Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)


Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit THT-KL
di RSUD Tugurejo Semarang

Disusun Oleh :
Mohammad Dwitopo Pinoko
H2A014051P

Pembimbing :
dr. Dina Permatasari, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK


KEPALA LEHER - RSUD TUGUREJO SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek”
adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang
telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea)
lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous,
mukous, atau purulen.1,2
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak
ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi
oleh ras dan faktor sosioekonomi. Prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan
termasuk dalam klasifikasi tinggi dibandingkan dengan beberapa negara lain.
Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran oleh
Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka kesakitan (morbiditas) Telinga,
Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan prevalensi
morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan pendengaran yaitu sebesar
38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronis antara 2,1-5,2%.3,4
OMSK dapat terbagi atas 2, yaitu otitis media supuratif kronik tubotimpani
dan otitis media supuratif kronik atikoantral. OMSK atikoantral merupakan bentuk
yang paling berbahaya karena sifatnya yang dapat mendestruksi jaringan sekitar
sehingga dapat menimbulkan komplikasi yang lebih berat.1,3
OMSK merupakan salah satu penyakit yang sering ditemukan di poliklinik,
maka dari itu penulis akan membahas laporan kasus mengenai OMSK.
BAB II
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. Dwi Winawati
Usia : 22 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Semarang
No CM :-
Masuk Poli Klinik : 16 Januari 2019
Status : Umum
II. Anamnesis
a. Keluhan utama
Pendengaran berkurang
b. Anamnesis
Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Tugurejo Semarang dengan keluhan
pendengaran berkurang sejak ± 2 tahun yang lalu, keluhan dirasakan terus menerus
tanpa ada perbaikan. Sebelumnya kedua telinga pasien mengeluarkan cairan lengket,
berwarna bening dan tidak berbau. Cairan keluar hilang timbul ± 2 tahun, namun ± 1
bulan ini sudah tidak keluar lagi. Pada saat ini pasien tidak pilek, batuk ataupun
demam. Pasien tidak mengalami mimisan. Nafsu makan pasien tidak mengalami
penurunan. Tidak ditemukan nyeri telan pada pasien.
Tidak ada riwayat demam, batuk, pilek ataupun trauma di daerah telinga.
Riwayat berenang diakui, namun sangat jarang.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit serupa : disangkal
b. Riwayat penyakit kongenital : disangkal
c. Riwayat operasi : disangkal
d. Riwayat ISPA : disangkal
e. Riwayat alergi : disangkal
f. Riwayat trauma : disangkal
g. Riwayat sakit hidung (rhinitis, sinusitis) : disangkal
h. Riwayat penyakit pada telinga sebelumnya : diakui
i. Riwayat penyakit lain : DM (-), Hipertensi (-)

d. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat sakit serupa : disangkal
b. Riwayat alergi : disangkal

e. Riwayat Pribadi dan Lingkungan


Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Saat ini pasien tinggal
bersama anak.

f. Riwayat Sosial Ekonomi


Biaya pengobatan pasien menggunakan KIS. Kesan ekonomi cukup.

g. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
 Keadaan Umum : Baik
 Kesdaran : Kompos mentis
 Tanda – tanda vital
Tekanan darah : tidak diperiksa
Nadi : 80 kali/menit,
Respiratory rate : 18 kali/menit,
Suhu : tidak diperiksa
 Kulit : sawo matang
 Kepala : mesosefal
 Wajah : simetris, facies adenoid (-)
 Mata : refleks pupil (+/+), isokor, konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-)
 Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
 Thorax : dalam batas normal
 Abdomen : dalam batas normal
 Ekstremitas : dalam batas normal, akral hangat

Status Lokalis
Telinga:
Gambar :

Bagian Telinga Telinga Kanan Telinga Kiri

Aurikula :

- Deformitas (-) (-)

- Hiperemis (-) (-)

- Edema (-) (-)

Daerah preaurikula :

- Hiperemis (-) (-)

- Edema (-) (-)

- Fistula (-) (-)

- Nyeri tekan (-) (-)


Daerah retroaurikula :

- Hiperemis (-) (-)

- Edema (-) (-)

- Fistula (-) (-)

- Nyeri tekan (-) (-)

MAE :

- Serumen (-) (+)

- Edema (-) (-)

- Hiperemis (-) (-)

