A. TUJUAN
1. Mengetahui cara memeriksa ketajaman pendengaran dengan suara
2. Mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi lemah kerasnya suara
yang terdengar
3. Memeriksa ketajaman pendengaran dengan suara
4. Mengetahui beberapa cara memeriksa ketajaman pendengaran dengan
menggunakan garpu tala
5. Memeriksa ketajaman pendengaran dengan menggunakan garpu tala
B. LANDASAN TEORI
Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul di
lingkungan eksternal, yaitu masa pemadatan dan pelonggaran molekul yang
terjadi berselang seling mengenai memberan timpani. Plot gerakan-gerakan ini
sebagai perubahan tekanan di memberan timpani persatuan waktu adalah
satuan gelombang, dan gerakan semacam itu dalam lingukangan secara umum
disebut gelombang suara (Ganong, 2005).
Secara umum kekerasan suara berkaitan dengan amplitudo gelombang
suara dan nada berkaitan dengan prekuensi (jumlah gelombang persatuan
waktu). Semakin besar suara semakin besar amplitudo, semakin tinggi
frekuensi dan semakin tinggi nada. Namun nada juga ditentukan oleh faktor –
faktor lain yang belum sepenuhnya dipahami selain frekuensi dan frekuensi
mempengaruhi kekerasan, karena ambang pendengaran lebih rendah pada
frekuensi dibandingkan dengan frekuensi lain. Gelombang suara memiliki pola
berulang, walaupun masing – masing gelombang bersifat kompleks, didengar
sebagai suara musik, getaran apriodik yang tidak berulang menyebabakan
sensasi bising. Sebagian dari suara musik bersala dari gelombang dan
frekuensi primer yang menentukan suara ditambah sejumla getaran harmonik
yang menyebabkan suara memiliki timbre yang khas. Variasi timbre
mempengaruhi suara berbagai alat musik walaupun alat tersebut memberikan
nada yang sama (Ganong, 2005).
Penyaluran suara prosesnya adalah telinga mengubah gelombang suara
di lingkungan eksternal menjadi potensi aksi di saraf pendengaran. Gelombang
diubah oleh gendang telinga dan tulang-tulang pendengaran menjadi gerakangerakan
lempeng kaki stapes. Gerakan ini menimbulkan gelombang dalam
cairan telinga dalam. Efek gelombang pada organ Corti menimbulkan potensial
aksidi serat-serat saraf (Ganong, 2005).Secara umum telinga manusia menjadi tiga bagian
yaitu:
1. Telinga bagian luar (Auris eksterna)
Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius
eksternus, dipisahkan dari telinga tengah oleh struktur seperti cakram yang
dinamakan membrana timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua
sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh
kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah
kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara
dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan
meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput
mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius
eksternus ketika membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus
panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka
kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun
atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada
membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula
seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen.
Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan memberikan
perlindungan bagi kulit. (Leohard,1998)
2. Telinga bagian tengah (Auris Media)
Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di
sebelah lateral dan kapsul otik di sebelah medial. Membrana timpani terletak
pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga.
Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara
dan translulen.Telinga tengah adalah rongga berisi udara yang merupakan
rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii
ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian
mastoid tulang temporal (Syaifuddin, 1997).
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus,
inkus, dan stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh persendian,
otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil
(jendela oval dan dinding medial telinga tengah), yang memisahkan telinga
tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval,
di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke
getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana yang sangat tipis, dan
dataran kaki stapes ditahan oleh struktur berbentuk cincin. Anulus jendela bulat
maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari
dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah, kondisi ini dinamakan
fistula perilimfe (Syaifuddin, 1997).
Tuba eustachii memiliki lebar ± 1 mm dan panjang ± 35 mm,
menghubungkan telinga ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup,
namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver
valsalva yakni menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk
sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan
atmosfer (Syaifuddin, 1997).Telinga Bagian dalam (Auris Interna)
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ
untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu
juga kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis)
semuanya merupakan bagian dari telinga bagian dalam. Koklea dan kanalis
semisirkularis bersama menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis posterior,
superior dan lateral terletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan
mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan (Setiadi, 2008).
Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm
dengan dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk
pendengaran, dinamakan organ corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak
sempurna mengisinya, labirin membranosa terendam dalam cairan yang
dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal
dalam otak melalui aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas
utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organ corti.
Labirin membranosa memiliki cairan yang dinamakan endolimfe. Terdapat
keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga
dalam; banyak kelainan telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu.
(Setiadi, 2008).
Fisiologi Pendengaran
Gelombang bunyi yang masuk ke dalam telinga luar menggetarkan
gendang telinga. Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang dengar ke
jendela oval. Getaran struktur koklea pada jendela oval diteruskan ke cairan
limfe yang ada di dalam saluran vestibulum. Getaran cairan tadi akan
menggerakkan membran reissmer dan menggetarkan cairan limfe dalam
saluran tengah. Perpindahan getaran cairan limfe di dalam saluran tengah
menggerakkan membran basher yang dengan sendirinya akan menggetarkan
cairan dalam saluran timpani. Perpindahan ini menyebabkan melebarnya
membran pada jendela bundar. Getaran dengan frekuensi tertentu akan
menggetarkan selaput-selaput basilar, yang akan menggerakkan sel-sel rambut
ke atas dan ke bawah. Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan
ion kalium dan ion Na menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang N.VIII
yang kemudian meneruskan ransangan ke pusat sensori pendengaran di otak
melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis (Guyton, 2007).
HASIL PENGAMATAN
1) Uji Pendengaran Dengan Suara
No. Nama Usia Uji Suara
Berbisik (jarak 6 meter) Biasa
(jarak 30
meter)
Keras
(jarak 30
meter)
1. Putri 22 Terdengar pada jarak 4
meter
Terdengar Terdengar
2. Fitriani 21 Terdengar pada jarak 5
meter (menggunakan
telinga kanan); terdengar
pada jarak 4 meter
(meggunakan telinga kiri)
Terdengar Terdengar
3. Rezki 20 Terdengar pada jarak 5
meter
Terdengar Terdengar
4. Vera 21 Terdengar pada jarak 4
meter
Terdengar Terdengar
5. Esa 20 Terdengar pada jarak 5
meter
Terdengar Terdengar
6. Atsnah 20 Terdengar pada jarak 3
meter
Terdengar Terdengar
2) Uji Pendengaran Dengan Garpu Tala
No. Nama Rinne Weber Schwabach Bing
1. Al Qorina Kanan dan
kiri
Normal Normal Kanan dan
kiri
2. Nur Baeti. Kanan dan
kiri
Normal Normal Kanan
3. Daniar Kanan dan
kiri
Normal Normal Kanan dan
kiri
4. Singgih Kanan dan
kiri
Normal Normal Kanan dan
kiri
5. Indirasari Kanan dan
kiri
Normal Normal Kanan
6. Rahman Kanan dan
kiri
Normal Normal Kanan
E. PEMBAHASAN
1. Uji Pendengaran Dengan Suara (voice test)
Pada praktikum ini dilakukan pengujian kemampuan OP mendengar
suara berbisik dan suara keras pada lingkungan yang cukup hening. Secara
umum kekerasan suara berkaitan dengan amplitudo gelombang suara dan
nada berkaitan dengan prekuensi (jumlah gelombang persatuan waktu).
Semakin besar suara semakin besar amplitudo, semakin tinggi frekuensi dan
semakin tinggi nada. Namun nada juga ditentukan oleh faktor – faktor lain yang
belum sepenuhnya dipahami selain frekuensi dan frekuensi mempengaruhi
kekerasan, karena ambang pendengaran lebih rendah pada frekuensi
dibandingkan dengan frekuensi lain. Gelombang suara memiliki pola berulang,
walaupun masing – masing gelombang bersifat kompleks, didengar sebagai
suara musik, getaran apriodik yang tidak berulang menyebabakan sensasi
bising. Sebagian dari suara musik bersala dari gelombang dan frekuensi primer
yang menentukan suara ditambah sejumlah getaran harmonik yang
menyebabkan suara memiliki timbre yang khas. (Ganong, 2005).
Dengan pemeriksaan voice test ini praktikan dapat mengetahui
ketajaman pendengaran OP dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
keras lemahnya suara yang terdengar oleh OP. Telinga OP dihadapkan ke
pemeriksa agar suara yang dipancarkan oleh pemeriksa tidak terhalang oleh
apapun sehingga gelombang suara langsung diterima telinga OP. Penyaluran
suara prosesnya adalah telinga mengubah gelombang suara di lingkungan
eksternal menjadi potensi aksi di saraf pendengaran. Gelombang diubah oleh
gendang telinga dan tulang-tulang pendengaran menjadi gerakan-gerakan
lempeng kaki stapes. Gerakan ini menimbulkan gelombang dalam cairan
telinga dalam. Efek gelombang pada organ Corti menimbulkan potensial aksi di
serat-serat saraf (Ganong, 2005).
Pada pemeriksaan dengan suara berbisik rata-rata OP baru bisa
mendengar suara pada jarak 4-5 meter. Hal ini dapat dikarenakan lingkungan
yang kurang kondusif saat melakukan praktikum. Praktikum ini dilakukan
dilorong laboratorium dan di dalam laboratorium fisiologi. Walaupun suarasuara
pengganggu yang berasal dari praktikan sudah diusahakan seminimal
mungkin untuk meminimalkan gangguan. Namun tetap saja suara dari
lingkungan dapat mengganggu proses pengujian. Suara-suara tersebut dapat
berasal dari ruang lab lain yang agak berisik dan juga suara mesin kullkas
maupun AC. Suara-suara tersebut dapat membuat hilangnya konsentrasi OP
untuk mendengar suara bisikan yang diberikan. Sehingga suara yang
dibisikkan pada jarak 6 meter ke OP tidak dapat tersampaikan dan OP harus
maju lagi beberapa meter agar terdengar dengan jelas.
Pemeriksaan dengan suara biasa dapat dilakukan oleh semua OP
dengan baik. Ini dikarenakan suara biasa yang dibuat cukup keras dan
lingkungan lab yang lebih kondusif dibandingkan pada pengujian sebelumnya,
menjadikan suara tersebut terdengar dengan jelas. Begitupula dengan
pemeriksaan dengan suara keras. Suara yang disampaikan pada OP dapat
terdengar dengan jelas.
2. Pemeriksaan Dengan Garpu Tala
Untuk melihat ada tidaknya gangguan fungsi pendengaran pada OP
adalah dengan menggunakan garpi tala. Test garpu tala digunakan untuk
pengukuran kualitatif, idealnya menggunakan garpu tala dengan frekuensi 512,
1024, dan 2048 Hz. Beberapa tes menggunakan garpu tala yang dilakukan
pada praktikum ini adalah:
– Tes Rinne
Pemeriksaan Tes Rinne menggunakan garpu tala frekuensi 256. Tes
Rinne dilakukan dengan menggetarkan garpu tersebut dan menekankan
gagang penala yang bergetar pada Processus Mastoideus pada telinga yang
diperiksa. Setelah OP menandakan bunyi dengungan menghilang segera
mungkin mendekatkan ujung penala pada telinga yang diperiksa. Jika
terdengar maka R+ dan jika tidak R-. OP dapat mendengar dengan baik suara
yang menghilang saat garpu tala ditempelkan pada Processus Mastoideus dan
mendengar kembali suara tersebut saat didekatkan dengan telinga. Ini terjadi
karena saat suara menghilang di Processus Mastoideus sebenarnya garpu tala
itu masih bergetar, hanya karena intensitas terlalu halus maka tidak dapat
terdengar oleh telinga OP. Sehingga perlu didekatkan ke telinga OP untuk
mndengar suara yang halus itu.
– Tes Webber
Pada pemeriksaan garpu tala dengan tes Weber menggunakan garpu
tala frekuensi 512. Tes ini dilakukan dengan cara menggetarkan garpu tala
tersebut dan menempelkannya pada bagian meridian tepat diatas kepala. Hsil
yang didapat normal jika OP mendengar dengungan sama kuat antara telinga
kiri dan kanan. Dari hasil yang didapat OP mendengar dengungan tersebut
sama kuat pada kedua telinganya. Akan tetapi sebelum dapat mendengar
dengungan ini OP menutup kedua telinganya terlebih dahulu. Ini dilakukan
untuk mencegah suara dari lingkungan seperti suara kipas AC yang dapat
mengganggu gelombang hantaran dari garpu tala tersebut.
– Tes Schwabach
Pada pemeriksaan garpu tala dengan tes Schwabach digunakan garpu
tala dengan frekuensi 128. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggetarkan
garpu tala tersebut dan meletakkannya pada Processus Mastoideus OP.
Setelah bunyi menghilang OP segera member tanda dan pemeriksa
meletakkan garpu tala tersebut pada Processu Mastoideusnya. Tes ini
dianggap normal jika baik OP maupun pemeriksa tidak mendengar lagi suara
setelah OP memberikan tanda suara berhenti. Dari hasil baik pemeriksa
maupun OP tidak mendapatkan lagi suara terdengar dari garpu tala tersebut.
Kondisi schwabach memanjang dan memendek dapat terjadi dikarenakan
kekurang pekaan pemeriksa atau OP dalam mendengar bunyi tersebut.
– Tes Bing
Pada pemeriksaan garpu tala dengan tes Bing digunakan garpu tala
dengan frekuensi 512. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menggetarkan
garpu tersebut dan menempelkannya pada processus mastoideus. Kemudian
ditanyakan telinga mana yang mendengar paling keras. Dari hasil setelah
diulang beberapa kali tidak terdapat telinga bagian mana yang mendengar
paling keras. Semua telinga mendengar suara sama kuatnya. Pengulangan
yang dilakukan, dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan hasil yang
diakibatkan oleh perbedaan kekuatan saat menggetarkan garpu tala.
F. KESIMPULAN
1. Pemeriksaan ketajaman suara dapat dilakukan dengan berbisik pada
jarak 6 meter dari OP, berbicara biasa pada jarak 30 meter dan
berbicara keras pada jarak 30 meter.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kuat atau lemahnya suara adalah
nada atau frekuensi, intensitas atau kekuatan, dan warna suara atau
kualitas.
3. Dari hasil suara berbisik terdengar pada jarak antara 3-5 meter
sementara untuk berbicara biasa dan keras dapat terdengar pada jarak
30 meter.
4. Cara pemeriksaan dengan garpu tala yaitu, Tes Rinne, Tes Schwabach,
Tes Weber, dan Tes Bing.
5. Dari hasil OP dapat mendengar dengan normal suara yang dihasilkan
dari tiap uji.
Daftar Pustaka
Ganong, William. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Review of Medical Physiology.
Guyton AC. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Junqueira LC, Caneiro J. 2005. Basic Histology Text & Atlas. USA: The Mc Graw-
HillCompanies
Leohard, Helmut. 1998. Atlas Anatomi Manusia. Jakarta: EGC.
Setiadi. 2008. Anatomi Fisiologi Manusia. Jakarta : Gramedia.
Syaifuddin, H. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Jakarta : EGC.
Bisa buka link: http://documents.tips/documents/laporan-fisiologi-indra-
pendengaran.html
LAPORAN PRAKTIKUM
- PEMERIKSAAN PENDENGARAN -
Disusun oleh :
Kelompok 2 Selasa Pagi
PROGRAM S1 REGULER
DEPARTEMEN FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTIKUM 8
- PEMERIKSAAN PENDENGARAN -
TUJUAN :
KERANGKA TEORI
Anatomi Telinga
A. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga yang berfungsi mengumpulkan dan
menyalurkan bunyi ke liang telinga, liang telinga yang berfungsi mengarahkan
bunyi ke telingasampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan
elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan
pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalamnya terdiri dari
tulang, panjangnya kira-kira 2½ – 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang
telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat (kelenjar
serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga.
Pada dua pertiga bagian dalam tidak dijumpai kelenjar serumen.
B. Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar membran timpani yang
berfungsi mengubah bunyi menjadi getaran; batas depan tuba eustachius; batas
bawah vena jugularis (bulbus jugularis); batas belakang aditus ad antrum, kanalis
fasialis pars vertikalis; batas atas tegmen timpani (meningen/otak) dan batas
dalam berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal, kanalis
fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan
promontorium.
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari
luar ke dalam, yaitu maleus, inkus dan stapes yang berfungsi menghantar getaran
ke telinga dalam. Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling
berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus
melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap
lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang
pendengaran merupakan persendian. Sedangkan tuba eustachius termasuk dalam
telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.
C. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut helikotrema, menghubungkan perilimf skala timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap. Skala vestibuli dan skala
timpani berisi perilimf, sedangkan skala media berisi endolimf. Ion dan garam yang
terdapat di perilimf berbeda dengan endolimf. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar
skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (membran Reissner) sedangkan dasar
skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria,
dan pada membran basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel
rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.
Gelombang suara dikumpulkan oleh telinga luar dan disalurkan ke lubang telinga, dan menuju
gendang telinga. Gendang Telinga bergetar untuk merespons gelombang suara yang
menghantamnya . Getaran ini mengakibatkan tiga tulang (ossicle) di telinga tengah bergerak.
Secara mekanis getaran dari gendang telinga ini akan disalurkan, menuju cairan yang berada di
rumah siput( koklea). Getaran yang sampai di koklea ini akan menghasilkan gelombang,
sehingga rambut sel yang ada di koklea akan bergerak. Gerakan ini mengubah energi mekanik
tersebut menjadi energi elektrik ke saraf pendengaran ( auditory nerve,) dan menuju ke pusat
pendengaran di otak. Pusat ini akan menerjemahkan energi tersebut menjadi suara yang dapat
dikenal oleh otak.
Gangguan Pendengaran
1. Tuli konduktif, terjadi apabila gelombang suara tidak secara adekuat dihantarkan
melalui telinga luar dan tengah untuk mengetarkan cairan di telinga dalam. Pada kasus
ini penderita dapat dibantu dengan alat bantu pendengaran.
2. Tuli sensorineural, terjadi apabila gelombang suara disalurkan ke telinga dalam, tetapi
gelombang tersebut tidak diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang direpresentasikan
oleh otak sebagai sensasi suara.
3. Tuli campuran : campuran antara gangguan pendengaran konduktif dan saraf.
CARA KERJA :
A. Cara Rinne
1. Digetarkan penala (frekuensi 25 Hz) dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya
ke telapak tangan.
2. Ditekan ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga orang
percobaan (o.p.).
3. Ditanyakan kepada o.p. apakah ia mendengar bunyi penala berdengung di telinga yang
diperiksa, kemudian o.p. diminta memberi tanda bila dengungan bunyi itu menghilang.
4. Pada saat itu, penala segera diangkat dari processus mastoideus o.p. dan kemudian
ujung jari penala ditempatkan sedekat-dekatnya di depan liang telinga yang sedang
diperiksa.
5. Dicatat hasil pemeriksaan Rinne sebagai berikut :
● Positif : Bila o.p. masih mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal.
● Negatif : Bila o.p. tidak lagi mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal.
B. Cara Weber
1. Digetarkan penala (frekuensi 25 Hz) dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya
ke telapak tangan.
2. Ditekan ujung tangkai penala pada dahi o.p. di garis meridian.
3. Ditanyakan kepada o.p. apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat di
kedua telinganya atau terjadi lateralisasi.
4. Bila pada tidak terdapat lateralisasi, maka untuk menimbulkan lateralisasi secara
buatan, salah satu telinga ditutup dengan kapas dan diulangi pemeriksaannya.
C. Cara Schwabach
1. Digetarkan penala (frekuensi 25 Hz) dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya
ke telapak tangan.
2. Ditekankan ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga o.p.
3. O.p. disuruh mengacungkan tangannya pada saat dengungan bunyi penala menghilang.
4. Pada saat itu, dengan segera dipindahkan penala dari processus mastoideus o.p. ke
processus mastoideus pemeriksa. Pada pemriksaan ini, telinga si pemeriksa dianggap
normal. Bila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh o.p.masih dapat
didengar oleh si pemeriksa, maka hasil pemeriksaan adalah SCHWABACH MEMENDEK.
5. Apabila dengungan penala setelah dinyatakan berhentu oleh o.p. juga tidak dapat
didengar oleh si pemeriksa, maka hasil pemeriksaan mungkin SCHWABACH NORMAL
atau SCHWABACH MEMANJANG. Untuk memastikan hal ini, dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut :
Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke processus mastoideus
si pemeriksa sampai tidak terdengar lagi. Kemudian ujung tangkai penala segera
ditekankan ke processus mastoideus o.p. Bila dengungan setelah dinyatakan berhenti
oleh si pemeriksa masih dapat didengar oleh o.p., maka hasil pemeriksaan adalah
SCHWABACH MEMANJANG. Bila Bila dengungan setelah dinyatakan berhenti oleh si
pemeriksa juga tidak dapat didengar oleh o.p., maka hasil pemeriksaan adalah
SCHWABACH NORMAL.
HASIL PEMERIKSAAN
Hasil Pemeriksaan
Cara Schwabach
No. Nama
Cara Rinne Cara Weber Keterangan
Dengan Lateralisasi Kiri Kanan
Buatan
1. April + Kiri = kanan normal normal
2. Ella + Kiri = kanan normal normal
3. Huda + Kiri = kanan normal normal
4. Tyas + Kiri = kanan normal normal
PEMBAHASAN
Pada tes dengan cara Rinne, op menunjukkan hasil positif yang menunjukkan bahwa tidak ada
kelainan pada indera pendengar. Jika menunjukkan hasil negatif dimana op tidak mendengar
dengungan secara aerotimpanal, bisa dikatakan op menderita gangguan pendengaran Pada cara
Weber semua op dianggap normal karena tidak adanya lateralisasi. Jika itu terjadi op dapat
didiagnosis menderita gangguan pada indera pendengarannya. Dan dalam cara Schwabach
semua op juga menunjukkan hasil yang normal, jika hasil menunjukkan terjadinya Schwabach
yang memendek atau memanjang dapat dikatakan bahwa op mengalamii gangguan
pendengaran namun harus diperiksa lebih lanjut oleh dokter yang ahli.
KESIMPULAN
Tes Rinne bertujuan untuk membandingkan hantaran melalui udara dan tulang pada telinga
yang diperiksa. Apabila tes Rinne menunjukan hasil yang positif, maka orang yang diperiksa
didiagnosa tidak memiliki gangguan pendengaran atau normal. Sedangkan apabila tes Rinne
menunjukan hasil negatif, bisa dikatakan op memiliki gangguan pendengaran. Pada tes Weber
jika menunjukkan adanya lateralisasi maka orang yang diperiksa didiagnosa memiliki gangguan
pada indera pendengarannya. Tes ini bertujuan untuk mengetahui keseimbangan pendengaran
orang yang diperiksa melalui hantaran tulang. Dan pada pemerikaan dengan menggunakan tes
Schwabach menunjukkan hasil Scwabach normal maka orang yang diperiksa memiliki
pendengaran yang normal. Sedangkan jika hasil tes menunjukkan Schwabach memanjang atau
memendek maka orang yang diperiksa didiagnosa memiliki kelainan pada pendengarannya.
DAFTAR PUSTAKA
Andrajati, Retnosari dkk. Penuntun Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia. Depok: Departemen
Farmasi FMIPA UI, 2008.
LAPORAN
PERCOBAAN 6
NAMA : SUDARMAN
NIM : F1E110030
UNIVERSITAS HALUOLEO
2010
BAB I
PENDAHULUAN
Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul dilingkungan eksternal,
yaitu fase pemadatan dan pelonggaran molekul yang terjadi berselang-seling, mengenai
membrane timpani. Plot gerakan-gerakan ini sebagai perubahan tekanan di memban timpani
per satuan waktu adalah serangkaian gelombang, dan gerakan semacam itu dalam lingkungan
secara umum disebut gelombang suara. Kecepatan suara meningkat seiring suhu dan ketinggian.
Telinga mengubah gelombang suara dilingkungan eksterna menjadi potensial aksi disaraf
pendengaran. Gelombang diubah oleh gendang telinga dan tulang-tulang pendengaran menjadi
gerakan-gerakan lempeng kaki stapes. Gerakan ini menimbulkan gelombang dalam cairan
telinga dalam. Efek gelombang pada organ Corti menimbulkan potensial aksi di serat-serat saraf.
Selain untuk pendengaran, organ dalam telinga juga berfungsi untuk keseimbangan. Yang
menjalankan fungsi ini adalah organ vestibular. Struktur vestibular telinga dalam adalah
vestibula (yang tersusun dari utrikel dan sakula) dan tiga saluran semisirkuler. Struktur ini
bekerja seperti tukang kayu (suatu alat digunakan untuk menunjukkan berapa derajat
permukaan horisontal atau vertikal). Sistem ini bekerja dengan menghubungkan saraf
vestibulocochlear dengan pusat vestibular di otak dengan keseimbangan dan posisi
tubuh.(bagian telinga dalam yang disebut cochlea merupakan alat pendengaran). Jadi, sistem
vestibular meliputi vestibula, saluran semisirkuler, cabang vestibular dari saraf
vestibulocochlear, dan pusat vestibular di otak.
Sistem vestibular mengukur gerakan lurus dan berputar. Sejumlah gangguan dapat
menyebabkan sistem ini berhenti bekerja atau memberikan informasi yang tidak tepat.
Gangguan ini meliputi sindrom Meniere, labyrinthitis, benign paroxysmal position vertigo,
infeksi telinga, tumor atau trauma.
METODOLOGI PENELITIAN
2.1. Alat
2. Tongkat
2.2 Bahan
1. Orang Coba
Garpu tala digetarkan, kemudian pangkalnya ditempelkan pada tulang mastoid orang coba.
Orang coba diminta untuk memberitahukan jika bunyi garpu tala tidak terdengar lagi. Lalu
dengan cepat garpu tala dipindahkan sehingga ujungnya yang bergetar berada kira-kira 3 cm di
depan liang telinga. Bila suara masih terdengar maka rinne dinyatakan positif (orang coba
normal tuli sensorineural), sedangkan bila tidak terdengar lagi dinyatakan rinne negatif (orang
coba tuli konduktif).
Garpu tala digetarkan di tempatkan di vertex orang coba. Bila suara terdengar leih keras pada
salah atu telinga, misalnya yang kanan, maka disebut lateralisasi ke kanan. Bila ke kiri, maka
disebut lateralisasi ke kiri.
Orang coba memegang tongkat yang difiksir pada lantai sambil menundukkan kepala dan
menggelilingi tongkat tersebut. Setelah itu, orang coba segera diminta berjalan. Perhatikan
bagaimana reaksinya.
BAB III
Tes Pendengaran
Umur : 19 tahun
Tes Rinne
Mastoideus +
Tes Weber
Vertex +
Tes Keseimbangan
Tes Tongkat
3.2 Pembahasan
Berdasarkan data hasil percobaan diatas, maka dapat dilihat bahwa kedua orang coba
untuk masing-masing percobaan yaitu tes pendengaran dan tes keseimbangan adalah normal.
Untuk tes pendengaran diperoleh hasil dari tes rinne, yaitu untuk mastoideus dan udara,
dimana mastoideus dimaksudkan untuk ketukan di daerah tulang mastoideus dan udara
dimaksudkan untuk mendengar gesekan udara yang dilakukan oleh jari tangan adalah bernilai
positif (+), artinya orang coba memiliki pendengaran yang normal (tuli sensorineural). Dan untuk
tes selanjutnya yaitu tes weber dimaksudkan untuk mendengar suara ketukan pada daerah
vertex (sutura sagittal) dengan menutup salah satu telinga. Jika telinga kanan yang ditutp berarti
terjadi lateralisasi di telinga sebelah kanan sehingga suara dominan yang terdengar adalah
berada pada telinga kanan, begitu juga ketika hal ini dilakukan pada telinga kiri. Pada orang
coba, hal ini positif (+) didapatkan, artinya untuk tes weber pada tes pendengaran yang dimiliki
oleh orang coba adalah normal.
Kemudian, untuk tes tongkat pada tes keseimbangan, dimana orang coba difiksir pada
lantai sambil menundukkan kepala dan mengelilingi tongkat tersebut. Setelah itu, orang coba
segera diminta berjalan. Untuk tes ini, ketika orang coba melakukan putarannya kearah kanan,
maka diperoleh hasil bahwa orang coba lebih condong untuk berjalan kearah kanan dan apabila
orang coba memutari tongkat kearah kiri, maka diperoleh hasil bahwa orang coba lebih condong
untuk berjalan kearah kiri. Hal ini berarti, orang coba memiliki keseimbangan yang normal.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan diatas, maka kesimpulan yang dapat diperoleh adalah sebagai
berikut :
1. Untuk tes fungsi pendengaran digunakan tes rinne dan tes webber.
2. Untuk tes fungsi keseimbangan digunakan tes tongkat.
3. Tes rinne memnggunakan ketukan pada daerah mastoideus dan gesekan jari pada daerah
dekat telinga.
4. Tes webber menggunakan ketukan pada daerah vertex dengan menutup salah satu telinga
untuk mengetahui lateralisasi terjadi ditelinga sebelah mana.
5. Tes tongkat digunakan untuk mengetahui fungsi keseimbangan dengan cara memutari
tongkat ke salah satu arah kanan atau kiri, kemudian orang coba berjalan. Bila puatarn kekanan,
maka arah jalannya akan lebih condong ke kanan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Pendengaran adalah persepsi terhadap rangsangan bunyi. Organ yang berperan dalam
sistem pendengaran adalah telinga. Telinga merupakan organ pendengaran dan juga
memainkan peran penting dalam mempertahankan keseimbangan. Peran telinga itu sendiri
dalam sistem pendengaran yaitu menerima gelombang suara, membedakan frekuensinya dan
akhirnya mengirimkan informasi suara ke dalam sistem saraf pusat.
Semua bagian-bagian telinga mempunyai peran tersendiri dalam proses mendengar. Telinga
dibagi dalam tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar terdiri
dari pinna atau aurikula (daun telinga) dan meatus akustikus eksternus (liang telinga).
Telinga tengah merupakan sebuah rongga, dinding lateralnya adalah membrana timpani dan
dinding medialnya adalah permukaan luar telinga dalam. Rongga ini dilalui oleh tiga buah tulang
kecil (Osikuli) yaitu malleus, inkus dan stapes, yang membentang dari membrana timpani ke
telinga dalam (foramen ovale). Rongga ini berhubungan dengan nasofaring melalui tuba
eustachius.
Telinga dalam ( disebut juga labirin ) terdiri atas sebuah sistem saluran yang tak beraturan
(labirin membranosa) yang dibatasi oleh tulang (labirin tulang). Labirin tulang dibagi dalam tiga
bagian yang secara struktural dan fungsional berbeda, yaitu vestibulum, koklea dan kanalis
semisirkularis. Labirin membranosa terdapat di dalam tulang labirin walaupun ukrannya lebih
kecil. Membran ini meliputi utrikel, sakul, duktus semikular dan duktus koklea. Adapun saraf –
saraf yang berperan dalam sistem ini adalah serabut saraf koklear dari saraf
vestibulokoklear yang bersinapsis dalam medula dan dalam otak tengah untuk berasenden
menuju korteks auditori, yang terletak jauh di dalam fisura lateral hemisfer serebral.
Mekanisme pendengaran terjadi dimulai dari gelombang bunyi yang ditangkap oleh aurikula
kemudian menjalar ke meatus akustikus eksternus. Dari meatus akustikus eksternus gelombang
bunyi diteruskan dan menghasilkan getaran dalam membrana timpani. Getaran ini kemudian
menjalar di sepanjang osikuli menuju fenestra vestibuli, mendorongnya masuk dan membentuk
gelombang tekanan pada prelimfe skala vestibuli yang tidak dapat terkompresi. Vibrasi prelimfe
menyebabkan vibrasi pada endolimfe, sehingga rambut-rambut getar menonjol ke dalam dan
merangsang ujung-ujung saraf pada membran koklea. Saraf membawa rangsang ke dalam pusat
pendengaran di lobus temporal otak, tempat rangsang dinilai dan diinterpretasi.
Gangguan dalam sistem pendengaran atau biasa disebut tuli biasanya terjadi karena beberapa
hal diantaranya yaitu adanya kerusakan pada bagian-bagian telinga yang biasanya terjadi karena
frekuensi bunyi yang didengar terlalu besar sehingga menimbulkan kerusakan bagian telinga.
Faktor lainnya yaitu adanya kerusakan pada saraf-saraf yang berperan dalam pendengaran.
TINJAUAN PUSTAKA
Telinga merupakan organ pendengaran dan juga meainkan peran penting dalam
mempertahankan keseimbangan. Bagian-bagian yang berperan dalam pendengaran : bagian
luar, bagian tengah, dan koklea. Bagian-bagian yang berperan dalam keseimbangan : kanal
semisirkular, utrikel, dan sakulus. (Roger watson, 2002 : 102)
Telinga luar terdiri dari atas aurikula (daun telinga) dan liang telinga luar (meatus akustikus
eksternus). Meatus akustikus eksternus terdapat di antara daun telinga dan membrana timpani .
Seluruhnya dilapisi kulit, denan rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar apokrin yang telah
dimodifikasi disebut kelenjar seruminosa. Kelenjar ini mensekresi serumen atau tahi telinga.
Normalnya harus basah, sesuai fungsinya untuk menangkap benda asing dan mencegah
serangga masuk. Telinga luar dipisahkan dari telinga luar oleh membrana timpani. (dr.Jan
Tambayong, Hal.57 : 2001)
Telinga bagian tengah merupakan merupakan ruang kecil dalam tulang temporal, dipisahkan
oleh membran timpani dari telinga bagian luar, dinding selanjutnya dibentuk oleh dinding
bagian lateral telinga dalam. Rongga tersebut dikelilingi membran mukosa dan berisi udara yang
masuk dari faring melalui saluran pendengaran. Hal ini membuat tekanan udara di kedua sisi
membran timpani sama. Telinga tengah terdiri dari tiga tulang tipis, yang disebut osikel, yang
menghantarkan getaran ke membrana timpani melalui telinga dalam. Membran timpani tipis
dan semitransparan dan tempat melekatnya malleus, osikel pertama, melekat dengan kuat ke
permukaan dalam. Inkus berartikulasi dengan malleus dan stapes, bagian dasar osikel, yang
menempel pada fenestra vestibuli dan mengarah ke bagian dalam telinga. Dinding posterior
telinga tengah terbuka tidak beraturan, mengarah ke mastoid antrum dan membelok ke
sekolompok sel udara mastoid, seperti sinus nasal yang terinfeksi. (Roger watson, Hal.103 :
2002)
Telinga dalam (disebut juga labirin) terdiri atas sebuah sistem saluran yang tak beraturan (labirin
membranosa) yang dibatasi oleh tulang (labirin tulang). Labirin tulang dapat dibagi dalam tiga
bagian yang secara struktural dan fungsional berbeda, yaitu vestibulum, koklea dan kanalis
semisirkularis. Labirin tulang ini berisikan prelimfe. Labirin membranosa, yang dikelilingi dan
berenang dalam prelimfe, berisikan endolimfe. (dr.Jan Tambayong, Hal.58 : 2001)
Di dalam vestibulum terdapat dua kantong labirin bermembran, yaitu sakulus dan utrikulus.
Sakulus, yang lebih kecil, berhubungan dengan duktus koklearis melalui saluran kecil, sedangkan
utrikulus berhubungan dengan kanalis semisirkularis. Pada sakulus dan utrikulus terdapat
reseptor keseimbangan yang disebut makula, untuk memantau perubahan posisi kepala. (dr.Jan
tambayong, Hal.58 : 2001)
Terdapat tiga kanalis semisirkularis, yang tersusun dalam tiga bidang berbeda (anterior,
posterior dan lateral). Di dalam kanalis semisirkularis tulang terdapat tiga duktus semisirkularis.
