Anda di halaman 1dari 29

PENGELOLAAN LIMBAH

RUMAH SAKIT

A.Nurul Fasty Batari 11120162147


Arini Eka Putri 11120162132
Wahyuni Sartika 11120162049
Al Aliyah Luhur Asih 11120162048
Muh. Fadhil Asyraq 11120162118
Riski Wahyudi Lasarika 11120162151
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ……………………………………………….. 2

KATA PENGANTAR ……………………………………………….. 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ……………………………………………….. 4


1.2 Rumusan masalah ……………………………………………….. 5
1.3 Tujuan ……………………………………………….. 6

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian pengelolaan limbah rumah sakit ……………………………….. 7


2.2 Sumber-sumber limbah rumah sakit ……………………………….. 10
2.3 Dampak limbah rumah sakit …………………………………………….... 11
2.4 Pemanfaatan limbah rumah sakit ……………………………………………… 15
2.5 Penanganan limbah rumah sakit ……………………………………………… 15

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ……………………………………………….. 28


3.2 Saran ……………………………………………….. 28

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….. 29

2 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan limpahan
rahmat-Nyalah maka kami bisa menyelesaikan sebuah makalah dengan tepat waktu.

Berikut ini saya mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Pengelolaan Limbah
Rumah Sakit” yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk
mempelajarinya.

Melalui kata pengantar ini kami lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman
bilamana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau
menyinggung perasaan pembaca.

Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga
Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Makassar, 8 Januari 2019

Penulis

3 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, sebagai penunjang kesejahteraan


masyarakat banyak, rumah sakit menjadi salah satu tempat dalam mendukung kesehatan
dan kesejahteraan masyarakat. Rumah sakit merupakan salah satu upaya peningkatan
kesehatan yang terdiri dari balai pengobatan dan tempat praktik dokter yang juga
ditunjang oleh unit-unit lainnya, seperti ruang operasi, laboratorium, farmasi,
administrasi, dapur, laundry, pengolahan sampah dan limbah, serta penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan. Selain membawa dampak positif bagi masyarakat, yaitu
sebagai tempat menyembuhkan orang sakit, rumah sakit juga memiliki kemungkinan
membawa dampak negatif. Dampak negatifnya dapat berupa pencemaran dari suatu
proses kegiatan, yaitu bila limbah yang dihasilkan tidak dikelola dengan baik.
Dalam pengolahan limbah Rumah sakit tidak hanya menghasilkan limbah
organik dan anorganik, tetapi juga limbah infeksius yang mengandung bahan beracun
berbahaya (B3).Dari keseluruhan limbah rumah sakit, sekitar 10 sampai 15 persen di
antaranya merupakan limbah infeksius yang mengandung logam berat, antara lain
mercuri (Hg).Sekitar 40 % lainnya adalah limbah organik yang berasal dari sisa makan,
baik dari pasien dan keluarga pasien maupun dapur gizi.Sisanya merupakan limbah
anorganik dalam bentuk botol bekas infus dan plastik.
Air limbah yang berasal dari rumah sakit merupakan salah satu sumber
pencemaran air yang sangat potensial.Hal ini disebabkan karena air limbah rumah sakit
mengandung senyawa organik yang cukup tinggi, mengandung senyawa-senyawa kimia
yang berbahaya serta mengandung mikroorganisme pathogen yang dapat menyebabkan
penyakit (Said, 2003).Pengelolaan limbah RS yang tidak baik akan memicu resiko
terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit dari pasien ke pekerja, dari pasien ke
pasien, dari pekerja ke pasien, maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung RS.
Tentu saja RS sebagai institusi yang sosioekonomis karena tugasnya memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan
limbah yang dihasilkan. Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan awak RS maupun
orang lain yang berada di lingkungan RS dan sekitarnya, Pemerintah (Depkes) telah

4 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


menyiapkan perangkat lunak berupa peraturan, pedoman dan kebijakan yang mengatur
pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan RS, termasuk pengelolaan limbah
RS.
Pada tahun 1999, WHO melaporkan di Perancis pernah terjadi 8 kasus pekerja
kesehatan terinfeksi HIV, 2 di antaranya menimpa petugas yang menangani limbah
medis1.Hal ini menunjukkan bahwa perlunya pengelolaan limbah yang baik tidak hanya
pada limbah medis tajam tetapi meliputi limbah rumah sakit secara keseluruhan. Namun,
berdasarkan hasil Rapid Assessment tahun 2002 yang dilakukan oleh Ditjen P2MPL
Direktorat Penyediaan Air dan Sanitasi yang melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten dan
Kota, menyebutkan bahwa sebanyak 648 rumah sakit dari 1.476 rumah sakit yang ada,
yang memiliki insinerator baru 49% dan yang memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) sebanyak 36%. Dari jumlah tersebut kualitas limbah cair yang telah melalui
proses pengolahan yang memenuhi syarat baru mencapai 52% 1.
Hasil dari kualitas pengolahan limbah cair tidak terlepas dari dukungan
pengelolaan limbah cairnya. Suatu pengelolaan limbah cair yang baik sangat dibutuhkan
dalam mendukung hasil kualitas effluent sehingga tidak melebihi syarat baku mutu yang
ditetapkan oleh pemerintah dan tidak menimbulkan pencemaran pada lingkungan sekitar.
Oleh karena pentingnya pengelolaan limbah cair rumah sakit maka disusun makalah ini
yang akan membahas mengenai pengolahan limbah Rumah Sakit, meliputi antara lain
klasifikasi limbah rumah sakit, sumber-sumbernya, serta metode-metode pengolahan
limbah tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah, antara lain:

a. Apa yang dimaksud dengan pengelolaan limbah rumah sakit?


b. Apa saja sumber-sumber limbah rumah sakit?
c. Bagaimana dampak limbah rumah sakit?
d. Bagaimana pemanfaatan limbah rumah sakit?
e. Bagaimana penanganan limbah rumah sakit?

