angka yang dapat
menjadi alternatif pilihan, menyusun pernyataaan dan pilihan jawaban
menjadi sebuah alat penilaian, melakukan uji coba, membuang butir-butir
pernyataan yang kurang baik, dan melaksanakan penilaian.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2014. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi.
Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis
Praktis bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Nur Endah, Yessy. 2015. Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: CV Budi Utama.
Putra Widoyoko, Eko. 2012. Evaluasi Program Pembelajaran Panduan Praktis
bagi Pendidik dan Calon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rima Wati, Ega. 2016. Kupas Tuntas Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Kata Pena.
Sudaryono. 2014. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Lentera Ilmu
Cendekia.
Sudijono, Anas. 2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Sudijono, Anas. 2016. Pengantar Evaluasi Pendidikan Cet.15. Jakarta: Rajawali
Pers.
Sudjana, Nana. 2017. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Yusuf , Muri. 2017. Assemen dan Evaluasi Pendidikan: Pilar Penyedia Informasi
dan Kegiatan Pengendalian Mutu Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai