Anda di halaman 1dari 8

Mid Psikologi Pendidikan

1. Akan menjadi Guru Seperti apakah Anda? Kelebihan apa yang Anda miliki sehingga ingin
menjadi Guru? Kelemahan apa yang mungkin harus Anda atasi sebagai Guru?
Jawaban:
Saya akan berusaha menjadi Guru yang dapat memahami perilaku masing-masing
siswanya dan membantu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka
butuhkan. Menurut Brophy, 1991; Cochran & Jones, 1998; L. S. Shulman, 1986 mengatakan
“Guru yang efektif umumnya memiliki banyak strategi mengajar” dan selain itu, Guru yang
efektif umumnya dapat mengantisipasi dan menangani kesulitan – kesulitan yang akan
dihadapi siswanya termasuk kesalahan – kesalahan yang mungkin dilakukan para siswanya
dalam proses penguasaan keterampilan atau pengetahuan tertentu (Borko & Putnam, 1996;
D. C. Smith & Neale, 1991).
Seharusnya Guru yang efektif ialah berpikir secara kritis dan reflektif mengenai asumsi –
asumsi, keyakinan – keyakinan, dan strategi – strategi yang akan digunakan dalam kelas.
Maka Guru harus membuat keputusan – keputusan harian yang tidak terhitung jumlahnya,
mengenai cara mengajar, berinteraksi, dan merespons para siswa di dalam kelas. Mengajar
merupakan profesi yang paling banyak digemari karena mengajar ialah hal yang
menyenangkan, tetapi sebenarnya mengajar merupakan sebuah profesi yang menantang.
Karena sebagai Guru kita memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan anak –
anak dan kaum remaja.
Bagaimana kita sebagai Guru dapat membantu siswa mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan-keterampilan yang mereka butuhkan. Maka dari itu, Guru yang
memperhatikan perkembangan siswanya tidak ragu untuk selalu belajar mengenai
pendidikan keguruan dan belajar sebanyak mungkin mengenai mata pelajaran yang
diampuhnya. Bukan hanya sebatas itu, Guru juga sebaiknya mengetahui dan memahami
strategi – strategi spesifik yang dapat digunakan dalam mengajar mata pelajaran yang
diampuhnya. Dan tidak berhenti sampai disitu, Guru dapat merefleksikan dan secara kritis
menelaah asumsi, kesimpulan & praktik mengajar yang telah dilakukan merujuk pada
reflective teaching (mengajar secara reflektif) yang merupakan pengujian dan kritik yang
dilakukan secara rutin dan berkelanjutan oleh guru terhadap asumsi dan strategi
mengajarnya sendiri, serta revisi terhadap asumsi atau strategi pengajaran tersebut
sebagaimana yang dipandang perlu untuk meningkatkan pembelajaran dan perkembangan
siswanya.
Dengan hal tersebut, percayalah bahwa Guru dapat membuat perbedaan dalam
kehidupan siswanya karena dengan meyakini bahwa Anda mampu menjadi seorang Guru
yang baik, Anda akan terbantu untuk gigih menghadapi keragu-raguan yang terkadang
muncul dan pada akhirnya Anda akan menjadi Guru yang efektif (Ashton, 1985). Karena,
para pelajar yang meraih prestasi gemilang umumnya memiliki guru – guru yang yakin
bahwa mereka “sebagai guru” mampu melalukan yang terbaik bagi siswa – siswanya
(Brophy, 2006; J. A. Langer, 2000; Tschannen-Moran, Woolfolk Hoy, & Hoy, 1998).

