Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN Ny. W DENGAN DIAGNOSA APENDISITIS

DI RUANG BEDAH WANTA RSUD DR.M.HAULUSSY AMBON

YANG

D
I
S
U
S
U
N

OLEH

NAMA : RATNA LANURU


TINGKAT : II
NIM : PO7120317058
SEMESTER : III

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN MASOHI

T.A 2018/2019
LEMBAR PENGESAHAN
PADA KLIEN Nn. M DENGAN DIAGNOSA APENDISITIS

DI RUANG BEDAH WANITA RSUD DR.M.HAULUSSY AMBON

YANG DISUSUN OLEH

NAMA : HARTINI IPAENN


TINGKAT : II
NIM : PO7120317076
SEMESTER : III

MENGESAHKAN

CI LAHAN CI INSTITUSI

( …………….……………………………) ( …………….……………………………)
A. Konsep Medis
1. Defenisi
 Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah
abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
 Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam
kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus
memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi.
Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis
dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis,
2007)
 Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi
bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran
usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau
sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak
di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun,
lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan
lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
 Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks (Anonim,
Apendisitis, 2007).

2. Etiologi
Berbagai faktor dianggap sebagai predisposisi timbulnya apendisitis akut,
termasuk fekolit (feses yang keras akibat dehidrasi dan pengerasan) dan
residu makanan, hiperplasia limfoid (seperti yang terjadi pada anak disertai
infeksi virus), divertikulosis apendiks, dan terdapatnya tumor karsinoid.
Radang spesifik dapat juga mengenai apendiks, dan yang paling sering akibat
Yersinia pseudotuberculosis, tifoid, tuberkulosis dan aktinomikosis.Apendiks
juga dapat terkena oleh kolitis ulseratif dan penyakit Crohn.

Adapun penyebab yang lainnya yaitu :

 Fekolit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat.


 Tumor apendiks.
 Cacing ascaris.
 Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.
 Hiperplasia jaringan limfe

3. Patofisiologi
Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi penyumbatan yang dapat
disebabkan oleh hiperplasia dari polikel lympoid merupakan penyebab
terbanyak adanya fekalit dalam lumen appendik.Adanya benda asing seperti :
cacing,striktur karenan fibrosis akibat adanya peradangan sebelunnya.Sebab
lain misalnya : keganasan (Karsinoma Karsinoid).

Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa


terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan
menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan
peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus
yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar
umblikus.

Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah,
kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu,
peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat,
sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut
dengan appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut
dengan appendisitis gangrenosa.Bila dinding apendiks yang telah akut itu
pecah, dinamakan appendisitis perforasi.

Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang


meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut
sebagai appendisitis abses. Pada anak – anak karena omentum masih
pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang
lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada
orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi
terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian
gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis
(Junaidi ; 1982).

4. Tanda dan gejala


Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh
demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.Nyeri tekan lokal
pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan
dijumpai.
Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare
tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks
melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah
lumbal ; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat
diketahuipada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa
ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter.Adanya
kekeakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.

Tand Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri,
yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran
bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih
menyebar ; distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi klien
memburuk.

5. Pemeriksaan diagnostic
1. Pemeriksaan fisik
- Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga
perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi)
- Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa
nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (blubing sign)
yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
- Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai
diangkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri diperut semakin parah
- Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu

2. Pemeriksaan laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000-
18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka
kemungkinan apendiks sudah mengalami parforasi (pecah)

3. Pemeriksaan radiologi
- Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang
membantu)
- Ultrasonografi (USG). CT scan.
- Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG
abdomen dan apendikogram
6. Penatalaksanaan
Pada appendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi
appendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi,
istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang
tidak merangsang persitaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain di perut
kanan bawah.

 Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan


kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirabaring
dan dipuasakan.
 Tindakan operatif ; appendiktomi.
 Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk
tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak
dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien
pulang.