5 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:

a. Mengetahui pengertian dari pengelolaan limbah rumah sakit.


b. Mengetahui sumber-sumber limbah rumah sakit.
c. Mengetahui dampak limbah rumah sakit.
d. Mengetahui pemanfaatan limbah rumah sakit.
e. Mengetahui penanganan limbah rumah sakit.

6 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pengelolaan Limbah Rumah Sakit

Limbah adalah bagian dari hasil produksi yang pada umumnya dapat
menimbulkan dampak terhadap lingkungan yang kurang baik, namun jika limbah
tersebut dapat dimanfaatkan atau didaur ulang kembali menjadi produk yang sejenis atau
jenis produk lainnya maka akan mempunyai nilai tambah (added value) yang sangat
menguntungkan. Dari semua kegiatan-kegiatanrumah sakit, menghasilkan berbagai
macam limbah berupa benda cair, padat dan gas.Pengelolaan limbah rumah sakit adalah
bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk
melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah
rumah sakit. Sesuai dalam UU No. 9 tahun 1990 tentang Pokok-pokok Kesehatan, bahwa
setiap warga berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.Ketentuan
tersebut menjadi dasar bagi pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan yang berupa
pencegahan dan pemberantasan penyakit, pencegahan dan penanggulangan pencemaran,
pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat (Siregar,
2001).
Upaya perbaikan kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai
macam cara, yaitu pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyehatan
lingkungan, perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan serta pelayanan
kesehatan ibu dan anak. Selain itu, perlindungan terhadap bahaya pencemaran
lingkungan juga perlu diberi perhatian khusus.Rumah sakit merupakan sarana upaya
perbaikan kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan dan dapat dimanfaatkan
pula sebagai lembaga pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian.Pelayanan kesehatan
yang dilakukan rumah sakit berupa kegiatan penyembuhan penderita dan pemulihan
keadaan cacat badan serta jiwa (Said dan Ineza, 2002). Kegiatan rumah sakit
menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair, padat dan
gas.Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan
di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran
lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit.

7 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


Unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah
sakit (termasuk pengelolaan limbahnya), yaitu (Giyatmi. 2003) pemrakarsa atau
penanggung jawab rumah sakit, pengguna jasa pelayanan rumah sakit, para ahli, pakar
dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran dan para pengusaha dan swasta yang
dapat menyediakan sarana dan fasilitas yang diperlukan. Upaya pengelolaan limbah
rumah sakit telah dilaksanakan dengan menyiapkan perangkat lunaknya yang berupa
peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yang mengatur
pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan rumah sakit.Di samping itu secara
bertahap dan berkesinambungan Departemen Kesehatan mengupayakan instalasi
pengelolaan limbah rumah sakit.Sehingga sampai saat ini sebagian rumah sakit
pemerintah telah dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limbah, meskipun perlu untuk
disempurnakan.Namun harus disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih
perlu ditingkatkan lagi (Barlin, 1995).
Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan sebagai upaya untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat tersebut. Rumah sakit sebagai salah
satu upaya peningkatan kesehatan tidak hanya terdiri dari balai pengobatan dan tempat
praktik dokter saja, tetapi juga ditunjang oleh unit-unit lainnya, seperti ruang operasi,
laboratorium, farmasi, administrasi, dapur, laundry, pengolahan sampah dan limbah,
serta penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Air limbah rumah sakit adalah seluruh
buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi :
limbah domestik cair yakni buangan kamar mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian,
limbah cair klinis yakni air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit misalnya
air bekas cucian luka, cucian darah. dan lainnya, air limbah laboratorium, dan lain-lain
(Said, 2003).
Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang
dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya.Secara umum
sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau
limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair. Bentuk limbah klinis bermacam-
macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan
sebagai berikut : Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam,
sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum
hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua
benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan
atau tusukan.Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah,

8 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.Limbah infeksius
mencakup pengertian sebagai berikut: Limbah yang berkaitan dengan pasien yang
memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif). Limbah laboratorium yang
berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi
penyakit menular.Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan
cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi. Limbah sitotoksik
adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksik
selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.Limbah farmasi ini dapat
berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch yang tidak
memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat- obat yang dibuang oleh
pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi
bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat- obatan. Limbah kimia
adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis,
veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset. Limbah radioaktif adalah bahan
yang terkontaminasi dengan radioisotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset
radio nukleida.
Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan
sampah non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis.Sampah non medis ini bisa
berasal dari kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol),
sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa
makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain).Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit
mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi.Limbah rumah sakit bisa
mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit,
tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada
(laboratorium, klinik dll).Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang
bersifat patogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung
bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan
dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik, dan
lain-lain.