 Kelebihan yang saya miliki sehingga ingin menjadi guru ialah memiliki rasa empati dan
tanggungjawab dalam membantu siswa bagaimana menggembangkan pengetahuan dan
keterampilan yang mereka butuhkan untuk menjadi pribadi yang dewasa dan produktif.
Melihat bagaimana pengalaman yang sudah saya lewati dibangku sekolah, sebagai siswa
yang kurang pemahaman tentang keterampilan yang dapat digunakan dimasa
mendatang. Hal ini mengusik saya, untuk tidak terulangnya kisah tersebut di masa
sekolah mereka. Karena pada dasarnya masa depan seseorang dapat dibentuk, apakah
menjadi lebih baik atau buruk itu berada pada jenjang pendidikan di bangku sekolah.
Tidak terlepas dari keinginan yang besar tersebut, seringkali terbesit keraguan
dan kegagalan yang mungkin akan saya hadapi sebagai seorang guru. Tetapi pemikiran
tersebut akhirnya tersingkirkan, karena sebuah buku yang menceritakan bahwa
“Ingatlah bahwa guru yang paling hebat sekalipun mengawali karier mereka sebagai
pemula, dan mungkin pertama kali memasuki ruang kelas dengan kekhawatiran dan
ketidakyakinan yang sama dengan Anda rasakan saat ini. Yakinlah bahwa seiring
berlalunya waktu dan bertambahnya pengalaman, Anda akan memiliki suatu
pengalaman yang berarti mengenai bagaimana anak – anak remaja belajar dan
berkembang, serta memiliki strategi mengajar yang kuat. Anda akan benar – benar
memahami minat setiap siswa Anda, dan akan mampu membuat perbedaan yang
signifikan dalam hidup anak – anak didik Anda”. Hal ini yang membuat saya terus
termotivasi bahwa kegagalan bukanlah hal yang perlu dihindari melainkan dihadapi
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

 Kelemahan yang mungkin harus saya atasi sebagai Guru ialah menjadi Guru yang
konsisten dalam berbicara dan berperilaku kadang saya kurang konsisten berperilaku
ketika siswa ada yang bertindak diluar kesepakatan dalam proses belajar mengajar
karena merasa kasihan dengan mereka yang melanggar.

