MAKALAH
(diajukan untuk memenuhi salah satu Mata Kuliah Kimia Umum II)
oleh :
Lina Melinda
Sesuai dengan perbandingan koefisien reaksinya, laju pembentukan O2 adalah setengah dari
laju pengurangan NO2, yaitu :
Ada beberapa cara menentukan laju reaksi, salah satunya itu ditentukan melalui percobaan,
yaitu dengan mengukur konsentrasi salah satu reaksi salah satu produk pada selang waktu yang
berlangsung lambat ini dapat ditentukan dengan cara mengeluarkan sampel dari campuran reaksi
lalu menganalisanya dengan contoh sebagai berikut :
Jadi baik dalam reaksi endoterm (menyerap kalor) maupun eksoterm (melepas kalor) tetap
butuh energi aktivasi. Semakin rendah energi aktivasinya maka semakin mudah reksi dapat
berlangsung. Jika partikel-partikel bertumbukan dengan energi yang lebih rendah dari energi
aktivasi, maka tidak akan terjadi reaksi. Mereka akan kembali ke keadaan semula. Bayangkanlah
energi aktivasi sebagai tembok dari reaksi. Hanya tumbukan yang memiliki energi sama atau lebih
besar dari aktivasi energi yang dapat menghasilkan terjadinya reaksi.
Di dalam reaksi kimia, untuk mencerai-beraikan ikatan kimia dibutuhkan energi dan untuk
membentuk ikatan-ikatan baru dilepaskan energi. Umumnya, ikatan-ikatan harus diceraikan
sebelum ikatan-ikatan yang baru terbentuk. Maka baik dalam reaksi endoterm maupun eksoterm
tetap dibutuhkan energi untuk mencerai-beraikan ikatan-ikatan kimia untuk memulai terjadinya
suatu reaksi. Energi yang dibutuhkan inilah yang disebut sebagai energi aktivasi (Ea). Ketika
tumbukan-tumbukan tersebut relatif lemah, dan tidak cukup energi untuk memulai proses
penceraian ikatan. Hal ini mengakibatkan partikel-partikel tersebut tidak bereaksi.
Semakin zat padat terbagi menjadi bagian kecil-kecil, semakin cepat reaksi berlangsung.
Bubuk zat padat biasanya menghasilkan reaksi yang lebih cepat dibandingkan sebuah bongkah zat
padat dengan massa yang sama. Karena bubuk padat memiliki luas permukaan yang lebih besar
daripada sebuah bungkah zat padat. Semakin luas permukaan suatu zat maka semakin besar
kemungkinan terjadinya tumbukan.
Efek dari Perubahan Konsenterasi Zat pada Laju Reaksi
Agar suatu reaksi dapat berlangsung, partikel zat-zat yang bereaksi pertama-tama haruslah
bertumbukan. Jika konsentrasinya tinggi maka semakin mudah bertumbukan, sehingga laju
reaksinya akan bertambah.
Peningkatan tekanan pada reaksi yang melibatkan gas pereaksi akan meningkatan laju
reaksi. Perubahaan tekanan pada suatu reaksi yang melibatkan hanya zat padat maupun zat cair
tidak memberikan perubahaan apapun pada laju reaksi. Peningkatan tekanan dari gas akan
berpengaruh pada peningkatan konsentrasi. Jika Anda memilki gas dalam massa tertentu, semakin
Anda meningkatkan tekanan maka semakin kecil juga volumenya. Dan jika volumenya kecil
sedangkan massanya sama maka semakin tinggi konsentrasinya.
Ketika Anda meningkatkan temperatur maka laju reaksinya akan meningkat. Laju reaksi
akan berlipatganda setiap kenaikan suhu tertentu. Dan angka dari derajat suhu yang diperlukan
untuk melipatgandakan laju reaksi akan berubah secara bertahap seiring dengan meningkatnya
temperatur. Jika Anda memanaskan suatu benda, maka partikel-partikelnya akan bergerak lebih
cepat (energi kinetiknya akan naik) sehingga frekuensi terjadinya tumbukan juga akan meningkat.
