Anda di halaman 1dari 4

Nama : M.

Amri Amir
NIM : 13.01.1115
Fakultas/Jurusan : Syari’ah / Ahwal Syakhsiyyah
Mata Kuliah : Manajemen MTQ dan Perhakiman
Dosen Pengampu : Drs. H. Ilhamuddin Qasim, MA

BAGIAN KESATU
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Musabaqah Tilawah Al-Qur’an (MTQ) dan Seleksi Tilawah Al-Qur’an (STQ)
telah bertahun-tahun dilaksanakan secara berjenjang. Keseriusan masyarakat dan
pemerintah dalam merespon dan melaksankan MTQ-STQ dari tahun ke tahun
menunjukkan perkembangan dan peningkatan. Hal ini dapat dibuktikan dengan terus
bermunculan usulan penambahan cabang maupun golongan yang dimusabaqahkan dan
juga semakin banyaknya jumlah peserta utusan daerah yang berpartisipasi.
Sejak MTQ Nasional I Tahun 1968 sampai saat ini cabang dan golongan yang
dimusabaqahkan terus bertambah. Lebih-lebih setelah dibentuknya Lembaga
Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) tahun 1977, MTQ diarahkan sebagai salah satu
sarana untuk mewujudkan pengamalan al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
karena itu aspek-aspek yang mempunyai tujuan ke arah tersebut dimusabaqahkan dalam
MTQ, seperti membaca, menghafal, menulis, memahami, menafsirkan dan
menyampaikan tuntunan al-Qur’an. Pelaksanaannya diwujudkan dalam cabang-cabang
musabaqah, yaitu Tilawah al-Qur’an, Qira’at al-Qur’an, Hifzh al-Qur’an, Tafsir al-
Qur’an, Fahm al-Qur’an, Syarh al-Qur’an, Khath al-Qur’an dan Menulis Kandungan al-
Qur’an atau Musabaqah Maqalah Ilmiyyah al-Qur’an.
Peningkatan tersebut sudah tentu menggembirakan dan sekaligus merupakan
tantangan, karena peningkatan yang bersifat kuantitatif harus diikuti dengan peningkatan
kualitatif dalam penyelenggaraan maupun hasil musabaqah. Sehingga Pedoman
Musabaqah al Qur’an Tahun 2006 dirasakan perlu disempurnakan sesuai dengan
penambahan cabang dan golongan. Selain itu, pedoman dan norma pelaksanaan
perhakiman juga perlu disempurnakan sesuai dengan masukan dari berbagai pihak dan
para ahli al-Qur’an terutama peserta Musyawarah Nasional tahun 2009 tentang
Perhakiman MTQ dan STQ.
Atas dasar pemikiran tersebut maka diperlukan adanya Buku Pedoman
Musabaqah yang dapat dijadikan acuan dan rujukan pelaksanaan MTQ maupun STQ di
seluruh Indonesia mulai dari tingkat kelurahan sampai dengan Nasional. Dengan
demikian pelaksanaan MTQ diharapkan dapat lebih baik sekaligus dapat menjadi salah
satu sarana efektif untuk mewujudkan pengalaman al-Qur’an dalam kehidupan sehari-
hari dapat tercapai.

II. TUJUAN YANG INGIN DICAPAI


Pedoman Musabaqah ini bertujuan untuk memisahkan antara kegiatan
penyelenggaraan musabaqah yang bertumpu pada aturan-aturan ketatalaksanan dengan
kegiatan-kegiatan perhakiman yang sebagian besar bertumpu pada kaidah-kaidah
normatif. Dengan demikian pedoman ini adalah untuk digunakan pelaksana musabaqah
agar dapat memahami dan menjalankan tugasnya dengan baik.
Tugas tersebut lebih dititikberatkan kepada tata cara penyelenggaraan musabaqah
sejak persiapan dan pelaksanaan berikut perangkatnya untuk dilaksanakan dengan sebaik
baiknya sehingga mutu hasil musabaqah semakin meningkat.
Kemudian dengan adanya pedoman perhakiman diharapkan penilaian dalam
musabaqah benar-benar obyektif, tepat dan teliti. Pedoman musabaqah ini juga berfungsi
sebagai pegangan dan acuan baik dewan hakim dalam melaksanakan tugas perhakiman
maupun bagi LPTQ dalam melaksanakan pengawasannya.
Dengan adanya pedoman ini para pelaksana perhakiman dan pengurus LPTQ
dapat memahami dengan baik segala segi yang berkaitan dengan pelaksanaan
perhakiman MTQ baik norma penilaian dan sistem perhakiman maupun
pengorganisasian, pelaksanaan perhakiman dan pengawasannya serta segi perangkat dan
sarana yang harus dipersiapkan. Selain dari itu para pelaksana perhakiman dan pengurus
LPTQ diharapkan mampu mengantisipasi berbagai permasalahan yang akan timbul
dalam pelaksanaan operasional perhakiman dan pada waktunya dapat mengatasi dengan
cepat dan tepat.
Pedoman perhakiman ini tidak bermaksud membatasi para hakim dalam
melahirkan pendapat dan apresiasinya dalam menilai penampilan peserta. Sebaliknya
pedoman ini diharapkan dapat menjamin kebebasan dan kelancaran pelaksanan tugas
para hakim sesuai dengan wewenang dan keahliannya dengan tetap mengacu kepada
kesepakatan sebagaimana dirumuskan didalam buku pedoman. Dengan demikian
pelaksanaan tugas perhakiman MTQ/STQ dapat menghasilkan para peserta terbaik yang
berkualitas.
Pedoman Musabaqah dan Perhakiman ini juga dimaksudkan sebagai pegangan
dan acuan dalam penyelenggaraan Musabaqah al-Qur’an bagi semua pihak yang
berkepentingan, yaitu:
1. Pengurus LPTQ
2. Peserta Musabaqah
3. Dewan Hakim MTQ/STQ
4. Pimpinan Kafilah MTQ/STQ
5. Penyelenggara Musabaqah
6. Pejabat Pemerintah
7. Masyarakat pada umumnya.

