LAPORAN KASUS
KOLESISTITIS AKUT
diajukan guna melengkapi tugas portofolio
Disusun oleh:
Daniel Setiawan Nathan
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE 15 SEPTEMBER 2017–14 SEPTEMBER 2018
RUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG
COVER ....................................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
BAB I LAPORAN KASUS ...................................................................................................... 2
iii
2.13.1 Pemeriksaan Laboratorium .............................................................................. 21
2.13.2 Pemeriksaan Radiologi .................................................................................... 21
2.14 Manajemen dan Tatalaksana kolesistitis akut .............................................................. 22
2.14.1 Pilihan Antibiotik Untuk kolesistitis akut ........................................................ 29
2.14.2 Kolesistektomi ................................................................................................. 27
2.15 Komplikasi ................................................................................................................... 29
2.16 Prognosis ...................................................................................................................... 29
2.17 Edukasi dan Pencegahan .............................................................................................. 30
iv
PENDAHULUAN
Peradangan akut dinding kandung empedu atau disebut juga dengan kolesistitis akut
biasanya terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu. Sekitar 10 – 20% warga Amerika
menderita kolelitiasis (batu empedu) dan sepertiganya juga menderita kolesistitis akut.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita, usia tua dan lebih sering terjadi pada orang kulit
putih. Pada wanita, terutama pada wanita – wanita hamil dan yang mengkonsumsi obat – obat
hormonal, insidensi kolesistitis akut lebih sering terjadi. Beberapa teori mengatakan hal ini
berkaitan dengan kadar progesteron yang tinggi yang menyebabkan statis aliran kandung
empedu. Di Indonesia, walaupun belum ada data epidemiologis penduduk, insidens
kolesistitis dan kolelitiasis di negara kita relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara –
negara barat. Meskipun dikatakan bahwa pasien kolesistitis akut umumnya perempuan,
gemuk dan berusia di atas 40 tahun, tetapi menuruit Lesman LA, dkk, hal ini sering tidak
sesuai untuk pasien – pasien di negara kita9.
Kolesistitis akut sering berawal sebagai serangan kolik biliaris yang memburuk secara
progresif. Sekitar 60 – 70% pasien melaporkan adanya riwayat serangan yang sembuh
spontan. Namun, seiring dengan makin parahnya serangan, nyeri kolesistitis akut makin
menjadi generalisata di abdomen kanan atas. Seperti kolik biliaris, nyeri kolesistitis dapat
menyebar ke daerah antarskapula, skapula kanan atau bahu. Tanda peradangan peritoneum
seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan.
Pasien juga mengalami anoreksia dan sering mual. Kolesistitis akut merupakan suatu
penyakit yang dapat mengganggu kualitas hidup pasien9.
Oleh karena itu dalam kesempatan ini akan dibahas mengenai beberapa hal berkaitan
dengan penyakit peradangan pada dinding kandung empedu ini serta terapi yang sesuai.
1
BAB I
LAPORAN KASUS
1.2 Anamnesis
Sumber informasi : Autoanamnesis
Keluhan utama : Nyeri ulu hati
Anamnesis khusus :
Sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan nyeri ulu hati yang
dirasakan semakin lama semakin bertambah berat. Nyeri ulu hati yang dirasakan berupa rasa
perih dan panas pada perut. Nyeri dirasakan terus menerus, sepanjang hari, dan tidak mereda
dengan istirahat. Nyeri tidak dipengaruhi oleh makanan. Keluhan nyeri ulu hati disertai
dengan nyeri pada perut kanan atas sejak dua hari yang lalu. Nyeri pada perut kanan atas
dirasakan menjalar ke belakang punggung. Keluhan nyeri disertai dengan rasa mual serta
muntah sejak kurang lebih satu hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien muntah hampir
setiap kali makan. Muntah berupa ampas makanan cair, tanpa disertai dengan darah atau
warna kehitaman. Selain itu, keluhan nyeri ulu hati juga disertai dengan panas badan sejak
sekitar dua hari sebelum masuk rumah sakit. Panas badan dirasakan hilang timbul dan tidak
2
3
terlalu tinggi. Pasien masih bisa makan dan minum, namun dengan porsi yang berkurang
dibandingkan dengan sebelumnya.
