Anda di halaman 1dari 14

RINGKASAN MATERI KULIAH SAP 8 (BAB 9)

RETURN ON EQUITY (ROE) ATAU RETURN ON COMMON EQUITY (ROCE)


ANALISIS INFORMASI KEUANGAN
EKA 426 C R. IA 3.4
7 November 2018

OLEH:
KELOMPOK 10

1. NI NENGAH WITRI ASTITI (1607531049) / 18


2. PUTU AYU PRAMESTI (1607531050) / 19

AKUNTANSI REGULER
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2018
RETURN ON EQUITY (ROE) ATAU RETURN ON COMMON EQUITY (ROCE)
Pada ringkasan ini akan dibahas mengenai ukuran profitabilitas yang lain yaitu Return
on Equity atau sering disebut dengan Return on Common Equity. Istilah ini diterjemahkan ke
dalam Bahasa Indonesia sebagai rentabilitas saham sendiri (rentabilitas modal saham). Investor
yang akan membeli saham akan tertarik dengan ukuran profitabilitas ini atau bagian dari total
profitabilitas yang bisa dialokasikan ke pemegang saham. Seperti yang diketahui, pemegang
saham memiliki klaim residual (sisa) atas keuntungan yang diperoleh, yang pertama pada
perusahaan akan digunakan untuk membayar bunga hutang, kemudian saham preferen, baru
kemudian (jika terdapat sisa) diberikan kepada pemegang saham biasa.
A. PERHITUNGAN ROE
Untuk perhitungan Return on Equity (ROE) dihitung sebagai berikut.
Laba Bersih−Deviden Saham Preferen
ROE =
Rata−rata Saham Biasa
Bagian atas persamaan tersebut (numerator) mencerminkan bagian laba yang bisa
dialokasikan ke pemegang saham untuk periode tertentu, setelah seluruh hak-hak kreditur dan
saham preferen belum dikurangkan. Sehingga dividen untuk pemegang saham preferen harus
dikurangkan dari laba bersih perusahaan untuk memperoleh hak bersih pemegang saham biasa.
Pembagi (denominator) persamaan tersebut mengukur rata-rata jumlah saham yang digunakan
selama periode tersebut. Untuk menghitung saham biasa, saham preferen biasanya dikurangkan
dari total saham.

B. HUBUNGAN ANTARA ROA DENGAN ROE


ROA mengukur kemampuan perusahaan mengahsilkan suatu laba terlepas dari
pendanaan yang digunakan, sedangkan ROE secara eksplisit mengukur kemampuan
perusahana menghasilkan suatu laba bagi pemegang saham biasa, setelah menghitung bunga
(biaya hutang) dan dividen saham preferen (biaya saham preferen). Adapun hubungan antara
ketiganya dapat dijelaskan sebagai berikut.
ROA Return untuk kreditur + Return untuk saham + Return untuk
preferen saham biasa

Laba bersih Bunga bersih pajak Dividen saham Laba bersih untuk
+ bunga preferen saham biasa
bersih pajak
+ +
Rata-rata Rata-rata total Rata-rata saham Rata-rata saham
total aset hutang preferen biasa

1
Laba yang diperoleh oleh perusahaan dengan menggunakan aktiva yang dimiliki dapat
dialokasikan ke beberapa pemberi dana. Kreditur menerima bunga. Bagi perusahaan, biaya
hutang yang muncul adalah hutang dikurangi penghematan pajak dari bunga karena bunga
dapat digunakan sebagai pengurang pajak, beberapa hutang seperti hutang dagang, hutang gaji,
tidak memiliki beban biaya yang eksplisit dan karena itu diperhitungkan. Saham preferen
menerima dividen untuk saham preferen. Saham preferen tidak dapat digunakan untuk
pengurang pajak, karena itu saham preferen tidak disesuaikan (dikurangi oleh) penghematan
pajak. Sisa laba bersih (yang menjadi numerator) yang tidak dialokasikan ke hutang atau saham
preferen menjadi bagian pemegang saham biasa sebagai pemegang hak sisa laba bersih setelah
dikurangi hak pemegang hutang dan hak pemegang saham preferen. Demikian juga dengan
pembiayaan asset, bagian asset yang tidak dibiayai oleh hutang atau oleh saham preferen, harus
dibiayai oleh saham biasa.
Apabila ROA melebihi biaya modal hutang dan biaya modal saham preferen, maka
ROE akan melebihi ROA. Sisa kelebihan ROA atas biaya modal hutang dan dan biaya modal
saham preferen menjadi pemegang saham biasa. Berikut ini merupakan perhitungan untuk
melihat hubungan antara ROA, biaya hutang, biaya saham preferen dan ROE.

Pada tabel tersebut, ROA yang dihasilkan adalah 10%. Biaya modal hutang sesudah
pajak adalah 6% artinya kelebihan sebesar 4% menjadi hak pemegang saham biasa. Pemegang
utang berhak atas 6% dari ROA untuk setiap rupiah dana (dalam hal ini hutang) yang
ditanamkan ke asset perusahaan. Pemegang saham preferen berhak atas 8% dari ROA untuk
setiap rupiah dana (dalm hal ini saha preferen) yang ditanamkan ke aset perusahaan biaya
modal saham preferen adalah 8% yang artinya sisa sebesar 2% (10%-8%) menjadi hak
pemegang saham biasa. Sementara itu, pemegang saham biasa juga berhak atas 10% untuk

2
setiap rupiah dana yang mereka tanamkan ke asset perusahaan. Sehingga hak pemegang saham
biasa dapat dihitung sebagai berikut.
Kelebihan ROA atas biaya hutang yang diminta
kreditur dikalikan jumlah hutang
0,04 x 40 …………………………………… 1,6
Kelebihan ROA atas biaya saham prefren yang
diminta pemegang saham preferen, dikalikan jumlah
saham preferen
0,02 x 20 …………………………………… 0,4
Hak pemegang saham (hak penuh) atas ROA
dikalikan jumlah saham biasa
0,1 x 40 ……………………………………. 4,0
Total return ke pemegang saham biasa 6,0
Return untuk pemegang saham biasa (ROE)
6/40 x 100% 15,0%
Dari perhitungan tersebut nampak bahwa dengan menggunakan hutang lebih banyak,
pemegang saham biasa akan memperoleh return yang lebih besar asalkan ROA perusahaan
lebih besar dibandingkan dengan biaya hutang atau biaya preferen. Untuk memperjelas
persoalan di atas, pada contoh kedua perusahaan menggunakan saham bias aynag lebih kecil
dan menggunakan hutang yang lebih besar. Berikut merupakan analisis return untuk hutang,
saham preferen, dan saham biasa.
Kelebihan ROA atas biaya hutang yang diminta
kreditur dikalikan jumlah hutang
0,04 x 50 …………………………………… 2,0
Kelebihan ROA atas biaya saham prefren yang
diminta pemegang saham preferen, dikalikan jumlah
saham preferen
0,02 x 20 …………………………………… 0,4
Hak pemegang saham (hak penuh) atas ROA
dikalikan jumlah saham biasa
0,1 x 30 ……………………………………. 3,0
Total return ke pemegang saham biasa 5,4
Return untuk pemegang saham biasa (ROE)
5,4/30 x 100% 18,0%
3
Dengan menggunakan hutang lebih besar (50 dibandingkan 40 sebelumnya) ROE yang
diperoleh menjadi 18% (yang sebelumnya 15%). Penggunaan hutang yang semakin besar
nampaknya akan semaki menguntungkan bagi para pemegang saham, namun suatu saat
perusahaan akan mencapai batas hutang yang optimal. Penggunakan hutang yang lebih besar
dibandingkan dengan batas ini akan menurunkan ROE. Misalkan, perusahaan terus menambah
hutangnya menjadi 60. Pemberi hutang mensyaratkan tingkat bunga yang lebih tinggi menjadi
9%, karena risiko dianggap naik.
Kelebihan ROA atas biaya hutang yang diminta
kreditur dikalikan jumlah hutang
0,01 x 60 …………………………………… 0,6
Kelebihan ROA atas biaya saham prefren yang
diminta pemegang saham preferen, dikalikan jumlah
saham preferen
0,02 x 20 …………………………………… 0,4
Hak pemegang saham (hak penuh) atas ROA
dikalikan jumlah saham biasa
0,1 x 20 ……………………………………. 2,0
Total return ke pemegang saham biasa 3,0
Return untuk pemegang saham biasa (ROE)
3/20 x 100% 15,0%
ROE untuk pemegang saham turun menjadi 15% setelah hutang dinaikkan menjadi 60.
Perusahaan harus memperoleh ROE sebesar 3,6 (3,6/20=18%) agar ROE tetap sebesar 18%.
Itu berarti perusahaan harus memperoleh ROA sebesar 10,6% seperti perhitungan di bawah
ini.
(ROA – 0,09)60 + (ROA – 0,08)20 + ROA (20) = 3,6
100ROA = 10,6
ROA = 0,106 atau 10,6%