Masing-masing duktus memiliki satu ujung yang melebar disebut ampula, yang berisikan
reseptor keseimbangan disebut krista ampularis. Reseptor ini berespons terhadap gerak anguler
(rotasi) dari kepala. (dr.Jan Tambayong, Hal.58 : 2001)
Koklea adalah saluran tulang berpilin konis (rumah siput). Ia meluas dari bagian anteroir
vestibulum dan berpilin 2 ½ kali mengelilingi tulang yang disebut modiolus. Di dalamnya
terdapat duktus koklearis, yang berakhir buntu di apeks koklea. Di dalam duktus koklearis
terdapat organ corti, reseptor pendengaran. Duktus koklearis bersama lamina spiralis membagi
rongga koklea menjadi tiga bagian (skala) terpisah, yaitu skala vestibuli (atas), skala media atau
duktus koklearis (tengah) dan skala timpani (bawah). (dr.Jan Tambayong, Hal.58 : 2001)
Dua bagian labirin tulang yang terletak di atas dan di bawah skala media adalah skala vestibuli
dan skala timpani. Kedua skala tersebut mengandung cairan prelimfe dan terus memanjang
melalui lubang pada apeks koklea, yang disebut helikotrema. Membran reissner memisahkan
skala media dari skala vestibuli, yang berhubungan dengan fenestra vestibuli. Membran basilar
memisahkan skala media dari skala timpani, yang berhubungan dengan fenestra cochleae. (Ethel
Sloane, Hal.191 : 2004)
Penghantaran Suara
Duktus koklearis atau skala media, yang merupakan bagian labirin membranosa yang terhubung
ke sakulus, adalah saluran tengah yang berisi cairan endolimfe. Skala media berisi organ corti
yang terletak pada membran basilar. Organ corti terdiri dari reseptor, disebut sel rambut, dan
sel penunjang, yang menutupi ujung bawah sel-sel rambut dan berada pada membran basilar.
Membran tektorial adalah struktur gelatin seperti pita yang merentang di atas sel-sel rambut.
Ujung basal sel rambut bersentuhan dengan cabang bagian koklear saraf vestibulokoklear. Sel
rambut tidak memiliki akson dan langsung bersinapsis dengan ujung saraf koklear. (Ethel Sloane,
Hal.191 : 2004)
Telinga mengubah gelombang suara dari dunia luar menjadi potensial aksi dalam nervus
koklearis. Gelombang diubah oleh gendang telinga dan tulang-tulang pendengar menjadi
gerakan papan kaki stapes. Gerakan ini menimbulkan gelombang pada cairan telinga dalam
gelombang pada organ korti sehingga menimbulkan potensial aksi pada serabut-serabut saraf.
(Syaifuddin, Hal.235 : 2009)
Sebagai respons yang ditimbulkan, gelombang suara pada membran timpani bergerak ke dalam
suatu resonator yang menghasilkan getaran dari sumber suara. Gerakan diteruskan pada
manubrium maleus, berayun pada poros melalui batas antara saluran panjang dan pendek, lalu
meneruskan getaran dari manubrium ke inkus lalu dihantarkan ke stapes. (Syaifuddin, Hal.235 :
2009)
Penghantaran suara mengubah resonansi (intensifikasi suara) yang menghasilkan getaran dari
membran timpani menjadi gerakan stapes untuk mengarahkan skala vestibuli koklea yang terisi
dengan prelimfe. Sistem ini dinamakan tekanan suara yang sampai pada jendela lonjong. Hasil
kerja dari maleus dan inkus memperbesar gaya 1,3 kali dari luas membran timpani, jauh lebih
besar dari luas papan kaki stapes, pemborosan energi suara karena resistensi 60 % dari enerfi
suara yang telah sampai pada membran timpani berhasil dihantarkan ke cairan dalam koklea.
(Syaifuddin, Hal.235 : 2009)
1. Refleksi gendang : apabila otot telinga tengah (M.Tensor timpani dan M.Stapedius)
berkontraksi menarik manubrium maleolus ke dalam dan papan kaki stapes keluar. Suara yang
keras menimbulkan refleks kontraksi otot yang dinamakan refleks gendang. Refleks gendang ini
berfungsi untuk melindungi dan mencegah gelombang suara keras yang dapat menyebabkan
perangsangan yang berlebihan pada reseptor pendengar. Akan tetapi, waktu reaksi untuk
refleks adalah 40-160 ms sehingga refleks tidak melindungi dari rangsangan yang sangat singkat
seperti suara tembakan.
a. Penghantaran gelombang suara ke cairan telinga dalam melalui membran timpani dan
tulang-tulang pendengar yang dinamakan penghantaran tulang telinga tengah.
b. Gelombang suara menimbulkan getaran pada membran timpani sekunder yang menutup
jendela bundar (penghantaran udara)
3. Gelombang jalan papan kaki stapes menimbulkan serangkaian gelombang berjalan pada
prelimfe dalam skala vestibuli. Apabila gelombang bergerak ke arah koklea, tinggi gelombang
meningkat sampai maksimum dan kemudian menurun dengan cepat. Jarak dari sapes sampai
ketinggian maksimum berubah-ubah tergantung pada frekuensi getaran. Gelombang suara
dengan nada tinggi akan menimbulkan gelombang yang mencapai tinggi maksimum dekat pada
basis koklea, sedangkan suara nada rendah menimbulkan gelombang yang memuncak dekat
dengan apeks dinding. Tulang dari skala vestibuli menjadi kaku, tetapi membran ini fleksibel.
Membran basilaris tidak dalam keadaan tegang dan dapat dilakukan ke dalam skala timpani oleh
puncak gelombang dalam skala vestibuli. (Syaifuddin, Hal.235-236 : 2009)
Pendesakan cairan dalam skala timpani dilepaskan ke dalam udara pada foramen rotundum.
Suara akan menimbulkan distorsi (pilihan) pada membran basilaris, tempat dimana distorsi ini
maksimum yang ditentukan oleh frekuensi gelombang suara. Ujung-ujung sel rambut pada
organ korti dipertahankan tetap kaku oleh lamina retikularis dan rambut-rambutnya terbenama
dalam membran tektorial. (Syaifuddin, Hal.236 : 2009)
Apabila membran basilaris ditekan, gerakan relatif dari membran tektorial lamina retikularis
akan membengkokkan rambut-rambut. Pembengkokan ini menimbulkan potensial aksi pada
saraf pendengar. (Syaifuddin, Hal.236 : 2009)
Ketulian adalah gangguan hantaran bunyi di dalam telinga luar atau telinga tengah (tuli hantar)
atau kerusakan sel rambut jaras saraf (tuli saraf) atau kerusakan pada kedua bagian itu (tuli
campuran). Penyebab tuli hantar atau biasa juga disebut tuli konduksi adalah sumbatan meatus
akustikus eksternus oleh serumen atau benda asing, perusakan ossikula auditus, penebalan
membran timpani setelah infeksi telinga tengah berulang, dan kekuatan abnormal perlengketan
stapes ke foramen ovale. Tuli saraf disebabkan oleh degenerasi toksin sel rambut, dan
kerusakan pada saraf-saraf yang terlibat dalam sistem pendengaran. Tuli campuran adalah tuli
yang terjadi karena adanya kerusakan pada bagian-bagian telinga dan kerusakan pada syaraf-
syaraf pendengaran. (Syaifuddin, Hal.239 : 2009)
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
2. Arloji
1. Tes Bisik
Tes ini merupakan tes yang sederhana dan walaupun kurang akurat tetapi cukup inovatif bagi
pemeriksaan rutin. Untuk ini memerlukan ruangan sepanjang 6 meter (minimal) dan bersifa
kedap suara sehingga bising tidak mempengaruhi jalannya pemeriksaan. Orang coba duduk
menyamping sehingga telinga yang akan diperiksa menghadap ke mulut pemeriksa. Menutup
telinga yang tidak diperiksa dan kalau perlu menutup mata juga agar orang coba tidak dapat
melihat gerakan bibir pemeriksa. Pemeriksa mengucapkan kata-kata secara berbisik (intensitas
suara halus sekeras bisikan sejauh 30 cm dari telinga), dan orang coba harus dapat
mengulanginya dengna benar. Bila dapat didengar dari jarak :
Dapat pula diketahui bila orang coba menderita gangguan pendengaran dengan frekuensi
rendah atau tinggi. Untuk ini pemeriksa membisikkan kata-kata yang frekuensinya tinggi
misalnya karcis, kikis, tangis dan sebagainya. Sedang kata-kata denga frekuensi rendah misalnya
letup, rendum, beban dan sebagainya.
2. Tes Arloji
Harus menggunakan arloji yang berdetik misalnya arloji saku. Arloji “quarts” tak dapat
digunakan. Pemeriksaan ini kurang cukup untuk menentukan jenis ketulian. Orang coba diminta
mendengarkan detik arloji mula-mula telinga kiri kemudian telinga kanan.
a. Tes rinne
Menggetarkan garpu tala kemudian menempelkan pangkalnya pada tulang mastoid orang coba.