Keluhan disertai dengan kuning pada mata dan kulit pasien. Keluhan juga tidak
disertai dengan buang air besar cair atau hitam pada pasien. Keluhan juga tidak disertai
dengan nyeri saat menelan. Tidak terdapat riwayat penurunan kesadaran pada pasien. Tidak
terdapat keluhan buang air kecil pada pasien. Riwayat penurunan berat badan tidak
didapatkan pada pasien.
Pasien sehari-hari beraktivitas sebagai ibu rumah tangga. Pasien mengakui sering
makan tidak teratur. Pasien juga mengaku sering mengonsumsi makan-makanan berlemak.
Riwayat penggunaan suplemen makanan (kalsium) dalam jangka panjang tidak didapatkan
pada pasien. Riwayat Berhubungan badan diluar nikah dan penggunaan jarum suntik serta
transfusi darah disangkal oleh pasien. Pasien sampai saat ini memiliki dua orang anak.
Riwayat melahirkan terakhir 3 tahun yang lalu. Tidak terdapat riwayat operasi sebelumnya
pada pasien. Riwayat dirawat di rumah sakit sebelumnya tidak didapatkan pada pasien.
Sebelumnya, pasien belum berobat ke dokter, pasien hanya minum promag tablet,
namun tidak ada perubahan, sehingga pasien dan keluarga segera berobat ke Rumah Sakit
Sartika Asih Bandung.
Status gizi
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 160 cm
BMI : 23,43
Kesimpulan : Status gizi Overweight (WHO Asia-Pacific – 2000)
Status generalis:
Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+),
air mata (+/+), mata cekung (-/-),
mukosa mulut basah (+), turgor baik.
Leher : KGB tidak teraba, JVP tidak meningkat
Dada : simetris, vocal fremitus ka=ki,
sonor/sonor, VBS ka=ki, rhonki -/-, wheezing -/-
bunyi jantung S1 S1 murni reguler, murmur (-).
Abdomen : soepel, hepar & lien tidak teraba,
nyeri tekan (+) a/r epigastrium & RUQ, Murphy’s sign (+)
timpani, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill time <2”, kulit ikterik (+) ringan.
1.7 Tatalaksana
1.7.1 Tatalaksana umum
Infus Ringered Lactate 20 tetes makro/menit
Limpa
8
Pankreas
Kandung Empedu
Kandung Empedu
Ekspertise:
Hepar :
Tidak membesar dan bentuk normal, tekstur parenkim masih homogen, tepi tajam.
Tidak tampak SOL. Vena porta, vena hepatika, dan saluran empedu intra dan ekstra
hepatal tidak melebar.
Empedu :
Besar dan bentuk normal, dinding menebal 0.67 cm. Tak tamparan gambaran double
layer.
Tak tampak Sludge, Tampak Batu yang multiple, berukuran 0,48-0,58 cm
Limpa :
Besar dan bentuk normal, tekstur parenkim homogen. Tak tampak massa/SOL. Vena
lienalis tidak melebar.
Pankreas :
Besar dan bentuk normal, parenkim homogen. Duktus pankreatikus tidak melebar.
Tak tampak massa/SOL
Kesan :
Kolelithiasis. Tampak batu multiple berukuran 0,48 – 0,58 cm
Kolesistitis
USG hepar, pankreas, dan limpa saat ini dalam batas normal.
1.9 Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
PEMBAHASAN
11
12
kemudian bergabung dengan duktus pankreatikus mayor lalu memasuki duodenum melalui
ampulla Vater4.
Empedu hati adalah cairan isotonik berpigmentasi dengan komposisi elektrolit yang
menyerupai plasma darah. Komponen utama cairan empedu terdiri dari 82% air, 12% asam
empedu, 4% lesitin dan fosfolipid lainnya serta 0,7% kolesterol yang tidak diesterifikasi.
Unsur lain termasuk bilirubin terkonjugasi, protein (IgA), elektrolit, mukus, dapat pula obat
atau hasil metabolisme lainnya.. Cairan empedu ditampung dalam kandung empedu yang
memiliki kapasitas ± 50 ml. Selama empedu berada di dalam kandung empedu, maka akan
terjadi peningkatan konsentrasi empedu oleh karena terjadinya proses reabsorpsi sebagian
besar anion anorganik, klorida dan bikarbonat, diikuti oleh difusi air sehingga terjadi
penurunan pH intrasistik4.
Asam – asam empedu primer (asam kolat & kenodeoksikolat) dibentuk dari kolesterol
di dalam hepatosit, diperbanyak pada struktur cincin hidroksilasi dan bersifat larut dalam air
akibat konjugasi dengan glisin atau taurin dan diekskresi ke dalam empedu. Sekresi empedu
membutuhkan aktivitas hepatosit (sumber empedu primer) dan kolangiosit yang terletak
sepanjang duktulus empedu. Produksi empedu perhari berkisar 500 – 600 mL4.
Asam empedu mempunyai kegunaan seperti deterjen dalam mengemulsi lemak,
membantu kerja enzim pankreas dan penyerapan lemak intraluminal. Asam empedu primer
dapat dialirkan ke duodenum akibat stimulus fisiologis oleh hormon kolesistokinin (CCK)
(meskipun terdapat juga peranan persarafan parasimpatis), dimana kadar hormon ini dapat
meningkat sebagai tanggapan terhadap diet asam amino rantai panjang dan karbohidrat.
Adapun efek kolesistokinin diantaranya (1) kontraksi kandung empedu (2) penurunan
13
resistensi sfingster Oddi (3) peningkatan sekresi empedu hati (4) meningkatkan aliran cairan
empedu ke duodenum3.
Asam empedu primer yang telah sekresikan ke duodenum akan direabsorpsi kembali
di ileum terminalis kemudian memasuki aliran darah portal dan diambil cepat oleh hepatosit,
dikonjugasi ulang dan disekresi ulang ke dalam empedu (sirkulasi enterohepatik). Sekitar ±
20% empedu intestinal tidak direabsorpsi di ileum, yang kemudian dikonjugasi oleh bakteri
kolon menjadi asam empedu sekunder yakni deoksikolat dan litokolat dan ± 50% akan
direabsorpsi kembali3.
pada pasien obesitas jauh lebih besar dibandingkan dengan subjek dengan berat badan
normal.
Namun, belum jelas apakah kelima faktor 5Fs di atas berhubungan secara langsung
dengan perkembangan kolesistitis akut. Belum ada bukti yang jelas antara hubungan usia &
jenis kelamin dan kolesistitis akut.Akan tetapi, terjadinya kolesistitis akut lebih tinggi pada
subjek obese dibandingkan dengan subjek non-obese.2
Beberapa faktor risiko lainnya:2,3
1. Penggunaan berbagai macam obat-obatan yang memicu terbentuknya batu empedu,
seperti progesterone, fibrate, estrogen, seftriakson, obat antikolinergik, antibiotik
(eritromisin, ampisilin), dan imunoterapi.
2. Diet tinggi lemak.
3. Diet tinggik kalsium.
4. Penyakit komorbid AIDS, dengan manifestasi seringkali berupa kolesistitisi akalkulus
akut.
2.7 Patofisiologi2,4
Pada sebagian besar kasus, penyebab kolesistitis akut adalah batu empedu. Batu
empedu menyebabkan obstruksi pada kandung empedu bagian leher (neck) atau pada duktus
sistikus. Perkembangan selanjutnya dari obstruksi tersebut ditentukan oleh dua faktor, yaitu
seberapa besar derajat obstruksi tersebut, serta lama durasi dari obstruksi tersebut. Bila
obstruksi bersifat parsial dan hanya durasi pendek, pasien biasanya hanya mengalami kolik
biliari saja.