Dengan ROA sebesar 10,6%, ROE yang diperoleh adalah sebagai berikut.
Kelebihan ROA atas biaya hutang yang diminta
kreditur dikalikan jumlah hutang
0,016 x 60 …………………………………… 0,96

4
Kelebihan ROA atas biaya saham prefren yang
diminta pemegang saham preferen, dikalikan jumlah
saham preferen
0,026 x 20 …………………………………… 0,52
Hak pemegang saham (hak penuh) atas ROA
dikalikan jumlah saham biasa
0,106 x 20 ……………………………………. 2,12
Total return ke pemegang saham biasa 3,60
Return untuk pemegang saham biasa (ROE)
3,6/20 x 100% 18,0%

Penggunaan hutang (leverage) mempunyai keuntungn sekaligus kelemahannya. Jika


ROA membaik, maka perusahaan bisa memperoleh ROE yang lebih besar. Sebaliknya, jika
ROA menurun, perusahaan akan memiliki ROE yang lebih buruk. Misalkan ROA turun
menjadi 3%, maka analisis ROE sebagai berikut.
Kelebihan ROA atas biaya hutang yang diminta
kreditur dikalikan jumlah hutang
-0,03 x 40 …………………………………… (1,2)
Kelebihan ROA atas biaya saham prefren yang
diminta pemegang saham preferen, dikalikan jumlah
saham preferen
-0,05 x 20 …………………………………… (1,0)
Hak pemegang saham (hak penuh) atas ROA
dikalikan jumlah saham biasa
0,03 x 40 ……………………………………. 1,2
Total return ke pemegang saham biasa (1,0)
Return untuk pemegang saham biasa (ROE)
1,0/40 x 100% (2,5%)

Dengan struktur modal 40% hutang, 20% saham preferen dan 40% saham biasa, dan
dengan tingkat bunga hutang 6%, ROE yang dihasilkan adalah negatif 2,5% pada ROA sebesar
3%. Apabila tingkat hutang yang digunakan tidak terlalu besar, ROA sebesar 3% akan
menghasilkan ROE yang lebih besar dibandingkan negative 2,5%. Turunnya ROE tidak begitu
tajam apabila perusahaan menggunakan hutang yang lebih sedikit.
5
Penentuan struktur modal yang optimal harus mempehitungkan faktor risiko dan
return. Semakin tinggi hutang, semakin tinggi return (kecuali jika sudah mencapai batas
maksimum), namun risikonya juga semakin tinggi.

