Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada era pasar modal sekarang ini, banyak negara Muslim (seperti Arab
Saudi, Mesir,Iran, Pakistan, Malaysia, dan Indonesia) ikut mewujudkan berbagai
bentuk instrumen pasar uang dan modal, baik dalam bentuk bonds dan equity,
maupun dalam bentuk pertukaran uang asing (sharfu). Dan sebagai salah satu
produk bisnis yang dapat memberikan nilai lebih dalam segala hal, sukuk tidak
saja berbiaya pengelolaan murah dan beresiko rendah, tapi juga bebas dari loan
for interest. Di era ini produk bisnis seperti sukuk dapat memberikan keuntungan
lebih bagi pelaku bisnis dan akan semakin diminati sekiranya ia dapat
memberikan keuntungan (profit), biaya manajemen yang rendah (low cost
management), meminimalkan resiko pembiayaan (minimal financing risks), dan
mudah pengelolaanya.

Bank Syariah merupakan salah satu alternativ jasa keuangan yang paling
diminati oleh pasar dunia saat ini, termasuk Indonesia. Hal ini selain memberikan
keuntungan yang tidak kalah dengan Bank Konvensional, Bank Syariah juga
dapat lebih menenangkan. Selain itu, dengan adanya akad perjanjian disetiap
bentuk produknya memberikan kepastian yang lebih jelas dan menambah
ketenganan bagi nasabah yang menggunakan jasanya.

Agar dapat lebih berkembang dan maju sehingga dapat lebih mendukung
perkembangan perekonomian saat ini, perbankan syariah dituntut untuk dapat
lebih mengembangkan produk yang telah ada. Oleh karena itu perlu adanya
landasan yang dapat melindungi perkembangan tersebut, di Indonesia sendiri,
Bank Syariah dilindungi oleh Undang-Undang No 21 tahun 2008 yang menjadi
landasan hukum pengembangan industri syariah.

Page | 1
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian obligasi syariah (sukuk) ?
2. Apa landasan hukum obligasi syariah ?
3. Apa saja karakteristik obligasi syariah ?
4. Apa saja resiko dalam obligasi syariah ?
5. Apa saja jenis produk investasi dalam perbankan syariah ?
6. Bagaimana peluang dan potensi investasi di Bank Syariah ?
C. Tujuan
Untuk mengetahui :
1. Apa pengertian obligasi syariah (sukuk)
2. Apa landasan hukum obligasi syariah
3. Apa saja karakteristik obligasi syariah
4. Apa saja resiko dalam obligasi syariah
5. Apa saja jenis produk investasi dalam perbankan syariah
6. Bagaimana peluang dan potensi investasi di Bank Syariah

Page | 2
PEMBAHASAN

A. Pengertian Obligasi Syariah (Sukuk)

Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional No.32/DSN-MUI/IX/2002


tentang obligasi syariah, dijelaskan obligasi syariah adalah suatu surat berharga
jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh emiten kepada
investor (pemegang obligasi) yang mewajibkan emiten untuk membayar
pendapatan kepada investor berupa bagi hasil / marjin/ fee serta membayar
kembali dana investasi pada saat jatuh tempo.

Pada prinsipnya obligasi syariah (sukuk) mirip dengan obligasi


konvensional dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep
imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi
pendukung berupa sejumlah tertentu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk
dan adanya akad atau perjanjian antara pihak yang disusun berdasarkan prinsip-
prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga distruktur secara syariah agar instrumen
keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar dan maysir.

B. Landasan Hukum Obligasi Syariah

Adapun dalil yang berkenaan dengan kebolehan sukuk berdasarkan yang


tercantum dalam Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional adalah sebagai
berikut :

Firman Allah SWT:

“ Hai orang-orang beriman, penuhilah akad-akad itu” (QS. Al-Maidah: 1).

“….dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung


jawabnya.” (QS. Al-Isra :34)

Hadis Nabi SAW :

Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian


yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum

Page | 3
muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmidzi)

Kaidah Fiqih:

“ Hukum asal dalam adat/ kebiasaan adalah boleh, kecuali apa-apa yang
diharamkan oleh Allah.”

“ Hukum asal muamalah itu adalah boleh kecuali jika ada dalil yang
mengharamakn”

“ Sesuatu yang berlaku berdasarkan kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku
berdasarkan syara’ (selama tidak bertentangan)1

C. Karakteristik Obligasi Syariah

Obligasi Syariah memiliki beberapa karakterisitik. Pertama, Obligasi


Syariah menekankan pendapatan investasi bukan berdasarkan kepada tingkat
bunga (kupon)yang telah ditentukan sebelumnya. Tingkat pendapatan dalam
obligasi syariah berdasar kepada tingkat rasio bagi hasil (nisbah) yang besarannya
telah disepakati oleh pihak emiten dan investor.

Kedua, dalam sistem pengawasannya selain diawasi oleh pihak Wali


Amanat maka mekanisme obligasi Syariah juga diawasi oleh Dewan Pengawas
Syariah ( di bawah Majelis Ulama Indonesia) sejak dari penerbitan obligasi
sampai akhir masa penerbitan obligasi tersebut. Dengan adanya sistem ini maka
prinsip kehati-hatian dan perlindungan kepada investor obligasi Syariah
diharapkan bisa lebih terjamin.

Ketiga, jenis industri yang dikelola oleh emiten serta hasil pendapatan
perusahaan penerbit obligasi harus terhindar dari unsur nonhalal.

Secara umum, ketentuan mekanisme mengenai obligasi syariah sebagai berikut.

1
https://hanialfarouqy.wordpress.com/2013-sukuk-dalam-pengkajian-ekonomi-islam/ diakses 15
Maret 2017 pukul 22.30

Page | 4
1. Obligasi syariah haruslah berdasarkan konsep syariah yang hanya
memberikan pendapatan kepada pemegang obligasi dalam bentuk bagi
hasil atau revenue sharing serta pembayaran utang pokok pada saat jatuh
tempo.
2. Obligasi syariah mudharabah yang diterbitkan harus berdasarkan pada
bentuk pembagian bagi hasil keuntungan yang telah disepakati
sebelumnya serta pendapatan yang diterima harus bersih dari unsur
nonhalal.
3. Nisbah (rasio) bagi hasil) harus ditentukan sesuai kesepakatan sebelum
penerbitan obligasi tersebut.
4. Pembagian pendapatan dapat dilakukan secara periodik atau sesuai
ketentuan bersama, dan saat jatuh tempo hal itu diperhitungkan secara
keseluruhan.
5. Sistem pengawasan aspek syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas
Syariah atau oleh Tim Ahli Syariah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah
Nasional MUI.
6. Apabila perusahaan penerbit obligasi melakukan kelalaian atau melanggar
syarat perjanjian, wajib dilakukan pengembalian dana investor dan harus
dibuat surat pengakuan utang.
7. Apabila emiten berbuat kelalaian atau cedera janji maka pihak investor
dapat menarik dananya.
8. Hak kepemilikan obligasi syariah mudharabah dapat dipindahtangankan
kepada pihak lain sesuai kesepakatan akad perjanjian.

D. Risiko Obligasi Syariah

Dalam setiap investasi untuk mendapatkan keuntungan selalu muncul


potensi adanya risiko kerugian yang akan timbul apabila target keuntungan
investasi tersebut tidak sesuai dengan yang direncanakan dan yang diinginkan.
Seorang investor di pasar saham atau di pasar obligasi menyadari sepenuhnya
potensi risiko yang muncul dari tujuan investasi yang dilakukannya. Dengan

Page | 5
melakukan investasi, seorang investor diharapkan telah mengetahui setiap risiko
investasinya tersebut. Setiap tindakan investasi mempunyai tingkat risiko dan
keuntungan yang berbeda-beda. Ada karakter investor yang menginginkan tingkat
keuntungan cukup tinggi di atas rata-rata keuntungan normal, sehingga harus siap
mendapatkan potensi tingkat resiko yang tinggi juga. Begitu pula investor yang
mengharapkan tingkat keuntungan relatif sedikit cenderung akan mendapatkan
tingkat risiko yang relatif kecil juga.2

Berikut beberapa risiko investasi sukuk :

1. Risiko Likuiditas (Liquidity Risk)


Risiko Likuiditas merupakan risiko yang timbul, khususnya untuk
sukuk yang diperjualbelikan di pasar sekunder, diakibatkan oleh pasar
sekunder yang belum likuid dan belum terbentuk dengan baik. Pasar yang
tidak likuid mengakibatkan investor kesulitan menjual sukuk dengan nilai
yang wajar.
2. Risiko Operasional (Operational Risk)
Operational risk merupakan risiko yang timbul dalam kegiatan
bisnis sebagai akibat dari pengelolaan yang tidak tepat, atau karena sebab
eksternal. Beberapa risiko yang termasuk dalam operasional risk adalah :
a. Risiko kegagalan pembayaran, merupaka risiko dimana penerbit
sukuk tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar nilai
pokok sukuk.
b. Risiko terkait aset (asset risk), aset yang menjadi dasar penerbitan
sukuk (underlying asset) tak terlepas dari risiko. Risiko tersebut
antara lain rusak atau hilangnya aset, baik sebagian maupun
keseluruhan. Untuk itu, penerbit sukuk berkewajiban memelihara
aset dan harus dapat menjamin bahwa underlying asset selalu
dalam kondisi baik dengan jumlah yang mencukupi.
3. Risiko Ketidaksesuaian Syariah (Sharia Compliance Risk)

2
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Obligasi & Sukuk, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 127-129.

Page | 6
Risiko ketidaksesuaian syariah dapat terjadi apabila sukuk yang
diterbitkan tidak mengikuti kaidah atau prinsip-prinsip syariah yang telah
ditentukan dalam fatwa, baik oleh dewan syariah maupun ahli-ahli syariah.
Kesesuaian dengan syariah dapat mencakup pada struktur sukuk yang
digunakan, dokumen hukum penerbitan sukuk, underlying asset yang
digunakan , serta penggunaan dana hasil penerbitan sukuk.3

E. Jenis-jenis Produk Investasi dalam Perbankan Syariah


Yang membedakan antara investasi konvensional dengan investasi dengan
sistem perbankan syariah adalah keuntungan yang diperoleh nasabah. Jika
investasi konvensional mengenal keuntungan berupa bunga bank, lain halnya
dengan investasi syariah yang menggunakan persentase bagi hasil atau nisbah.
Sistem bagi hasil pada investasi syariah ini memberikan efek keadilan bagi para
investor dan nasabah bank. Diawali dengan rasa kepercayaan dan dilengkapi
dengan sistem perbankan ekonomi Islam yang memberikan rasa keadilan bagi
para nasabah, investasi syariah ini berlaku universal bagi siapapun.

1. Deposito Mudharabah
Dalam system perbankan konvensional, menabung uang di bank akan
mendatangkan keuntungan berupa bunga deposito pada nasabah. Ini berbeda
halnya dalam investasi syariah karena dalam produk deposito bank syariah
digunakan akad mudharabah, dimana kita sebagai nasabah mempercayakan dana
kita kedalam rekening nasabah bersama atau dana tabbaru yang akan dikelola
kembali oleh bank syariah berupa investasi kesektor-sektor riil.

Di akhir periode, keuntungan deposito mudharabah akan dilakukan dengan system


bagi hasil, oleh sebab itu deposito mudharabah masuk kategori investasi dalam
perbankan syariah.

2. Asuransi Syariah
Perbedaan asuransi konvensional dengan asuransi syariah terletak pada
sumber dana lokasi premi yang dibayarkan oleh nasabah kepada perusahaan
asuransi. Pada asuransi konvensional, premi yang dibayarkan nasabah menjadi
milik si perusahaan, demikian juga pembayaran kepada nasabah sewaktu terjadi
klaim diambil dari dana perusahaan asuransi. Sedangkan pada asuransi syariah,
premi yang dibayarkan oleh nasabah dikumpulkan dan dialokasikan oleh bank

3
http://akucintakeuangansyariah.com/21622/5-risiko-investasi-sukuk/ diakses 15 Maret 2017
pukul 23.00

Page | 7
syariah kedalam dana tabbaru yang rekening ini juga digunakan untuk membantu
ketika nasabah lain mengalami musibah berupa pembayaran klaim. Asuransi
syariah termasuk dalam investasi karena di akhir periode dilakukan bagi hasil
keuntungan bank syariah dari dana premi nasabah yang diolah kembali oleh
bank syariah.

3. Reksadana Syariah
Investasi reksadanann syariah memiliki mekanisme yang sama dengan reksadana
konvensional. Bedanya, pada reksadana syariah transaksi dilakukan berdasarkan
prinsip ekonomi Islam, yaitu ada agen reksadana (bank syariah), pembeli
(nasabah), lalu disepakati bersama melalui akad. Selain itu dalam reksadana
syariah, dana nasabah akan diinvestasikan oleh manager investasi yang paham
dengan hokum ekonomi Islam, sehingga hasil keuntungan investasi yang
dibagikan kepada para investor bersih dari riba dan unsur lain yang tidak halal.4

Secara garis besar produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi 3 yaitu
produk penghimpunan dana, produk penyaluran dana dan produk jasa
yang diberikan bank kepada nasabahnya.

A. Prinsip-Prinsip Dalam Penghimpunan Dana Bank Syariah

Penghimpunan dana dari masyarakat yang dilakukan oleh bank


konvensional maupun syariah dilakukan dengan menggunakan instrumen
tabungan,deposito, dan giro yang secara total biasa disebut dengan dana pihak
ketiga. Akan tetapi, pada bank syariah, klasifikasi penghimpunan dana bank
syariah tidak didasarkan pada nama instrumen tersebut melainkan berdasarkan
pada prinsip yang digunakan. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN),
prinsip penghimpunan dana yang digunakan dalam bank syariah ada dua, yaitu
prinsip wadiah dan prinsip mudharabah.

1. Penghimpunan Dana dengan Prinsip Wadiah

4
Yogie Respatie, Mengenal Tiga Produk Investasi di Perbankan Syariah,
http://mysharing.co/mengenal-tiga-produk-investasi-di-perbankan-syariah/, (10 Maret 2017).

Page | 8
Wadiah berarti titipan dari satu pihak kepihak lain,baik individu maupun
badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan oleh yang penerimaan
titipan,kapan pun si penitip menghendaki. Wadiah dibagi atas dua,yaitu wadiah
yad-dhamanah dan wadiah yad-amanah. Wadiah yad-dhamanah adalah titipan
yang selama belum dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh
penerima titipan. Apabila dari hasil pemanfaatan tersebut diperoleh keuntungan,
maka seluruhnya menjadi hak penerima titipan. Prinsip titipan wadiah yad-
amanah adalah penerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang titipan tersebut
sampai si penitip mengambil kembali titipannya.

2. Penghimpunan Dana dengan Prinsip Mudharabah

Mudharabah adalah perjanjian atas suatu jenis kerja sama usaha dimana
pihak pertama menyediakan dana dan pihak kedua bertanggung jawab atas
pengelolaan usaha. Pihak yang menyediakan dana biasa disebut dengan istilah
shahibul maal,sedangkan pihak yang mengelola usaha biasa disebut dengan istilah
mudharib. Keuntungan hasil usaha dibagikan sesuai dengan nisbah bagi hasil
yang disepakati bersama sejak awal . akan tetapi, jika terjadi kerugian, shahibul
maal akan kehilangan sebagian imbalan dari hasil kerjanya selama proyek
berlangsung. Berdasarkan PSAK 105, mudharabah dibagi atas tiga, yaitu
mudharabah muthalaqah, mudharabah muqayyadah,dan mudharabah
musytarakah. Mudharabah muthlaqah adalah mudharabah yang memberi kuasa
kepada mudharib secara penuh untuk menjalankan usaha tanpa batasan apa pun
yang berkaitan dengan usaha tersebut. Batasan yang dimaksud berupa jenis
usaha,tempat,pemasok,dan konsumen usaha. Mudharabah muqayyadah, yaitu
shahibul maal, memberi batasan kepada mudharib dalam pengelolaan dana berupa
jenis usaha, tempat, pemasok, maupun konsumen. Mudharabah musytarakah
adalah bentuk mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau
dananya dalam kerja sama investasi. Akad musytarakah ini merupakan perpaduan
antara akad mudharabah dan akad musyarakah. Dalam mudharabah musytarakah,
pengelola dana berdasarkan akad (mudharabah) menyertakan juga dananya dalam
invetasi bersama (musyarakah).

Page | 9
B. Prinsip Penyaluran Dana Bank Syariah

Penyaluran dana bank syariah dilakukan dengan menggunakan skema jual


beli, skema investasi, dan skema sewa. Skema jual beli memiliki beberapa bentuk,
yaitu murabahah, salam, dan istishna’. Skema investasi terdiri atas dua jenis, yaitu
mudharabah dan musyarakah. Sementara itu, skema sewa terdiri atas ijarah dan
ijarah muntahiya bittamlik.

1. Prinsip jual beli

Prinsip jual beli terdiri atas tiga,yaitu murabahah, salam, dan istishna’.

a. Jual beli dengan skema Murabahah

Jual beli dengan skema murabahah adalah jual beli dengan menyatakan
harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Skema ini dapat digunakan oleh bank untuk nasabah yang hendak memiliki suatu
barang, sedang nasabah yang bersangkutan tidak memiliki uang pada saat
pembelian. Pada pembiayaan dengan skema murabahah, bank adalah penjual,
sedang nasabah yang memerlukan barang margin atau selisih antara barang yang
dijual oleh bank dengan harga pokok pembelian barang. Setelah barang diperoleh
nasabah, barang tersebut dapat dibayar secara tunai maupun secara angsuran
kepada bank dalam jangka waktu yang disepakati.

b. Jual beli dengan skema salam

Jual beli dengan skema salam adalah jual beli yang pelunasannya
dilakukan terlebih dahulu oleh pembeli sebelum barang pesanan diterima. Skema
ini dapat digunakan oleh bank untuk nasabah yang memiliki cukup dana, sedang
yang bersangkutan kurang memiliki bargaining power dengan penjual dibanding
sekiranya pembelian barang 5dilakukan oleh bank. Dalam skema ini , bank
sebagai penjual memperoleh keuntungan dari selisih harga jual kepada nasabah
dengan harga pokok pembelian barang yang dilakukan pada pemasok.

5
Yaya Rizal.dkk,Akuntansi perbankan syariah(Salemba Empat,Jakarta,2009)hal.58

Page | 10
c. Jual beli dengan skema istishna’

Jual beli dengan skema istishna’ adalah jual beli yang didasarkan atas
penugasan oleh pembeli kepada penjual yang juga produsen untuk menyediakan
barang atau suatu produk sesuai dengan spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan
menjualnya dengan harga yang disepakati. Berbeda dengan murabahah, barang
yang diperjualbelikan pada saat transaksi istishna’ dilakukan belum ada dan
memerlukan waktu untuk membuatnya terlebih dahulu. Skema ini dapat
digunakan bank untuk membantu nasabah yang memerlukan produk konstruksi
seperti bangunan,kapal, dan pesawat terbang yang belum jadi dan memerlukan
waktu cukup lama untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu bank hanya sebagai
penjual, sedang pembuatan produk dilakukan oleh pihak lain, yaitu produsen,
bank biasanya juga melakukan kontrak istishna’ dengan produsen untuk membeli
produk sebagaimana diinginkan oleh nasabah pembiayaan. Skema double
istishna’ ini biasa disebut dengan istishna’ paralel. Cara pembayaran skema ini
dapat berupa pembayaran di muka, cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka
waktu akad.

2. Prinsip Investasi

Prinsip investasi dalam pembiayaan oleh bank syariah terdiri atas investasi
dengan skema mdharabah dan investasi dengan skema musyaraah.

a. Investasi dengan Skema Mudharabah

Pada dasarnya, penyalura dana dengan skema mudharabah sama dengan


penghimpunan dana. Dalam transaksi penghimpunan,bank adalah mudharib
(pengelola dana), sedang nasabah penabung/deposan adalah shahibul maal
(pemilik dana). Akan tetapi, pada transaksi penyaluran dana dengan skema
mudharabah, bank bertindak sebagai shahibul maal, sedang nasabah yang
menerima pembiayaan bertindak sebagai pengelola dana. Dalam skema ini,
seluruh modal berasal dari bank sebagai shahibul maal.

b. Investasi dengan Skema Musyarakah

Page | 11
Investasi dengan skema musyarakah adalah kerja sama investasi para
pemilik modal yang mencampurkan modal mereka pada suatu usaha tertentu
dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati
sebelumnya, sedangkan apabila terjadi kerugian ditanggung semua pemilik modal
berdasarkan porsi modal masing-masing. Pada skema ini, hubungan antara bank
dengan nasabah pembiayaan adalah hubungan kemitraan sesama pemilik modal.
Dalam hal ini, bank dan mitra sama-sama menyediakan modal untuk membiayai
suatu usaha tertentu baik yang sudah berjalan maupun yang baru berjalan.
Selanjutnya, mitra dapat mengembalikan modal tersebut beserta bagi hasil yang
telah disepakati secara bertahap atau sekaligus kepada bank.