Dengan adanya pedoman ini diharapkan pelaksanaan MTQ/STQ dapat berjalan


lebih lancar dan berhasil lebih baik lagi.

III. GAMBARAN ISI SELINTAS


Pedoman Musabaqah Al Qur’an pada dasarnya mengatur persiapan dan
pelaksanaan operasional MTQ/STQ mulai saat pendaftaran peserta sampai pengumuman
resmi dewan hakim tentang hasil musabaqah serta berbagai perangkat, sarana dan
petugas yang harus ada dalam pelaksanaan MTQ/STQ.
Pedoman Musabaqah tahun 2009 ini mengalami perubahan sistematika penulisan
dari buku Pedoman tahun 2006. Management musabaqah dan management perhakiman
yang semula terpisah, dikelompokkan menjadi satu bagian, yaitu di bagian kedua.
Sedangkan aturan khusus tentang perhakiman setiap cabang dan golongan musabaqah
dikelompokkan di bagian ketiga buku ini. Selain itu juga terdapat substansi management
musabaqah perhakiman serta rincian item penilaian berdasarkan hasil musyawarah
perhakiman Nasional yang dilaksanakan pada tahun 2009.
Secara sistematis isi Buku Pedoman Musabaqah tahun 2009 adalah terdiri dari
empat bagian sebagai berikut :
Bagian pertama adalah pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan yang ingin
dicapai dan gambaran isi selintas.
Bagian kedua adalah tentang Ketentuan Umum Pedoman Musabaqah dan
Perhakiman. Pedoman Musabaqah meliputi pengertian, tingkatan musabaqah,
kepanitiaan musabaqah, tugas bidang musabaqah, cabang dan golongan dalam
musabaqah, ketentuan peserta musabaqah, sistem yang diterapkan dalam musabaqah,
perangkat musabaqah, proses pelaksanaan musabaqah, sanksi terhadap pelanggaran yang
terjadi serta kepemilikian dokumentasi musabaqah. Adapun Pedoman Perhakiman
meliputi pengertian perhakiman, tingkatan perhakiman, organisasi perhakiman,
persyaratan hakim, pembentukan dewan hakim, tugas dan wewenang dewan hakim,
personalia dewan hakim, norma perhakiman, persidangan dewan hakim, dan penentuan
hasil musabaqah yang berlaku untuk semua cabang dan golongan musabaqah.
Bagian ketiga berisi tentang Ketentuan Khusus Perhakiman yang berlaku di setiap
cabang dan golongan musabaqah. Ketentuan khusus perhakiman merupakan aturan
pelaksanaan perhakiman meliputi norma penilaian, materi penilaian, ketentuan dan cara
penilaian, bobot nilai setiap materi dan dilengkapi dengan contoh belanko penilaian.
Cabang dan golongan yang dimaksud adalah Tilawah al-Qur’an, Qira’at al-Qur’an, Hifz
al-Qur’an, Tafsir al-Qur’an, Fahm al-Qur’an, Syarh al-Qur’an, Khat al-Qur’an, dan
Maqalah ilmiah al-Qur’an. Adapun golongan Qira’at al-Qur’an dijelaskan secara
tersendiri karena pada golongan ini terdapat aturan-aturan penilaian secara khusus
apabila dibandingkan dengan cabang induknya, yaitu Tilawah al-Qur’an.
Bagian keempat berisi tentang pengawasan pelaksanaan musabaqah dan
perhakiman. Dalam pengawasan musabaqah diketengahkan mengenai hal-hal yang perlu
mendapat pengawasan dan langkah tindak lanjutnya. Kemudian dalam pengawasan
perhakiman dikemukakan tentang pengawasan intern yang dilakukan Ketua Dewan
Hakim dan pengawasan ekstern yang dilakukan oleh Tim Pengawas.
Bagian kelima berisi penutup yang merupakan bagian akhir dari isi buku
pedoman musabaqah tahun 2009 ini.
Buku ini juga dilengkapi dengan lampiran-lampiran yang terdiri dari SKB tiga
Menteri tentang MTQ-STQ, SK Dirjend Bimas Islam tentang Pelaksanaan Musyawarah
Nasional tahun 2009 tentang Perhakiman MTQ-STQ dan SK LPTQ Nasional tentang
Pengesahan Buku Pedoman Musabaqah al-Qur’an tahun 2009.

Anda mungkin juga menyukai