C. KOMPONEN-KOMPONEN ROE
ROE dapat dipecah-pecah lagi ke dalam beberapa komponen yaitu: ROA dan leverage
yang disesuaikna. Leverage yang disesuaikan kemudian dipeah lagi menjadi Common Earning
Leverage (Earning Leverage untuk saham biasa) dan Leverage sruktur modal (Capital
Structure Leverage). Berikut ini bagan pecahan komponen ROE.
ROE = ROA x Leverage yang disesuaikan

Common Earning Leverage


Leverage Struktur
(CEL) Modal (LSM)

Laba bersih Laba bersih + bunga Laba bersih untuk Rata-rata total aset
untuk saham bersih pajak saham biasa
biasa
= + +
Rata-rata Rata-rata total aset Laba bersih + Rata-rata saham
saham biasa bunga bersih pajak biasa

ROA mencerminkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan asset


yang dimiliki. Leverage yang disesuaikan mencerminkan efek penggandaan penggunaan
hutang dan saham preferen untuk menaikkan return ke pemegang saham. Leverage yang
disesuaikan merupakan hasil perkalian antara Common Earning Leverage dengan Leverage
Struktur Modal. Common Earning Leverage mencerminkan proporsi laba bersih yang menjadi
hak pemegang saham biasa dari jumlah total laba bersih operasional, sedangkan Leverage
Struktur Modal mencerminkan sejauh mana asset perusahaan dibiayai oleh saham sendiri. ROE
akan semakin besar apabila ROA tinggi atau leverage yang disesuaikan tinggi.
Secara umum kenaikan ROA akan meningkatkan CEL dan penurunan ROA juga akan
memperkecil CEL. Berikut ini hubungan antara komponen-komponen dalam ROE.
Variabel Hubungan
Leverage struktur modal dengan CEL
Negatif
Capital Structure Leverage)
ROA dengan CEL Negatif

6
D. LABA PER LEMBAR SAHAM
Rasio keuangan lain yang sering digunakan oleh investor saham (atau calon investor
saham) untuk menganalisis kemampuan perusahaan mencetak laba berdasarkan saham yang
dipunyai selain ROE adalah Earning Per Share (EPS) atau laba per lembar saham. EPS dapat
dihitung sebagai berikut.
Laba Bersih−Deviden Saham −Dividen Saham Preferen
EPS =
Rata−rata Tertimbang Jumlah Saham Biasa yang Beredar
(untuk permodalan yang sederhana)
Bagian atas rumus di atas sama dengan bagian atas (numerator) untuk perhitungan
ROE. Bagian pembagi (denominator) merupakan rata-rata tetimbang jumlah saham yang
beredar untuk periode tertentu yang berarti mencangkup jumlah saham yang beredar awal
periode, jumlah saham yang beredar akhir periode. Transaksi-transaksi seperti emisi saham
baru dan pembelian saham kembali (treasury stock) akan mempengaruhi jumlah saham yang
beredar.
Berikut ini contoh permodalan perusahaan ABC.
Januari 1 Desember 31
Saham preferen, nilai par Rp 20,
500 lembar beredar 10.000 10.000
Saham biasa, niali par Rp 10,
4000 lembar beredar 40.000 40.000
Agio saham 50.000 50.000
Laba yang Ditahan 80.000 85.600
Pembelian saham kembali
- (30.000)
(1.000 lembar)
Total modal saham 180.000 155.600

Perubahan laba yang ditahan selama periode tersebut adalah:


Laba yang ditahan, 1 Januari 80.000
Ditambah: Laba bersih 7.500
Dikurang dividen
Saham preferen (500)
Saham biasa (1.400)
Laba yang ditahan, 31 Desember 85.600

7
Saham preferen tidak bisa diukur ke saham biasa. Pembelian saham kembali (treasury
stock) dilakukan pada tanggal 1 Juli. Tidak ada opsi atau warran yang beredar (Opsi adalah
semacam klaim yang dapat ditukar menjadi saham apabila harga saham naik lebih besar
dibandingkan harga tertentu). EPS dapat dihitung sebagai berikut.

𝑅𝑝 7.500−500 𝑅𝑝 7.000
EPS = 0,5 (4.000) +0,5 (3.000) =
3.500
= Rp 2,00 perlembar saham.