9 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


2.2 Sumber-Sumber Limbah Rumah Sakit

Sumber-sumber limbah rumah sakit antara lain limbah infeksius (ekskreta,


spesimen lab., bekas balutan, jaringan busuk), limbah tajam (jarum bekas alat suntik,
pecahan peralatan gelas), limbah plastik dan limbah jaringan tubuh. Jenis-jenis limbah
rumah sakit yaitu limbah sitotoksik (teratogenik, mutagenic), limbah kimia dari lab.
farmasi, limbah radioaktif, limbah domestik dan limbah laundry. Limbah rumah Sakit
adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan
penunjang lainnya.Mengingat dampak yang mungkin timbul, maka diperlukan upaya
pengelolaan yang baik meliputi pengelolaan sumber daya manusia, alat dan sarana,
keuangan dan tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh
kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan (Said,
1999).Limbah rumah Sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme
bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum
dibuang.Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang
umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain.Sedangkan limbah
padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan
lain-lain. Limbah- limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme
patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan
dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan
kesehatan yang kurang memadal, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi
dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masib buruk
(Said, 1999).
Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika
dilakukan dengan memilah-milah limbah ke dalam berbagai kategori. Untuk masing-
masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum
pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko
kontaminsai dan trauma (injury). Jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian berikut
ini (Shahib dan Djustiana, 1998) :
a. Limbah Klinik
Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan dan di
unit-unit resiko tinggi.Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan
resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum dan staff rumah sakit. Oleh
karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi. contoh limbah jenis

10 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


tersebut ialah perban atau pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan
yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urin dan produk
darah.
b. Limbah Patologi
Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diotoklaf sebelum
keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard.
c. Limbah Bukan Klinik
Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang
tidak berkontak dengan cairan badan.Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit,
limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk
mengangkut dan mambuangnya.
d. Limbah Dapur
Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor.Berbagai serangga seperti
kecoa, kutu dan hewan mengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi staff
maupun pasien di rumah sakit.
e. Limbah Radioaktif
Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di
rumah sakit, pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik.

2.3 Dampak Limbah Rumah Sakit

Limbah Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan
rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya.Limbah rumah Sakit bisa mengandung
bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat
pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang.Limbah cair rumah sakit dapat
mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD,
COD, TSS, dan lain-lain.Sedangkan limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah
mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah- limbah tersebut
kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun
berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah
sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai,
kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan
pemeliharaan sarana sanitasi yang masib buruk (Said, 1999).

11 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


Dalam profil kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan, 1997
diungkapkan seluruh RS di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996
tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 RS di Jawa dan Bali menunjukkan
bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 Kg per tempat tidur per hari.
Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur per hari.
Analisis lebih jauh menunjukkan, produksi sampah (limbah padat) berupa
limbah domestik sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infektius sebesar
23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (limbah padat)
RS sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70
ton per hari.Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi
RS untuk mencemari lingkungan dan kemungkinannya menimbulkan
kecelakaan serta penularan penyakit (Sebayang dkk, 1996).Rumah sakit
menghasilkan limbah dalam jumlah besar, beberapa diantaranya
membahyakan kesehatan di lingkungannya. Di negara maju, jumlah limbah
diperkirakan 0,5 – 0,6 kilogram per tempat tidur rumah sakit per hari
(Sebayang dkk, 1996).
Berdasarkan data dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Daerah (BPLHD) Jaktim yang diterima Pembaruan, dari 26 rumah sakit yang
ada di Jaktim, hanya tiga rumah sakit saja yang memiliki IPAL dan bekerja
dengan baik.Selebihnya, ada yang belum memiliki IPAL dan beberapa rumah
sakit IPAL-nya dalam kondisi rusak berat (Sebayang dkk, 1996).Data
tersebut juga menyebutkan, hanya sembilan rumah sakit saja yang memiliki
incinerator.Alat tersebut, digunakan untuk membakar limbah padat berupa
limbah sisa-sisa organ tubuh manusia yang tidak boleh dibuang begitu saja.
Menurut Kepala BPLHD Jaktim, Surya Darma, pihaknya sudah
menyampaikan surat edaran yang mengharuskan pihak rumah sakit
melaporkan pengelolaan limbahnya setiap tiga bulan sekali. Sayangnya, sejak
dilayangkannya surat edaran akhir September 2005 lalu, hanya tiga rumah
sakit saja yang memberikan laporan. Menurut Surya, limbah rumah sakit,
khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik.
Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah
medis noninfeksius.Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan
nonmedis.Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah
medis.Padahal, limbah medis memerlukan pengelolaan khusus yang berbeda

12 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


dengan limbah nonmedis.Yang termasuk limbah medis adalah limbah
infeksius, limbah radiologi, limbah sitotoksis, dan limbah
laboratorium.Pasalnya, tangki pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian
besar tidak memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan limbah. Ironisnya,
malah sebagian besar limbah rumah sakit dibuang ke tangki pembuangan
seperti itu (Sebayang dkk, 1996).Sementara itu, Kepala Seksi Penyehatan
Lingkungan Sudin Kesmas Jaktim menduga, buruknya pengelolaan limbah
rumah sakit karena pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi
rumah sakit. Sedangkan peraturan proses pembungkusan limbah padat yang
diterbitkan Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak
dijalankan dengan benar. Padahal setiap rumah sakit, selain harus memiliki
IPAL, juga harus memiliki surat pernyataan pengelolaan lingkungan (SPPL)
dan surat izin pengolahan limbah cair. Sementara limbah organ-organ
manusia harus di bakar di incinerator.Persoalannya, harga incinerator itu
cukup mahal sehingga tidak semua rumah sakit bisa memilikinya (Sebayang
dkk, 1996).
Beberapa hal yang patut jadi pemikiran bagi pengelola rumah
sakit, dan jadi penyebab tingginya tingkat penurunan kualitas lingkungan dari
kegiatan rumah sakit antara lain disebabkan, kurangnya kepedulian
manajemen terhadap pengelolaan lingkungan karena tidak memahami
masalah teknis yang dapat diperoleh dari kegiatan pencegahan pencemaran,
kurangnya komitmen pendanaan bagi upaya pengendalian pencemaran
karena menganggap bahwa pengelolaan rumah sakit untuk menghasilkan
uang bukan membuang uang mengurusi pencemaran, kurang memahami apa
yang disebut produk usaha dan masih banyak lagi kekurangan lainnya
(Sebayang dkk, 1996). Untuk itu, upaya-upaya yang harus dilakukan rumah
sakit adalah, mulai dan membiasakan untuk mengidentifikasi dan memilah
jenis limbah berdasarkan teknik pengelolaan (Limbah B3, infeksius, dapat
digunapakai atau guna ulang).Meningkatkan pengelolaan dan pengawasan
serta pengendalian terhadap pembelian dan penggunaan, pembuangan bahan
kimia baik B3 maupun non B3.Memantau aliran obat mencakup pembelian
dan persediaan serta meningkatkan pengetahuan karyawan terhadap
pengelolaan lingkungan melalui pelatihan dengan materi pengolahan bahan,

