Cedera Kepala hampir disamakan dalam beberapa literatur tetapi akan lebih
jelasnya marilah kita simak definisi sendiri dari cedera kepapa dan cedera otak..
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan
otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit
neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya
Resiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak
akibat atau pembengkakan otak sebagai respons terhadap cidera dan menyebabkan
gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai pendarahan
1. Cedera kepala ringan ( CKR ) jika GCS antara 13-15 , dpt terjadi kehilangan kesadaran
kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika ada penyerta
2. Cedera kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran atau amnesia
antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan (
bingung ).
3. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga
eksternal, seperti percepatan atau perlambatan, dampak, atau penetrasi dengan proyektil
yang melibatkan bagian-bagian tertentu dari otak, bergantung pada mekanisme cedera
yang terjadi. Fungsi otak sementara atau permanen dan struktural kerusakan gangguan
A. Kerusakan Primer
Kerusakan otak yang timbul pada saat cedera, sebagai akibat dari kekuatan mekanik
yang menyebabkan deformasi jaringan. Kerusakan ini dapat bersifat fokal ataupun
difus. Keruskan primer ini dapat berlanjut menjadi keruskan sekunder, jika kerusakan
primer tidak mendapat penanganan yang baik, maka kerusakan primer dapat menjadi
kerusakan sekunder.
Kerusakan Fokal
pada mekanisme cedera yang terjadi. Kerusakan fokal yang terjadi dapat berupa :
a. Kontusio serebri,
Memar ini umumnya terjadi di area permukaan dan terdiri dari area hemoragi kecil –
kecil yang tersebar melalui substansi otak pada daerah tersebut, dari pada satu lokasi
yang berbeda. Kontusio serebral merupakan lesi yang paling banyak tampak setelah
cedera kepala.
pendarahan yang terus berlangsung, iskemik, nekrosis, dan diikuti oleh edema
vasogenik. Selanjutnya lesi akan mengalami reabsorbsi terhadap eritrosit yang lisis (48-
72 jam), disusul dengan infiltrasi makrofag (24 jam-beberapa minggu) dan gliosis aktif
paling sering ditemukan pada cedera kepala, umumnya menyertai lesi lain. Perdarahan
jaringan otak (parenkim) sebagai akibat dari adanya robekan pembuluh darah.
Terutama melibatkan lobus frontal dan temporal (80-90%), tetapi dapat juga
melibatkan korpus kallosum, batang otak dan ganglia basalis. Gejala dan tanda juga
ditentukan oleh ukuran dan lokasi hematoma. Berdasarkan hasil pemeriksaan CT Scan,
b. Tipe 2, hematoma berukuran kecil sampai sedang pada CT Scan awal, kemudian
d. Tipe 4, hematoma berkembang pada daerah yang abnormal sejak awal (‘salt and
pepper)
e. Hematoma Epidural
Hematoma Epidural adalah suatu akumulasi darah pada ruang antara ruang
tengkorak bagian dalam dan lapisan meninges paling luar. Hepatoma ini terjadi karena
robekan cabang kecil arteri meningeal tengah atau arteri meningeal frontal.
kategorikan sebagai “talk and die”. Tanda dan gejala klasik terdiri dari penurunan
kesadaran ringan pada waktu terjadi benturan yang terjadi pada periode lucid (pikiran
jernih) dari beberapa menit sampai beberapa jam. Periode “talk” ini kemudian di ikuti
oleh penurunan neurologis dari kacau mental sampai koma, dari bentuk gerakan
bertujuan sampai pada bentuk tubuh dekotrikasi atau deserebrasi, dan dari pupil isokor
sampai anisokor. Semua ini merupakan tanda – tanda hernia yang berkembang cepat
dan harus ditngani dengan cepat untuk mencegah kematian pada pasien.
f. Hematoma Subdural
Hematoma Subdural adalah akumulasi darah dibawah lapisan meningeal duramater dan
diatas lapisan araknoid yang menutupi otak. Penyebabnya biasanya robekan permukaan
venaatau sinus.