Meminta orang coba untuk memberitahukan jika bunyi garpu tala tidak terdengar lagi.
Memindahkan garpu tala sehingga ujungnya yang bergetar berada pada kira-kira 3 cm di depan
liang telinga. Bila suara masih terdengar maka rinne positif, sedang bila tidak dapat terdengar
lagi disebut rinne negatif
b. Tes weber
Menggetarkan garpu tala dan menempatkannya di vertex orang coba. Bila suara terdengar lebih
keras pada salah satu telinga misalnya yang kanan maka ini dusebut lateralisasi kanan,
Telinga kana tuli konduktif, kiri normal atau tuli sensorineural (perseptif)
c. Tes schwabach
Menggetarkan garpu tala dan ditempatkan pada tulang mastoid orang coba. Meminta orang
coba memberitahukan bila tidak dipindahkan ke tulang mastoid pemeriksa. Bila pemeriksa juga
tidak mendengar suara maka prosedur pemeriksaan dibalik. Mula-mula meletakkan garpu tala
pada tulang mastoid pemeriksa dan setelah tak terdengar memindahkannya ke orang coba. Bila
orang coba tidak mendengar lagi berarti telinga orang coba normal.
Schwabach memendek : jika setelah garpu tala dipindahkan pada pemeriksa, masih dapat
didengar getaran. Berarti orang coba tuli perseptif.
Schwabach memanjang : setelah memindahkan pada pemeriksa tidak lagi terdengar getaran,
tetapi bila prosedur dibalik maka setelah pemeriksa tidak lagi mendengar bunyi. Berarti orang
coba tuli konduktif.
a. Tujuan Percobaan : Untuk membuktikan bahwa transmisi melalui udara lebih baik
dari pada tulang.
b. Dasar Teori : Pitch dan Loudnes. Suara yang dibedakan tekanannya berkolerasi
dengan gelombang sinus. Suara semacam itu disebut nada murni(pure tone). Siklus gelombang
menuju kompresi dan ekspansi udara seperti suara geombang yang selalu bergerak. Kedua
karakteristik utama gelombang seperti itu adalah frekuensi dan amplitudo. Frekuensi diukur
dengan jumlah getaran perdetik; yaitu beberapa kali perdetik sampai siklus gelombang suara
diulang. Unit Hertz (singkatan Hz) digunakan untuk menunjukkan sikus perderik; yaitu suatu
siklus perdetik sama dengan satu Hz. Amplitudo berhubungan dengan jumlah kompresi dan
ekspansi udara, seperti digambarkan oleh panjangnya gelombang dimulai dari puncak sampai
dasar kurva.
Manusia dapat mendengar frekuensi anrata 20- 20.000 Hz. Hal diatas
dapat kita buktikan pada bunyi piano yang menghasilkan frekuensi dari lebih kurang 27 sampai
4.200 Hz. Tida semua species dapat mendengar dengan rentang frekuensi yang sama, sebagai
contoh peluit untuk memanggil anjing yang menggunaka nada terlalu tingi frekuensinya bagi
telinga kita.
Fenomena penting dari persepsi pitch ialah bila sebuah bunyi yang
hanya terdiri dari over tones nada dasar (sedangkan nada dasarnya sendiri tidak ada), pitch yang
lebih dominan terdengar adalah pitch yang masih sesuai dengan pitch dasarnya. Pitch di
sebut pitch yang hilang dasarnya (missin fundamental). Hal ini merupak topik pembicaraan
penting dalam perdebatan teoritis tentang persepsi pitch. Jika kita membandingkan dimensi
psikologi warna dan nada, kira-kira akan terdapat hubungan sebagai berikut;:
Hue dan pitch merupakan fungsi-fungsi frekuensi gelombang; brightness dan loudness
merupakan fungsi-fungsi amplitudo; saturation dan timbre merupakan suatu hasil campuran.
Tetapi perlu diingat bahwa hal ini hanya sekedar merupakan analogi dan seperti semua analogi,
biasanya terbatas.
Apa yang terjadi bila dua nada diperdengarkan bersamaan? Tidak ada percobaan yang
menunjukkan bahwa hal ini merupakan analogi percampuran warna. Percampuran dua nada
tidak pernah menghasilkan bunyi yang betul-betul serupa. Jika dua nada murni yang telah cukup
dipisahkan dalam frekuensi, kedua pitch terdengar secara simultan sebagai sebuah paduan
nada. Jika dua nada tersebut saling berdekatan, pitch masing-masing tidak akan terdengar dan
bunyi yang dihasilkancenderung akan menjadi tidak selaras (dissonant). Faktor-faktor utama
yang menentukan bagaimana selarasnya (contsonant)not-not musik bila dimainkan bersama
adalah pemberian jarak (spacing) pada over tones-nya. (Roederer 1975). Faktor kultural juga
memainkan peran dalam penentuan bunyi yang bagaimana yang dinamakan selaras.
Noise adalah bunyi yang tersusun dari banyaknya frekuensi yang tidak mempunyai hubungan
yang harmonis antara satu dengan yang lain. Para ali akustik kadang- kadang bericara
tentang bunyi murni (white noise) bilamana menggambarkan suatu bunyi yang tersusun dari
semua frekuensi dalam spektrum suatu tinggat energi atau loundness yang kurang lebih sama.
Bunyi murni dianalogikan pada cahaya putih, yang terdiri dari semua frekuensi dalam spektum
cahaya. Bunyi saluran TV yang kosong atau pancuran air dikamar mandi mendekati suara bunyi
murni. Suara noise dengan energi yang terpusat pada kumpulan-kumpulan frekuensi tertentu
dapat mempunyai suatu pitch yang khas. Misalnya, kita padat menggunakan istilah musik “bass”
untuk menandai bunyi sebuah drum, walau suara drum lebih menyerupai kegaduhan dari pada
suara yang bernada.
Nada murni. Ketika garputala bergetar, terdapat urutan gelombang komprensi dan ekspansi. Jika
gapura tala membuat 100 kali getaran perdetik, maka akan terdapat gelombang suara dengan
100 komprensi perdetik (yaitu, 100 Hz). Bunyi yang tekanannya terkorelasi dengan gelombang
sinus disebut nada murni, bentuk gelombang bunyi apapun (tidak peduli betapa kompleksnya)
dapat dipecah menjadi serangkaian gelombang sinus yang berbeda dengan amplitudo yang
sesuai. Bila gelombang sinus tersebut dirambahkan lagi, hasilnya akan sama dengan bentuk
gelombang aslinya.
Melihat Sinyal Suara. Dengan menggunakan Oscilloscope kita dapat melihat gelombang suara.
Getaran molekul udara dalam suatu gelombang suara dapat ditagkap oleh sebuah mikrifon.
Gerakan ini diubah oleh microfon menjadi arus listrik. Oscilloscope merubah arus itu menjadi
gambar yang bergerak dilayar. Gambar Oscilloscope itu merupakan grafik yang menunjukkan
bagaimana tekanan berubah sesuai dengan waktu.
Skala Decibel. Loundness (kekerasan suara) dan beberapa suara yang sudah dikenal diskalakan
dalam decibel. Lepas landasnya roket Saturn V ke bulan yang diukur pada alas peluncurannya
kurang lebih 180 db. Untuk ikus- tikus percobaan, skala suara 150 db dalam waktu yang cukup
lama menyebabkan kematian. Bahkan band-band rock dapat menimbulkan bunyi dengan 120 db
atau lebih yang menyebebkan kerusakan pendengaran permanen.
Anatomi Telinga. Secara anatomi, telinga dapat dibagi menjadi tiga yaitu telinga luar, tengah,
dan dalam. Telinga luar berfungsi mengumpulkan suara dan mengubahnya menjadi energi
getaran sampai ke gendang telinga. Telinga tengah menghubungkan gendang telinga sampai ke
kanalis semisirkularis yang berisi cairan. Di telinga tengah ini, gelombang getaran yang dihasilkan
tadi diteruskan melewati tulang-tulang pendengaran sampai ke cairan di kanalis semisirkularis;
adanya ligamen antar tulang mengamplifikasi getaran yang dihasilkan dari gendang telinga.
Telinga dalam merupakan tempat ujung-ujung saraf pendengaran yang akan menghantarkan
rangsangan suara tersebut ke pusat pendengaran di otak manusia.
Konduksi Tulang . Konduksi tulang adalah konduksi energi akustik oleh tulang-tulang tengkorak
ke dalam telinga tengah, sehingga getaran yang terjadi di tulang tengkorak dapat dikenali oleh
telinga manusia sebagai suatu gelombang suara. Jadi segala sesuatu yang menggetarkan tubuh
dan tulang-tulang tengkorak dapat menimbulkan konduksi tulang ini. Secara umum tekanan
suara di udara harus mencapai lebih dari 60 dB untuk menimbulkan efek konduksi tulang ini. Hal
ini perlu diketahui, karena pemakaian sumbat telinga tidak menghilangkan sumber suara yang
berasal dari jalur ini.