13 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


pencegahan pencemaran, pemeliharaan peralatan serta tindak gawat darurat
(Sebayang dkk, 1996).
Ada beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai resiko
untuk mendapat gangguan karena buangan rumah sakit.Pertama, pasien yang
datang ke Rumah Sakit untuk memperoleh pertolongan pengobatan dan
perawatan Rumah Sakit.Kelompok ini merupakan kelompok yang paling
rentan Kedua, karyawan Rumah sakit dalam melaksanakan tugas sehari-
harinya selalu kontak dengan orang sakit yang merupakan sumber agen
penyakit. Ketiga, pengunjung / pengantar orang sakit yang berkunjung ke
rumah sakit, resiko terkena gangguan kesehatan akan semakin besar.
Keempat, masyarakat yang bermukim di sekitar Rumah Sakit, lebih-lebih
lagi bila Rumah sakit membuang hasil buangan Rumah Sakit tidak
sebagaimana mestinya ke lingkungan sekitarnya.Akibatnya adalah mutu
lingkungan menjadi turun kualitasnya, dengan akibat lanjutannya adalah
menurunnya derajat kesehatan masyarakat di lingkungan tersebut.Oleh
karena itu, rumah sakit wajib melaksanakan pengelolaan buangan rumah
sakit yang baik dan benar dengan melaksanakan kegiatan Sanitasi Rumah
Sakit.
Dari berbagai jenis sampah/limbah yang dihasilkan oleh rumah
sakit sangat berpotensi untuk menyebabkan gangguan dalam kehidupan dan
kesehatan manusia serta lingkungannya,dan dampak negatif yang dapat
terjadi bila sampah rumah sakit tidak di tangani secara baik dan benar dapat
mengakibatkan berbagai macam gangguan-gangguan antara lain;infeksi
silang (Nosokomial) dapat terjadi pada pengguna rumah sakit yaitu
pasien,pengunjung,dan karyawan.
 Gangguan kesehatan dan keselamatan kerja,terutama bagi karyawan
rumah sakit bila tidak di lengkapi dengan sistem proteksi yang tepat
 Gangguan estetika dan kenyamanan berupa bau,serat kesan kotor yang
dapat memberikan efek psikologis bagi pengguna rumah sakit
 Pencemaran lingkungan,melalui sampah/limbah yang di buang baik
internal maupun external
 Kerusakan bangunan dapat disebab oleh kimia yang terlarut

14 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


 Gangguan kerusakan tanaman dan binatang hidup di sebabkan oleh
buangan bahan kimia dan bahan infeksius
 Gangguan terhadap kesehatan manusia disebabkan oleh virus/bakteri
bahan kimia dan gas
 Gangguan terhadap genetik dan reproduksi manusia dapat disebabkan
oleh bahan kimia, senyawa radio aktif dan lainnya
 Dapat terjadi kerusakan ekosistem yang lebih luas dan berskala besar.

2.4 Pemanfaatan Limbah Rumah Sakit

Limbah yang masih bisa dimanfaatkan agar dipisahkan dari limbah yang
tercemar oleh limbah B3 ataupun limbah infeksius. Limbah domestik yang dapat didaur
ulang ataupun dimanfaatkan harus dipisah dalam tempat terpisah. Limbah domestik
berupa kertas/karton, plastik, gelas dan logam masih mempunyai nilai jual untuk di
reuse. Begitu pula dengan limbah domestik berupa sampah organik bisa untuk kompos.
Limbah plastik bekas pengobatan lainnya seperti bekas infus yang tidak terkontaminasi
limbah B3 atau limbah infeksius dapat didaur ulang. Pada saat ini hanya sekitar 19%
limbah domestik dari rumah sakit yang sudah dimanfaatkan untuk didaur ulang.
Limbah berbahaya dan beracun sendiri tidak menutup kemungkinan untuk dapat
dimanfaatkan ataupun untuk di-reuse. Beberapa limbah kimia yang dapat dimanfaatkan
kembali antara lain adalah limbah radiologi seperti fixer dan developer dengan
dikirimkan ke pihak ke-3 yang berizin.