3. Prinsip Sewa

Prinsip sewa terdiri atas dua skema, yaitu skema ijarah dan skema ijarah
muntahiya bittamlik.

a. Sewa dengan Skema Ijarah

Sewa dengan skema ijarah adalah transaksi sewa-menyewa amtara pemilik


objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang
disewakan. Dalam transaksi sewa dengan skema ijarah, bank adalah objek sewa,
sedang nasabah adalah penyewa. Transaksi ini dapat diterapkan bank pada
nasabah yang hanya menginginkan manfaat dari objek sewa yang disediakan bank
dan tidak untuk memilikinya. Skema ini oleh perbankan syariah dapat
dipergunakan untuk keperluan sewa barang maupun sewa jasa. Beberapa bank
belakangan ini mulai menggunakan skema ini untuk memfasilitasi nasabah
membiayai kebutuhannya terhadap jasa pendidikan, kesehatan, dan bahkan
aktivitas reaksi yang memerlukan biaya tertentu.

b. Sewa dengan Skema Ijarah Muntahiya Bittamlik

Sewa dengan skema ijarah muntahiya bittamlik adalah transaksi sewa-


menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan
atas objek sewa disediakannya dengan opsi perpindahan hak milik pada saat

Page | 12
tertentu sesuai dengan akad sewa. Berbeda dengan transaksi ijarah, transaksi
ijarah muntahiyya bittamlik memberi hak pilih pada penyewa untuk memiliki
barang yang disewa.

C. Prinsip-prinsip dalam Pelaksanaan Fungsi Jasa Keuangan Perbankan

Pelaksanaan fungsi jasa keuangan perbankan dapat menggunakan prinsip-


prinsip transaksi syariah yang telah difatwakan oleh DSN. Beberapa prinsip itu
adalah wakalah,kafalah, sharf, ijarah.

a. Prinsip Wakalah

Wakalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat.


Dalam konteks muamalah, wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang
(muwakkil) kepada yang lain (wakil) dalam hal-hal yang diwakilkan
(Antonio,2001). Berdasarkan Fatwa DSN nomor 10 tahun 2000, seorang
muwakkil haruslah pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang ia
wakilkan. Adapun wakil haruslah orang yang dapat mengerjakan tugas yang
diwakilkan kepadanya. Hal-hal yang diwakilkan haruslah (1) diketahui dengan
jelas oleh orang yang mewakili (2) tidak bertentangan dengan syariat islam, dan
(3) dapat diwakilkan menurut syariah Islam.

b. Prinsip Kafalah

Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil)


kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung (makfuul ‘anhu ‘ashil)(Antonio,2001). Dalam fatwa DSN nomor 11
tahun 2000, kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil)
kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung ditanggung (makfuul ‘anhu ‘ashil)

c. Prinsip Hawalah

Hawalah adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang (muhil)


kepada orang yang menanggungnya (muhal ‘alaih) (Antonio,2001). Dalam

Page | 13
transaksi hawalah, pada saat A (muhal) memberi pinjaman kepada B (muhil), B
masih mempunyai hutang kepada C (muhal ‘alaih). Begitu B tidak mampu
membayar hutangnya kepada A, ia lalu mengalihkan utangnya tersebut kepada C,
C harus membayar hutang B kepada A sedangkan hutang C sebelumnya kepada B
dianggap selesai.