Sementara bila obstruksi bersifat sempurna dan berdurasi lama, pasien akan
mengalami kolesistitis akut. Obstruksi tersebut akan menyebabkan
1. Cairan empedu terperangkap di dalam kandung empedu, menyebabkan iritasi kimia
(karena pelepasan lisolesitin dari cairan empedu).
2. Peningkatan tekanan di dalam kandung empedu
3. Distensi kandung empedu.
Ketiga hal tersebut di atas menstimulasi sintesis prostaglandin (PGI2, PGE2), yang
memediasi respons inflamatori. Aliran darah dan aliran limfatik akan terganggu, sehingga
menyebabkan iskemia dan nekrosis pada mukosa kandung empedu.Timbul pula infeksi
bakterial sekunder yang semakin memperberat nekrosis dan dapat menyebakan perforasi.
Infeksi bakteri sekunder berperan dalam perjalanan penyakit pada sekitar 50 – 85% pasien
16
dengan kolesistitis. Organisme yang paling sering ditemukan dalam kultur adalah
Escherichia coli, Klebsiella spp., Streptococcus spp., dan Clostridium spp. Bila tidak segera
diberikan pengobatan dini, penyakit akan berkembang menjadi lebih serius dan dapat
menyebabkan banyak komplikasi.
Pada kolesistis akalkulus, mekanisme terjadinya penyakit masih belum dapat
dijelaskan sepenuhnya. Jejas yang timbul pada kandung empedu diperkirakan diakibatkan
cairan empedu yang tertahan lama di dalam kandung empedu. Cairan empedu ini sendiri
merupakan substansi yang bersifat toksik. Contohnya pada kondisi prolonged fasting,
kandung empedu tidak menerima stimulus dari kolesistokinin (CCK) untuk mengosongkan
cairan empedu, sehingga cairan empedu akan tetap stagnan berada di dalam lumen. Penelitian
menunjukkan bahwa endotoksin dari cairan empedu dapat menyebabkan nekrosis,
hemoragik, dan kerusakan mukosa yang luas. Kolesistitis akalkulus juga dapat terjadi pada
pasien-pasien yang mendapatkan terapi dengan vasopressor. Hal ini karena penggunaan obat
tersebut akan menurunkan aliran darah splanchnic, sehingga menyebabkan iskemia pada
dinding kandung empedu.
4. Kolesistitis kronis: Terjadi setelah serangan kolesistitis akut ringan yang berulang.
Dicirikan dengan atrofi mukosal dan fibrosis dinding kandung empedu. Kolesistitis
kronis juga dapat disebabkan iritasi kronis batu empedu yang besar dan seringkali
menginduksi kolesistitis akut, disebut dengan acute on chronic cholecystitis. Secara
histologis, nampak invasi netrofil pada dinding kandung empedu disertai dengan
infiltrasi dan fibrosis sel plasma/limfosit.
18
Derajat Kriteria
organ atau perubahan inflamatori minimal pada kandung empedu,
sehingga dapat dilakukan kolesistektomi atau prosedur operatif risiko-
rendah lainnya.
Demam Tidak Ya
Tidak ada Ya
Leukositosis
Spontan, <6 jam Spontan dalam 50% kasus,
Resolusi
10% risiko septik
21
2. Kolangitis, dengan tiga ciri utama triadCharcot (demam, kuning, dan nyeri perut
kanan atas).
3. Sindroma dispepsia.
4. Ulkus peptikum
2. Power Doppler imaging, dapat berguna untuk menegakkan kolesistitis akut, dengan
sensitivitas 95% dan spesifisitas 100%.
3. CT scan, dengan temuan dapat berupa distensi kandung empedu, penebalan dinding
kandung empedu, pengumpulan cairan perikolesistik, edema subserosal, atau
pengumpulan gas.
