Anda di halaman 1dari 43

Laporan Kasus

Ureterolithiasis Dextra 1/3 Medial dengan Hidronephrosis + Non


function ginjal kanan

Oleh:

Vanadia Nurul Meta, S.Ked

04114705002

Pembimbing:

dr. Arizal Agus, SpB, SpU

DEPARTEMEN ILMU BEDAH RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PALEMBANG

2013

0
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Yang Berjudul

Ureterolithiasis Dextra 1/3 medial dengan Hidronephrosis Dextra dan


non function ginjal kanan

Oleh:

Vanadia Nurul Meta

04114705002

Telah dilaksanakan dan disetujui pada bulan Oktober 2013 sebagai salah satu
persyaratan guna mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian/Departemen Ilmu Bedah FK Unsri/ RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Periode23 September – 30November 2013.

Palembang, Oktober 2013


Pembimbing,

dr. Arizal Agus, SpB, SpU

1
2
BAB I

STATUS PASIEN

1.1 IDENTIFIKASI

a. Nama : Tn. Supriadi

b. Usia : 53 tahun

c. Jenis Kelamin : Laki-laki

d. Kebangsaan : Indonesia

e. Suku : Palembang

f. Status Pernikahan : Menikah

g. Pekerjaan : Buruh

h. Agama : Islam

i. Alamat : Rt 03 Rw 11 Kelurahan 11 ulu Kecamatan

Seberang Ulu II Palembang

j. MRS : 30 September 2013

k. No. Rekam Medis : 741583

1.2 ANAMNESIS

(Alloanamnesis dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2013)

Keluhan Utama:

Sakit pinggang sebelah kanan yang semakin hebat sejak 2 bulan yang lalu

Riwayat Perjalanan Penyakit:

Sejak 1 tahun yang lalu penderita mengeluh sakit pinggang kanan, sakit
dirasakan hilang timbul, sakit tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan perubahan

3
posisi. Rasa sakit saat BAK tidak ada, alirannya lancar, kecing mengedan
tidak ada, sakit setelah BAK tidak ada,, BAK menjadi keruh ada, riwayat
kencing berpasir ada, kencing mengelurkan batu tidak ada, kencing tidak
lampias tidak ada. BAB tidak ada keluhan, untuk mengurangi rasa sakit,
penderita biasanya menggunakan balsem, namun keluhan tidak
berkurang.Pasien masih dapat beraktivitas seperti biasa.

Sejak 6 bulan yang lalu penderita masih mengeluh sakit pinggang sebelah
kanan semakin bertambah dan menjalar kepunggung, sakit hilang timbul,
sakit tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan perubahan posisi. Rasa sakit saat
BAK tidak ada, alirannya lancar, kecing mengedan tidak ada, sakit setelah
BAK tidak ada, BAK menjadi lebih keruh ada, riwayat kencing berpasir ada,
kencing mengelurkan batu tidak ada, kencing tidak lampias tidak ada. BAB
tidak ada keluhan. Lalu pasien berobat ke puskesmas diberi obat gicu beling
diminum 3 kali sehari, tetapi keluhan tidak berkurang.

Sejak 2 bulan yang lalu penderita mengeluh sakit pinggang sebelah


kanan semakin bertambah berat dan menjalar kepunggung, sakit hilang
timbul, sakit tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan perubahan posisi.
Demam ada, demam tidak terlalu tinggi, mual ada muntah tidak ada, Rasa
sakit saat BAK tidak ada, alirannya lancar, sakit setelah BAK tidak ada,
riwayat kencing berpasir ada, kencing mengelurkan batu tidak ada, kencing
tidak lampias tidak ada. BAK mengedan tidak ada. BAB tidak ada keluhan.
Keluhan nyeri pinggang semakin hebat hingga mengganggu aktivitas sehari-
hari, Lalu pasien berobat kembali ke puskesmas dan dirujuk ke RSUP. Moh.
Hussein Palembang

Riwayat Penyakit Dahulu:

 Riwayat menderita nyeri pinggang sebelah kanan sebelumnya


disangkal

4
 Riwayat pernah menderita infeksi saluran kemih sebelumnya
disangkal

 Riwayat trauma pada pinggang sebelumnya disangkal

 Riwayat menderita darah tinggi ada sejak 7 tahun terakhir berobat


tidak teratur

 Riwayat BAK bercampur darah ada 2 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

 Riwayat menderita penyakit yang sama nyeri pinggang sebelah kanan


dalam keluarga disangkal

Riwayat Kebiasaan Sebelum Masuk Rumah Sakit

 Penderita biasanya minum sebanyak lebih kurang 7 gelas aqua per


hari

 Penderita mengkonsumsi kopi lebih kurang 3 gelas per hari

 Penderita sering menahan kencing ketika sedang bekerja

1.3 PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 160/90 mmHg

Nadi : 86x/menit

Pernafasan : 20x/menit

Suhu : 37, 8°C

Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-)

5
Pupil : isokor/refleks cahaya (+)

Dada : Tidak ada kelainan

Abdomen : Lihat status lokalis

Genitalia : Lihat status lokalis

Anal : Tidak ada kelainan

Ekstremitas atas : Tidak ada kelainan

Ekstremitas bawah : Tidak ada kelainan

Status Lokalis

Abdomen

Inspeksi : Datar

Palpasi : Nyeri Tekan (-)

Perkusi : Tympani

Auskultasi : Bising Usul (+) normal

Regio CVA

Kanan Kiri

Inspeksi : Bulging (-) (-)

Palpasi : massa (-) (-)

balootement (+) (-)

Nyeri tekan (+) (-)

Perkusi : Nyeri ketok (+) (-)

Regio supra pubis

6
 Inspeksi : Bulging (-)

 Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-)

Regio Genitalia Eksterna

 Inspeksi : Bloody discharge (-),urin lancar dan jernih.tak

tampak pembesaran skrotum.

 Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-)

Regio inguinal

 Inspeksi : tak ada benjolan

Rectal Toucher :

 TSA baik

 Prostat teraba tidak membesar

 Konsistensi kenyal, permukaan rata, simetris, nodul (-), nyeri tekan


(-)

I.4 Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Tanggal: 1 Oktober 2013

Darah Rutin :

- Hb : 15,9 g/dl (N: 14-18 g/dl)

- Ht : 45 vol% (N: 40-48 vol%)

- Leukosit : 9.000/mm3 (5.000-10.000/mm3)

- Trombosit : 145.000/mm3 (200.000-500.000/mm3)

- Diff. Count : 0/10/1/45/37/7

Kimia Klinik :

7
- BSS : 105 mg/dl (N: <200 mg/dl)

- Ureum : 31 mg/dl (N: 15-39 mg/dl)

- Creatinin : 1,54 mg/dl (N: 0,9-1,3 mg/dl)

- Asam urat : 7,1 mg/dl (N: <8,4)

- Na : 140 mmol/l (N: 135-155 mmol/l)

- K : 9,7 mmol/l (N: 3,5-4,5 mmol/l)

Urinalisa :

 Sel epitel : (+)

 Leukosit : 0-1/LBP (N: 0-5/LBP)

 Eritrosit : 0-1/LBP (N: 0-1/LBP)

 Silinder (-), Kristal (-)

b. BNO

Tampak gambaran radio opak di cavum pelvis kanan ukuran 2cm x 1,2cm

8
c. IVP :

Menit ke-5 Menit ke-15

Menit ke- 30 Menit ke- 60

24 jam

Interpretasi IVP:

9
– Tampak kontras mengisi calyx, pelvic ginjal, dan ureter kiri pada 5
menit pertama . Fungsi ekskresi ginjal kiri tampak baik,

– Kontras pada ginjal kanan tak tampk mengisi pelvic calyces pada 5
menit pertama .

– Fungsi ginjal kanan tidak tampak sampai 24 jam

– Ureter ginjal kiri baik

– Buli-buli normal

Kesan :

- Fungsi ginjal kanan tidak tampak sampai 24 jam.

- Suspect non functional ginjal kanan

- Ginjal kiri, ureter kiri, buli-buli normal

USG

Interpretasi
1. Ginjal kanan: besar normal, echogram
normal, batas sinus cortex jelas, pelvis
kalises tampak ectasis, tak tampak
batu/kista/nodular, ureter kanan melebar,
tampak batu dimedial ukuran 1,7cm
2. Ginjal kiri: besar normal, echogram,
batas sinus cortex jelas, pelvi kalises tak
ectasis, tak tampak batu/ nodul/ kista
3. Vesica uurinaria : dinding tak menebal,
tak tampak batu, tak tampak massa
4. Prostat : tak membesr, Kalsifikasi tidak
ada
Kesan
Batu ureter medial kanan, ukuran 1,7cm dan
Hydronephroureter kanan

10
I.5 Diagnosis Kerja

Sakit Pinggang Kanan e.c Ureterolithiasis Dextra 1/3 medial dengan


Hidronephrosis Dextra dan non function ginjal kanan

I.6 Diagnosis Banding

Sakit Pinggang Kanan e.c Ureterolithiasis Dextra dengan Hidronephrosis

Sakit Pinggang Kanan e.c Nephrolithiasis Dextra dengan Hidronephrosis

Sakit Pinggang Kanan e.c Pielonefritis Dextra dengan Hidronephrosis

I.7 Penatalaksanaan
 Injeksi ketorolac 3 x 30mg/hari
 Injeksi Ranitidin 3x 50mg/hari
 Pro Ureteroscopy (URS)
 Pro Ureterlithotomi
 Pro Nefrektomi dextra

I.8 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan
Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan masa
keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih
atas (ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra),
yang dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan
infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam
kandung kemih (batu kandung kemih). Batu ini terbentuk dari pengendapan
garam kalsium, magnesium, asam urat, atau sistein.
BSK dapat berukuran dari sekecil pasir hingga sebesar buah anggur. Batu
yang berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan biasanya dapat
keluar bersama dengan urine ketika berkemih. Batu yang berada di saluran kemih
atas (ginjal dan ureter) menimbulkan kolik dan jika batu berada di saluran kemih
bagian bawah (kandung kemih dan uretra) dapat menghambat buang air kecil.
Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis dapat
menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat di daerah
antara tulang rusuk dan tulang pinggang yang menjalar ke perut juga daerah
kemaluan dan paha sebelah dalam). Hal ini disebabkan karena adanya respon
ureter terhadap batu tersebut, dimana ureter akan berkontraksi yang dapat
menimbulkan rasa nyeri kram yang hebat.
Sistem kemih (urinearia) adalah suatu sistem tempat terjadinya proses
penyaringan darah dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap
zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat- zat yang tidak di pergunakan
oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air kemih).Sistem kemih
terdiri atas saluran kemih atas (sepasang ginjal dan ureter), dan saluran kemih
bawah (satu kandung kemih dan uretra).
Gambar sistem saluran kemih pada manusia dapat dilihat pada gambar berikut:

12
2.2.1 Ureter

Ureter adalah saluran yang mengalirkan urin dari ginjal ke kandung


kemih (vesica urinaria).1 Urin didorong
sepanjang ureter oleh kontraksi peristaltik
selubung otot, dibantu oleh tekanan filtrasi
glomerulus. Kaliks, pelvis renis dan ureter
merupakan struktur yang serupa. Pelvis
dan ureter terdiri dari 3 lapis : Fibrosa
superficialis, muskularis media, dan mukosa
dalam.2 Otot-otot dari pelvis renis dan kaliks
identik dengan ureter meskipun kurang
berkembang bila dibandingkan ureter. Terdapat lapisan-lapisan otot longitudinal
superficial dan profunda yang tegas dengan lapisan otot sirkuler ditengahnya.
Dijelaskan bahwa pada hubungan antara kaliks mayor dan minor, lapisan otot
sirkuler meningkat dan memberikan aliran sphincter parsial.1

Ureter memanjang dari pelvis renis hingga kandung kemih dan bervariasi
panjangnya dari 24 – 34 cm. panjang ureter kanan 1 cm lebih pendek dari ureter

13
kiri.1 Ureter menyerupai kurva bentuk S yang secara relative lurus pada bagian
tengahnya. Tatkala ureter meninggalkan pelvis renis dan menuju ke medial dari m.
Psoas, lateral dari proc. Transversus spinosus dan tepat pertengahan jalan kandung
kemih, ia melintas di belakan funiculus spermaticus (atau ovarium). Bagian distal
dari area ini ureter tidak melekat erat pada peritoneum, hal ini merupakan hal
penting dalam pembedahan.2 Tiga titik penyempitan fisiologis pada ureter adalah
uretero pelvic junction, persilangan pada arteri iliaca dan uretero vesical junction.
Arteri iliaca membagi ureter ke dalam 2 serabut fungsional : serabut proksimal ( ±
10 mm ) dan yang di distal serabutnya lebih pendek dan kecil ( ± 4 – 6 mm ).1,2

Batas-batas ureter
Ureter Kanan

Batas anterior : duodenum, bagian terminal ileum, av. Colica dextra dan av
iliocolica,av testicularis atau ovarica kanan, dan pangkal mesenterium usus
halus.3

Batas posterior : m. psoas kanan yang memisahkannya dari processus
vertebra lumbalis, dan bifurcation a. iliaca communis.3

Ureter Kiri

Batas anterior : colon sigmoideum dan mesocolon sigmoideum, av colica
sinistra, dan av testicularis atau ovarica kiri.

Batas posterior : m. psoas kiri yang memisahkannya dari processus
transverses lumbalis dan bifurcation a. iliaca communis kiri. Vena
mesenterica inferior terletak sepanjang sisi medial ureter kiri.

Pembuluh arteri yang memperdarahi ureter berasal dari a. renalis, a.
testicularis atau ovarica, dan di bagian bawah di dalam pelvis diperdarahi
oleh a. vesicalis superior.

Pembuluh limfe mengalirkan cairan limfe masuk nodi lymphatici aortae
lateral dan nodi lymphatici iliacus.

14

Saraf yang mempersarafi ureter berasal dari plexus renalis, testicularis dan
hypogastricus (dalam pelvis). Serabut afferent berjalan dengan saraf
simpatis dan masuk medulla spinalis setinggi segmen lumbalis I dan II.2,3

2.1.2 Histologi

Ureter memiliki diameter sekitar 3 mm dengan lumen berbentuk bintang,


seperti pada kandung kemih, ureter dibatasi oleh epithelium transisional dan
mengandung lembaran-lembaran otot polos. Sel epitelium pada ureter berlapis-
lapis dan secara normal berbentuk bulat dan berubah menjadi datar ketika
meregang. Lamina propria ureter tebal, elastis dan impermeable. Ada dua lapisan
otot polols pada dinding ureter, longitudinal di bagian dalam dan circular di
bagian luar, bagian distal ureter mengandung lapisan otot longitudinal. Jaringan
penunjang ureter lainnya terdiri dari jaringan fibrous.2,3

2.1.3 Fisiologi Ureter

Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder yang berfungsi


menghantarkan urin dari ginjal menuju kandung kemih. Unit fungsional dasar dari
ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu juta buah dalam satu
ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat
terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian
mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa
cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan
menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang
kemudian diekskresikan disebut urin.Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen
penyaring yang disebut korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh
saluran-saluran (tubulus).Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah
yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Faal kapsul
bowman adalah sawar antara darah dan lumen dari nefron dibentuk dari tiga
lapisan: lapisan endotelium kubus kapiler, membran dasar, dan sel podosit. Sawar

15
ini tidak begitu kuat, karena terkadang molekul besar dapat masuk tidak tersaring.
Proses penyaringan atau filtrasi darah pada kapsula Bowman adalah penyaringan
ultra atau filtrasi glomerularis.1,2 Keceptan penyaringan yang normal adalah 125
ml darah/menit, ekuivalen dengan 10 kali volume darah. Protein di bawah 30.000
dalton dapat masuk bebas melewati membran, namun akhirnyaterhalang oleh
podosit. Molekul kecil yang dapat melewati penyaringan ini adalah air, glukosa,
garam (NaCl), asam amino dan urea.3 Setiap glomerulus mendapat aliran darah
dari arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk
filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis
yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya tekanan dari
darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan
tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri
eferen.1,2 Di antara darah dalam glomerulus dan ruangan berisi cairan dalam
kapsula Bowman terdapat tiga lapisan:
1. kapiler selapis sel endotelium pada glomerulus
2. lapisan kaya protein sebagai membran dasar
3. selapis sel epitel melapisi dinding kapsula Bowman (podosit)
Dengan bantuan tekanan, cairan dalam darah didorong keluar dari
glomerulus, melewati ketiga lapisan tersebut dan masuk ke dalam ruangan dalam
kapsula Bowman dalam bentuk filtrat glomerular.4
Filtrat plasma darah tidak mengandung sel darah ataupun molekul protein
yang besar. Protein dalam bentuk molekul kecil dapat ditemukan dalam filtrat ini.
Darah manusia melewati ginjal sebanyak 350 kali setiap hari dengan laju 1,2 liter
per menit, menghasilkan 125 cc filtrat glomerular per menitnya. Laju penyaringan
glomerular ini digunakan untuk tes diagnosa fungsi ginjal.4

Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang


mengalirkan filtrat glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi
proksimal. Bagian selanjutnya adalah lengkung Henle yang bermuara pada
tubulus konvulasi distal. Lengkung Henle diberi nama berdasar penemunya yaitu
Friedrich Gustav Jakob Henle di awal tahun 1860-an. Lengkung Henle menjaga

16
gradien osmotik dalam pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi. Sel
yang melapisi tubulus memiliki banyak mitokondria yang menghasilkan ATP dan
memungkinkan terjadinya transpor aktif untuk menyerap kembali glukosa, asam
amino, dan berbagai ion mineral. Sebagian besar air (97.7%) dalam filtrat masuk
ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus kolektivus melalui osmosis.2,3

Cairan mengalir dari tubulus konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul


yang terdiri dari: tubulus penghubung , tubulus kolektivus kortikal, tubulus
kloektivus medularis Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen
disebut aparatus juxtaglomerular, mengandung macula densa dan sel
juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular adalah tempat terjadinya sintesis dan sekresi
renin. Cairan menjadi makin kental di sepanjang tubulus dan saluran untuk
membentuk urin, yang kemudian dibawa ke kandung kemih melewati ureter.5

2.2 Batu Ureter

Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada pada kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks
ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan
gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau
obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis
ureteropelvik) mempermudah timbulnya batu saluran kemih.6

Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot sistem
pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter
mencoba mengeluarkan batu hingga turun ke buli-buli. Batu yang ukuran nya
kecil (<5 mm) pada uumumnya dapat keluar spontan sedangkan yang lebih besar
seringkali tetap berada pada ureter dan menyebabkan reaksi keradangan
(periureteritis) serta menimbulkan obstruksi kronis berupa hidroureter atau
hidronefrosis.5,6

Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelvikalises mampu


menimbulkan obstruksi saluran kemih san menimbulkan kelainan struktur saluran

17
kemih sebelah atas. Obstruksi di ureter menimbulkan hidroureter dan
hidronefrosis, batu di pielum dapat menimbulkan hidronefrosis, dan batu di kaliks
mayor dapat menimbulkan kaliektasis pada kaliks yang bersangkutan. Jika disertai
dengan infeksis sekunder dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal,
ataupun pielonefritis. Pada keadaan lanjut dapat terjadi kerusakan ginjal, dan jika
mengenai kedua sisi mengakibatkan gagal ginjal permanen.7

Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik,


sehingga tekanan di ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau kandung
kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi jika obstruksi
terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan maka hanya satu
ginjal saja yang rusak.6

Obstruksi parsial atau intermiten dapat disebabkan oleh batu renal yang
terbentuk di pelvis renalis tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya. Obstruksi
dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan ureter atau berkas jaringan parut
akibat abses atau inflamasi dekat ureter dan menjepit saluran tersebut. Gangguan
dapat sebagai akibat dari bentuk abnormal di pangkal ureter atau posisi ginjal
yang salah, yang menyebabkan ureter berpilin atau kaku. Pada pria lansia ,
penyebab tersering adalah obstruksi uretra pada pintu kandung kemih akibat
pembesaran prostat. Hidronefrosis juga dapat terjadi pada kehamilan akibat
pembesaran uterus.6

Apapun penyebabnya adanya akumulasi urin di pelvis renalis akan


menyebabkan distensi pelvis dan kaliks ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi.

18
Ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap, maka ginjal yang
lain akan membesar secara bertahap (hipertropi kompensatori), akhirnya fungsi
renal terganggu.7

2.2.1 Etiologi

Batu mulanya diginjal dalam bentuk plak yang sangat kecil pada solute
urin di lapisan ginjal. Plak ini berkembang dari deposit konstituen urin pada
permukaan ginjal. Perkembangannya rata bervariasi. Pada penilaian akhir-akhir
ini, beberapa batu membutuhkann waktu sampai tahunan untuk memperbesar
diameter batu dari hanya beberapa milimeter. Batu ini bisa dua kali lipat
membesar ukurannya dalam beberapa bulan, terutama ketika aliran volum urin
sedikit, abnormalitas biokimia atau infeksi sistem urinarius.3,4

Volum urin yang sedikit adalah factor kontribusi yang paling penting
dalam pembentukan batu dan perkembangannya. Hal ini lebih rendah dari batas
jumlah urin yang harusnya diekskresikan setiap harinya, sehinggan volum urin
yang rendah karena pemekatan urin tidak bisa dielakkan lagi. Beberapa substansi
akan ada pada saat pemekatan pada batas maksimal dari solubilitas, memicu untuk
terjadinya pengendapan kristal-kristal, yang kemudian akan beragregasi menjadi
batu. Aliran urin yang rendah disebabkan karena asupan cairan yang tidak
memadai untuk mempertahankan output urin normal dalam 24 jam (idealnya
paling sedikit 1,5 liter pada saat cuaca normal). Asupan cairan kadang-kadang
menyebabkan volum urin yang rendah, terutama pada usia tua atau pada pekerja
atau pada pada orang yang membatasi frekuensi minumnya. 3,4 Banyak keadaan
dimana terjadi kehilangan cairan ekstra urin yang eksesif. Hal ini terjai pada
keadaan diare kronik atau setelah mengalami beberapa jenis pembedahan usus,
tapi kehilangan cairan yang eksesif melalui berkeringat sebagai penyebab yang
jauh lebih penting.Asupan cairan yang dibutuhkan untuk melampaui pengendapan
paling sedikit 2 liter untuk mempertahankan kecukupan volume urin.5

Kegiatan pada lingkungan yang panas akan menyebabkan kehilangan


beberapa liter cairan tubuh melelui keringat dalam seharinya. Dari hasil kuesioner

19
pada 406 pekerja pria di beberapa pusat pekerjaan di Asia, pada pekerja outdoor
pada lingkungan tropis diasosiasikan dengan peningkatan prevalensi pembentukan
batu dibandingkan dengan pekerja indoor. Penelitian lain pada masinis, dengan
aktivitas fisik, menunjukkan bahwa 236 pekerja pada lingkungan yang panas
memiliki prevalensi batu sekitar 3,5 kali dari 165 pekerja dengan aktivitas yang
sama pada temperatur normal.4 Volum urin yang rendah atau dehidrasi oleh para
klinisi menjadi salah satu penyebab pembentukan batu pada 10% kasus, dan
kontribusi signifikan sekitar 50%.4

Peningkatan kalsium urin, ini adalah biasanya abnormalitas spesifik yang


ditemukan pada bentuk batu. Jumlah kalsium tubuh tergantung pada
keseimbangan antara absorbsi dari diet kalsium di usus, pengunaan kalsium tubuh,
terutama ditulang, dan ekskresi kalsium dalam urin oleh ginjal. Aktivitas ini diatur
oleh hormone yang dihasilkan oleh glandula paratiroid.2,3

Diet banyak purin, oksalat juga mempermudah terjadinya penyakit batu


saluran kemih.Peningkatan asam urat, terjadi pada gout dan orang-orang dengan
abnormalitas metabolisme asam urat yang tidak memiliki bentukan lain dari gout.
Pada penderita ini akan ditemukan batu murni sam urat, atau batu dengan inti
asam urat yang ditutupi oleh lapisan garam kalsium. Penyebab lainnya yang
jarnag adalah konsentrasi magnesium dan sitrat yang rendah, gangguan
metabolisme sistein atau xantine, infeksi traktus urinarius, dan terapi obat-obat
tertentu, seperti thiazid, Indinavir, pada terapi HIV.3,4

2.2.2 Teori Pembentukan Batu.5,6

Penyebab Pembentukan Batu Saluran Kemih


Penyebab pasti pembentukan BSK belum diketahui, oleh karena banyak
faktor yang dilibatkannya, sampai sekarang banyak teori dan faktor yang
berpengaruh terhadap pembentukan BSK yaitu :

20
a. Teori Fisiko Kimiawi
Prinsip dari teori ini adalah terbentuknya BSK karena adanya proses
kimia, fisika maupun gabungan fisiko kimiawi. Dari hal tersebut diketahui bahwa
terjadinya batu sangat dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pembentuk batu di
saluran kemih. Berdasarkan faktor fisiko kimiawi dikenal teori pembentukan batu,
yaitu:
a.1 Teori Supersaturasi
Supersaturasi air kemih dengan garam-garam pembentuk batu merupakan
dasar terpenting dan merupakan syarat terjadinya pengendapan. Apabila kelarutan
suatu produk tinggi dibandingkan titik endapannya maka terjadi supersaturasi
sehingga menimbulkan terbentuknya kristal dan pada akhirnya akan terbentuk
batu.
Supersaturasi dan kristalisasi dapat terjadi apabila ada penambahan suatu bahan
yang dapat mengkristal di dalam air dengan pH dan suhu tertentu yang suatu saat
akan terjadi kejenuhan dan terbentuklah kristal. Tingkat saturasi dalam air kemih
tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah bahan pembentuk BSK yang larut, tetapi
juga oleh kekuatan ion, pembentukan kompleks dan pH air kemih.
a.2 Teori Matrik
Di dalam air kemih terdapat protein yang berasal dari pemecahan
mitokondria sel tubulus renalis yang berbentuk laba-laba. Kristal batu oksalat
maupun kalsium fosfat akan menempel pada anyaman tersebut dan berada di sela-
sela anyaman sehingga terbentuk batu. Benang seperti laba-laba terdiri dari
protein 65%, heksana 10%, heksosamin 2-5% sisanya air. Pada benang menempel
kristal batu yang seiring waktu batu akan semakin membesar. Matriks tersebut
merupakan bahan yang merangsang timbulnya batu.
a.3 Teori Tidak Adanya Inhibitor
Dikenal 2 jenis inhibitor yaitu organik dan anorganik. Pada inhibitor
organik terdapat bahan yang sering terdapat dalam proses penghambat terjadinya
batu yaitu asam sitrat, nefrokalsin, dan tamma-horsefall glikoprotein sedangkan
yang jarang terdapat adalah gliko-samin glikans dan uropontin.

21
Pada inhibitor anorganik terdapat bahan pirofosfat dan Zinc. Inhibitor
yang paling kuat adalah sitrat, karena sitrat akan bereaksi dengan kalsium
membentuk kalsium sitrat yang dapat larut dalam air. Inhibitor mencegah
terbentuknya kristal kalsium oksalat dan mencegah perlengketan kristal kalsium
oksalat pada membaran tubulus. Sitrat terdapat pada hampir semua buah-buahan
tetapi kadar tertinggi pada jeruk. Hal tersebut yang dapat menjelaskan mengapa
pada sebagian individu terjadi pembentukan BSK, sedangkan pada individu lain
tidak, meskipun sama-sama terjadi supersanturasi.
a.4 Teori Epitaksi
Pada teori ini dikatakan bahwa kristal dapat menempel pada kristal lain
yang berbeda sehingga akan cepat membesar dan menjadi batu campuran.
Keadaan ini disebut nukleasi heterogen dan merupakan kasus yang paling sering
yaitu kristal kalsium oksalat yang menempel pada kristal asam urat yang ada. a.5
Teori Kombinasi
Banyak ahli berpendapat bahwa BSK terbentuk berdasarkan campuran dari
beberapa teori yang ada.
a.6 Teori Infeksi
Teori terbentuknya BSK juga dapat terjadi karena adanya infeksi dari
kuman tertentu. Pengaruh infeksi pada pembentukan BSK adalah teori
terbentuknya batu survit dipengaruhi oleh pH air kemih > 7 dan terjadinya reaksi
sintesis ammonium dengan molekul magnesium dan fosfat sehingga terbentuk
magnesium ammonium fosfat (batu survit) misalnya saja pada bakteri pemecah
urea yang menghasilkan urease. Bakteri yang menghasilkan urease yaitu Proteus
spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus.
Teori pengaruh infeksi lainnya adalah teori nano bakteria dimana penyebab
pembentukan BSK adalah bakteri berukuran kecil dengan diameter 50-200
nanometer yang hidup dalam darah, ginjal dan air kemih. Bakteri ini tergolong
gram negatif dan sensitif terhadap tetrasiklin. Dimana dinding pada bakteri
tersebut dapat mengeras membentuk cangkang kalsium kristal karbonat apatit dan
membentuk inti batu, kemudian kristal kalsium oksalat akan menempel yang lama

22
kelamaan akan membesar. Dilaporkan bahwa 90% penderita BSK mengandung
nano bakteria.
b. Teori Vaskuler
Pada penderita BSK sering didapat penyakit hipertensi dan kadar
kolesterol darah yang tinggi, maka Stoller mengajukan teori vaskuler untuk
terjadinya BSK, yaitu :
b.1 Hipertensi
Pada penderita hipertensi 83% mempunyai perkapuran ginjal sedangkan pada
orang yang tidak hipertensi yang mempunyai perkapuran ginjal sebanyak 52%.
Hal ini disebabkan aliran darah pada papilla ginjal berbelok 180˚ dan aliran darah
berubah dari aliran laminer menjadi turbulensi. Pada penderita hipertensi aliran
turbelen tersebut berakibat terjadinya pengendapan ion-ion kalsium papilla
(Ranall’s plaque) disebut juga perkapuran ginjal yang dapat berubah menjadi batu.
b.2 Kolesterol
Adanya kadar kolesterol yang tinggi dalam darah akan disekresi melalui
glomerulus ginjal dan tercampur didalam air kemih. Adanya butiran kolesterol
tersebut akan merangsang agregasi dengan kristal kalsium oksalat dan kalsium
fosfat sehingga terbentuk batu yang bermanifestasi klinis (teori epitaksi).
Menurut Hardjoeno (2006), diduga dua proses yang terlibat dalam BSK
yakni supersaturasi dan nukleasi. Supersaturasi terjadi jika substansi yang
menyusun batu terdapat dalam jumlah yang besar dalam urine, yaitu ketika
volume urine dan kimia urine yang menekan pembentukan menurun. Pada proses
nukleasi, natrium hidrogen urat, asam urat dan kristal hidroksipatit membentuk
inti. Ion kalsium dan oksalat kemudian merekat (adhesi) di inti untuk membentuk
campuran batu. Proses ini dinamakan nukleasi heterogen. Analisis batu yang
memadai akan membantu memahami mekanisme patogenesis BSK dan
merupakan tahap awal dalam penilaian dan awal terapi pada penderita BSK.