Pasien dengan hematoma subdural akut menunjukkan gejala dalam 24 jam sampai
48 jam setelah cedera. Meninfestasi ini dari perluasan massa lesi dan peningkatan TIK
(PTIK) dengan cepat dan memerlukan interfensi darurat. Hematoma subdural kronis
terjadi dari 2 minggu sampai 3-4 bulan setelah cedera awal. Gejala umum meliputi sakit
kepala, letargi, kacau mental, kejang, dan kadang-kadang disfasia. Bila intervensi bedah
g. Fraktur Tengkorak
Susunan lapisan tengkorak sampai kulit kepala membantu menghilangkan energy
Sekalipun demikian fraktur tengkorak kerupakan masalah yang umum terjadi pada
pasien dengan cedera kepala berat meskipun kejadiannya berfariasi dari 12% sampai
h. Gegar Serebral
Gegar adalah sindrom yang mengakibatkan bentuk ringan dari cedera otak
menyebar. Ini adalah disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran. Jika ada penurunan kesadaran mungkin hanya beberapa detik
atau beberapa menit. Sesudah itu mungkin pasien mengalamidisorentasi dan bingung
hanya dalam waktu yang relative singkat. Gejala lain meliputi : sakit kepala, tidak
mampu untuk berkonsentrasi, ganguan memori sementara, pusing dan peka. Beberapa
cepat, tetapi beberapa penderita lain berkembang ke arah sindrom pascagegear dan
i. Konkusio
terajdinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata.
struktural yang nyata. Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa
B. Kerusakan Sekunder
Kerusakan otak yang timbul sebagai komplikasi dari kerusakan primer
• Fase 1 : Hipoperfusi, terjadi pada hari 0, dapat turun hingga < 18ml/100g/min
2. Edema serebri terjadi karena peningkatan kandungan air dalam jaringan otak atau
pembentukan energi dan mengakibatkan terjadinya gangguan pada fungsi sel: dimana
1 mol glukosa aerob 38 ATP sedangkan 1 mol glukosa anaerob asam laktat + 2
ATP Berkurangnya jumlah ATP disertai pembentukan asam laktat akan mengakibatkan
bertambahnya edema otak. Secara prinsip terapi dari edema serebri adalah
menghilangkan air yang ada dalam sel (intraseluler) ataupun air diluar sel
(ekstraseluler) dengan cara pemberian cairan hiperosmotik (manitol) dengan dosis 0,5
sebagai cairan hiperosmolar maka manitol dengan dosis rendah berfungsi sebagai
penangkap bahan radikal bebas dan dapat meningkatkan mikrosirkulasi dari sel-sel
darah merah (rheologi), pemberian manitol selama 4 hari kemudian dilakukan tapering
agar tidak terjadi "rebound phenomena". Pemberian Kortikosteroid, obat ini dapat
memperbaiki sawar darah otak sehingga secara tidak langsung memperbaiki edema
Pada umumnya definisi tekanan intra kranial merupakan jumlah tekanan dari jaringan
otak (80%), cairan serebrospinal (10%), pembuluh darah (10%). Penyebabnya PTIK
Disamping itu PTIK juga memiliki komplikasi antara lain herniasi otak sehingga
2. Jatuh.
5. Perilaku kekerasan.
e. Muntah proyektil
g. Nyeri kepala
3. Fraktur kranium
c. Keluarnya cairan serebrospinal dari hidung, telinga, dan laserasi di sekitar fraktur
4. Disfungsi sensori
5. Kejang otot
6. Vertigo
7. Gangguan pergerakan
8. Kejang
9. Syok hipovolemik
(Brito, 1996)
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke
otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Pada saat otak mengalami
anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat,
hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
dampak yang akan diberikan pada otak. Cedera primer, yang terjadi pada waktu
benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera
robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai
kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera.
yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan
“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan
jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma kepala meyebabkan
vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan
persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak
begitu besar.
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu
kejang terjadi pada sekitar 10% penderita yang mengalami cedera kepala hebat tanpa
adanya luka tembus di kepala dan pada sekitar 40% penderita yang memiliki luka
tembus di kepala. kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah
terjadinya cedera.
2. Afasia
3. Apraksia
ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan ingatan atau serangkaian
gerakan. Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus
parietalis.
4. Agnosia
Agnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan merasakan
sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan peran atau fungsi normal
dari benda tersebut. Penyebabnya adalah kelainan fungsi pada lobus parietalis dan
5. Amnesia
peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu. Amnesia hanya
berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam (tergantung kepada beratnya
cedera) dan akan menghilang dengan sendirinya. pada cedera otak yang hebat, amnesia
Herniasi otak adalah kondisi medis yang sangat berbahaya di mana jaringan otak
(tekanan di dalam tengkorak). Herniasi Otak merupakan pergeseran dari otak normal
melalui atau antar wilayah ke tempat lain karena efek massa.Biasanya ini komplikasi
7. Defisit neurologi
9. Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi yang menunjang berat badan).
terjadi pada responsdari system saraf simpatis pada peningkatan TIK. Peningkatan
vasokontriksi tubuh umum ini menyebabkan lebih banyak aliran darah ke paru- paru.