- Furunkel (-) (-)

(-) (-)
- Otore

Membran timpani :

- Intak (-) (-)

- Cone of light (-) (-)

- Perforasi (+) (+)

Gambar
Hidung:
Gambar :

Pemeriksaan Hidung Hidung Kanan Hidung Kiri


Hidung Luar Bentuk normal, Inflamasi Bentuk normal, Inflamasi
(-), nyeri tekan (-), (-), nyeri tekan (-),
deformitas (-). deformitas (-).
Rinoskopi Anterior
Vestibulum N N
Dasar kavum nasi Bentuk normal, mukosa Bentuk normal, mukosa
media hiperemi (-). hiperemi (-).
Meatus nasi media Mukosa hiperemi (-), Mukosa hiperemi (-),
sekret (-), konka nasi sekret (-), konka nasi
media normal, massa (-), media normal, massa (-),
sekret (-). sekret (-).
Meatus nasi inferior Mukosa hiperemi (-), Mukosa hiperemi (-),
edema (-) edema (-)
Konka nasi inferior Mukosa hiperemi (-), Mukosa hiperemi (-),
edema (-) edema (-)
Septum nasi Deviasi (-), benda asing Deviasi (-), benda asing
(-), perdarahan (-). (-), perdarahan (-).
Tenggorokan:
Gambar :

Bagian Keterangan
Mukosa bukal hiperemis (-), massa (-)
Mukosa gigi hiperemis (-), massa (-)
Palatum durum dan
Hiperemis (-), massa (-)
palatu mole
Hiperemis (-), edema (-), massa (-), granul (-),
Mukosa faring
ulkus (-)
Tonsil Hiperemis (-), ukuran T1-T1, detritus (-)

h. Resume
Ny. D, 22 tahun datang ke poliklinik THT RSUD Tugurejo Semarang
dengan keluhan pendengaran berkurang sejak ± 2 tahun yang lalu, keluhan
dirasakan terus menerus tanpa ada perbaikan. Sebelumnya kedua telinga pasien
mengeluarkan cairan lengket, berwarna bening dan tidak berbau. Cairan keluar
hilang timbul ± 2 tahun, namun ± 1 bulan ini sudah tidak keluar lagi. Pada saat
ini pasien tidak pilek, batuk ataupun demam. Pasien tidak mengalami mimisan.
Nafsu makan pasien tidak mengalami penurunan. Tidak ditemukan nyeri telan
pada pasien.
Tidak ada riwayat demam, batuk, pilek ataupun trauma di daerah telinga.
Riwayat berenang diakui, namun sangat jarang.
Dari hasil pemeriksaan daerah Meatus Acusticus Eksternus (MAE) pada
telinga kanan kiri tidak didapatkan adanya kotoran (otore) dan serumen (-). Pada
pemeriksaan membran timpani telinga kanan kiri didapatkan perforasi (+/+) dan
cone of light telinga tidak terlihat (-/-). Pada pemeriksaan hidung dan
tenggorokan dalam batas normal.

i. Diagnosis banding
1. Otitis media supuratif kronik tenang
2. Otitis media supuratif kronik aktif
3. Otitis media akut stadium perforasi

j. Diagnosa Kerja
Otitis media supuratif kronik tenang

k. Penatalaksanaan
a. Non medikamentosa
 Pembersihan kotoran telinga kanan dan kiri (ear toilet ADS)
 Hindari air masuk ke telinga ketika mandi
 Hindari aktivitas yang berhubungan dengan air yang memungkinkan air
masuk ke telinga seperti berenang
 Nutrisi yang cukup dan seimbang
 Pasien diingatkan agar tidak menggaruk / membersihkan telinga dengan
cotton bud terlalu sering
 Pasien diminta kontrol beberapa hari kemudian, untuk diperiksa ulang.

l. Prognosis
1. Ad vitam : Dubia ad Bonam
2. Ad functionam : Dubia ad Bonam
3. Ad sanationam : Dubia ad Bonam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Telinga Tengah


Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani, processus mastoideus,
dan tuba eustachius.1,5,6

1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan
liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang vertikal rata-rata 9-10
mm, diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm, dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak
membran timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya
dari belakang luar ke muka dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan
horizontal. Membran timpani berbentuk kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut
menonjol ke arah kavum timpani yang dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah
tampak refleks cahaya (cone of ligt).

Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :1


a) Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
b) Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
c) Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan
mukosum.

Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :1


a. Pars tensa
Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan permukaan yang tegang dan
bergetar, sekelilingnya menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada sulkus timpanikus
bagian tulang dari tulang temporal.
b. Pars flaksida atau membran Shrapnell.
Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi
oleh 2 lipatan yaitu :
 Plika maleolaris anterior (lipatan muka).
 Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang dinamakan sulkus
timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus ini dan bagian ini disebut
incisura timpanika (rivini). Permukaan luar dari membran timpani disarafi oleh cabang
nervus aurikulo temporalis dari nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam
disarafi oleh nervus timpani cabang dari nervus glossofaringeal.
Aliran darah membrana timpani berasal dari permukaan luar dan dalam. Pembuluh-
pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang merupakan cabang dari arteri maksilaris
interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh arteri timpani anterior cabang dari
arteri maksilaris interna dan oleh stylomastoid cabang dari arteri aurikula posterior.

2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya
bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior atau vertikal 15 mm,
sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu :
bagian atap, lantai, dinding lateral, medial, anterior, dan posterior.
Kavum timpani terdiri dari :1,5
a. Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus (hammer/martil), inkus
(anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana)
b. Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan otot stapedius
(muskulus stapedius).
c. Saraf korda timpani.
d. Saraf pleksus timpanikus.

3. Processus mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal.
Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii
posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior
mastoid terdapat aditus ad antrum.

4. Tuba eustachius.1,5,6
Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani berbentuk seperti
huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan
nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan
medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.

Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :


a. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
b. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).

Gambar 3.1. Anatomi Telinga.7

3.2. Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.5
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek” adalah
radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga
(membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2
bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous, atau
purulen.1,2,3
Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani dapat menjadi otitis
media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor yang
menyebabkan OMA menjadi OMSK, antara lain: terapi yang terlambat diberikan, terapi
yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh pasien yang rendah (gizi
kurang), dan higiene yang buruk.5

3.3. Epidemiologi
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak
ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum insiden OMSK dipengaruhi oleh
ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo
dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan.
Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-
negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di
Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh, dan status kesehatan
serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi
OMSK pada negara yang sedang berkembang.3
Survei prevalensi di seluruh dunia menunjukkan bahwa beban dunia akibat OMSK
melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% di antaranya (39–200
juta) menderita kurangnya pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK
di Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam klasifikasi tinggi dalam tingkatan klasifikasi
insidensi. Pasien OMSK meliputi 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT
rumah sakit di Indonesia. Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran oleh Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka kesakitan
(morbiditas) Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan
prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan pendengaran yaitu sebesar
38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronis antara 2,1-5,2%.4 Data poliklinik THT
RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006 menunjukkan pasien OMSK merupakan 26%
dari seluruh kunjungan pasien.3

3.4. Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :1,3
a) Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rhinogen)
Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada mukosa saja dan
biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral
atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit.
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius,
infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien
dengan daya tahan tubuh yang rendah. Disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob,
luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga
berperan dalam perkembangan tipe ini. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan
hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan
mukosiliar yang jelek.

b) Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang)


Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Perforasi tipe ini letaknya
marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars flaksida. Karakteristik utama dari tipe
ini adalah terbentuknya kantong retraksi yang berisi tumpukan keratin sampai
menghasilkan kolesteatom.
Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih,
terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah mengalami nekrotik. Kolesteatom merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling sering adalah proteus dan
pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun lokal sehingga akan mencetuskan
pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin yang dapat ditemui dalam matrik
kolesteatom adalah interleukin-1, interleukin-6, tumor necrosis factor-α, dan transforming
growth factor. Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom yang
bersifat hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini
dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap
tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh reaksi asam oleh
pembusukan bakteri.1,3,5

Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:5


1. Kongenital
2. Didapat.
Kolesteatom didapat dapat terbagi atas:
 Primary acquired cholesteatoma.
Kolesteatom yang terjadi tanpa didahului oleh perforasi membran timpani pada
daerah atik atau pars flasida.
 Secondary acquired cholesteatoma.
Kolesteatoma yang terbentuk setelah terjadi perforasi membran timpani.
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga
atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau
terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang
berlansung lama (teori metaplasia)