2. Pilihlah usia umum yang akan Anda ajar kelak, buatlah daftar karakteristik perkembangan
kognitif dari Piaget. Buatlah essai tentang bagaimana Anda mengajar berdasarkan
karakteristik perkembangan tersebut.
Jawaban:
Karakteristik perkembangan kognitif dari Piaget, sebagai berikut :
 Tahap Sensorimotor (kelahiran hingga usia 2 tahun)
Tahap pertama perkembangan kognitif Piaget, didalamnya skema – skema
terbentuk sebagain besar dari perilaku dan persepsi, anak berfokus pada apa yang
terjadi di sini dan saat ini (here and now). Piaget mengemukakan bahwa dalam sebagian
besar tahap sensorimotor (sensorimotor stage), anak – anak berfokus pada apa yang
mereka lakukan dan lihat pada saat itu, skema – skema mereka terutama tersusun
berdasarkan perilaku dan persepsi. Meski demikian, kemampuan – kemampuan kognitif
yang penting muncul selama periode ini, terutama saat anak mulai bereksperimen
dengan lingkungannya melalui prinsip trial and error.
Sebagai contoh, menjelang ulang tahunnya yang pertama, anak mulai
mengembangkan permanensi objek, yakni kesadaran bahwa objek tetaplah eksis
sekalipun dipindahkan dari jangkauan penglihatan. Setelah berungkali mengobservasi
tindakan – tindakan tertentu yang menyebabkan konsekuensi – konsekuensi tertentu,
anak pada tahap sensorimotor juga mulai mengembangkan pemahaman mengenai
hubungan sebab – akibat.
Piaget menyatakan bahwa kemampuan berpikir yang sesungguhnya muncul
pada usia dua setengah tahun. Secara spesifik, anak memperoleh kemampuan berpikir
simbolik, yakni kemampuan merepresentasikan dan memikirkan objek – objek dan
peristiwa – peristiwa dalam kerangka entitas – entitas mental internal, atau simbol.
Seringkali simbol – simbol ini berbentuk kata – kata yang didengar anak – anak dari
dunia sekeliling mereka, dan yang digunakan dalam “kalimat – kalimat” satu kata
mereka. Sebai contoh, Keren akan mampu memikirkan boneka badut itu tanpa perlu
melihatnya langsung di hadapannya, dan proses ini sebagian dimungkinkan terjadi
karena Karen telah memahami kata badut. Ketika anak telah menguasai pemikiran
simbolik, mereka mulai “bereksperimen “ dengan objek – objek dalam benaknya.
Pertama – tama mereka akan memprediksikan apa yang akan terjadi bila mereka
melakukan suatu tindakan ke suatu objek, dan kemudian mewujudkan rencana tersebut
dalam tindakan.
 Tahap Praoperasional (usia 2 hingga 6 atau 7 tahun)
Tahap kedua perkembangan kognitif Piaget di mana anak – anak dapat
memikirkan objek dan peristiwa yang berada luar jangkauan pandangan langsung
mereka, namun belum mampu melakukan penalaran logis seperti orang dewasa. Pada
masa – masa awal tahap praoperasional (preoperational stage), keterampilan bahasa
anak akan berkembang pesat dan memikirkan beragam objek dan peristiwa. Bahasa
juga menjadi dasar bagi bentuk interaksi sosial yang baru yakni komunikasi verbal. Pada
tahap ini juga, anak – anak dapat mengekspresikan pemikirann- pemikiran mereka dan
juga menerima informasi yang sebelumnya tidak mungkin terjadi.
Sebagai contoh, anak dalam tahap praoperasional menunjukkan egosentrisme
praoperasional, yakni ketidakmampuan memandang situasi dari perspektif orang lain.
Mereka mungkin mengalami kesulitan memahami mengapa mereka harus membagi
jatah makanan yang mereka terima dari sekolah dengan seorang rekannya, atau
mengapa mereka harus berhati – hati untuk tidak melukai perasaan orang lain.
Egosentrisme praoperasional terkadang ditampilkan dalam bentuk percakapan
egosentris, yakni ketika anak mengatakan sesuatu tanpa mempertimbangkan apa yang
mungkin diketahui atau tidak diketahui pendengar terkait suatu topik yang dibicarakan.
Saat mendekati bagian akhir tahap praoperasional, mungkin ada usia sekitar 4
atau 5 tahun, anak – anak mulai menunjukkan tanda – tanda awal pemikiran logis yang
menyerupai pemikiran orang dewasa. Sebagi contoh, mereka terkadang mengambil
kesimpulan yang tepat mengenai problem – problem inklusi kelas dan problem –
problem konservasi. Namun, penalaran mereka masih berdasarkan prasangka dan
intuisi belaka, alih – alih berdasarkan kesadaran mengenai prinsip – prinsip logis yang
mendasari suatu fenomena. Selain itu, mereka belum mampu menjelaskan mengapa
kesimpulan mereka benar.
 Tahap Operasional Konkret (usia 6 atau 7 tahun hingga 11 atau 12 tahun)
Tahap ketiga perkembangan kognitif Piaget, yakni ketika penalaran anak mulai
menyerupai penalaran orang dewasa, namun masih terbatas pada realitas konkret.
Menurut Piaget, saat anak – anak memasuki tahap ketiga proses – proses berpikir
mereka menjadi terorganisasi ke sistem proses – proses mental yang lebih besar yang
memudahkan mereka berpikir lebih logis daripada sebelumnya. Mereka sekarang
menyadari bahwa perspektif dan perasaan mereka tidak selalu dialami oleh orang lain
dan mungkin mencerminkan opini pribadi alih – alih realitas. Mereka juga
memperlihatkan konservasi, kendati bentuk dan susunannya berubah, mereka mudah
memahami bahwa volume air tetap sama selama tidak ada penambahan atau