Dividen untuk saham preferen dikurangkan karena dividen tersebut bukan merupakan
hak pemegang saham biasa. Jumlah saham yang beredar pada awal tahun adalah 4.000 lembar,
dan umlah saham yang beredar pada akhir tahun adalah 3.000 lembar (4.000 dikurangi treasury
stock atau pembelian saham kembali sebesar 1.000 lembar). Dengan demikian rata-rata jumlah
saham yang beredar adalah 0,5 (4.000) + 0,5 (3000) atau 3.500 lembar.
Apabila perusahaan mempunyai opsi atau warran yang beredar, perusahaan tersebut
mempunyai struktur permodalan yang kompleks. Perusahaan-perusahaan tersebut diharuskan
melaporkan dua macam EPS yaitu EPS primer (primary EPS) dan EPS yang disesuaikan (fully
diluted EPS). Perbedaan antara keduanya adalah terletak pada asumsi yang dipakai EPS fully
diluted, yang memperhitungkan semua surat berharga yang berpotensi untuk ditukar menjadi
saham biasa. Pada dasarnya perbedaan EPS primer dengan EPS fully diluted diakibatkan oleh
dua macam surat berharga.
a) Ekuivalen Saham Biasa
Untuk dapat ditukarkan dengan saham biasa, surat berharga yang nilainya didasarkan
pada nilai saham biasa atau didasarkan pada kemampuan disebut juga sebagai ekuivalen saham
biasa. Nilai pasar surat berharga jenis tersebut akan cederung mengikuti nilai pasar saham
biasa. Contoh ekuivalen saham biasa adalah opsi dan warran. Nilai mereka ditentukan oleh
nilai saham biasa dan kemampuan opsi atau waran untuk ditukar menjadi saham biasa (tidak
ada yield kas hanya dari opsi atau warran). Obligasi konvertibel (bisa ditukar menjadi saham)
bisa merupakan saham biasa, bisa tidak. Tes dapat dilakukan untuk melihat suatu surat berharga
merupakan ekuivalen saham biasa atau tidak. Jika surat berharga harga pasarnya lebih
ditentukan oleh yield kas yang periodik maka surat tersebut bukan ekuivalen saham biasa, jika
surat tersebut nilai pasarnya ditentukan oleh kemampuannya untuk ditukar menjadi saham,
maka surat tersebut merupakan ekuivalen saham biasa.

8
b) Surat Berharga Lain yang Mempunyai Potensi untuk Ditukar menjadi Saham
Semua surat berharga yang tidak dikelompokkan ke dalam ekuivalen saham biasa
digolongkan ke dalam dua kelompok tersebut. EPS primer (untuk struktur modal yang
kompleks) dihitung sebagai berikut.

Laba bersih dividen + Penyesuaian untuk


saham preferen ekuivalen saham biasa
EPS Primer = Rata−rata tertimbang jumlah + Rata−rata tertimbang jumlah
saham biasa yang beredar ekuivalen saham biasa yang diterbitkan