Dalam praktek perbankan, prinsip hawalah dapat digunakan untuk


transaksi anjak piutang,dimana para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak
ketiga memindahkan piutang itu kepada bank, bank lalu membayar piutang
tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga itu (Antonio,2001)

d. Prinsip Sharf

Prinsip Sharf adalah prinsip yang digunakan dalam transaksi jual beli mata
uang, baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis.
Berdasarkan fatwa DSN nomor 28 tahun 2002, terdapat beberapa syarat transaksi
jualbeli mata uang, yaitu:

1. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)


2. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga (simpanan)
3. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka, nilainya
harus sama dan secara tunai.
4. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs)
yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.

e. Prinsip ijarah

Prinsip ijarah merupakan prinsip yang sangat banyak digunakan dalam


pelaksanaan fungsi jasa keuangan bank syariah. Berdasarkan fatwa DSN nomor 9
tahun 2000, disebutkan bahwa objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan
barang atau jasa. Ijarah bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat barang
disebut sewa menyewa, sedangkan bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat
orang disebut upah mengupah(karim,2004).

Page | 14
Menurut karim(2004), ijarah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah
yang pembayarannya bergantung pada kinerja yang disewa (ju’alah), dimana
orang bersangkutan memperoleh succes fie dan ijarah yang pembayarannya tidak
bergantung pada kinerja yang disewa atau yang disebut dengan ijarah yang mana
orang berasngkutan memperoleh gajih atau upah. Dalam praktek perbankan,
transaksi berikut banyak diimplementasikan dengan menggunakan skema ijarah.

1. Kartu ATM
2. Sms banking
3. Pembayaran tagihan
4. Pembayaran gaji elektronik
F. Peluang dan Potensi Investasi di Bank Syariah
Peluang pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia di masa datang jauh
lebih menarik.

a. Dengan dukungan kurang lebih 88 persen penduduknya Muslim,


diperkirakan size market yang bisa digarap jauh lebih besar.
b. Dengan dukungan sumber daya alam yang melimpah, proyek-proyek yang
bisa dibiayai dengan skim syariah pun lebih banyak dari infrastruktur,
perkebunan, dan migas.
c. Meskipun share Perbankan Syariah masih terlalu kecil dibandingkan
dengan negara-negara lain yang sudah lebih dulu mengembangkan industri
ini, namun dilihat dari tren pengembangannya, Bank Syariah di Indonesia
jauh lebih pesat.
d. Dukungan dari Pemerintah maupun Bank Sentral mulai konkrit.
Dukungan Pemerintah dan Bank Indonesia saja tidak cukup, bila masyarakat
sendiri apatis dan tidak bergairah terhadap penggunaan Ban k Syariah. Karena itu
menjadi penting ketika dukungan pun mengalir dari ormas keagamaan.6

6
A. Riawan Amin, Menata Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta: UIN Press, 2009),
hlm. 104-105.

Page | 15
PENUTUP

A. SIMPULAN

Pada prinsipnya obligasi syariah (sukuk) mirip dengan obligasi


konvensional dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep
imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi
pendukung berupa sejumlah tertentu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk
dan adanya akad atau perjanjian antara pihak yang disusun berdasarkan prinsip-
prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga distruktur secara syariah agar instrumen
keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar dan maysir.

Jenis-jenis Produk Investasi dalam Perbankan Syariah

1. Deposito Mudharabah
2. Asuransi Syariah
3. Reksadana Syariah
Peluang dan potensi investasi di Bank Syariah akan sangat terbuka lebar
dan menjanjikan karena didukung oleh banyak aspek yang memungkinkan
berkembangnya Bank Syariah sehingga akan menarik minat dan akan semakin
banyak pihak yang terlibat dalam hal investasi di Bank Syariah.

B. SARAN

Dalam penyusunan makalah ini tidak menutup kemungkinan terdapat


banyak kekurangan-kekurangan yang luput dari amatan penulis. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari
teman-teman maupun dosen pembimbing sebagai landasan pembelajaran kedepan.

Adapun saran yang dapat kami sampaikan melalui makalah ini, yaitu agar
pembaca dapat memahami isi makalah ini dan mengaplikasikannya dalam
kehidupan serta dengan mempelajari Prencanaan Keuangan Syariah, kita sebagai
mahasiswa dapat menambah wawasan kita dan pengetahuan kita terhadap obligasi
syariah dan produk perbankan syariah.

Page | 16

Anda mungkin juga menyukai