2.2.3 Klasifikasi batu.6,7

23
Batu kalsium
Batu kalsium paling banyak ditemukan, sekitar 70-80% dari seluruh batu
saluran kemih. Dapat dievaluasi dengan metode pengumpulan urine 24 jam dan
dibagi menjadi hiperkalsiuria, hiperuricosuria, hyperoxaluria dan hypocitraturia.
Hipercalsiuria: Ada tiga tipe penyerapan yang menyebabkan hiperkalsiuria, tipe
pertama bergantung pada makanan yang dikonsumsi, terapi pada pasien ini
bukanlah diet rendah kalsium karena kalsium diperlukan untuk absorpsi oksalat
dalam usus,oleh karena itu terapi yang tepat untuk pasien tipe ini adalah
pemberian pengikat kalsium seperti selulose fosfat atau potassium citrate. Type II
absorpsi calsium bergantung pada diet dan pasien akan memiliki kadar kalsium
yang meningkat bila memakan makanan kaya kalsium. Pada pasien tipe ini
diperlukan pembatasan jumlah. Type III adalah tipe sekunder akibat kurangnya
fosfat renal. Pasien ini diperbaiki dengan pemberian suplemen fosfat.
Hiperoksaluria: ekskresi oksalat lebih dari 45 gram per hari. Banyak dijumpai
pada pasien yang mengalami gangguan pada usus sehabis menjalani pembedahan
usus atau pasien yang mengkonsumsi makanan kaya oksalat diantaranya teh, kopi,
softdrink, sayuran berwarna hijau contohnya bayam, arbei.
Hiperurikosuria: asam urat dalam urin melebihi 850 mg/24 jam.Asam urat yang
berlebihan bertindak sebagai inti batu/nidus.
Hipositraturia: di dalam urin sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium
sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium oksalat atau kalsium fosfat. Ikatan
kalsium sitrat lebih mudah terlarut. Dengan berkurangnya kadar sitrat maka
kecenderungan pembentukan batu kalsium semakin meningkat.
Batu Magnesium-ammonium-phosphate
Batu magnesium-ammonium-phosphate seringkali disebut batu struvit.
Batu ini sering ditemukan pada wanita dengan infeksi traktus urinarius berulang
antara lain oleh Proteus, Providencia, Pseudomonas. Bakteri pemecah urea ini
merubah pH dari harga normal 5.8 menjadi 7.2. Batu struvite akan berpresipitasi
pada urin jika pH lebih dari 7.2.

24
Batu Asam Urat
Batu asam urat menampakan gambaran radioluscen. Tipe ini biasa terjadi
pada pria dengan angka kekambuhan yang tinggi. Batu asam urat dapat diatasi
secara medis dengan peningkatan pH urin menjadi 6.0-6.5 melalui pemberian
potassium citrate atau potassium bicarbonate.
Batu Cystine
Batu Cystine disebabkan oleh abnormalitas pompa asam amino yang
mempengaruhi cystine, ornithine, lysine dan arginine (COLA). Terdapat
gambaran ground-glass appearance pada KUB. Intervansi harus berdasarkan
gejala klinik dan bukti adanya obstruksi yang progresif. Pasien dianjurkan untuk
mengkonsumsi air dalam jumlah banyak untuk mengurangi supersaturasi cystine.
Batu Xantin
Disebabkan oleh adanya defisiensi xantin oksidase congenital. Enzim ini
normalnya mengkatalisis oksidasi hipoxantin menjadi xantin, xantin menjadi
asam urat.
Batu Indinavir
Inhibitor protease merupakan terapi yang popular dan efektif pada pasien
dengan AIDS. Indinavir merupakan inhibitor protease yang paling umum yang
menghasilkan batu radiolusen pada CT Scan non kontras. Terdapatnya batu ini
dapat berhubungan dengan komponen kalsium. Pemberian medikasi secara
berkala dengan hidrasi intravena dapat mengeluarkan batu begitu saja. Batu
indinavir berwarna merah dan biasanya terpecah selama ekstraksi.
Batu silikat
Sangat jarang terjadi dan biasanya berhubungan dengan penggunaan
antasida yang mengandung silica pada pemakaian jangka waktu lama.

2.2.4 Faktor Resiko.5


Secara epidemiologi terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu di saluran kemih, terbagi atas faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik
Faktor intrinsik antara lain:

25
 Hereditair (keturunan) penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
Menurut pendapat ini ada faktor pencetus yang diturunkan dalam keluarga
yaitu produksi mucoprotein yang berlebihan dalam ginjal dan vesica
urinary yang dapat menyebabkan pengendapan kristal dan pembentukan
batu. Faktor herediter seringakali hanya bias akibat pola makan dalam
keluarga yang relatif sama sehingga dalam satu keluarga dapat ditemukan
gejala yang hampir sama.
 Umur : penyakit ini sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
 Jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan
dengan pasien perempuan
Faktor ekstrinsik antara lain:
 Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
pada air yang dikomsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran
kemih.
 Diet: diet banyak purin, oksalat, kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
 Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktivitas.

2.3 Penegakan Diagnosis


Diagnosis batu ureter dapat ditentukan dari :
1. Gambaran Klinis
Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada : posisi atau letak
batu, besar batu dan penyulit yang terjadi. Keluhan yang paling dirasakan pasien
adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri kolik ataupun
bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem
kalises ataupun ureter yang meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari
saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya
meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan
sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena
terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.5,6

26
Kebanyakan batu pada ginjal tidak menunjukkan gejala dan ditemukan
secara kebetulan. Batu yang masih kecil yang tidak pernah berkembang lebih
besar, atau tidak berpindah turun, tidak akan menimbulkan gejala. Tetapi ada
beberapa batu yang menetap di ginjal dan berkembang. Batu ini bisa mencapai
sampai beberapa sentimeter. Batu akan menyebabkan nyeri tumpul pada
pinggang, urin menjadi merah, dan meningkatkan risiko infeksi urinarius. Batu
ginjal yang kecil bisa meninggalkan ginjal mengikuti aliran urin. Jika batu ini
sangat kecil (paling kecil berdiameter 3 mm ), tidak disadarai akan turun ke ureter
masuk kedalam kandung kemih, dan lama-kelamaan akan turun ke uretra yang
kemudian akan dikeluarkan lewat urin. Batu dengan diameter 3 mm sampai 6 mm
dan yang meninggalkan ginjal mungkin akan secara kebetulan dikeluarkan dari
sistem urinarius, tapi sepertinya sementara waktu akan menyumbat suatu titik
tempat di ureter. Batu dengan diameter antara 6 mm sampai 1 cm akan
meninggalkan ginjal tapi akan bisa juga menyumbat pada ureter . 6,7
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah
kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronephrosis, terlihat
tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine dan jika disertai infeksi didapatkan demam
atau menggigil. Testis hipersensitif jika batu ureter terletak pada proximal,
skrotum hipersensitif apabila batu ureter terletak pada bagian distal. Pada batu
ureter yang sudah lama menetap hanya ditemukan nyeri tekan dan nyeri ketok
pada CVA atau tidak ditemukan kelainan sama sekali.4,5

2. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin meliputi: sedimen urin / tes dipstik untuk
mengetahui sel eritrosit, leukosit, bakteri (nitrit), dan pada pemeriksaan urinalisa
bila pH >7.6 biasanya ditemukan kuman urea splitting yang menyebabkan batu
anorganik sedangkan pH asam menyebabkan batu organic (batu asam urat). Dapat
pula ditemukan sedimen, hematuria mikroskopik. Pemeriksaan untuk mencari
sebab lain dapat diukur ekskresi Ca, fosfor, asam urat dalam urin 24 jam. Untuk
mengetahui fungsi ginjal, diperiksa kreatinin serum. Pada keadaan demam,
sebaiknya diperiksa C-reactive protein, hitung leukosit sel B, dan kultur urin.