Untuk perhitungan EPS primer, semua ekuivalen saham biasa diasumsikan sudah
ditukarkan menjadi saham biasa. Semua bunga yang dibayarkan ke ekuivalen saham biasa,
yang artinya sudah digunakan untuk mengurangi laba perusahaan, ditambahkan kembali ke
laba bersih (sesudah disesuaikan dengan pajak). Ini dilakukan pada rumus di atas dengan
menambahkan penyesuaian untuk ekuivalen saham biasa, sedangkan pembaginya adalah rata-
rata tertimbang jumlah saham yang beredar ditambah dengan rata-rata tertimbang jumlah
ekuivalen saham biasa yang bisa diterbitkan. Perkataan dapat diterbitkan menandakan bahwa
ekuivalen tersebut barangkali belum ditukarkan, namun pada masa mendatang ekuivalen
tersebut mungkin ditukarkan menjadi saham.
EPS fully diluted dihitung dengan memperhitungkan jumlah semua surat berharga yang
memiliki potensi untuk ditukarkan menjadi saham. EPS ini mencerminkan potensi penurunan
EPS maksimum apabila semua surat berharga ditukar menjadi saham pada tanggal yang
tercantum di neraca. Perbedaan pokok antara EPS primer denga EPS fully diluted terletak pada
surat berharga yang bukan ekuivalen saha, namun bisa ditukar menjadi saham. Obligasi
konvertibel, saham preferen yang dapat ditukarkan menjadi saham biasa merupakan contoh
surat berharga bukan ekuivalen saham, namun bisa ditukar menjadi saham. Pada perhitungan
EPS primer, jenis surat berharga ini tidak diperitungkan, sedangkan untuk perhitungan EPS
fully diluted, jenis surat berharga ini dimasukkan ke dalam perhitungan. Misalkan saham prefer
ditukarkan menjadi saham biasa (berdasarkan perjanjian), maka jumlah saham biasa yang
mungkin muncul akibat pertukaran saham preferen menjadi saham biasa tersebut harus
diperhitungkan. Dalam EPS primer, jumlah saham yang mungkin muncul tersebut tidak
diperhitungkan.
Perhitungan EPS fully diluted adalah sebagai berikut:

9
+ Penyesuaian untuk
+ Penyesuaian
Laba bersih surat berharga
untuk
dividen saham ekuivalen yang berpotensi ditukar
preferen saham menjadi saham biasa
EPS fully diluted = Rata−rata + Rata−rata + Rata−rata
tertimbang jumlah tertimbang jumlah tertimbang jumlah
saham biasa ekuivalen saham surat berharga yang bisa
yang beredar bisa ditukar menjadi ditukar menjadi
saham biasa saham biasa

Penyesuaian untuk struktur peromodalan yang kompleks ini dibuat hanya apabila efek
dari surat-suta berharga tersebut menurunkan EPS (diluted effect), dan apabila perbedaan EPS
primer dan EPS diluted effect EPS sederhana (untuk struktur permodalan sederhana) mencapai
setidaknya 3%. Besarnya EPS-EPS ini harus dimunculkan dalam laporan keuangan.

1) Penggunaan EPS
EPS bisa digunakan untuk beberapa macam analisis. Pertama EPS dapat digunakan
untuk menganalisis profitabilitas suatu saham oleh para analis surat berharga. EPS mudah
dihubungkan dengan harga pasar suatu saham dan menghasilkan rasio PER (Price Earning
Ratio). PER adalah harga pasar suatu saham dibagi dengan EPS-nya.
Seseorang yang ingin membeli suatu saham akan berusaha menentukan harga yang
sebenarnya dari saham tersebut. Cara tersebut dilakukan dengan mem-present value-kan semua
aliran kas yang masuk yang mungkin muncul pada masa-masa mendatang. Model perhitungan
tersebut dikenal dengan model discounted cash flow, seperti berikut.
𝐷1 𝐷𝑛 𝑃𝑛
Po =
(1+𝑟)1
+ + (1+𝑟)𝑛 + (1+𝑟)𝑛
Keterangan:
Po = harga saham yang seharusnya
D1 …. Dn = dividen pada kas tahun pertama sampai tahun n, yang merupakan
penaksir aliran kas masuk dari tahun pertama sampai tahun ke-n
Pn = harga saham pada tahun ke-n
r = discount rate yang tepat untuk saham tersebut.
Diharapkan Pn>Po sehingga selisih tersebut menjadi keuntungan bagi pembeli (capital gain).
Model tersebut mengasumsikan saham akan dipegang sampai tahun ke-n, dan
kemudian dijual kembali pada tahun ke-n. apabila dividen tidak mengalami pertumbuhan, dan
saham diasumsikan untuk dipegang selamanya, maka harga sahamdimulai sebagai berikut.
𝐷
Po =
𝑟

10
Keterangan:
Po = harga saham yang seharusnya
D = dividen
r = discount rate yang tepat untuk saham tersebut.
Apabila ada dividen yang mengalami pertumbuhan sebesar g%, dan saham diasumsikan
untuk dipegang selamanya, maka nilai saham bisa dihitung sebegai berikut.
𝐷1
Po =
𝑟−𝑔