3.5. Patogenesis.
OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari OMSK
dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah yang disebabkan oleh
multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat disebabkan oleh virus atau bakteri, gangguan
fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh turun, lingkungan dan sosial ekonomi. Kemungkinan
penyebab terpenting mudahnya anak mendapat infeksi telinga tengah adalah struktur tuba
pada anak yang berbeda dengan dewasa dan kekebalan tubuh yang belum berkembang
sempurna sehingga bila terjadi infeksi jalan napas atas, maka lebih mudah terjadi infeksi
telinga tengah berupa Otitis Media Akut (OMA).1,3 Respon inflamasi yang timbul adalah
berupa udem mukosa. Jika proses inflamasi ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat
menyebabkan terjadinya ulkus dan merusak epitel. Mekanisme pertahanan tubuh penderita
dalam menghentikan infeksi biasanya menyebabkan terdapatnya jaringan granulasi yang
pada akhirnya dapat berkembang menjadi polip di ruang telinga tengah. Jika lingkaran
antara proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan terbentuknya jaringan granulasi ini berlanjut
terus akan merusak jaringan sekitarnya.1,

Sembuh/ normal

Fgs.tuba tetap terganggu, Infeksi


Tekanan (-)
Gangguan negatif
efusi OME
tuba
telinga tengah
Tuba tetap
Perubahan tekanan tiba-
terganggu
tiba
Alergi + ada infeksi

Infeksi
Otitis Media Akut
Sumbatan : Sekret
(OMA)
Tampon
Tumor
Sembuh sempurna Otitis Media Supuratif Otitis media Efusi
Kronik
(OMSK) (OME)

OMSK tipe benigna OMSK tipe maligna

Gambar 3.2 Patogenesis Otitis Media5

3.6. Faktor Risiko


Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang
dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsilitis, rinitis, sinusitis) dan mencapai telinga tengah melalui tuba eustachius. Fungsi
tuba eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak
dengan palatoskisis dan sindrom down. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi
nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor
host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi imun
sistemik. Kelainan humoral, seperti hipogammaglobulinemia dan cell-mediated (infeksi
HIV) dapat timbul sebagai infeksi telinga kronis.

Faktor-faktor risiko OMSK antara lain :1,3


1. Lingkungan.
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi terdapat
hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosio ekonomi, dimana kelompok sosio
ekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan, bahwa
hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang padat.
2. Genetik.
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-
sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal
ini primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media
akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan
satu telinga dan berkembangnya penyakit ke arah keadaan kronis.
4. Infeksi
Proses infeksi pada otitis media supuratif kronis sering disebabkan oleh campuran
mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten terhadap standar yang ada saat
ini. Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK ialah Pseudomonas aeruginosa
sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan Staphylococcus aureus 25%.
Jenis bakteri yang ditemukan pada OMSK agak sedikit berbeda dengan kebanyakan
infeksi telinga lain, karena bakteri yang ditemukan pada OMSK pada umumnya berasal
dari luar yang masuk ke lubang perforasi tadi.
5. Infeksi saluran nafas atas.
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas.
Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya
tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga
memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun.
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insidens lebih besar terhadap
otitis media kronis.
7. Alergi.
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding
yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi
terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum
terbukti kebenarannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Hal ini terjadi pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh
edema.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada


OMSK :1
a) Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret
telinga purulen berlanjut.
b) Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
c) Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme
migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi, epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat di atas
sisi medial dari membran timpani yang hal ini juga mencegah penutupan spontan dari
perforasi.

3.7. Gejala Klinis.


1. Telinga berair (otorea)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe ganas unsur
mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan
mukosa secara luas. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah
kemungkinan tuberkulosis.1,3

2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena
daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghantar bunyi dengan efektif ke
fenestra ovalis. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat
karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom
bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat
harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen
rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya
labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat. Hantaran tulang dapat
menggambarkan sisa fungsi koklea.1,3

3. Otalgia (nyeri telinga)


Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena
terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi
akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus
lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi
mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda
berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses, atau
trombosis sinus lateralis.

4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat
erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Pada penderita yang sensitif, keluhan
vertigo dapat terjadi karena perforasi besar membran timpani yang akan
menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran
infeksi ke dalam labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa
terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius,
karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga
dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi
meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo.
Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani.