Respon auditorik. Jangkauan tekanan dan frekuensi suara yang dapat diterima oleh telinga
manusia sebagai suatu informasi yang berguna, sangat luas. Suara yang nyaman diterima oleh
telinga kita bervariasi tekanannya sesuai dengan frekuensi suara yang digunakan, namun suara
yang tidak menyenangkan atau yang bahkan menimbulkan nyeri adalah suara-suara dengan
tekanan tinggi, biasanya di atas 120 dB. Ambang pendengaran untuk suara tertentu adalah
tekanan suara minimum yang masih dapat membangkitkan sensasi auditorik. Nilai ambang
tersebut tergantung pada karakteristik suara (dalam hal ini frekuensi), cara yang digunakan
untuk Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 24mendengar suara tersebut ( melalui earphone,
pengeras suara, dsb), dan pada titik mana suara itu diukur ( saat mau masuk ke liang telinga, di
udara terbuka, dsb). Ambang pendengaran minimum (APM) merupakan nilai ambang tekanan
suara yang masih dapat didengar oleh seorang yang masih muda dan memiliki pendengaran
normal, diukur di udara terbuka setinggi kepala pendengar tanpa adanya pendengar. Nilai ini
penting dalam pengukuran di lapangan, karena bising akan mempengaruhi banyak orang
dengan banyak variasi. Pendengaran dengan kedua telinga lebih rendah 2 sampai 3 dB. Jika
seseorang terpajan pada suara di atas nilai kritis tertentu kemudian dipindahkan dari sumber
suara tersebut, maka nilai ambang pendengaran orang tersebut akan meningkat; dengan kata
lain, pendengaran orang tersebut berkurang. Jika pendengaran kembali normal dalam waktu
singkat, maka pergeseran nilai ambang ini terjadi sementara. Fenomena ini dinamakan
kelelahan auditorik.
Kekuatan suara. Kekuatan suara adalah suatu perasaan subjektif yang dirasakan seseorang
sehingga dia dapat mengatakan kuat atau lemahnya suara yang didengar. Kekuatan suara sangat
dipengaruhi oleh tingkat tekanan suara yang keluar dari stimulus suara, dan juga sedikit
dipengaruhi oleh frekuensi dan bentuk gelombang suara. Pengukuran kekuatan suara secara
umum dapat dilakukan dengan cara : 1) pengukuran subyektif dengan menanyakan suara yang
didengar oleh sekelompok orang yang memiliki pendengaran normal dan yang dijadikan patokan
adalah suara dengan frekuensi murni 1000 Hz, 2). Dengan menghitung menggunakan pita suara
2 atau 3 band, 3). Mengukur dengan alat yang dapat menggambarkan respon telinga terhadap
suara yang didengar.
Masking. Karakteristik lain yang cukup penting dalam menilai intensitas suara
adalah masking. Masking adalah suatu proses di mana ambang pendengaran seseorang
meningkat dengan adanya suara lain. Suatu suara masking dapat didengar bila nilai ambang
suara utama melampaui juga nilai ambang untuk suara maskingtersebut.
2. Kemudian subjek akan diberikan instruksi untuk memukul atau mengetuk bagian tengah
garputala ke arah kursi.
3. Setelah di pukul kemudian letakkan garputala diatas kepala sampai gelombang atau getaran
menghilang.
4. Lalu letakkan didepan lubang telinga dan memberikan jawaban apakah bunyinya masih
terdengar atau tidak.
5. Kemudian dilanjutkan dengan pengujian yang sama, garputala dipukul atau diketukkan
dikursi.
6. Setelah di pukul kemudian garputala didekatkan kearah belakang telinga (tetapi tidak
menempel ditelinga) sampai gelombang atau getaran menghilang.
7. Lalu letakkan didepan lubang telinga dan memberikan jawaban apakah bunyinya masih
terdengar atau tidak.
e. Hasil Percobaan : 1. Saat garputala diletakkan diatas kepala lalu di arahkan ke depan
lubang telinga hasilnya adalah masih terdengar.
2. Saat garputala di arahkan ke belakag telinga lalu di arahkan ke depan lubang telinga hasilnya
adalah masih terdengar.
f. Kesimpulan : 1. Ketika nada garpu tala tidak terdengar lagi dipuncak kepala,
tetapi ketika diletakkan dilubang telinga nada suara masih terdengar.
2. Ketika nada suara garpu tala tidak tedengar lagi dibelakang telinga, tetapi ketika diletakkan
dilubang telinga nada masih terdegar.
3. Semakin besar garpu tala makin berat suara garp tala sejajar maka hantaran suaranya bagus.
4. Ketika garputala bergetar, terdapat urutan gelombang komprensi dan ekspansi. Bunyi yang
tekanannya terkorelasi dengan gelombang sinus disebut nada murni, bentuk gelombang bunyi
apapun (tidak peduli betapa kompleksnya) dapat dipecah menjadi serangkaian gelombang sinus
yang berbeda dengan amplitudo yang sesuai. Bila gelombang sinus tersebut dirambahkan lagi,
hasilnya akan sama dengan bentuk gelombang aslinya.
Hasil : - Tes Rinne (+) bila hantaran udara >> hantaran tulang
Atkinson, R.L,. Atkinson, R.C,. Hilgard, E.R. (1983). Pengantar Psikologi. Editor: Agus Dharman,
SH, M. Ed., Ph.D. & Michael Adryanto. Jakarta. Erlangga.
DASAR
Telinga berfungsi untuk merubah gelombang suara menjadi impuls, yang kemudian dijalarkan ke pusat
pendengaran di otak. Walaupun mekanisme mendengar tidak dapat mencakup seluruh gelombang bunyi,
namun keterbatasan ini tidak merupakan hambatan bagi seseorang untuk dapat menanggapi berbagai
macam bunyi yang berasal dari lingkungannya.
TUJUAN
ALAT
CARA KERJA
1. Dua anggota kelompok diminta untuk menjadi naracoba, (naracoba I dan II)
2. Catat data kedua naracoba pada lembar kerja
3. Tutup telinga kanan naracoba I dengan kapas dan tutup kedua matanya
4. Gerakkan jam tangan/arloji mendekati telinga kiri naracoba I, sampai naracoba I mendengar
suara arloji/jam tangan untuk pertama kalinya.
5. Ukur dan catatlah jarak antara arloji/jam tangan dengan telinga kiri naracoba I.
6. Lakukan percobaan yang sama untuk telinga kanan naracoba I
7. Catatlah hasil yang diperloleh pada lembar kerja yang tersedia
8. Bandingkan hasil pemeriksaan telinga kiri dan telinga kanan
9. Lakukan percobaan yang sama kepada naracoba II.
10. Bandingkan hasil pemeriksaan naracoba I dan naracoba II.
Pemeriksaan jenis ketulian dapat dilakukan dengan 4 macam pemeriksaan, yaitu percobaan Rinne,
percobaan Weber, percobaan Schwabach dan percobaan Bing. Untuk pemeriksaan ini hanya diperlukan
satu naracoba dan pada percobaan Schwabach penguji bertindak sebagai pembanding. Catatlah pada
lembar kerja data naracoba tersebut.
Percobaan Rinne
Percobaan Weber
Percobaan Schwabach
Dalam percobaan ini dibandingkan ketajaman/kepekaan pendengaran hantaran tulang naracoba dengan
orang yang sudah diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Dalam hal ini pemeriksa
dapat bertindak sebagai pembanding.
Percobaan Bing
Golongan : ………………………………………………………………………………….
Jam : ………………………………………………………………………………….
1. Data naracoba
Identitas Naracoba I Naracoba II
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Tinggi badan
Berat badan
2. Naracoba I
Arloji/jam tangan didekatkan dari arah belakang kepala, sura mulai terdengar dari jarak (cm)
3. Naracoba II
Arloji/jam tangan didekatkan dari arah belakang kepala, sura mulai terdengar dari jarak (cm)
2
3
Kesimpulan
PEMERIKSAAN JENIS KETULIAN
1. Data Naracoba
Identitas
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Tinggi badan
Berat badan
2. Percobaan Rinne
Telinga Kiri Telinga Kanan
Hantaran Hantaran
-tidak -tidak
4. Percobaan Schwabach
Naracoba sudak tak mendengar suara Pembanding:
-mendengar suara
Kiri
Kanan
Pengawas ------------------
Praktikan
-------------------
Dari alamat: http://pemeriksaantespendengaran.blogspot.co.id/
Merupakan organ pendengaran dan keseimbangan.Terdiri dari telinga luar, tengah dan
dalam. Telinga manusia menerima dan mentransmisikan gelombang bunyi ke otak dimana bunyi
tersebut akan di analisa dan di intrepretasikan. Cara paling mudah untuk menggambarkan fungsi
dari telinga adalah dengan menggambarkan cara bunyi dibawa dari permulaan sampai akhir dari
setiap bagian-bagian telinga yang berbeda.