Keterangan:
Po = harga saham yang seharusnya
D1 = dividen
r = discount rate yang tepat untuk saham tersebut.
g = tingkat pertumbuhan
Apabila nilai Po diketahui, berarti dapat diperoleh gambaran besarnya nilai saham yang
seharusnya. Harga tersebut merupakan harga maksimal yang bersedia dibayar oleh
investor/calon investor. Apabila harga yang dibayarkan (atau harga pasar saat ini) lebih kecil
dibandingkan dengan Po (harga yang seharusnya), berarti harga saham tersebut undervalued,
investor dapat mengharapkan keuntungan (capital gain) dari selisih antara Po dengan harga
saat ini. Sebaliknya, harga saat ini lebih besar dengan harga Po (harga yang seharusnya), berarti
harga saham tersebut overvalued, investor akan mengalami kerugian (capital loss) dari selisih
antara harga saat ini dengan Po.
Dalam model tersebut, dividen digunakan untuk memprediksi aliran kas pada masa
mendatang. Dividen akan tergantung pada kemampuan perusahaan menghasilka aliran kas
masuk bersih. Untuk menaksir kemampuan perusahaan menghasilkan aliran kas masuk bersih,
laba perusahaan (net income) digunakan. Laba bersih sebenarnya merupakan laba yang muncul
dari pendekatan akrual (pendekatan yang dipakai dalam akuntansi). Untuk menaksir
kemampuan perusahaan menghasilkan laba pada masa mendatang, laba operasional (dari
kegiatan bisnis rutin) pada masa lalu bisa dipakai. Jika semua kegiatan bisnis pada masa
mendatang berlangsung normal, tidak ada hal-hal yang luar biasa yang muncul, maka
kemampuan menghasilkan laba pada masa lalu dapat digunakan untuk menaksir kemampuan
serupa pada masa mendatang. Laba atau rugi dari kejadian-kejadian luar biasa (seperti
kebakaran, gempa bumi, memenangkan undian berhadiah yang bernilai milyaran) harus
dikeluarkan dari analisis, karena kejadian-kejadian semacam itu tidak diharapkan untuk
muncul pada kondisi bisnis yang normal.

11
Berikut ini logika penerapan EPS.

Laba sekarang dan masa-masa lalu (operasional) x discount rate = harga saham saat ini
digunakan untuk memproyeksi

Laba masa-masa datang (operasional)


digunakan untuk memproyeksi

Aliran kas perusahaan pada masa-masa mendatang


digunakan untuk memproyeksi

Aliran kas dari dividen, x discount rate yang tepat = harga saham saat ini
capital gain

Berikut ini discount rate dan perhitungan PER-nya.


Discount rate Perhitungan PER PER
9% 1,0/0,09 11,1
10% 1,0/0,10 10,0
11% 1,0/0,11 9,1
12% 1,0/0,12 8,3

2) Kritik terhadap Penggunaan EPS


Adapun kelemahan dari dari EPS adalah sebagai berikut.
(1) EPS sering dikritik tidak mencerminkan ukuran profitabilitas perusahaan. EPS tidak
memperitungkan asset perusahaan yang digunakan untuk menghasilkan EPS tersebut.
(2) Jumlah saham dipakai sebagai pembagi laba operasional. Jumlah lembar saham bukan
merupakan ukuran penggunaan modal yang representatif.
(3) EPS dinilai tidak konsisten untuk pengukuran pengukuran profitabilitas karena
menggunakan laba perusahaan pada numerator (yang dibagi) namun menggunakan
jumlah saham pada pembagi (denominator) yang merupakan hasil keputusan
pendanaan.

12
DAFTAR REFERENSI

Hanafi, M. Mamduh, Abdul Halim. 2009. Analisis Laporan Keuangan Edisi Keempat.
Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN

13

Anda mungkin juga menyukai