Jika suhu dinaikkan a0C maka reaksi terjadi b kali lebih cepat (dalam soal nilai a biasanya = 100C
dan nilai b = 2 kali). Laju reaksi saat suhunya dinaikkan dari T1 menjadi T2 (∆T) menjadi :
Keterangan :
Waktu (t) yang diperlukan untuk terjadinya suatu reaksi berbanding terbalik dengan
peningkatan kecepatan. Atau dengan kata lain semakin meningkat suhu maka waktu yang
diperlukan juga semakin singkat :
Orde Reaksi
Orde reaksi selalu ditemukan melalui percobaan. Kita tidak dapat menentukan apapun
tentang orde reaksi dengan hanya mengamati persamaan dari suatu reaksi. Dalam percobaan
tersebut kita mengamati pengaruh penambahan konsentrasi tiap-tiap reaktan/pereaksi terhadap laju
reaksi. Jika konsentrasi salah satu zat dinakkan menjadi a kali dan ternyata laju reaksinya menjadi
b kali, maka :
[a]orde = b
Dari pengambaran di atas, orde reaksi berupa bilangan pangkat dari konsentrasi zat-zat yang
bereaksi. Jadi andaikan kita telah melakukan beberapa percobaan untuk menyelidiki apa yang
terjadi dengan laju reaksi dimana konsentrasi dari satu reaktan,misal namanya A, berubah,
Beberapa hal-hal yang akan kita temui adalah :
Jika reaksi yang terjadi melibatkan dua reaktan atau lebih maka tiap-tiap reaktan kita cari orde
reaksinya, kemuduan orde reaksi total merupakan hasil penjumlahan orde reaksi dari tiap-tiap
reaktan.
Persamaan Laju Reaksi
Pemahaman tentang orde reaksi akan lebih jelas dalam bentuk persamaan reaksi. Misialnya terjadi
reaksi anrata zat A dan zat B sebagai berikut :
Keterangan :
v = laju reaksi (M/s)
k = ketetapan laju reaksi
[A] = konsentrasi zat A (M)
[B] = konsentrasi zat B (M)
m = orde reaksi terhadap zat A
n = orde reaksi terhadap zat B
Orde Reaksi = m + n
Dengan mengetahui orde reaksi zat A dan B beserta konsentrasi tiap-tiap zat tersebut dan
kecepatan reaksinya kita dapan menentukan nilai dari ketetapan laju reaksi (k) tersebut.
Ketetapan laju sebenarnya tidak benar-benar konstan. Ketetapan ini dapat berubah-ubah, sebagai
contoh, jika kita mengubah temperatur dari reaksi, menambahkan katalis atau merubah katalis.
Jadi tetapan laju akan konstan untuk reaksi yang diberikan hanya apabila kita mengganti
konsentrasi dari reaksi tersebut sedangkan temperatur dan tekanannya tidak berubah/konstan.
Untuk mencari orde reaksi zat A kita perlu membandingkan dua data percobaan yang
konsentrasi zat B nya tetap. Yakni kita pilih dua diantara percobaan 1, 4 dan 5. Tujuan dari
pemilihan konsentrasi B yang sama adalah agar perbandingan zat B nya sama dengan 1 : 1,
sehingga berapapun nilai orde reaksi B tetap perbandingan zat B nya 1 : 1. Ingat angka satu
dipangkatkan berapapun nilainya tetap satu. Dalam contoh kali ini saya menggunakan percobaan
ke 1 dan 4, maka perbandingan kedua percobaan tersebut adalah :
Dengan cara yang sama kita dapat mencari besarnya orde reaksi zat B. misalnya menggunakan
data percobaan 1 dan 2 maka orde reaksi B = 1.
Terkadang data percobaan tidak terbentuk perbandingan yang pas misalnya besar v1 tidak
sama dengan 6 melainkan 6,13 sedangkan v4 tidak sama dengan 24 melainkan 24,49. Maka harus
kita bulatkan sehingga perbandingan akhirnya tetap 1 : 4.
Terkadang data percobaan yang ada terbatas. Misalnya data percobaan 1 dan 2 tidak ada,
maka untuk mencari orde reaksi A kita tidak mengalami kesulitan karena kita bisa menggunakan
data percobaan 4 dan 5 yang mempunyai nilai konsentrasi B yang sama.
Lalu….bagaimana jika kita mau mencari orde reaksi B ??
Yang terpenting untuk mencari orde reaksi B adalah harus menggunakan data percobaan
yang nilai konsentrasi B nya tidak sama. Yaitu data percobaan 3 dan 4.
Terkadang juga data yang diketahui bukanlah kecepatan reaksi melainkan waktu reaksinya.
Maka kita harus menggunakan perbandingan terbalik. Misalnya kita ingin mencari orde reaksi
A dengan menggunakan data percobaan 1 dan 4 maka bentuk perbandingannnya :
Dengan menggunakan salah satu data percobaan kita dapat memperoleh besarnya nilai ketapannya
(k), misalnya data percobaan 1 :
6 = k.[0,1]2.[0,1]
k=6
sehingga persamaan reaksinya menjadi :
v = 6.[A]2.[B]