27
Pada keadaan muntah, sebaiknya diperiksa natrium dan kalium darah. Untuk
mencari faktor risiko metabolik, sebaiknya diperiksa kadar kalsium dan asam urat
darah.6

Pemeriksaan darah rutin dan kimia klinik pada umumnya dalam batas
normal, kecuali jika terjadi infeksi maka dapat ditemukan peningkatan leukosit ,
penderita yang mengalami manifestasi kearah gagal ginjal kronis akan
menunujukkan penurunan jumlah hemoglobin, peningkatan kadar ureum dan
bersihan kreatinin abnormal.4,5

3. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi wajib dilakukan pada pasien yang dicurigai


mempunyai batu. Hampir semua batu saluran kemih (98%) merupakan batu
radioopak. Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan melalui radiografi. Pemeriksaan
rutin meliputi foto abdomen dari ginjal, ureter dan kandung kemih (KUB)
ditambah USG atau excretory pyelography (Intravenous Pyelography, IVP).
Excretory pyelography tidak boleh dilakukan pada pasien dengan alergi media
kontras, kreatinin serum > 2 mg/dL, pengobatan metformin, dan myelomatosis.

Pemeriksaan radiologi khusus yang dapat dilakukan meliputi :


 Retrograde atau antegrade pyelography
 Spiral (helical) unenhanced computed tomography (CT)
 Scintigraphy
Pada pemeriksaan foto BNO-IVP dapat dilihat lokasi, ukuran, jumlah,
batu dan melihat adanya bendungan. Urutan yang paling radioopaque hingga
radiolusens pada BNO adalah :kalsium fosfat, kalsium oksalat, magnesium
ammonium fosfat, sistin, asam urat, xantin. Pemeriksaan BNO-IVP biasanya
didukung lagi dengan hasil pemeriksaan USG berupa bayangan hiperekoik
dengan reflektif yang tinggi disertai gambaran bayangan di belakang batu yang
khas disebut “acoustic shadow”.6,7

CT Scan tanpa kontras (unenhanced) merupakan pemeriksaan terbaik


untuk diagnosis nyeri pinggang akut, sensitivitasnya mencapai 100% dan

28
spesifisitas 98%. CT Scan tanpa kontras tersedia luas di negara-negara maju dan
juga dapat memberikan informasi mengenai abnormalitas di luar saluran kemih.
IVP memiliki sensitivitas 64% dan spesifisitas 92%. Pemeriksaan ini
membutuhkan waktu cukup lama dan harus dilakukan dengan hati-hati karena
kemungkinan alergi terhadap kontras.6

2.4 Diagnosis Banding.5


 Nephrolithiasis
 Ureterolithiasis
 Pyelonephritis
 Abses ginjal
 Cholelitiasis
 Appendisitis akut

2.5 Penatalaksanaan
Indikasi untuk melakukan tindakan aktif ditentukan berdasarkan ukuran,
letak dan bentuk dari batu. Kemungkinan batu dapat keluar spontan juga
merupakan bahan pertimbangan. Batu berukuran kurang dari 5 mm mempunyai
kemungkinan keluar spontan 80%. Tindakan aktif umumnya dianjurkan pada batu
berukuran lebih dari 5 mm terutama bila disertai :
a. Nyeri yang persisten meski dengan pemberian medikasi yang adekuat
b. Obtruksi yang persisten dengan risiko kerusakan ginjal
c. Adanya infeksi traktus urinarius
d. Risiko pionefrosis atau urosepsis
e. Obstruksi bilateral
Batu dapat dipecahkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan dengan
ESWL, melalui tindakan endourologi, bedah laparoskopi atau pembedahan
terbuka.7
Medikamentosa

29
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang berukuran lebih kecil yaitu
dengan diameter kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar tanpa
intervensi medis.3 Dengan cara mempertahankan keenceran urine dan diet
makanan tertentu yang dapat merupakan bahan utama pembentuk batu ( misalnya
kalsium) yang efektif mencegah pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan
ukuran batu yang telah ada. Setiap pasien BSK harus minum paling sedikit 8 gelas
air sehari.

Pengobatan Medik Selektif dengan Pemberian Obat-obatan


Analgesia dapat diberikan untuk meredakan nyeri dan mengusahakan agar
batu dapat keluar sendiri secara spontan. Opioid seperti injeksi morfin sulfat yaitu
petidin hidroklorida atau obat anti inflamasi nonsteroid seperti ketorolac dan
naproxen dapat diberikan tergantung pada intensitas nyeri. Propantelin dapat
digunakan untuk mengatasi spasme ureter. Pemberian antibiotik apabila terdapat
infeksi saluran kemih atau pada pengangkatan batu untuk mencegah infeksi
sekunder. Setelah batu dikeluarkan, BSK dapat dianalisis untuk mengetahui
komposisi dan obat tertentu dapat diresepkan untuk mencegah atau menghambat
pembentukan batu berikutnya

ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)


Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) telah menjadi metode
yang paling sering digunakan dalam tatalaksana aktif batu ureter. Alat ESWL
adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun
1980. Alat dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli tanpa
melalui tindakan invasive dan tanpa pembiusan.. ESWL didasarkan pada prinsip
bahwa gelombang kejut bertekanan tinggi akan melepaskan energi ketika
melewati area-area yang memiliki kepadatan akustik berbeda. Gelombang kejut
yang dibangkitkan di luar tubuh dapat difokuskan ke sebuah batu menggunakan
berbagai teknik geometrik. Gelombang kejut melewati tubuh dan melepaskan
energinya saat melewati sebuah batu. Tujuan dari metode ini adalah untuk

30
memecah batu menjadi partikel-partikel yang cukup kecil sehingga dapat
melewati ureter tanpa menimbulkan nyeri yang berarti.5,6
ESWL adalah prosedur yang paling sedikit bersifat invasif. Dan pasien
bisa menjalani aktivitas normal hanya dalam beberapa hari dan waktu pemulihan
yang paling cepat.5
Batu berukuran diameter <10mm paling sering dijumpai dari semua batu
ginjal tunggal. Terapi ESWL untuk batu ini memberikan hasil memuaskan dan
tidak bergantung pada lokasi ataupun komposisi batu. Batu berukuran 10-20 mm
pada umumnya masih diterapi dengan ESWL sebagai lini pertama. Namun, hasil
ESWL dipengaruhi oleh komposisi dan lokasi sehingga faktor tersebut harus
dipertimbangkan. Tatalaksana batu berukuran 20-30 mm masih menjadi
kontroversi dan pemilihan modalitas terapi dipengaruhi oleh banyak faktor. 5,6

Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke
dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil
pada kulit (perkutan ). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik,
dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara atau dengan enersi
laser. Beberapa tindakan endourologi itu adalah:
1. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy)
Dengan tuntunan fluoroskopi dan endokamera, batu diangkat secara utuh
atau setelah dipecahkan menggunakan litotripsi intrakorporal. PNL memiliki
keuntungan sebagai berikut : (1) Jika batu dapat dilihat, hampir dipastikan batu
tersebut dapat dihancurkan. (2) Dengan alat fleksibel, ureter dapat dilihat secara
langsung sehingga fragmen kecil dapat diidentifikasi dan diangkat. (3) Proses
cepat, dengan hasil yang dapat diketahui saat itu juga.4

31
Perawatan di rumah sakit biasanya 3 sampai 5 hari, pasien dapat kembali
melakukan aktivitas ringan setelah 1 sampai 2 minggu. Angka transfusi PNL
sekitar 2-6%. Angka perawatan kembali, yaitu angka dimana instrumen harus
dimasukkan kembali untuk mengangkat batu yang tersisa bervariasi dari 10%
sampai 40-50%. Angka bebas batu adalah 75-90%. Komplikasi yang dapat terjadi
meliputi perdarahan, infeksi, dan fistula arteri-vena
2. Litotripsi
Yaitu memecah batu buli-buli atau batu uretera dengan memasukkan alat
pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan
evakuator Eliik.3
3. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi
Memasukkan alat ureteroskopi peruretram guna melihat keadaan ureter
atau sistem pielo-kaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada
di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan
ureteroskopi/ureterorenoskopi ini.5
4. Ekstrasi Dormia yaitu mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui
alat keranjang Dormia

Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini
sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.

Bedah Terbuka

32
Penanganan Batu saluran kemih, biasanya terlebih dahulu diusahakan untuk
mengeluarkan batu secara spontan tanpa pembedahan/operasi. Tindakan bedah
dilakukan jika batu tidak merespon terhadap bentuk penanganan lainnya. Ada
beberapa jenis tindakan pembedahan, nama dari tindakan pembedahan tersebut
tergantung dari lokasi dimana batu berada, yaitu : 5,6
a. Nefrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di
dalam ginjal

b. Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada


di ureter

c. Vesikolitomi merupakan operasi tebuka untuk mengambil batu yang berada di


vesica urinearia

d. Uretrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada


di uretra

Pedoman Pilihan Terapi


A. Pedoman Pilihan Terapi pada Batu Ureter.6
Pedoman pilihan terapi ini dibagi dalam beberapa kategori.
1. Pedoman untuk batu ureter dengan kemungkinan kecil keluar spontan :
Batu ureter yang kemungkinan kecil bisa keluar spontan harus diberitahu kepada
pasiennya tentang perlunya tindakan aktif dengan berbagai modalitas terapi yang
sesuai, termasuk juga keuntungan dan risiko dari masing-masing modalitas terapi.
2. Pedoman untuk batu ureter dengan kemungkinan besar keluar spontan :
Batu ureter yang baru terdiagnosis dan kemungkinan besar keluar spontan, yang
keluhan/gejalanya dapat diatasi, direkomendasikan untuk dilakukan terapi
konservatif dengan observasi secara periodik sebagai penanganan awal.
1. Penanganan batu ureter dengan SWL.
Stenting rutin untuk meningkatkan efisiensi pemecahan tidak direkomendasi
sebagai bagian dari SWL.
2. Untuk batu < 1 cm di ureter proksimal

33
Pilihan terapi :
 SWL
 URS + litotripsi
 Ureterolitotomi
3. Untuk batu > 1 cm di ureter proksimal
Pilihan terapi :
 Ureterolitotomi
 SWL, PNL dan URS + litotripsi
4. Untuk batu < 1 cm di ureter distal
Pilihan terapi :
 SWL atau URS + litotripsi
 Ureterolitotomi
5. Untuk batu > 1 cm di ureter distal
Pilihan terapi:
 URS + litotripsi
 Ureterolitotomi
 SWL

2.6 Pencegahan.6
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya adalah
upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran
kemih rata-rata 7 % per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.
Pencegahan yang dapat dilakukan adaah berdasarkan atas kandungan
unsur yang menyususn batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada
umumnya pencegahan itu berupa:
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi
urine sebanyak 2-3 liter/hari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu
3. Aktivitas harian yang cukup
4. Pemberian medikamentosa.

34
Beberapa diet untuk mengurangi kekambuhan adalah :
1. Rendah protein karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan
menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam
2. Rendah oksalat
3. Rendah garam karena natriuresis akan memicu timbulnya hiperkalsiuri
4. Rendah purin.5

2.7 Hidronefrosis
2.7.1 Pengertian
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua
ginjal akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir
balik sehingga tekanan diginjal meningkat.4
Hidronefrosis adalah obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung
kemih dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelviks ginjal
dan ureter yang dapat mengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim ginjal.5
Apabila obstruksi ini terjadi di ureter atau kandung kemih, tekanan balik
akan mempengaruhi kedua ginjal tetapi jika obstruksi terjadi disalah satu ureter
akibat adanya batu atau kekakuan maka hanya satu ginjal yang rusak.5

2.7.2 Etiologi

Jaringan parut ginjal/ureter.

Batu

Neoplasma/tumor

Hipertrofi prostat

Kelainan konginetal pada leher kandung kemih dan uretra

Pembesaran uterus pada kehamilan.5

2.7.3 Gejala
Gejalanya tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi penyumbatan
serta lamanya penyumbatan. Jika penyumbatan timbul dengan cepat

35
(hidronefrosis akut), biasanya akan menyebabkan kolik renalis ( nyeri yang luar
biasa di daerah antara tulang rusuk dan tulang panggul) pada sisi ginjal yang
terkena. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (hidronefrosis kronis),
bisa tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk
dan tulang pinggul).4,5
Nyeri yang hilang timbul terjadi karena pengisian sementara pelvis renalis
atau karena penyumbatan sementara ureter akibat ginjal bergeser ke bawah.
Air kemih dari 10% penderita mengandung darah. Sering ditemukan
infeksi saluran kemih (terdapat nanah di dalam air kemih), demam dan rasa nyeri
di daerah kandung kemih atau ginjal.
Jika aliran air kemih tersumbat, bisa terbentuk batu (kalkulus).
Hidronefrosis bisa menimbulkan gejala saluran pencernaan yang samar-samar,
seperti mual, muntah dan nyeri perut. Gejala ini kadang terjadi pada penderita
anak-anak akibat cacat bawaan, dimana sambungan ureteropelvik terlalu sempit.
Jika tidak diobati, pada akhirnya hidronefrosis akan menyebabkan kerusakan
ginjal dan bisa terjadi gagal ginjal.5

36
2.7.4 Derajat.5

• Cupping
• Flattening
• Clubing
• Balooning

2.7.5.Pengobatan
Pada hidronefrosis akut:
Jika fungsi ginjal telah menurun, infeksi menetap atau nyeri yang hebat,
maka air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan segera dikeluarkan (biasanya
melalui sebuah jarum yang dimasukkan melalui kulit) Jika terjadi penyumbatan
total, infeksi yang serius atau terdapat batu, maka bisa dipasang kateter pada
pelvis renalis untuk sementara waktu.7
Hidronefrosis kronis diatasi dengan mengobati penyebab dan mengurangi
penyumbatan air kemih. Ureter yang menyempit atau abnormal bisa diangkat
melalui pembedahan dan ujung-ujungnya disambungkan kembali. Kadang perlu
dilakukan pembedahan untuk membebaskan ureter dari jaringan fibrosa.
Jika sambungan ureter dan kandung kemih tersumbat, maka dilakukan
pembedahan untuk melepaskan ureter dan menyambungkannya kembali di sisi