pengurangan air. Mereka juga mampu melakukan penalaran deduktif, yakni proses
penarikan kesimpulan logis mengenai sesuatu yang pasti benar berdasarkan informasi
yang sebelumnya telah diketahui benar.
Anak – anak terus mempertajam kemampuan berpikir yang baru mereka peroleh
tersebut selam beberapa tahun. Sebagai contoh, beberapa bentuk konservasi seperti;
konservasi terhadap cairan dan konservasi terhadap angka hal ini muncul pada usia 6
atau 7 tahun. Bentuk – bentuk konservasi lainnya baru muncul kemudian. Pada
umumnya, anak – anak belum mencapai konservasi berat dan belum menyadari bahwa
bola gepeng dan bola bundar tersebut memiliki berat yang sama hingga mereka berusia
antara 9 dan 12 tahun (Sund, 1976).
Sekalipun siswa yang menunjukka pemikiran operasional konkret telah
menampilkan banyak ciri pemikiran logis, perkembangan kognitif mereka belumlah
sempurna. Sebagai conoth, mereka mengalami kesulitan memahami gagasan – gagasan
abstrak serta mengalami kesulitan menghadapi soal – soal yang banyak sekali hipotesis
atau variabelnya. Kemampuan – kemampuan tersebut baru muncul dalam tahap
terakhir, yakni tahap operasional formal.
 Tahap Operasional Formal (usia 11 atau 12 tahun hingga dewasa)
Tahap keempat dan terakhir perkembangan kognitif Piaget, dimana proses –
proses penalaran logis diterapkan ke ide – ide abstrak dan juga objek – objek konkret.
Anak – anak dan remaja yang berada dalam tahap operasional formal dapat
memikirkan dan membayangkan konsep – konsep yang tidak berhubungan denga
realitas konkret. Selain itu, mereka juga mengenali kesimpulan yang logis, sekalipun
kesimpulan tersebut berbeda dari kenyataan di dunia sehari –hari.
Sebagai contoh, jika seluruh anak adalah bola basket dan jika seluruh bola basket
adalah agar – agar maka apakah seluruh anak pasti agar – agar? Anak - anak pada tahap
ini dapat menyimbulkan secara logis bahwa seluruh anak pastilah agar – agar sekalipun
dalam dunia nyata anak – anak bukanlah agar – agar. Sejumlah kemampuan yang
sangat diperlukan dalam penalaran ilmiah dan matematika yang rumit ialah
merumuskan dan menguji sejumlah hipotesis, memisahkan dan mengontrol variabel
dan penalaran yan proporsional juga muncul dalam tahap operasional formal.
Berdasarkan persepktif Piaget, kemampuan matematika para siswa cenderung
membaik saat pemikiran operasional formal mulai berkembang. Soal – soal abstrak,
seperti soal “kalimat matematika” (mathematical word problem), menjadi lebih mudah
dipecahkan. Selain itu, para siswa seharusnya juga mampu memahami konsep – konsep
seperti bilangan negatif, pi(π) dan ketidakberhinggaan. Sebagai contoh, mereka
seharusnya mampu memahami bahwa temperature dapat memiliki nilai di bawah nol
dan bahwa dua garis yang paralel tidak akan pernah bersinggungan berapapun
panjangnya. Selain itu, pada tahap ini mereka telah mampu memahami proporsi
sehingga mampu menggunakan pecahan, desimal, dan perbandingan (ratio) saat
mengerjakan soal.
Penalaran ilmiah juga cenderung membaik begitu para siswa mampu melakukan
pemikiran operasional formal. Tiga kemampuan operasional formal, yaitu: penalaran
logis mengenai gagasan – gagasan hipotesis, penyusunan dan pengujian hipotesis, serta
pemisahan dan pengendalian variabel secara bersama – sama memungkinkan
individu – individu yang telah mencapai tahap operasional formal menggunakan suatu
metode ilmiah. Dalam metode ilmiah, individu dapat mengemukakan dan menguji
secara sistematis sejumlah kemungkinan penjelasan terhadap suatu fenomena yang
diamati.
Para siswa yang mampu melakukan penalaran operasional formal dapat
menangani gagasan – gagasan hipotesis dan gagasan – gagasan yang bertentangan
dengan fakta sehingga mereka dapat membayangkan suatu dunia yang berbeda dan
mungkin lebih baik dari dunia yang sebenarnya. Akibatnya, mereka dapat menjadi
sangat idealistik mengenai isu – isu politik, sosial, dan etika. Banyak remaja mulai
menunjukkan keprihatinan terhadap masalah – masalah dunia dan mencoba
mencurahkan energi mereka ke isu – isu penting, seperti pemanasan global, kelaparan
dunia, atau hak – hak hewan.
Meski demikian, mereka terkadang menawarkan rekomendasi demi terwujudnya
perubahan yang tampaknya logis, namun tidak praktis dalam dunia masa kini. Sebagai
contoh, seorang remaja mungkin menyatakan bahwa rasisme dapat dilenyapkan dengan
sekejap jika orang – orang mulai “mencintai satu sama lain”. Remaja mungkin juga
menyatakan bahwa negara harusnya membubarkan angkatan bersenjata dan
memusnahkan segela persenjataan yang dimilikinya untuk mencapai perdamaian
dunia.
Piaget mengemukakan bahwa idealisme remaja semacam itu mencerminkan
egosentrisme operasional formal, yakni suatu ketidakmampuan memisahkan
abstraksi logis dirinya sendiri dari perspektif orang lain dan dari pertimbangan –
pertimbangan praktis. Hanya melalui pengalamanlah para remaja akhirnya mulai
menyelaraskan optimisme mereka dengan realisme mengenai hal – hal yang mungkin
dalam suatu kerangka waktu tertentu dan dengan sumber daya yang terbatas.