7. Komplikasi
Komplikasi apendisitis akut ialah keadaan yang terjadi akibat perforasi,
seperti peritonitis generalisata, abses dan pembentukan fistula, dan
konsekuensi penyebaran melalui pembuluh darah, pieloflebitis supuratif
(radang dan trombosis vena porta), abses hepar dan septikemia.Radang
dapat menjadi kronis, atau obstruksi pada leher apendiks yang menyebabkan
retensi mukus dan kemudian menimbulkan mukokel.Ini sering tidak
menimbulkan masalah klinis tetapi walaupun jarang, dapat terjadi ruptura dan
sel epitel yang mensekresi mukus dapat menyebar ke kavum peritoneum.
B. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian
 Identitas Pasien
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor
register.
 Riwayat Keperawatan
1. Riwayat Kesehatan saat ini : keluhan nyeri pada luka post operasi
apendektomi, mual muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan
leukosit.
2. Riwayat Kesehatan masa lalu
 Pemeriksaan Fisik
1. Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya
distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.
2. Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit
yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan
splenomegali.
3. Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan
sakit pinggang.
4. Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam
pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak.
5. Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran
kelenjar getah bening.
 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit
yang merupakan tanda adanya infeksi.
2. Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca
pembedahan.
b. diagnose keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya continuitas jaringan/insisi bedah ;


Trauma jaringan ; Dstensi jaringan usus oleh inflamasi
2. Aktual / Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah ;
Kehilangan volume cairan secara aktif ; Kegagalan mekanisme pengaturan ;
Pembatasan pasca operasi (puasa)
3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan Ingesti ; Digesti ; Absorbsi
4. Cemas berhubungan dengan Perubahan status kesehatan ; Kemungkinan
dilakukannya operasi
5. Resiko infeksi berhubungan dengan Tidak adekuatnya pertahanan tubuh ;
Prosedur invasive (insisi bedah)
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan Kurang terpaparnya informasi ;
Keterbatasan kognitif

c. interfensi dan implementasi


1. Mengurangi nyeri

 Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan.


 Observasi ketidaknyamanan non verbal
 Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien
untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase,
perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru.
 Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan.
 Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat
nyeri.
 Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

2. Mempertahankan keseimbangan cairan


 Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
 Monitor vital sign dan status hidrasi.
 Monitor status nutrisi
 Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu
pembekuan.
 Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
 Atur kemungkinan transfusi darah.

3. Memenuhi kebutuhan nutrisi

 Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.


 Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
 Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya.
 Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
 pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.

4. Mengurangi kecemasan

 Memberikan informasi kepada klien mengenai prosedur dan tujuan


dilakukan tindakan pembedahan
 Brbincang dengan klien mengenai apa yang akan dikerjakan
 Menggunakan pendekatan yang tenang untuk meyakinkan klien
 Memotivasi keluarga untuk selalu menemani klien

5. Menghindari infeksi

 Melakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptic


 Mengobservasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda infeksi
 Memberikan antibiotic sesuai indikasi

6. Memberikan pendidikan kesehatan

 Memberikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya


 Memberikan informasi kepada klien dan keluarga tentang tindakan dan
perkembangan kondisi klien

d. Evaluasi
1. Melaporkan berkurangnya nyeri
 Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
 Klien tampak rileks, mampu tidur/istirahat
2. Cairan tubuh seimbang
 Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine
normal, HT normal.
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran
mukosa lembab.
 Tidak ada rasa haus yang berlebihan
3. Nutrisi terpenuhi
 Mempertahankan berat badan.
 Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
 Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
 Turgor kulit baik.
4. Kecemasan berkurang
 Klien tampak tenang
 Klien mengatakan mengerti tentang penyakitnya dan prosedur tindakan
yang akan dilakukan
5. Menunjukan tidak ada tanda infeksi
 Luka sembuh tanpa tanda infeksi
 Cairan yang keluar dari luka tidak purulen
DAFTAR PUSTAKA

1. Ackley, B.J.,Ladwig, G.B., & Makic, M. B. F. (2017). Nursing Diagnosis


Handbook, An Evidence-Based Guide to Planning Care. 11 Ed. St. Louis;
Elsevier
2. Carpenito-Moyet (2013). Nursing Diagnosis Application to Clinical Practice. 14
Ed. Philadelphia; Lippincott Williams & Wilkins
3. Herman T.H,& kamitsuri S (2014). Nursing diagnosis definition and
classifikasition 2015-2017. 10 ad oxford wiley Blackwell
4. Setiati, siti. 2014 buku ajar ilmu penyakit dalam . Jakarta :internal publishing
5. Falser-Birch, D.M. (2005). Critical thingking and patient outcomes : A Review.
Nursing outlook,

Anda mungkin juga menyukai