Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

PARAPARESE

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi
Paraparese adalah kelemahan otot kedua ekstremitas bawah pada fungsi motoric dan
sensorik pada segmen torakal, lumbal atau sacral medulla spinalis (Sudoyo, 2009).

Klasifikasi:
a. Paraparese spastik: terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron
(UMN) sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertonus.
b. Paraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor neuron
(LMN) sehingga menyebabkan penurunan tonus otot atau hypotonus.

2. Anatomi dan Fisiologi

Medulla spinalis merupakan bagian dari susunan saraf pusat, terletak di dalam canalis
vertebralis dan merupakan lanjutan dari medulla oblongata dan ujung caudalnya
membentuk conus medullaris. Panjangnya pada pria sekitar 45 cm dan wanita 42-43 cm.
segmen upper cervical & thoracal berbentuk silindris dan segmen lower cervical &
lumbal berbentuk oval. Berawal dari dasar otak (atlas/V.C1), berakhir setinggi L1-L2
(conus medullaris), ke bawah melanjutkan diri sebagai fillum terminale. Di bawah Conus
medullaris terbentuk anyaman akar saraf (saraf tepi) menyerupai ekor kuda (cauda
equina). Setiap pasangan saraf keluar melalui Intervertebral foramina. Saraf Spinal
dilindungi oleh tulang vertebra dan ligamen dan juga oleh meningen spinal dan CSF.
Saraf spinal berjumlah 31 pasang yaitu : 8 pasang saraf servikal, 12 pasang saraf thorakal,
5 pasang saraf lumbal, 5 pasang saraf sakral, dan 1 pasang saraf koksigeal.

Peran medula spinalis


a. Jalur penjalaran impuls saraf dari dan ke otak
b. Jalur utama yang menghubungkan otak dan system saraf tepi
c. Pusat reflex utama

3. Etiologi
Penyebab paraparese menurut Smeltzer (2014) adalah sebagai berikut:
a. Faktor trauma tulang belakang, paling banyak terjadi karena jatuh dari ketinggian.
b. Faktor infeksi myelin
c. Tumor atau neoplasma pada medulla spinalis
d. Abses tuberculosa
e. Spina bifida thoracoumbal
f. Proses degenerasi medulla spinalis.

4. Patofisiologi
Kerusakan medulla spinalis berkisar dari kamosio sementara (pasien sembuhsempurna)
sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medulla, (lebih salahsatu atau dalam
kombinasi) sampai transaksi lengkap medulla (membuat pasien paralisis). Bila hemoragi
terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes keekstradul subdural atau
daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum terjadi kontusio atau robekan pada
cedera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur (Sudoyo, 2009).

Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya inisaja tetapi proses
patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cidera medulla spinalis akut.
Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia,edema,
lesi, hemorargi. Cidera medulla spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5 (Sudoyo, 2009).

Lesi 11 – 15 : kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan bagian
dari bokong.
Lesi L2 : ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha.
Lesi L3 : Ekstremitas bagian bawah.
Lesi L4 : Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.
Lesi L5 : Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.
5. Manifestasi Klinis
Nurarif (2013) menjelaskan bahwa lesi yang terjadi pada medulla spinalis dapat
menimbulkan gejala klinis:

a. Gangguan fungsi motoric


1) Lesi pada medulla spinalis merusak kornu anterior medulla spinalis sehingga
menimbulkan kelumpuhan LMN pada otot-otot yang dipersyarafi oleh kelompok
motoneuron ynag terkena lesi dan menyebabkan nyeri punggung yang terjadi
secara tiba-tiba.

2) Gangguan motoric dibawah lesi: dapat terjadi kelumpuhan UMN karena jaras
kortikospinal lateral segmen thorakal terputus. Gerakan reflex tertentu yang tidak
dikendalikan oleh otak akan tetap utuh atau bahkan meningkat. Misalnya, reflex
lutut tetap ada dan bahkan meningkat. Meningkatnya reflex ini menyebabkan
kejang tungkai. Reflex yang tetap dipertahankan menyebabkan otot yang terkena
menjadi memendek sehingga terjadi kelumpuhan jenis spastik. Otot yang spastik
teraba kencang dan keras dan sering mengalami kedutan.

b. Gangguan fungsi sensorik


Karena lesi total juga merusak kornu posterior medulla spinalis maka akan terjadi
penurunan atau hilang fungsi sensitabilitas di bawah lesi. Penderita tidak dapat
merasakan adanya rangsangan taktil, rangsang nyeri, rangsang thermal.

c. Gangguan fungsi autonomy karena terputusnya jaras ascenden spinothalamicus maka


penderita kehilangan kontrol vesika urinaria dan kehilangan kontrol saat defekasi
(disfungsi kandung kemoh dan usus).

6. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan untuk melihat adanya edema, hematoma, iskemia dan infark.
b. MRI menunjukkan daerah yang mengalami fraktur, infark hemoragik.

7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan cedera medulla spinalis menurut Mansjore (2009) antara lain:
1) Penanganan awal cedera medulla spinalis, yaitu:
2) Mempertahankan usaha bernapas
3) Mencegah syok
4) Imobilisasi leher (neck collar dan long spine board)
5) Selain itu, fokus selanjutnya adalah mempertahankan tekanan darah dan
pernapasan, stabilisasi leher, mencegah komplikasi (retensi urine atau alvi,
komplikasi kardiovascular atau respiratorik, dan thrombosis vena-vena profunda)

b. Penanganan lanjut trauma medulla spinalis dapat dilakukan dengan:


1) Farmakoterapi
Pemberian kortikosteroid dosis tinggi, khususnya metilprednisolon, telah
ditemukan unruk memperbaiki prognosis dan mengurangi kecacatan bila
diberikan dalam 8 jam cedera.

2) Hipotermia
Teknik pendinginan atau penyebaran hipotermia ke daerah cedera dari medulla
spinalis, untuk mengatasi kekuatan autodestruktif yang mengikuti tipe cedera ini,
cara ini keefektifannya masih diselidiki.

3) Tindakan pernapasan
Oksigen diberikan untuk mempertahankan PO2 arteri tinggi, karena anoksemia
dapat menimbulkan atau memperburuk deficit neurologic medulla spinalis.
Intubasi endotrakea diberikan bila perlu, perawatan ekstrem dilakukan untuk
menghindari fleksi atau ekstensi leher, yang dapat menimbulkan tekanan pada
cidera servikal diaphragma pacing (stimulasi listrik terhadap saraf frenik) dapat
dipertimbangkan unituk pasien dengan lesi servikal tinggi tetapi biasanya
dilakukan setelah fase akut.

4) Traksi dan Reduksi skelet


Penatalaksanaan cidera medulla spinalis memerlukan imobilisasi dan reduksi
dislokasi (memperbaiki posisi normal) dan stabilisasi kolum vertebra.

5) Fraktur servikal dikurangi dan spinal servikal disejajarkan dengan beberapa


bentuk traksi seklet seperti tong seklet atau callipers, atau dengan menggunakan
alat halo.

6) Intervensi pembedahan, pembedahan diindikasikan bila :


a) Deformitas pasien tidak dapat dikurangi dengan traksi
b) Tidak ada kestabilan tulang servikal
c) Cedera terjadi pada daerah toraks atau lumbal
d) Status neurologic pasien memburuk.

Pembedahan dilakukan untuk mengurangi fraktur spinal atau dislokasi atau


dekompresi medulla. Laminektomi (eksisi cabang posterior dan prossesus
spinosus vertebra) diindikasikan pada adanya defisit neurologic progresif,
dicurigai adanya hematoma epidural, atau cedera penetrasi yang memerlukan
debridemen pembedahan, atau memungkinkan visualisasi langsung dan eksplorasi
medulla. Penderita menghadapi ketidakmampuan fisik sepanjang hidup sehingga
memerlukan tindak lanjut dan perawatan terus menerus dari professional
kesehatan seperti psikiatris, perawat rehabilitasi, ahli terapi okupasi.

c. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Potter & Perry (2009), pasien dengan paraparese perlu dilakukan ROM.
ROM terdiri dari gerakan pada persendian sebagai berikut :

1) Leher, Spina, Servikal

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Menggerakan dagu menempel ke rentang


dada, 45°

Ekstensi Mengembalikan kepala ke posisi rentang


tegak, 45°

Hiperektensi Menekuk kepala ke belakang rentang


sejauh mungkin, 40-45°

Fleksi Memiringkan kepala sejauh rentang


lateral mungkin sejauh mungkin kearah 40-45°
setiap bahu,

Rotasi Memutar kepala sejauh mungkin rentang


dalam gerakan sirkuler, 180°

2) Bahu

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Menaikan lengan dari posisi di rentang


samping tubuh ke depan ke 180°
posisi di atas kepala,

Ekstensi Mengembalikan lengan ke posisi rentang


di samping tubuh, 180°
Hiperektensi Mengerkan lengan kebelakang rentang
tubuh, siku tetap lurus, 45-60°