Usia Umum yang akan saya ajar kelak menurut karakteristik perkembangan
kognitif dari Piaget adalah pada Tahap Operasional Formal (Usia 11 atau
12 tahun). Dan salah satu cara saya mengajar berdasarkan karakteristik tersebut
dengan memberikan soal bandul seperti berikut:
“Tanpa adanya pengaruh kekuatan lain, sebuah objek yang digantung di ujung sebuah tali
atau senar suatu bandul berayun dengan kecepatan konstan. (Jungkat – jungkit di taman
bermain dan bandul di jam kukuk adalah dua contoh dari kehidupan sehari – hari).
Beberapa bandul berayun maju – mundur dengan lambat, bandul – bandul lain berayun
dengan lebih cepat. Karakteristik – karakteristik apa sajakah di bandul tersebut yang
menentukan kecepatan ayunannya? Tuliskanlah setidaknya tiga hipotesisi mengenai
variabel – variabel yang mungkin memengaruhi tingkat kecepatan ayunan bandul.
Sekarang kumpulkanlah beberapa benda yang kecil namun berat (peraut pensil,
paku besi, kait pancingan adalah beberapa contohnya) dan seutas tali. Ikatlah salah satu
objek ke ujung tali, dan ayunkan bandul tersebut. Lakukan satu atau lebih eksperimen
untuk menguji masing – masing hipotesis yang Anda buat.
Apakah yang dapat Anda simpulkan? Variabel – variabel apa sajakah memengaruhi
kecepatan ayunan bandul?