37
kandung kemih yang berbeda. Jika uretra tersumbat, maka pengobatannya
meliputi:

Terapi hormonal untuk kanker prostat

Pembedahan

melebarkan uretra dengan dilator.4

Prognosis
Pembedahan pada hidronefrosis akut biasanya berhasil jika infeksi dapat
dikendalikan dan ginjal berfungsi dengan baik. Prognosis untuk hidronefrosis
kronis belum bisa dipastikan.6

38
BAB III
ANALISIS KASUS

Seorang pria berumur 53 tahun berinisial Ny. R datang ke RSMH dengan


keluhan nyeri pada pinggang kanan
Dari riwayat perjalanan penyakit didapatkan bahwa Sejak 1 tahun yang
lalu penderita mengeluh sakit pinggang kanan, sakit dirasakan hilang timbul, sakit
tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan perubahan posisi. BAK menjadi keruh ada,
riwayat kencing berpasir ada, kencing mengelurkan batu tidak ada, kencing tidak
lampias tidak ada. BAB tidak ada keluhan, untuk mengurangi rasa sakit, penderita
biasanya menggunakan balsem, namun keluhan tidak berkurang. Sejak 6 bulan
yang lalu penderita masih mengeluh sakit pinggang sebelah kanan semakin
bertambah dan menjalar kepunggung, lalu pasien berobat ke puskesmas diberi
obat gicu beling diminum 3 kali sehari, tetapi keluhan tidak berkurang. Sejak 2
bulan yang lalu penderita mengeluh sakit pinggang sebelah kanan semakin
bertambah berat dan menjalar kepunggung, sakit hilang timbul. Demam ada,
demam tidak terlalu tinggi, mual ada, riwayat kencing berpasir ada, Keluhan
nyeri pinggang semakin hebat hingga mengganggu aktivitas sehari-hari, Lalu
pasien berobat kembali ke puskesmas dan dirujuk ke RSUP. Moh. Hussein
Palembang. Pada Riwayat penyakit dahulu, Pasien pernah BAK bercampur darah
2 tahun yang lalu.
Pada Riwayat Kebiasaan Sebelum Masuk Rumah Sakit. Penderita
biasanya minum sebanyak lebih kurang 7 gelas aqua per hari. Penderita
mengkonsumsi kopi lebih kurang 2 gelas per hari. Penderita sering menahan
kencing ketika sedang bekerja
Melalui anamnesis diatas, dapat kita tarik diagnosis sementara untuk
pasien ini adalah adanya batu ginjal (nephrolitiasis), batu ureter (ureterolithiasis)
dan abses ginjal. Dengan alasan didapatkannya nyeri pinggang yang sifatnya
hilang timbul pada pinggang kanan, BAK keruh , demam tidak terlalu tinggi, dan
ada riwayat BAK keluar pasir dan riwayat BAK bercampur darah, serta tidak ada
peubahan pada BAB Dan dari Riwayat Kebiasaan Sebelum Masuk Rumah sakit,

39
merupakan faktor resiko untuk terjadinya Batu ginjal atau batu ureter. Untuk
menentukan diagnosis kerja dan untuk menyingkirkan diagnosis banding maka
dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan pemeriksaan fisik status generalis didapatkan vital sign dalam
keadaan normal kecuali suhu badan 37,8 0C dan tekanan darah 160/90mmhg
berada pada hipertensi derajat 1, konjunctiva pucat (-), pupil isokor dengan
refleks cahaya semuanya positif. Leher, KGB, paru-paru, jantung, thorax dan
ekstremitas tidak ditemukan kelainan. Pada regio costovertebrae angle dextra
tidak tampak benjolan, ballotement (+), pada palpasi dirasakan nyeri tekan
punggung kanan. Pada regio costovertebrae angle dekstra didapatkan nyeri ketok.
Melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik belum dapat dibedakan antara
ketiga kelainan tersebut. Ballotement (+) merupakan tanda dari adanya
pembesaran ginjal yang diduga terjadi karena sumbatan langsung di ginjal atau
berupa menifestasi dari stasis urin akibat adanya batu pada ureter yang bisa
mengakibatkan hidronephrosis atau pionephrosis
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah dan
pemeriksaan radiologis. Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan jumlah
hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal dan jumlah leukosit dalam darah
normal tapi dalam batas tinggi, hal ini mengarahkan kemungkinan adanya infeksi.
Pada pemeriksaan kimia klinik didapatkan ureum, kreatinin meningkat yang
mengarahkan pada kerusakan fungsi ginjal. Pada pemeriksaan urinalisa tidak
ditemukan adanya peningkatan leukosit dan eritrosit dalam urin yang
menunjukkan kemungkinan adanya infeksi diagnosis pielonefritis dan infeksi
saluran kemih dapat disingkirkan
Pada pemeriksaan radiologis BNO, tampak bayangan radioopaque di
cavum pelvis kanan ukuran 2cm x 1,2cm suspect ureterolithiasis, tulang tulang
baik. Dari pemeriksaan USG didapatkan kesan hidronefrosis ginjal kanan dan
Batu ureter medial kanan, ukuran 1,7cm. Dan dari pemeriksaan IVP didapatkan
kesan fungsi ginjal kanan tidak tampak sampai 24 jam serta suspect non
functional ginjal kanan

40
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan radiologis BNO serta
IVP diatas yang menunjukkan adanya pembesaran pada ginjal kanan, Suspect
adanya batu pada ureter kanan, serta nonfunctional pada ginjal kanan . Maka
dapat ditegakkan diagnosis pada pasien ini sebagai ureterolithiasis dextra dengan
hidronephrosis dan non functional ginjal kanan
Pada kasus ini pasien diberikan terapi simptomatik berupa Injeksi
ketorolac 3 x 30mg/hari dan Injeksi Ranitidin 3 x 50mg/ hari, untuk mengurangi
rasa sakit pinggang dan mual yang diakibatkan karena adanya batu ureter 1/3
medial dekstra yang berakibat terjadinya hydroneprosis ginjal kanan. pro
Ureteroscopy (URS) untuk menentukan letak batu secara pasti pada ureter
selanjutnya direncanakan ureterolithotomi dextra untuk mengeluarkan sumbatan
batu pada ureter kanan. Dan apabila ginjal kak telah dalm kondisi Non function
maka sebaiknya dilakukan tindakan nefrektomi pada ginjal kanan,tersebut.
Prognosis pada kasus ini Quo ad vitam dubia ad bonam dan quo ad functionam
nya dubia ad malam. Karena Sumbatan pada ureter kanan suspect batu ureter
tampaknya sudah berlangsung lama hal ini dapat kita ketahui dari kondisi ginjal
kanan yang telah non function dan Quo ad vitam bonam karena ginjal kirinya
masih berfungsi dengan baik dan dapat mengkompensasi kerja dari ginjal kanan.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi


Revisi. EGC:Jakarta

2. Guyton and Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran


(Penerjemah, Irawati Setiawan, dkk), edisi IX. Jakarta: EGC,397-414.

3. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran edisi 3. Penerbit


Buku Kedokteran EGC: Jakarta

4. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. 2001. Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi III. Jakarta:Balai Penerbit FKUI.

5. Purnomo, Basuki B. 2007. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: CV.


Sagung Seto.

6. Tanagho E.A., Mc Annich J.W., Smith’s General Urology 17th ed.,


Mc Graw Hill 2004, hal. 77, 613, 620-623

7. Walsh P.C. Retik A.B., Vaughan E.D. Wein A.J., Campbell’s


Urology 9th ed., WB Saunders, Philadephia 2002, hal. 3915-3930.

42

Anda mungkin juga menyukai