2.5 Penanganan Limbah Rumah Sakit

Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan upaya


pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan rawat jalan, rawat nginap, pelayanan
gawat darurat, pelayanan medik dan non medik yang dalam melakukan proses kegiatan
hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan sosial, budaya dan dalam menyelenggarakan
upaya dimaksud dapat mempergunakan teknologi yang diperkirakan mempunyai
potensi besar terhadap lingkungan (Agustiani dkk, 1998). Limbah yang dihasilkan
rumah sakit dapat membahayakan kesehatan masyarakat, yaitu limbah berupa virus dan

15 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


kuman yang berasal dan Laboratorium Virologi dan Mikrobiologi yang sampai saat ini
belum ada alat penangkalnya sehingga sulit untuk dideteksi.Limbah cair dan Iimbah
padat yang berasal dan rumah sakit dapat berfungsi sebagai media penyebaran
gangguan atau penyakit bagi para petugas, penderita maupun masyarakat.Gangguan
tersebut dapat berupa pencemaran udara, pencemaran air, tanah, pencemaran makanan
dan minunian.Pencemaran tersebut merupakan agen agen kesehatan lingkungan yang
dapat mempunyai dampak besar terhadap manusia (Agustiani dkk, 1998).
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Kesehatan
menyebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.Oleh karena itu Pemerintah menyelenggarakan
usaha-usaha dalam lapangan pencegahan dan pemberantasan penyakitpencegahan dan
penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan
kesehatan pada rakyat dan lain sebagainya (Karmana dkk, 2003).Usaha peningkatan
dan pemeliharaan kesehatan harus dilakukan secara terus menerus, sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, maka usaha pencegahan dan
penanggulangan pencemaran diharapkan mengalami kemajuan.
Adapun cara-cara pencegahan dan penanggulangan pencemaran limbah rumah
sakit antara lain adalah melalui proses pengelolaan limbah padat rumah sakit dan proses
mencegah pencemaran makanan di rumah sakit.Sarana pengolahan/pembuangan limbah
cair rumah sakit pada dasarnya berfungsi menerima limbah cair yang berasal dari
berbagai alat sanitair, menyalurkan melalui instalasi saluran pembuangan dalam gedung
selanjutnya melalui instalasi saluran pembuangan di luar gedung menuju instalasi
pengolahan buangan cair. Dari instalasi limbah, cairan yang sudah diolah mengalir
saluran pembuangan ke perembesan tanah atau ke saluran pembuangan kota (Sabayang
dkk, 1996). Limbah padat yang berasal dari bangsal-bangsal, dapur, kamar operasi dan
lain sebagainya baik yang medis maupun non medis perlu dikelola sebaik-baiknya
sehingga kesehatan petugas, penderita dan masyarakat di sekitar rumah sakit dapat
terhindar dari kemungkinan-kemungkinan dampak pencemaran limbah rumah sakit
tersebut (Sabayang dkk, 1996).
Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume,
konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses
fisika, kimia atau hayati. Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah, upaya pertama yang
harus dilakukan adalah upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang
dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi upaya mengunangi limbah pada sumbernya,

16 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


serta upaya pemanfaatan limbah (Shahib, 1999).Program minimisasi limbah di
Indonesia baru mulai digalakkan, bagi rumah sakit masih merupakan hal baru, yang
tujuannya untuk mengurangi jumlah limbah dan pengolahan limbah yang masih
mempunyainilai ekonomi (Shahib, 1999).
Berbagai upaya telah dipergunakan untuk mengungkapkan pilihan teknologi
mana yang terbaik untuk pengolahan limbah, khususnya limbah berbahaya antara lain
reduksi limbah (waste reduction), minimisasi limbah (waste minimization),
pemberantasan limbah (waste abatement), pencegahan pencemaran (waste prevention)
dan reduksi pada sumbemya (source reduction) (Hananto, 1999). Reduksi limbah pada
sumbernya merupakan upaya yang harus dilaksanakan pertama kali karena upaya ini
bersifat preventif yaitu mencegah atau mengurangi terjadinya limbah yang keluar dan
proses produksi. Reduksi limbah pada sumbernya adalah upaya mengurangi volume,
konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang akan keluar ke lingkungan
secara preventif langsung pada sumber pencemar, hal ini banyak memberikan
keuntungan yakni meningkatkan efisiensi kegiatan serta mengurangi biaya pengolahan
limbah dan pelaksanaannya relatif murah (Hananto, 1999). Berbagai cara yang
digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah (Arthono, 2000) :

a. House Keeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam menjaga
kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau
kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin.
b. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah
menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat
mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan limbah.
c. Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau
bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.
d. Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar persediaan
bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak
berlebihan sehiugga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan
penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.
e. Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan petunjuk
pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi.
f. Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan yang
kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang cukup

17 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan rumah sakit baru atau
penggantian sebagian unitnya.

Kebijakan kodifikasi penggunaan warna untuk memilah-milah limbah di


seluruh rumah sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat dipisah-
pisahkan di tempat sumbernya, perlu memperhatikan hal-hal berikut (Haryanto, 2001) :

a. Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna, satu
untuk limbah klinik dan yang lain untuk bukan klinik.
b. Semua limbah dari kamar operasi dianggap sebagai limbah klinik.
c. Limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis, dianggap sebagai limbah
klinik.
d. Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah
klinik dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang.

Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan kodifikasi


dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut (Sundana, 2000) :
a. Pemisahan limbah
1) Limbah harus dipisahkan dari sumbernya
2) Semua limbahberesiko tinggi hendaknya diberi label jelas
3) Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda, yang
menunjukkan ke mana plastik harus diangkut untuk insinerasi atau
dibuang. Di beberapa negara, kantung plastik cukup mahal sehingga
sebagai ganti dapat digunakan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat
secara lokal sehingga dapat diperoleh dengan mudah). Kantung kertas ini
dapat ditempeli dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan di tong
dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lain.
b. Penyimpanan limbah
1) Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah berisi 2/3 bagian.
Kemudian diikat bagian atasnya dan diberi label yang jelas
2) Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga kalau
dibawa mengayun menjauhi badan, dan diletakkan di tempat-tempat
tertentu untuk dikumpulkan

18 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


3) Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan
warna yang samatelah dijadikan satu dan dikirim ke tempat yang sesuai
4) Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan
hewan perusak sebelum diangkut ke tempat pembuangannya
c. Penanganan limbah
1) Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh diangkut bila telah
ditutup
2) Kantung dipegang pada lehernya
3) Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya dengan memakai
sarung tangan yang kuat dan pakaian terusan (overal), pada waktu
mengangkut kantong tersebut
4) Jika terjadi kontaminasi diluar kantung diperlukan kantung baru yang
bersih untuk membungkus kantung baru yang kotor tersebut seisinya
(double bagging)
5) Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda tajam yang
dapat mencederainya di dalma kantung yang salah
6) Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan tangannya kedalam
kantung limbah
d. Pengangkutan limbah
Kantung limbah dikumpulkan dan seklaigus dipisahkan menurut kode
warnanya.Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa ke kompaktor, limbah
bagian klinik dibawa ke insinerator.Pengankutan dengan kendaran khusus
(mungkin ada kerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum) kendaraan yang
digunakan untuk mengankut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan
dibersihkan tiap hari, kalau perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung limbah)
dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.
e. Pembuangan limbah
Setelah dimanfaatkan dengan kompaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang
ditempat penimbunan sampah (land-fill site), limbah klinik harus dibakar
(insinerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam
limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai
membusuk.

19 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


2.5.1 Limbah padat
Untuk memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan, perlu
dilakukan penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengelolaan, limbah medis
dikategorikan menjadi 5 golongan sebabagi berikut :
a. Golongan A
 Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari kamar bedah.
 Bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi.
 Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak),
bangkai/jaringan hewan dari laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan swab dan dreesing.
b. Golongan B
Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam lainnya.
c. Golongan C
Limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk dalam
golongan A.
d. Golongan D
Limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu.
e. Golongan E
Pelapis Bed-pan Disposable, urinoir, incontinence-pad, dan stomach.

Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah medis perlu dilakukan pemisahan


penampungan, pengangkutan, dan pengelolaan limbah pendahuluan.
1) Pemisahan
a. Golongan A
Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang
terkontaminasi dari ruang pengobatan hendaknya ditampung dalam bak
penampungan limbah medis yang mudah dijangkau bak sampah yang
dilengkapi dengan pelapis pada tempat produksi sampah. Kantong plastik
tersebut hendaknya diambil paling sedikit satu hari sekali atau bila sudah
mencapai tiga perempat penuh. Kemudian diikat kuat sebelum diangkut dan
ditampung sementara di bak sampah klinis. Bak sampah tersebut juga
hendaknya diikat dengan kuat bila mencapai tiga perempat penuh atau

20 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah tersebut kemudian dibuang
dengan cara sebagai berikut :
 Sampah dari haemodialisis
Sampah hendaknya dimasukkan dengan incinerator. Bisa juga
digunakan autoclaving,tetapi kantung harus dibuka dan dibuat
sedemikian rupa sehingga uap panas bisa menembus secara efektif.
(Catatan: Autoclaving adalah pemanasan dengan uap di bawah tekanan
dengan tujuan sterilisasi terutama untuk limbah infeksius).
 Limbah dari unit lain
Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak
mungkin bisa menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat
sumur dalam yang aman.Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain
hendaknya ditampung pada bak limbah medis atau kantong lain yang
tepat kemudian dimusnahkan dengan incinerator. Perkakas
laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan
dengan incinerator. Incinerator harus dioperasikan di bawah
pengawasan bagian sanitasi atau bagian laboratorium.
b. Golongan B
Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan
keadaan tertutup. Sampah ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda
tajam yang bilamana penuh (atau dengan interval maksimal tidak lebih dari
satu minggu) hendaknya diikat dan ditampung di dalam bak sampah klinis
sebelum diangkut dan dimasukkan denganincinerator.

2) Penampungan
Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan.
Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau
pengangkutan oleh dinas kebersihan (atau ketentuan yang ditunjuk), sampah
tersebut hendaknya :
 Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.
 Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang disesuaikan
dengan frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang
telah ditentukan secara terpisah.

21 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


 Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak
rembes, dan disediakan sarana pencuci.
 Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari binatang, dan
bebas dari infestasi serangga dan tikus.
 Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin). Sampah
yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan (jadi bisa
digolongkan dalam sampan klinis), dapat ditampung bersama sampah lain
sambil menunggu pengangkutan.

3) Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal.
Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat
pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan
internal biasanya digunakan kereta dorong. Kereta atau troli yang digunakan
untuk pengangkutan sampah klinis harus didesain sedemikian rupa sehingga :
 Permukaan harus licin, rata dan tidak tembus
 Tidak akan menjadi sarang serangga
 Mudah dibersihkan dan dikeringkan
 Sampah tidak menempel pada alat angkut
 Sampah mudah diisikan, diikat, dan dituang kembali
Bila tidak tersedia sarana setempat dan sampah klinis harus diangkut ke tempat
lain :
 Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk
pengangkut. Dan harus dilakukan upaya untuk men-cegah kontaminasi
sampah lain yang dibawa.
 Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak
terjadi kebocoran atau tumpah.