11. Kejang
Kejang terjadi kira- kira 10% dari pasien cedera kepala selama fase akut. Perawat harus
membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan spatel lidah dengan diberi
bantalan atau jalan nafas oral disamping tempat tidur dan peralatan penghisap dekat
dalam jangkauan. Pagar tempat tidur harus tetap dipasang, dari bantalan pada pagar
engan bantal atau busa untuk meminimalkan resiko sekunder terhadap cedera karena
kejang. Selama kejang, perawat jangan pernah mencoba memaksakan apapun diantara
gigi atau membuka rahang. Pasien harus dimiringkan untuk memudahkan mengalirnya
sekresi atau mudah dihisap. Gerakan pasien harus di restrain hanya cukup untuk
tindakan medis terhadap kejang adalah obat. Diazepam adalah obat yang paling banyak
digunakan dan diberikan secara perlahan melalui intra vena karena obat ini menekan
pernapasan maka frekuensi dan irama pernapasan pasien harus di pantau dengan
cermat.
bradikardi.(Samsuhidayat, 1997)
2. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
Pemeriksaan ini jarang digunakan untuk cedera otak karena kurang praktis dan
subarachnoid.
penurunan kesadaran
PENATALAKSANAAN PADA PASIEN CEDERA OTAK
Penanganan cedera otak sesuai dengan ATLS (Advanced trauma life support) yang
Primary survey
1. Menilai “airway” jalan napas, buka jalan nafas (head tilt, chin lift, jaw trust) untuk
membebaskan jalan nafas demi menjamin petukaran udara adekuat, bersihkan jalan
napas dari debris dan muntahan, lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal
segaris dengan badan dengan memasang kolar servikal, pasang guedel bila dapat
ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan napsa, maka pasien harus diintubasi.
spontan atau tidak. Jika tidak, beri oksigen melalui masker oksigen.
adanya cedera intraabdomen atau dada. Hentikan perdarahan dari luka terbuka. Pasang
alat pemantau dan EKG bila tersedia. Pasang jalur intravena yang besar, ambil darah
vena untuk pemeriksaan darah perifer lengkap, ureum, elektrolit, glukosa dan analisis
gas darah arteri. Berikan larutan koloid. Sedangkan larutan kristaloid (dekstrosa atau
dekstrosa dalam salin) menimbulkan eksaserbasi edem aotak pasca cedera kepala.
6. Obati kejang, kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus
mg/menit.
Secondary Survey
a. Penilaian ulang jalan nafas dan ventilasi: umumnya, pasien dnegan stupor atau
koma (tidak dapat mengikuti perintah karena derajat kesadaran menurun) harus
cedera kepala akut, maka tekanan arteri rata-rata harus dipertahankan untuk
c. Pemasangan alat monitor tekanan intrakranial pada pasien dengan skor GCS < 8,
d. Penatalaksanaan cairan: hanya larutan isotonis (salin normal atau laruran ringer
laktat) yang diberikan kepada pasien dengan cedera kepala karena air bebas tambahan
dalam salin 0,45% atau dekstrosa 5% dalam air (D5W) dapat menimbulkan eksaserbasi
edema serebri.
dnegan keperluan 50-100% lebih tinggi dari normal. Pemberian makanan enteral
harus diobati secara agresif dengan asetaminofen atau kompres dingin. Pengobatan
intravena mengurangi frekuensi kejang pasca trauma dini (minggu pertama) dari 14%
tidak mencegah timbulnya epilepsi pasca traumadi kemudian hari. Jika pasien tidak
menderita kejang, fenitoin harus dihentikan setelah 7-10 hari. Kadar fenitoin harus
h. Steroid : steroid tidak terbukti mengubah hasil pengobatan pasien cedera kepala
dan dapat meningkatkan resiko infeksi, hipergilkemia dan komplikasi lain. Untuk itu,
steroid hanya dipakai sebagai pengobatan terakhir pada herniasi serebri akut
i. Profilaksis trombosis vena dalam: sepatu bot kompresif pneumatik dipakai pada
pasien yang tidak bergerak untuk mencegah terjadinya trombosis vena dalam pada
ekstremitas bawah dan resiko yang berkaitan dengan tromboemboli paru. Heparin 5000
unit subkutan setiap 12 jam dapat diberikan 72 jam setelah cedera pada pasien dengan
memiliki resiko ulserasi stres gastrik yang meningkat dan harus mendapat ranitidin
50mg intravena setiap 8jam atau sukralfat 1g peroral setiap 6 jam atau H2 antagonis
cedera kepala terbuka masih kontroversial. Golongan pinisilin dapat mengurangi resiko
meningitis pneumokok pada pasien dengan otorea, rinorea cairan serebrospinal atau
udara intrakranial tetapi dapat meningkatkan resiko infeksi dnegan organisme ayang
lebih virulen.
l. CT Scan lanjutan: umumnya, skan otak lanjutan harus dilakukan 24 jam setelah
cedera awal pada pasien dnegan perdarahan intrakranial untuk menilai perdarahan yang
progresif atau yang timbul belakangan. Namun, biaya menjadi kendala penghambat.
a. Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini mental dan gaya berjalan)
c. Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien 24 jam pertama,
dengan instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat darurat jika timbul gejala
perburukan
f. Tidak adanya orang yang dapat dipercaya untuk mengamati pasien dirumah
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CEDERA OTAK
A. Pengkajian
1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin,
1. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala,
wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem
persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif.