Abduksi Menaikan lengan ke posisi rentang


samping di atas kepala dengan 180°
telapak tangan jauh dari kepala,

Adduksi Menurunkan lengan ke samping rentang


dan menyilang tubuh sejauh 320°
mungkin,

Rotasi Dengan siku pleksi, memutar rentang


dalam bahu dengan menggerakan lengan 90°
sampai ibu jari menghadap ke
dalam dan ke belakang,

Rotasi luar Dengan siku fleksi, menggerakan rentang


lengan sampai ibu jari ke atas dan 90°
samping kepala,

Sirkumduksi Menggerakan lengan dengan rentang


lingkaran penuh, 360°

3) Siku

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Menggerakkan siku sehingga lengan rentang


bahu bergerak ke depan sendi bahu 150°
dan tangan sejajar bahu,

Ektensi Meluruskan siku dengan rentang


menurunkan tangan, 150°

Lengan bawah

Gerakan Penjelasan Rentang

Supinasi Memutar lengan bawah dan tangan rentang


sehingga telapak tangan menghadap 70-90°
ke atas,

Pronasi Memutar lengan bawah sehingga rentang


telapak tangan menghadap ke 70-90°
bawah,

4) Pergelangan tangan

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Menggerakan telapak tangan ke rentang


sisi bagian dalam lengan bawah, 80-90°

Ekstensi Mengerakan jari-jari tangan rentang


sehingga jari-jari, tangan, 80-90°
lengan bawah berada dalam
arah yang sama,

Hiperekstensi Membawa permukaan tangan rentang


dorsal ke belakang sejauh 89-90°
mungkin,

Abduksi Menekuk pergelangan tangan rentang


miring ke ibu jari, 30°

Adduksi Menekuk pergelangan tangan rentang


miring ke arah lima jari, 30-50°

5) Jari- jari tangan

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Membuat genggaman, rentang


90°

Ekstensi Meluruskan jari-jari tangan, rentang


90°

Hiperekstensi Menggerakan jari-jari tangan ke rentang


belakang sejauh mungkin, 30-60°
Abduksi Mereggangkan jari-jari tangan rentang
yang satu dengan yang lain, 30°

Adduksi Merapatkan kembali jari-jari rentang


tangan, 30°

6) Ibu jari

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Mengerakan ibu jari menyilang rentang


permukaan telapak tangan, 90°

Ekstensi menggerakan ibu jari lurus menjauh rentang


dari tangan, 90°

Abduksi Menjauhkan ibu jari ke samping, rentang


30°

Adduksi Mengerakan ibu jari ke depan rentang


tangan, 30°

Oposisi Menyentuhkan ibu jari ke setiap


jari-jari tangan pada tangan yang -
sama.

7) Pinggul

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Mengerakan tungkai ke depan dan Rentang 90-


atas, 120°

Ekstensi Menggerakan kembali ke samping rentang 90-


tungkai yang lain, 120°

Hiperekstensi Mengerakan tungkai ke belakang rentang 30-50°


tubuh,

Abduksi Menggerakan tungkai ke samping rentang 30-50°


menjauhi tubuh,
Adduksi Mengerakan tungkai kembali
rentang 30-
ke posisi media dan melebihi
50°
jika mungkin,

Rotasi Memutar kaki dan tungkai ke


rentang 90°
dalam arah tungkai lain,

Rotasi Memutar kaki dan tungkai


rentang 90°
luar menjauhi tungkai lain.

Sirkumduksi Menggerakan tungkai


-
melingkar

8) Lutut

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Mengerakan tumit ke arah belakang rentang 120-


paha, 130°

Ekstensi Mengembalikan tungkai kelantai, rentang 120-


130°

9) Mata kaki

Gerakan Penjelasan Rentang

Dorsifleksi Menggerakan kaki sehingga jari-jari rentang 20-30°


kaki menekuk ke atas,

Plantarfleksi Menggerakan kaki sehingga jari-jari rentang 45-50°


kaki menekuk ke bawah,

10) Kaki

Gerakan Penjelasan Rentang

Inversi Memutar telapak kaki ke samping rentang 10°


dalam,
Eversi Memutar telapak kaki ke samping rentang 10°
luar,

11) Jari-Jari Kaki

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Menekukkan jari-jari kaki ke bawah, rentang 30-60°

Ekstensi Meluruskan jari-jari kaki, rentang 30-60°

Abduksi Menggerakan jari-jari kaki satu rentang 15°


dengan yang lain,

Adduksi Merapatkan kembali bersama-sama, rentang 15°

8. Komplikasi

Anda mungkin juga menyukai