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :


a. Adanya abses atau fistel retroaurikular
b. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum timpani.
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

Gambar 3.3. Perforasi Membran Timpani.8


Gambar 3.4. Otitis Media Supuratif Kronik.8
3.8. Diagnosis
Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:1,3,6
1. Anamnesis (history-taking)
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali
datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering
dijumpai adalah telinga berair. Pada tipe tubotimpani sekretnya lebih banyak dan seperti
benang, tidak berbau bususk, dan intermiten. Sedangkan pada tipe atikoantral sekretnya
lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip,
dan sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan
keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.

2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi
dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.

3. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran
tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk
menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech
reception threshold’ pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.

4. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis memiliki nilai
diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan mastoid yang tampak sklerotik
dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang yang berada di daerah
atik memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa
digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini akan memperlihatkan luasnya
pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas.
Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom, ada atau
tidaknya tulang–tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis
semisirkularis horizontal.1,3

5. Pemeriksaan bakteriologi
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjutan dari mulainya infeksi
akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan yang ditemukan pada
otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas
aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Proteus sp. Sedangkan bakteri pada otitis media
supuratif akut adalah Streptococcus pneumonie dan H. influenza.9
Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus paranasal,
adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah pneumokokus, streptokokus
atau H. influenza. Akan tetapi, pada OMSK keadaan ini agak berbeda karena adanya
perforasi membran timpani maka infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk melalui
perforasi tadi.

3.9. Penatalaksanaan
Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit
menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta
menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga. Bila didiagnosis
kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan
untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.1,3,5,6
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang dapat dibagi
atas: konservatif dan operasi

A. Otitis media supuratif kronik benigna


a) Otitis media supuratif kronik benigna tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan
segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah
infeksi berulang serta gangguan pendengaran.

b) Otitis media supuratif kronik benigna aktif

Prinsip pengobatan OMSK adalah :


1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi
perkembangan mikroorganisme.

Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):1


a) Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri
antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga
dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari
sampai telinga kering.

b) Toilet telinga secara basah (syringing).


Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian
dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat
efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi
ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat
menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk
antiseptik, misalnya asam boric dengan iodine.

c) Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)


Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan mikroskopis operasi adalah
metode yang paling populer saat ini. Setelah itu dilakukan pengangkatan mukosa yang
berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi
drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang kooperatif cara ini
dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan anestesi. Pencucian telinga
dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan “displacement methode”
seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.

2. Pemberian antibiotika :1,3


a. Antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa
dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang atau tidak progresif lagi
diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Irigasi dianjurkan
dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam yang merupakan media yang buruk untuk
tumbuhnya kuman.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah,
maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih
dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur
kuman penyebab dan uji resistensi.

Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik terhadap ginjal dan telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif kecuali Pseudomonas
aeruginosa.

b. Antibiotik sistemik.1,3
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman
penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan
sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab
kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba, antimikroba
dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya.
Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan
aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi
tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh
antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin dan
ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin, dan seftriakson)
yang juga efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral.
Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat bakterisid. Pada
OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg
per 8 jam selama 2-4 minggu.

B. Otitis media supuratif kronik maligna.1,3,5


Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif
dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan
tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan
atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe
benigna atau maligna, antara lain :
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2. Mastoidektomi radikal
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4. Miringoplasti
5. Timpanoplasti
6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty)

3.10. Komplikasi
Paparella dan Shumrick (1980) membagi komplikasi OMSK dalam :1,3
A. Komplikasi otologik
1. Mastoiditis koalesen
2. Petrositis
3. Paresis fasialis
4. Labirinitis
B. Komplikasi intrakranial
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Abses subdural
4. Meningitis
5. Abses otak
6. Hidrosefalus otitis
Cara penyebaran infeksi :
1. Penyebaran hematogen
2. Penyebaran melalui erosi tulang
3. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada.

Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam
lintasan :1,3
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
Melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal, bagian tulang
yang lemah atau defek karena pembedahan, dapat memudahkan masuknya infeksi.
2. Menembus selaput otak.
Dimulai begitu penyakit mencapai dura, menyebabkan pakimeningitis. Dura sangat
resisten terhadap penyebaran infeksi, akan menebal, hiperemi, dan lebih melekat ketulang.
Jaringan granulasi terbentuk pada dura yang terbuka dan ruang subdura yang berdekatan.
3. Masuk ke jaringan otak.
Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikel dan permukaan
korteks atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi ke jaringan otak ini dapat
terjadi baik akibat tromboflebitis atau perluasan infeksi ke ruang Virchow Robin yang
berakhir di daerah vaskular subkortek.

3.11. Prognosis
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan kontrol yang
baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran bervariasi dan
tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh gangguan konduksi dapat
dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun hasilnya tidak sempurna.10
Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat
menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak ditangani
dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena telah mengalami
komplikasi intrakranial yaitu meningitis.3,10
BAB III
KESIMPULAN

Definisi otitis media supuratif kronik (OMSK) menurut WHO adalah adanya otorea
yang menetap atau rekuren selama lebih dari 2 minggu dengan perforasi membran timpani.
Berdasarkan ICD-10, diagnosis OMSK ditegakkan jika terdapat perforasi membran timpani
disertai pengeluaran sekret terjadi selama minimal dalam 6 minggu dimana sekret yang
keluar dari telinga tengah ke telinga luar dapat berlangsung terus-menerus atau hilang
timbul. Menurut Buku THT FKUI edisi keenam, Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)
adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang
keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul yang berlangsung lebih dari 2
bulan. Jadi, karena pasien menunjukkan manifestasi klinis otorea yaitu telinga
mengeluarkan cairan sejak 2 minggu lalu serta ditemukannya perforasi membran timpani
pada telinga kanan, maka pasien dapat didiagnosis menderita Otitis Media Supuratif
Kronik.
Pasien mengeluh keluar cairan lengket berwarna putih dari telinga tengahnya sejak
2 minggu yang lalu, dan setiap hari. Pada kasus ini, Otitis media akuta yang diderita pasien
tidak mencapai stadium resolusi karena perforasi yang menetap dengan sekret yang keluar
secara intermiten. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor seperti imunitas atau daya
tahan tubuh pasien rendah, pengobatan yang dilakukan tidak adekuat atau tidak tuntas
misalnya pemberian obat tidak teratur, tingkat virulensi kuman yang tinggi, adanya infeksi
fokal di hidung dan faring, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007.

2. Adam GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996

3. Ballenger, JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi 13, Jilid
II,Alih Bahasa Staf Ahli Bagian THT FK-UI/RSCM. Jakarta : Binarupa Aksara. 1997

4. Ludman, Harold. Petunjuk Penting Pada Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan.


Jakarta: Hipokrates. 1996.

5. Dejong, W., Sjamsuhidajat, R.Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : 2005

6. Rasad, sjahriar. RadiologiDiagnostikedisike 2.Jakarta:FKUI. 2005

7. Widodo P dkk. PolaSebaranKumandanUjiKepekaanAntibiotikaSekretTelinga Tengah


PenderitaMastoiditisAkutdi RS DrKariadi Semarang. 2005.

8. Mukmin, Sri; Herawati, Sri. TeknikPemeriksaan THT. LaboratoriumIlmuPenyakit


THT, FK UNAIR. Surabaya. 2000.

9. Ogle, J.W., Lauer, B.A. Acute mastoiditis. Am. J. Dis. Child. 2000.

10. Palva, T., Pukkinen, K. Mastoiditis. J. Laryngol. Otol. 1959.


11. Mygind, H. Subperiosteal abscess of the mastoid region. Ann. Otol. Rhinol.
Laryngol. 2000.

12. Bluestone, C.D., Klein, J.O. Intratemporal complications and sequelae of otitis
media. in: C.D. Bluestone, S.E. Stool (Eds.) Pediatric
Otolaryngology. Saunders, Philadelphia, PA; 2003

13. Kelompok Studi Otologi. Guideline Penyakit THT di Indonesia. Dalam:Perhimpunan


Dokter Spesialis THT-KL Indonesia. Jakarta: 2007.

14. Zanetti D, Nassif N. Indications for Surgery in Acute Mastoiditis and Their
Complications in Children. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology.
2006.

15. Tarantino V, Agostino RD, Taborelli et al. Acute mastoiditis: a 10 year retrospective
study. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology 2002 :143-8.

Anda mungkin juga menyukai