2. Pemeriksaan fisik
BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga
terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa
Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (
kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada
jalan napas.
BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada
yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan
BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak
perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus
BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri,
BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin
BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang
lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya
hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula
3. Pemeriksaan Diagnostik:
tekanan intrakranial.
Prioritas perawatan:
2. mencegah komplikasi
rehabilitasi.
1. Keluhan Utama : Adanya perdarahan, pasien tidak sadarkan diri, dan GCS < 15
2. Riwayat penyakit : Tingkat kesadaran atau GCS < 15, konvulsi, muntah,
takipnea,sakit kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka di kepala,akumulasi sekret
neuromuskuloskletal. Pergerakan diatur oleh saraf cranial, oleh karena itu pengkajian
parau/suara hidung(X)
- Skala 2, kekuatan 25% ; gerakan otot menentang gravitasi, tanpa mencapai ROM
tanpa tahanan
dengan tahanan
responnya. Tidak ada respon menandakan adanya gangguan pada serabut sensorik,
1 : reflek lemah
2 : Normal
4 ; hiperaktif
GCS
b. Refleks pupil
Tanda awal dari herniasi lobus temporalis adalah dilatasi ringan pupil dan refleks
cahaya melambat. Tanda awal dari herniasi central chepalic adalah miosis bilateral.
- Oculovestibular (Calorics)
4. Diagnosa Keperawatan
spontan b.d depresi pusat pernafasan pada medulla oblongata sekunder terhadap
perdarahan intracranial/infark.
4. Resiko cedera (Injuri) b.d perubahan fungsi cerebral sekunder terhadap cedera
serebral.
intracranial.
10. Perubahan eliminasi perkemihan yang b.d kehilangan kontrol volunter pada
5. Intervensi Keperawatan
Kriteria hasil/tujuan
Diagnosa keperawatan Intervensi keperawatan
pasien
1. Tirah baring
dgn elevasi kepala 15-
300
2. Batasi
rangsangan
Mempertahankan
3. Atasi
tingkat kesadaran hipertensi(dengan
Gangguan perfusi biasa/ perbaikan, kompres air hangat)
jaringan berhubungan kognisi, dan fungsi 4. Jaga
dengan b.d peningkatan motorik/sensori. keseimbangan masukan
dan luaran cairan pada
TIK/edema otak sekunder
normal rendah(1500-
terhadap perdarahan. 2000)
5. Motivasi untuk
menahan
batuk/muntah/mengejan
6. Petahankan
dower catheter
7. Pantau tanda
vital, peningkatan TIK
(gelisah, mual muntah)
8. Kaji reflek
cahaya dan besar pupil
9. Kaji GCS
10. Lakukan
tindakan
kolaboratif(beri O2,
pantau AGD, cegah
kejang, dll)
Pola nafas tak efektif atau Mempertahankan 1. Atur posisi dengan elevasi
kepala 15-300
ketidakmampuan pola pernapasan
mempertahankan pola normal/efektif, GDA2. Jaga kebersihan jalan nafas
nafas spontan b.d depresi dalam batas normal,3. Miringkan kepala pasien
pusat pernafasan pada bebas sianosis. saat muntah
medulla oblongata 4. Kaji pola nafas
sekunder terhadap
5. Kolaborasi ; pantau AGD
perdarahan (Analisa Gas Darah)
intracranial/infark.
Resiko cedera (Injuri) b.d Pasien tidak akan 1. Pasang pengaman tempat
tidur
perubahan fungsi cerebral menderita cedera
sekunder terhadap cedera selama kejang, 2. Kolaborasi dengan
keluarga untuk melakukan
serebral. agitasi, atau postur
pengawasan pada pasien
refleksi.
3. K/P lakukan restrain
4. Kurangi Rangsangan pada
pasien
5. Cegah gerakan
patologis/membahayakan
6. Jaga kebersihan dan
berikan perawatan kulit
7. Berikan perawatan mata
Resiko terhadap kerusakan Kulit menjadi halus 1. Ubah posisi minimal tiap 2
jam
jaringan kulit b.d kembali tanpa ada
imobilisasi/paresa/paralisis kerusakan jaringan, 2. Jaga kebersihan kulit dan
lingkungan
sekunder terhadap tidak terjadi
perdarahan/infark. dekubitus. 3. Lakukan masase pada
daerah yang tertekan dengan
minyak kelapa