Saya akan mengarahkan siswa-siswi menjawab seperti tabel berikut :


Pemikiran Operasional Formal
Kemampuan melakukan Siswa dapat melakukan penalaran mengenai hal –
penalaran mengenai ide – hal yang tidak secara langsung berhubungan dengan
ide Abstrak, Hipotesis, dan realitas konkret dan realitas yang dapat diamati
yang bertentangan dengan secara langsung.
fakta
Contoh : Seorang siswa memahami angka–angka
negatif dan mampu menggunkannya secara efektif
dalam prosedur – prosedur matematika
Perumusan dan pengujian Saat berupaya mencari penjelasan terhadap suatu
beberapa hipotesis fenomena ilmiah, siswa mampu mengidentifikasi
sekaligus dan menguji sejumlah hipotesis sekaligus untuk
menemukan kemungkinan – kemungkinan
hubungan sebab – akibat.
Contoh : Saat ditanya apakah yang menyebabkan
suatu bandul berayun lebih cepat (atau lebih lambat),
siswa menjawab bahwa berat, panjang tali ayunan,
dan daya dorong awal merupakan faktor – faktor
yang memengaruhi kecepatan ayunan.
Pemikiran Operasional Formal
Pemisahan dan kontrol Saat berupaya menguji kesahan suatu hipotesis
terhadap variabel mengenai hubungan sebab – akibat, siswa menguji
satu variabel , satu demi satu sembari menjaga agar
variabel – variabel lain tetap konstan.
Contoh : Dalam menguji faktor – faktor yang
memengaruhi kecepatan ayunan bandul, siswa
menguji dampak massa bandul sembari menjaga
agar tali ayunan dan kekuatan dorongan tetap sama.
Selanjutnya siswa menguji dampak panjang tali
sambil menjaga agar massa bandul dan kekuatan
doronagn tetap sama.
Penalaran proporsional Siswa memahami proporsi dan mampu
menggunakannya secara efektif dalam pemecahan
soal – soal matematika.
Contoh : Siswa mampu menyelesaikan soal – soal yang
berkaitan dengan pecahan, desimal, dan
perbandingan.

Hasil yang diinginkan tercapai pada siswa


Hipotesis – hipotesis apa sajakah yang siswa susun? Empat hipotesis yang lazim
adalah massa objek yang dijadikan bandul, panjang tali, kekuatan dorongan pada wal
ayunan bandul, dan tinggi saat objek pertama kali dilepaskan.
Apakah siswa menguji setiap hipotesis secara sistematis? Seorang siswa yang
mampu melakukan pemikiran operasional formal memisahkan dan mengontrol
variabel – variabel, menguji hipotesis satu persatu sembari menjaga variabel tetap
konstan. Sebagai contoh, jika siswa menguji hipotesis yang menyatakan bahwa berat
bandul adalah faktor penting yang memengaruhi kecepatan ayunan, maka siswa akan
mencoba – coba bermacam – macam objek yang memiliki berat yang berbeda – beda,
sembari mempertahankan panjang tali, daya dorong pada awal ayunan, dan tinggi
bandul saat dilepaskan.
Serupa dengan itu, jika siswa menyusun hipotesis bahwa panjang tali merupakan
faktor yang penting, maka siswa mungkin mengubah-ubah panjang tali sembari tetap
menggunkan bandul yang sama dan mempertahankan daya dorong dan tinggi awal
bandul yang sama. Jika siswa memisahkan dan mengontrol setiap variabel secara teliti,
siswa mungkin akan mampu menyusun kesimpulan yang tepat.

3. Bagaimana cara guru menghadapi anak yang belajar dengan gaya impulsive dan bagaimana
guru mengajar agar anak didiknya belajar dengan gaya belajar mendalam. (Pilih satu topik
bahasan materi ajar).
Jawaban:
 Gaya impulsif/reflektif juga disebut sebagai tempo konseptual, yakni siswa cenderung
gaya belajar dan berpikirbertindak cepat dan impulsif ataukah menggunakan lebih
banyak waktu untuk merespons dan merenungkan akurasi dari suatu jawaban
(Kagan, 1965 dalam Santrock, 2004:156). Siswa yang impulsif seringkali lebih banyak
melakukan kesalahan daripada siswa bergaya reflektif.
Riset tentang gaya ini telah memberi pengaruh besar terhadap kegiatan
pendidikan (Jonassen dan Grabowski, 1993 dalam Santrock, 2004:156). Dibandingkan
siswa yang impulsif, siswa yang reflektif lebih banyak melakukan hal-hal berikut:
1. Mengingat informasi yang terstruktur
2. Membaca dengan memahami dan menginterpretasikan teks
3. Memecahkan problem dan membuat keputusan
4. Lebih mungkin menentukan sendiri tujuan belajar
5. Lebih mungkin berkosentrasi terhadap informasi yang relefan
Standar kinerja siswa reflektif biasanya lebih tinggi daripada standar kinerja siswa
impulsif. Walaupun demikian, ada juga siswa yang bisa cepat belajar secara tepat dan
cepat mengambil keputusan sendiri. Sebenarnya dia reflektif, namun dukungan
inteligensi yang tinggi membuatnya cepat bereaksi, berkesan impulsif.
Bereaksi cepat adalah strategi buruk hanya jika jawaban/kesimpulan yang
dihasilkan salah. Jika benar, malah itu yang lebih baik. Kadang-kadang gaya reflektif
terlalu lama berkutat dengan memikirkan suatu persoalan yang bisa saja tak
terpecahkan dan berakibat menambah beban belajar. Guru tetap mendorong siswa
seperti ini untuk tetap reflektif namun harus mencapai jawaban akhir.