Auricula
Mengumpulkan suara yang diterima
Meatus Acusticus Eksternus
Menyalurkan atau meneruskan suara ke kanalis auditorius eksterna
Canalis Auditorius Eksternus
Meneruskan suara ke memberan timpani
Membran timpani
Sebagai resonator mengubah gelombang udara menjadi gelombang mekanik।
Telinga tengah
Telinga tengah adalah ruang berisi udara yang menghubungkan rongga hidung dan
tenggorokan dihubungkan melalui tuba eustachius, yang fungsinya menyamakan tekanan
udara pada kedua sisi gendang telinga. Tuba eustachius lazimnya dalam keadaan tertutup
akan tetapi dapat terbuka secara alami ketika anda menelan dan menguap. Setelah sampai
pada gendang telinga, gelombang suara akan menyebabkan bergetarnya gendang telinga,
lalu dengan perlahan disalurkan pada rangkaian tulang-tulang pendengaran. Tulang-
tulang yang saling berhubungan ini - sering disebut " martil, landasan, dan sanggurdi"-
secara mekanik menghubungkan gendang telinga dengan "tingkap lonjong" di telinga
dalam. Pergerakan dari oval window (tingkap lonjong) menyalurkan tekanan gelombang
dari bunyi kedalam telinga dalam.
Koklea
Skala vestibule: mengandung perlimfe
Skala media: mengandung endolimfe
Skala timani: mengandung perlimfe
Organo corti
Memngandung sel-sel rambut yang merupakan resseptor pendengaran di memberan
basilaris.
Telinga dalam dipenuhi oleh cairan dan terdiri dari "cochlea" berbentuk spiral
yang disebut rumah siput. Sepanjang jalur rumah siput terdiri dari 20.000 sel-sel rambut
yang mengubah getaran suara menjadi getaran-getaran saraf yang akan dikirim ke otak.
Di otak getaran tersebut akan di intrepertasi sebagai makna suatu bunyi. Hampir 90%
kasus gangguan pendengaran disebabkan oleh rusak atau lemahnya sel-sel rambut telinga
dalam secara perlahan. Hal ini dikarenakan pertambahan usia atau terpapar bising yang
keras secara terus menerus. Gangguan pendengaran yang diseperti ini biasa disebut
dengan sensorineural atau perseptif. Hal ini dikarenakan otak tidak dapat menerima
semua suara dan frekuensi yang diperlukan untuk - sebagai contoh mengerti percakapan.
Efeknya hampir selalu sama, menjadi lebih sulit membedakan atau memilah pembicaraan
pada kondisi bising. Suara-suara nada tinggi tertentu seperti kicauan burung menghilang
bersamaan, orang-orang terlihat hanya seperti berguman dan anda sering meminta mereka
untuk mengulangi apa yang mereka katakan. Hal ini dikarenakan otak tidak dapat
menerima semua suara dan frekuensi yang diperlukan untuk sebagai contoh mengerti
percakapan. Contoh kecil seperti menghilangkan semua nada tinggi pada piano dan
meminta seseorang untuk memainkan sebuah melodi yang terkenal. Dengan hanya 6 atau
7 nada yang salah, melodi akan sulit untuk dikenali dan suaranya tidak benar secara
keseluruhan. Sekali sel-sel rambut telinga dalam mengalami kerusakan, tidak ada cara
apapun yang dapat memperbaikinya. Sebuah alat bantu dengar akan dapat membantu
menambah kemampuan mendengar anda. Andapun dapat membantu untuk menjaga agar
selanjutnya tidak menjadi lebih buruk dari keadaan saat ini dengan menghindari sering
terpapar oleh bising yang keras.
Fisiologi Pendengaran
Getaran suara ditangkap ol;eh telinga yang dialirkan ke telinga dan mengenai memberan
timpani, sehingga memberan timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang
pendengaran yang berhhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes menggerakkan perilimfe
dalam skala vestibui kemudian getaran diteruskan melalui Rissener yang mendorong endolimfe
dan memberan basal ke arah bawah, perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga
tingkap bundar (foramen rotundum) terdorong kearah luar.
Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion kalium dan ion Na menjadi
aliran listrik yang diteruskan ke cabang N.VIII yang kemudian neneruskan ransangan ke pusat
sensori pendengaran di otak melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis.
Kelainan /Ganggaun Fisiologi Telinga
1. Tuli konduktif
Karena kelainan ditelinga luaaar atau di telinga tengah
a. Kelainan telingna luar yang menyebabkan tuli konduktif adalah astresia liang telinga,
sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumsripta, osteoma liang teling.
b. Kelainan telinga tengah yang menyebabkan tuli konduktif adalah tubakar/sumbatan tuba
eustachius, dan dislokasi tulang pensdengaaran.
2. Tuli perseptif
Disebabkan oleh kerusakan koklea (N. audiotorius) atau kerusakan pada sirkuit system
saraf pusat dari telinga. Orang tersebut mengalamipenurunan atau kehilangan kemampuan
total untuk mendengar suara dan akan terjadi kelainan pada :
a. Organo corti
b. Saraf : N.coclearis dan N.vestibularais
c. Pusat pendengaran otak
3. Tuli campuran
Terjadi karena tuli konduksi yang pada pengobatannya tidak sempurna sehingga infeksi
skunder (tuli persepsi juga).
Kekurangan Pendengaran
Yang dimaksud dengan kekurangan pendengaran adalah keadaan dimana seorang kurang
dpat mendengar dan mengerti suara atau percakpan yang didengar untuk mendiagnosis kurang
pendengaran. Sebagi dokter umum cukuplah memperhatikan keempat aspek penting berikuta ini :
Penentuan pada penderita apakah ada kurang pendengaran atau tidak.
Jenis kurang pendengaran
Derajat kurang pendengaran
Menentukan penyebab kurang pendengaran
1. Penentuan pada penderita apakah ada KP atau tidak
Dalam penentuan apakah ada KP atau tidak pada penderita hal penting yang harus
diperhatiakan adalah umur prnderita. Respon manusia terhadap suara atau percakapan
yang didengranya tergantung pada umur pertumbuhannya. Usia 6 tahun diambil sebagai
batas, kurang dari 6 tahun respon anak terhadap suara atau percakapan berbeda-beda
tergantung umurnya, sedangkan lebih dari 6 tahun respon anak terhadap suara atau
percakapan yang didengar sama dengan orang dewasa karena luasnya aspek diagnostik
KP. Pad kedua golongan umur tersbut, maka dalam makalah ini yang diuraikan hanya
diagnosis KP pada anak-anak umur 6 tahun keatas dan dewasa.
2. Jenis KP
Jenis KP berdasarkan lokalisasi lesi :
a. KP jenis hantaran
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada telinga luar dan atau telinga tengah.
b. KP jenis sensorineural
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada telinga dalam (pada koklea dan N.VIII)
c. KP jenis campuran
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada telinga tengah dan telinga dalam.
d. KP jenis sentral
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada nucleus auditorius dibatang otak sampai
dengan korteks otak.
e. KP jenis fungsional
Pada KP jenis ini tidak dijumpai adanya gangguan atau lesi organic pada system
pendengaran baik perifer maupun sentral, melainkan berdadasarkan adanya masalah
psikologis atau omosional.
Untuk KP jenis sentral dan fungsional mengingat masih terbatasnya pengetahuan
proses pendengara diwilayah trsebut, disamping masih belum banyak dikenal teknik
uji pendengaran yang dapat dimanfaatkan untuk bahan diagnostik, maka pada
makalah ini akan dibatasi pada diagnosis KP jenis hantaran sensorineural dan
campuran saja.
3. Menentukan penyebab KP
Menetukan penyebab KP merupakan hal yang paling sukar diantara kempat batasan atau
aspek tersebut diatas, untuk itu diperlukan :
a. Anamnesis yang luas dan cermat tentang riwayat terjadinya KP tersebut
b. Pemeriksaan umum dan khusus (telinga, hidung dan tenggorokan ) yang teliti.
c. Pemeriksaan penunjang (bila diperlukan seperti foto laboratorium)
Ada 4 cara yang dapat kita lakukan untuk mengetes fungsi pendengaran penderita,
yaitu :
a. Tes bisik
b. Tes bisik modifikasi
c. Tes garputala
d. Pemeriksaan audiometri
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini menghasilkan
nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap frekuensi ditentukan
intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran
normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran mengenai
rentang nada yang paling terpengaruh.
a. Definisi
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur
(uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman
pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan
anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.
Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level pendengaran
seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat
ketajaman pendengaran seseorang da[at dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang
yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yag akan bekerja pada suatu
bidang yang memerlukan ketajaman pendngaran.
Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis dan
pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :
1) Audiometri nada murni
Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat
menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000,
4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan
disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa
pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui
hntaran udara dan hantran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan
didapatkankurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini
kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran
audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan berusia sekitar
20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada muri.
Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi
20-20.000 Hz. Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami
percakapan sehari-hari.
Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran
Cara Kerja :
Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala
probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin melemah dan
akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala tidak mendengar suara
garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala itu, ke puncak kepala orang
yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua
kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar suara, atau tidak mendengar suara.