22 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


2.5.2 Limbah Cair
Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-
bahan organik dan an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan
Limbah (UPL) di rumah sakit antara lain sebagai berikut:

a. Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System)


Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan,
karena kolam stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya
dianjurkan untuk rumah sakit di luar kota (pedalaman) yang biasanya masih
mempunyai lahan yang cukup. Sistem ini terdiri dari bagian-bagian yang
cukup sederhana yakni :
 Pump Swap (pompa air kotor).
 Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah.
 Bak Klorinasi
 Control room (ruang kontrol)
 Inlet
 Incinerator antara 2 kolam stabilisasi
 Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.
b. Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment System)
Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena
tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips,
dan air limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama
berkontak dengan oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah dialirkan
ke bak sedimentasi untuk mengendapkan benda padat dan lumpur.
Selanjutnya air yang sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum dibuang
ke selokan umum atau sungai. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil
dan dikeringkan pada Sludge drying bed (tempat pengeringan Lumpur).
Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari :
 Pump Swap (pompa air kotor)
 Oxidation Ditch (pompa air kotor)
 Sedimentation Tank (bak pengendapan)
 Chlorination Tank (bak klorinasi)
 Sludge Drying Bed (tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2 petak).

23 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


 Control Room (ruang kontrol)
c. Anaerobic Filter Treatment System
Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui
filter/saringan, air limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment
dengan septic tank (inchaff tank). Proses anaerobic filter treatment biasanya
akan menghasilkan effluent yang mengandung zat-zat asam organik dan
senyawa anorganik yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses
oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak klorida
ditampung dulu di bak stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi
zat-zat tersebut di atas, sehingga akan menurunkan jumlah klorin yang
dibutuhkan pada proses klorinasi nanti.Sistem Anaerobic Treatment terdiri
dari komponen-komponen antara lain sebagai berikut :
 Pump Swap (pompa air kotor)
 Septic Tank (inhaff tank)
 Anaerobic filter.
 Stabilization tank (bak stabilisasi)
 Chlorination tank (bak klorinasi)
 Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur)
 Control room (ruang kontrol)

Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari
besar kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat tidur, maka
kontruksi Anaerobic Filter Treatment Systemdapat disesuaikan dengan
kebutuhan tersebut, misalnya :

 Volume septic tank


 Jumlah anaerobic filter
 Volume stabilization tank
 Jumlah chlorination tank
 Jumlah sludge drying bed
 Perkiraan luas lahan yang diperlukan

24 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


2.5.3 Limbah Gas
Upaya pengelolaan limbah gas lebih sederhana dibanding dengan limbah cair,
pengelolaan limbah gas tidak dapat terlepas dari upaya penyehatan ruangan dan
bangunan khususnya dalam memelihara kualitas udara ruangan (indoor) yang
antara lain disyaratkan agar (Agustiani dkk, 2000):
 Tidak berbau (terutama oleh gas H2S dan Amoniak).
 Kadar debu tidak melampaui 150 Ug/m3 dalam pengukuran rata-rata
selama 24 jam.
 Angka kuman: ruang operasi : kurang dari 350 kalori/m3 udara dan bebas
kuman patogen (khususnya α-Streptococus haemoliticus) dan spora gas
gangrer.
 Ruang perawatan dan isolasi : kurang dan 700 kalori/m3 udara dan bebas
kuman patogen, kadar gas dan bahan berbahaya dalam udara tidak melebihi
konsentrasi maksimum yang telah ditentukan.

2.5.4 Mekanisme Pengolahan Limbah Radioaktif


a. Pengelompokan limbah radioaktif
Limbah radioaktif yang ditimbulkan dari pemanfaatan iptek
nuklir umumnya dikelompokkan ke dalam limbah tingkat rendah (LTR), tingkat
sedang (LTS) dan tingkat tinggi (LTT). Pengelompokan ini didasarkan
kebutuhan isolasi limbah untuk jangka waktu yang panjang dalam upaya
melindungi pekerja radiasi, lingkungan hidup, masyarakat dan generasi yang
akan datang. Pengelompokan ini merupakan strategi awal dalam pengelolaan
limbah radioaktif. Sistem pengelompokan limbah di tiap negara umumnya
berbeda-beda sesuai dengan tuntutan keselamatan/peraturan yang berlaku di
masing-masing negara. Pengelompokan limbah dapat dilakukan selain
berdasarkan tingkat aktivitasnya, juga dapat berdasarkan waktu-paro (T1/2),
panas gamma yang ditimbulkan dan kandungan radionuklida alpha yang
terdapat dalam limbah.
Di Indonesia, sesuai Pasal 22 ayat 2 UU. No.10/1997, limbah
radioaktif berdasarkan aktivitasnya diklasifikasikan dalam jenis limbah
radioaktif tingkat rendah (LTR), tingkat sedang (LTS) dan tingkat tinggi (LTT).
Di P2PLR, berdasarkan bentuknya limbah radioaktif dikelompokkan ke dalam

25 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


limbah cair (organik, anorganik), limbah padat (terkompaksi/tidak terkompaksi,
terbakar/tidak terbakar) dan limbah semi cair (resin). Berdasarkan aktivitasnya
dikelompokkan menjadi limbah aktivitas rendah, sedang, dan tinggi. Penimbul
limbah radioaktif baik dari kegiatan Batan dan diluar Batan (Industri, Rumah
Sakit, industri, dll.) wajib melakukan pemilahan dan pengumpulan limbah
sesuai dengan jenis dan tingkat aktivitasnya. Limbah radioaktif ini selanjutnya
dapat diolah di Pusat Penelitian Tenaga Nuklir (PPTN) Serpong untuk
pengolahan lebih lanjut (Lubis, 2003).