Cara mengatasi anak impulsif dalam belajar pada materi relativitas, sebagai
berikut:
1. Pantau murid di kelas untuk mengidentifikasi siswa yang impulsif
2. Bicara dengan mereka agar mau meluangkan lebih banyak waktu untuk berpikir
sebelum memberikan jawaban
3. Berikankan dorongan pada murid untuk menandai informasi baru saat mereka
membahasnya
4. Jadilah guru bergaya reflektif
5. Bantulah murid untuk menentukan standar tinggi bagi kinerjanya
6. Hargai murid impulsif yang mau meluangkan lebih banyak waktu untuk berpikir.
Pujilah peningkatan kinerja mereka
7. Bimbinglah murid untuk menyusun sendiri rencana guna mengurangi impulsivitas.

 Gaya Belajar Mendalam/Dangkal maksudnya sejauh mana siswa mempelajari materi


pelajaran dengan satu cara untuk membantu mereka memahami makna materi tersebut
(gaya mendalam) ataukah sekadar mencari apa-apa yang perlu untuk dipelajari (gaya
dangkal).
Gaya dangkal tidak dapat mengaitkan apa-apa yang mereka pelajari dengan
kerangka konseptual yang lebih luas. Seringkali hanya mengingat informasi dan
bersikap pasif. Sedangkan pelajar mendalam (deep learner) lebih mungkin untuk secara
aktif memahami apa-apa yang mereka pelajari dan memberi makna pada apa yang perlu
diingat.
Jadi, pelajar mendalam menggunakan pendekatan kostruktivis dalam belajarnya.
Deep learner lebih banyak memotivasi dirinya sendiri, sedangkan pelajar dangkal
(surface learner) lebih termotivasi jika ada penghargaan dari luar, misalnya pujian dan
tanggapan positif dari guru (Snow, Corno, dan Jackson, 1996 dalam Santrock, 2004:157)
Cara mengatasi gaya belajar mendalam siswa pada materi termodinamika,
sebagai berikut:
1. Pantau murid untuk mengetahui mana yang merupakan pembelajar dangkal
2. Diskusikanlah dengan murid bahwa ada yang lebih penting dari sekadar mengingat
materi. Dorong mereka untuk menghubungkan apa yang mereka pelajari sekarang
dengan apa yang pernah mereka pelajari di masa lalu.
3. Ajukan pertanyaan dan beri tugas yang mensyaratkan murid untuk menyesuaikan
informasi dengan kerangka yang lebih luas. Misalnya, alih – laih menanyakan
pengertian termodinamika, tanyakan pada mereka apakah mereka pernah
melakukan percobaan termodinamika dan menggunakan alat termometer dalam
mengukur suhu
4. Jadilah seorang model yang memproses informasi secara mendalam, bukan sekadar
memberi informasi di permukaan saja. Bahaslah materi termodinamika secara
mendalam dan bicaralah tentang bagaimana informasi yang sedang Anda diskusikan
itu bisa dikaitkan dengan kehidupan sehari – hari
5. Jangan menggunakan pertanyaan yang membutuhkan jawaban ya atau tidak.
Sebaiknya ajukan pertanyaan yang membuat murid harus memproses informasi
secara mendalam. Hubungkan pelajaran secar efektif dengan minat murid.

Anda mungkin juga menyukai