4. Scan Tc-HIDA (hepatobiliary scintigraphy), yaitu dengan meyuntikan zat kontras
melalui pembuluh darah, yang kemudian dieksresikan melalui cairan empedu. Bila
dalam waktu 60 menit setelah pemberian zat kontras tidak tampak pengisian pada
kandung empedu, maka hal tersebut merupakan tanda adanya obstruksi pada duktus
sistikus. Sensitivitas tes ini sebesar 80 – 90% untuk mendeteksi kolesistitis akut.
Secara skematik, alur manajemen untuk kolesistitis akut terdapat pada diagram di bawah
ini (Gambar 8).
24
superinfeksi oleh bakteri-bakter enterik. Organisme yang timbul adalah E. coli, Klebsiella
spp, dan Streptococcus spp.Antibiotik yang efektif diberikan meliputi ureidopenisilin seperti
piperasilin atau mezlosilin, ampisilin sulbaktam, siprofloksasin, moksifloksasin, atau
sefalosforin generasi ketiga. Antibiotik untuk mikroorganisme anaerob harus ditambahkan
jika diduga terdapat kolesistitis gangrenus atau emfisematus. Pada kasus yang mengancam
jiwa atau gagal terapi dengan antibiotik lain, dapat dipertimbangkan pemberian imipenem
atau meropenem.4
Pilihan antibiotik ditampilkan dalam tabel di bawah ini.8
Tabel 3. Pilihan antibiotik untuk kolesistitis akut8
26
2.14.2 Kolesistektomi
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah
dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung
empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat
gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan6.
2. Kolesistektomi laparaskopi
Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil
di dinding perut.
Keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat
mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien juga dapat
cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik6.
27
28
2.15 Komplikasi
Komplikasi pada kolesistitis akut terjadi pada penyakit denganderajat berat. Indisensi
komplikasi bervariasi antara 7.2–26%. Terdapat empat jenis komplikasi yang dapat terjadi:1
1. Perforasi kandung empedu, terutama sebagai akibat iskemia dan nekrosis dari dinding
kandung empedu.
2. Peritonitis iliari, terjadi akibat cairan empedu yang masuk ke dalam rongga
peritoneum. Bocornya cairan ke dalam rongga peritoneum dapat disebabkan oleh
perforasi kandung empedu, kateter yang lepas saat drainase biliari, atau akibat jahitan
yang tidak sempurna setelah operasi.
3. Abses perikolesistik, yaitu kondisi ketika perforasi dinding kandung empedu dilapisi
oleh jaringan sekelilingnya, dengan pembentukan abses di sekitar kandung empedu.
4. Fistula biliari, yang dapat terjadi di antara kandung empedu dan duodenum setelah
episode kolesistitis akut. Fistula ini biasanya disebabkan oleh batu empedu yang besar
yang menembus dinding kandung empedu ke dalam duodenum. Jika batu berukuran
besar, pasien dapat mengalami ileus akibat batu, karena batu menyebabkan obstruksi
mekanis pada usus kecil pada katup ileosekal.
2.16 Prognosis
Tingkat mortalitas akibat kolesistitis akut semenjak tahun 2000-an dilaporkan telah
menurun menjadi kurang dari satu persen, dibandingkan era sebelum tahun tersebut yang
dapat mencapai 20%. Penurunan tingkat mortalitas ini dihubungkan dengan diagnosis yang
lebih dini dan pengobatan yang telah lebih memadai.2
30
Secara umum, tingkat mortalitas lebih tinggi pada derajat penyakit berat (derajat III),
yaitu dapat mencapai sebesar 21.4%. Tingkat mortalitas juga lebih tinggi pada pasien dengan
usia tua (di atas 75 tahun) serta pada pasien yang memiliki penyakit komorbid seperti
diabetes.1Setelah pengobatan dengan terapi konservatif, didapatkan tingkat rekurensi
penyakit yang membutuhkan perawatan kembali di rumah sakit, sebesar 19–36%. Namun,
tidak terdapat rekurensi yang dilaporkan pada kasus pasien yang menjalani kolesistektomi.2
31
LAMPIRAN
32
Lampiran 2. Daftar hadir peserta
33