b. Pembuangan limbah radioaktif


Strategi pembuangan limbah radioaktif umumnya dibagi
kedalam 2 konsep pendekatan, yaitu konsep "Encerkan dan Sebarkan" (EDS)
atau "Pekatkan dan Tahan" (PDT). Kedua strategi ini umumnya diterapkan
dalam pemanfaatan iptek nuklir di negara industri nuklir, sehingga tidak dapat
dihindarkan menggugurkan strategi zero release (Lubis, 2003).

c. Pembuangan efluen
Dalam pengoperasian instalasi nuklir tidak dapat dihindarkan
terjadinya pembuangan efluen ke atmosfer dan ke badan-air. Efluen
gas/partikulat yang dibuang langsung ke atmosfer berasal dari sistem ventilasi.
Udara sistem ventilasi di tiap instalasi nuklir sebelum dibuang ke atmosfer
melalui cerobong, dibersihkan kandungan gas/partikulat radioaktif yang
terkandung di dalamnya dengan sistem pembersih udara yang mempunyai
efisiensi 99,9 %. Efluen cair yang dapat dibuang langsung ke badan-air hanya
berasal dari sistem ventilasi dan dari unit pengolahan limbah cair radioaktif.
Tiap jenis radionuklida yang terdapat dalam efluen yang di buang ke lingkungan
harus mempunyai konsentrasi di bawah BME..
Pembuangan efluen radioaktif secara langsung, setelah proses
pengolahan/dibersihkan, dan setelah peluruhan ke lingkungan merupakan
penerapan strategi EDS. Dalam pembuangan secara langsung, setelah
dibersihkan dan setelah peluruhan aktivitas/konsentrasi radionuklida yang
terdapat dalam efluen harus berada di bawah BME. Radionuklida yang terdapat
dalam efluen akan terdispersi dan selanjutnya melalui berbagai jalur perantara
(pathway) yang terdapat di lingkungan akan sampai pada manusia sehingga

26 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


mempunyai potensi meningkatkan penerimaan dosis terhadap anggota
masyarakat. Penerimaan dosis terhadap anggota masyarakat ini harus dibatasi
serendah-rendahnya (penerapan azas optimasi). Dosis maksimal yang
diperkenankan dapat diterima anggota masyarakat dari pembuangan efluen ke
lingkungan dari seluruh jalur perantara yang mungkin adalah 0,3 mSv per tahun.
Dosis pembatas (dose constrain) sebesar 0,3 mSv memberikan kemungkinan
terjadinya efek somatik hanya sebesar 3,3x10-6. Berdasarkan dosis pembatas
ini, BME tiap jenis radionuklida yang diizinkan terdapat dalam efluen dapat
dihitung dengan teknik menghitung balik pada metode prakiraan dosis. BME
tiap jenis radioaktif ini harus mendapat izin dan tiap jenis radionuklida yang
terlepaskan ke lingkungan harus dimonitor secara berkala dan dilaporkan ke
Badan Pengawas..
BME tiap jenis radioanuklida yang diperkenankan terdapat
dalam efluen radioaktif yang dibuang ke lingkungan untuk tiap instalasi nuklir
di PPTN Serpong telah dihitung dengan metode faktor konsentrasi
(concentration factor method) dan telah diterapkan semenjak reaktor G.A.
Siwabessy dioperasikan pada bulan Agustus 1987. Pembuangan efluent
gas/partikulat dan efluen cair ke lingkungan di PPTN Serpong telah sesuai
dengan rekomendasi yang diberikan baik secara nasional maupun internasional
(Lubis, 2003).

27 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

a. Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan
di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran
lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit.
b. Sumber-sumber limbah rumah sakit antara lain limbah infeksius, limbah tajam
limbah plastik dan limbah jaringan tubuh.
c. Dari berbagai jenis sampah/limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit sangat
berpotensi untuk menyebabkan gangguan dalam kehidupan dan kesehatan manusia
serta lingkungannya,dan dampak negatif yang dapat terjadi bila sampah rumah sakit
tidak di tangani secara baik dan benar dapat mengakibatkan berbagai macam
gangguan-gangguan antara lain;infeksi silang (Nosokomial) dapat terjadi pada
pengguna rumah sakit yaitu pasien,pengunjung,dan karyawan.
d. Limbah yang masih bisa dimanfaatkan agar dipisahkan dari limbah yang tercemar
oleh limbah B3 ataupun limbah infeksius. Limbah domestik yang dapat didaur ulang
ataupun dimanfaatkan harus dipisah dalam tempat terpisah.
e. Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah, upaya pertama yang harus dilakukan adalah
upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke
lingkungan yang meliputi upaya mengunangi limbah pada sumbernya, serta upaya
pemanfaatan limbah

3.2 Saran

Demikianlah makalah yang telah saya susun mengenai pengelolaan sampah di

rumah sakit yang meliputi berbagai macam klasifikasinya. Demi kesempurnaan makalah

ini saya harapkan kritikan serta saran yang membangun. Saran dari pembaca saya

harapkan agar saya dapat memperbaiki makalah ini. Semoga dapat bermanfaat bagi kita

semua.

28 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT


DAFTAR PUSTAKA

Anshar. Pengelolaan sampah limbah rumah sakit dan permasalahannya.


https://ansharcaniago.wordpress.com/2013/02/24/pengelolaan-sampahlimbah-rumah-
sakit-dan-permasalahannya/. Artikel. (Online),

Purbani, Syafitri anis. Pengolahan


limbah.https://syafitrianispurbani.wordpress.com/category/pengolahan-limbah/. Artikel.
(Online),

Sari, Astuti. K3 Limbah rumah sakit. http://astutisari.blogspot.co.id/2015/01/makalah-k3-


limbah-rumah-sakit.html. Artikel. (Online)

29 PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT

Anda mungkin juga menyukai